Dosen pengampu:
Dr. Muazza, M.Pd
Disusun oleh:
Mister Candera
Lulus Yuni Tika R
Maemunah
Syahidah Rahmah
PENDAHULUAN
(http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=215&Itemid=76)
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak dapat diingkari bahwa krisis ekonomi yang dialami Indonesia selama
periode 1997-1999, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan strategi
industrialisasi selama pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada sektor yang
mana Indonesia mamiliki keunggulan komparatif yang sangat besar, yaitu pertanian.
Selama krisis terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu memiliki laju pertumbuhan
yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil. Sedangkan sektor industri
manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu digit.
Ada beberapa alasan kenapa pembangunan sektor pertanian yang kuat esensial
dalam proses industrialisasi di Negara seperti Indonesia, yakni sebagai berikut:
1. Sektor pertanian yang kuat, berarti ketahanan pangan terjamin. Hal ini
merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya
dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat
membuat tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi.
3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah sumber input
bagi sektor industri manufaktur yang mana Indonesia memiliki keunggulan
komparatif. Dalam perkataan lain, lewat keterkaitan produksi, pertumbuhan
produktivitas atau output di sektor pertanian bisa menjadi sumber pertumbuhan
output di sektor industri manufaktur.
Tantangan utama yang dihadapi oleh industri nasional saat ini adalah
kecenderungan penurunan daya saing industri di pasar internasional. Penyebabnya
antara lain adalah meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan
serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan berikutnya adalah kelemahan
struktural sektor industri itu sendiri, seperti masih lemahnya keterkaitan antar industri,
baik antara industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil
menengah, belum terbangunnya struktur klaster (industrial cluster) yang saling
mendukung, adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di
dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan
ekonomi antar daerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu.
Di sisi lain, industri kecil dan menengah (IKM) yang memiliki potensi tinggi
dalam penyerapan tenaga kerja ternyata masih memiliki berbagai keterbatasan yang
masih belum dapat diatasi dengan tuntas sampai saat ini. Permasalahan utama yang
dihadapi oleh IKM adalah sulitnya mendapatkan akses permodalan, keterbatasan
sumber daya manusia yang siap, kurang dalam kemampuan manajemen dan bisnis, serta
terbatasnya kemampuan akses informasi untuk membaca peluang pasar serta mensiasati
perubahan pasar yang cepat.
Strategi outward-looking
Strategi inward-looking
2. Industri padat modal dan tenaga trampil, dengan ciri-ciri : berorientasi pasar
domestik, sebagian besar kendali ada di pemerintah atau PMA, dan tingkat
konsentrasi yang tinggi.
3. Industri padat sumber daya alam, dengan ciri-ciri : orientasi ekspor yang tinggi,
sebagian besar kepemilikan di tangan swasta, dan tingkat konsentrasi yang
rendah.
6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan
penciptaan rasa aman masyarakat.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka
panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri
maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu (1) Meningkatkan
penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-
dayaan pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan
kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi
produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka
kebijakan dalam pembangunan industri manufaktur diarahkan untuk menjawab
tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi perkembangan
perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu
perspektif baru bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus
dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing
industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi
pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan
pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam
rangka membangun daya saing industri yang kolektif.
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor
penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan
perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut
dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya
saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing,
pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya
pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada
kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut,
industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-
menengah tertentu.
Perkuatan basis industri manufaktur ditujukan bagi kelompok industri yang telah
ada dan sudah berkembang saat ini, agar ketergantungannya terhadap sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang relatif kurang terampil menjadi berkurang, industri pada
kelompok ini harus didorong agar mampu menjadi industri kelas dunia.
Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang strategis dalam
perekonomian nasional, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan
pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas perekonomian di daerah. Di
samping itu, pengembangan IKM merupakan bagian integral dari upaya pengembangan
ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.
Dengan strategi baru industrialisasi, seperti gambaran itu juga dapat mendorong
kemandirian pertumbuhan industri nasional dengan target penguasaan dan pendalaman
teknologi tepat guna baik teknologi tinggi, menengah, maupun sederhana bergantung
pada kebutuhan skala ekonomi dan prioritas. Terlebih lagi dalam menghadapi ACFTA,
langkah untuk menggalakkan produksi dalam negeri yang berulang-ulang disuarakan
kalangan pemerintah, pengamat, dan dunia usaha patut didukung. Tapi semestinya
dikaitkan juga dengan sebuah grand strategy untuk kebangkitan dan kemandirian
industri nasional dalam berbagai skala usaha (kecil, menengah, dan besar) dengan
pengembangan, penguasaan, dan pendalaman teknologi tepat guna yang dibutuhkan. Itu
biasanya akan dikritik bahkan disabet oleh kalangan ekonom neolib domestik maupun
asing karena terutama kalangan asing tak mau kehilangan pangsa pasar produk barang
dan jasa mereka.
Khusus dalam sektor industri kecil, setiap tahun selalu tumbuh dan
berkemabgn usaha kecil, walaupun sebagian besar lemah. Tumbuh dan
berkembangnya ini perlu kita kita syukuri dn karenanya kita harus
memantapkan system pembinaannya, antara lain dengan penekanan
pemecahan masalah pemasaran melalui kemitraan. Serta bimbingan teknis
dan permodalan dengan dukungan perbankan.
c. Langkah operasional
- Langkah makro
- Langkah mikro
Selain meningkatkan kesempatan kerja, ada tiga tujuan penting lainnya dari
industrialisasi yang harus dicapai,yaitu sebagai berikut:
Dari uraian di atas, jelas bahwa untuk dapat melaksanakan pola industrialisasi
yang tepat di Indonesia dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, diperlukan sarana
dan prasarana, terutama penyediaan SDM ( termasuk wiraswasta, manajer, tenaga ahli,
tenaga terampil, tenaga terdidik, dan sebagainya ) dengan kualitas tinggi sesuai dengan
kebutuhan saat ini dan yang akan datang; teknologi yang tepat guna dan infrastruktur
fisik dan nonfisik ( termasuk kelembagaan ).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
11. Menciptakan atau meningkatkan nilai tambah ekonomi, yakni nilai tambah
dari semua sektor ekonomi yang ada, termasuk industri, pertanian dan
pertambangan.
12. Meningkatkan efisiensi ekonomi.
13. Mengurangi ketergantungan pada impor.
3.2 Saran
http://bataviase.co.id/node/117582
http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=215&Itemid=76
http://yasinta.net/strategi-industrialisasi-dan-proteksionisme/