Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PEMASARAN INTERNASIONAL

“Trade Distortions and Marketing Bariers”

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Kelas 2 D – D4 Manajemen Pemasaran

Kartika Apriana Hutagaol 1842620140


Mochamad Ilham Hanafi 1842620196
Noritza Hikam M 1842620169
Nuris Sulthon Al Faiz 1842620023

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMASARAN

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah “Trade
Distprtion and Marketing Bariers” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap
semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya
yang lebih baik lagi.

Penyusun,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................. 3
1.3 Manfaat ............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
2.1 Teori Perdagangan Internasional ........................................................................ 4
2.2 Manfaat Perdagangan Internasional .................................................................... 8
2.3 Faktor-faktor timbulnya Perdagangan Internasional .......................................... 10
2.4 Hambatan Perdagangan Internasional ................................................................. 11
2.5 Kebijakan Perdagangan Internasional ................................................................. 14
2.6 Studi Kasus ......................................................................................................... 15
BAB II PENUTUP............................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Perdagangan internasional telah menjadi sebuah keniscayaan pada era globalisasi, negara-
negara di dunia tidak dapat mengabaikan atau “menutup mata” terhadap semua hal yang
diciptakan oleh perdagangan lintas negara ini. Adam Smith yang dijuluki sebagai Bapak
Ekonomi telah menyatakan dengan tegas bahwa perdagangan internasional adalah “motor
penggerak pertumbuhan ekonomi” (Edwards, 1993). Krugman dan Obsfeld (1999), Mbabazo et
al. (2004), Lopez (2005), Andersen (2008) turut memperkuat pertanyaan tersebut, para ahli
sepakat
Menurut Fakhrudin (2008: 216) perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang
mengacu kepada penjualan atau pembelian barang dan jasa antar negara tanpa adanya hambatan
tarif maupun hambatan non-tarif. Perdagangan bebas dapat juga dikatakan sebagai tidak adanya
hambatan buatan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan antar individual dan
perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Menurut pandangan sebagian pakar ekonomi, perdagangan barang dan jasa antar negara
sebaiknya berjalan secara bebas atau harus, dengan pengenaan tarif dan hambatan non tarif
lainnya, yang seminimal mungkin. Hal ini berdasarkan pada pendapat bahwa perdagangan yang
lebih bebas akan memberikan manfaat lebih banyak bagi kadua negara pelaku dan bagi dunia
secara umum, serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar. Dijelaskan oleh Susastro
(2003), selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara liberalisasi perdagangan juga
akan meningkatkan efisiensi perekonomian.
Namun demikian, karena tiap-tiap negara mempunyai perbedaan dalam penguasaan sumber
daya yang menjadi komponen pendukung daya saing, sebagian pakar yang lain berpendapat
perdangangan bebas berpotensi menimbulkan dampak negatif karena mendorong persaingan
usaha yang tidak sehat. Atas dasar itu maka muncul pandangan pentingnya upaya-upaya proteksi
terhadap produksi dalam negeri dan kepentingan lainnya dari tekanan pasar internasional melalui
pemberlakuan hambatan perdagangan baik tarif dan non tarif untuk produk-proruk impor.
Secara internal, Indonesia mulai mereformasi kebijakan di bidang perdagangan sejak
pertengahan dekade 1980-an, ketika terjadi penuruan harga minyak mentah yang merupakan
andalan ekspor nasional di pasar dunia. Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah melakukan
1
serangkaian deregulasi ekonomi untuk mendorong ekspor yang diperlukan sebagai penghasil
cadangan devisa.
Namun demikian, upaya untuk meningkatkan ekspor non migar Indonesia seringkali
menemui hambatan terutama yang berkaitan dengan kebijakan tarif dan non tarif di negara mitra
dagang utama Indonesia. Hal ini bertambah sulit ketika melakukan negosiasi pedagangan
seringkali pemerintah Indonesia terhambat oleh kekurangan informasi mengenai kebijakan tarif
dan non tarif dari negara mitra dagang.
Agar ekspor non-migas Indonesia dapat meningkat sesuai dengan harapan, dan sekaligus
memberikan informasi kepada para negosiator Indonesia, maka informasi mengenai kebijakan
tarif dan non tarif di negara mitra dagang utaman Indonesia menjadi sangat penting. Untuk itu
perlu dilakukan kajian mengenai kebijakan hambatan perdagangan atas produk ekspor Indonesia
di negara mitra dagang.
Perkembangan perkonomian yang terjadi pada saat ini  mendorong berkembangnya pasar
dan mengubah orientasi dunia usaha tidak terbatas pada lingkup nasional tetapi telah bersifat
internasional atau global. Dalam The Wealth of Nations, Adam Smith berpendapat bahwa suatu
negara akan mengekspor barang ke negara lain jika negara itu lebih efisien dalam memproduksi
barang dan itu disebut keunggulan absolut. Terjadinya kegiatan perdagangan internasional akan
dapat meningkatkan keuntungan dan output dunia yang terlibat didalamnya (Sukwiaty 2005).
Semakin berkembangnya kegiatan perdagangan antar negara menjadikan banyak negara
yang melakukan kegiatan protekssi guna melindungi produsen dan konsumen negara yang
bersangkutan. Hampir setiap negara menerapkan pembatasan perdagangan atau pembebanan
dalam bentuk biaya untuk menaungi negaranya dalam bentuk kebijakan perdagangan atau
regulasi. Pembatasan-pembatasann yang dilakukan ini merupakan hambatan dalam kegiatan
perdagangan sehingga sangat berpengaruh kepada negara-negara berkembang yang melakukan
kerjasama dengan negara tersebut.
Berdasarkan atas permasalahan diatas, oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil
judul tentang “Hambatan Perdagangan Internasional”.

2
1.2    TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk Mengetahui dan memahami apa yang menjadi hambatan bagi
perdagangan internasional.
1.3    MANFAAT
Manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
 Bagi Penulis
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai apa yang menjadi
hambatan untuk melakukan perdagangan internasional.
 Bagi Pembaca
Sebagai pengetahuan dasar dari garis besar mengenai Perdagangan Internasional
khususnya mengenai hambatan perdagangan internasional.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI LOKAL


Perdagangan internasional ega memberikan keuntungan sekaligus menciptakan ancaman
bagi perekonomian suatu egara. Untuk melindungi diri, maka suatu egara biasanya
menerapkan suatu kebijakan yang ega menguntungkan, setidaknya bagi egara itu sendiri.

2.2 KEBIJAKAN PROTEKSI


Kebijakan proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi ariff y dalam negeri
yang sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi perusahaan baru dari perusahaan-
perusahaan besar dari persaingan yang tidak adil, juga melindungi dari persaingan barang-
barang impor.
Industri-industri ariff y yang baru berdiri biasanya memiliki struktur biaya yang masih
tinggi, sehingga sulit bersaing dengan ariff y asing yang memiliki struktur biaya rendah
(karena sudah memiliki skala ekonomi yang besar). Proteksi ini memberi kesempatan kepada
ariff y ariff y untuk belajar lebih efisien dan memberi kesempatan kepada tenaga kerjanya
untuk memperoleh keterampilan. Kebijakan proteksi biasanya bersifat sementara. Jika suatu
saat ariff y ariff y dirasakan sudah cukup besar dan mampu bersaing dengan ariff y
asing, maka proteksi akan dicabut. Beberapa kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :
 Larangan Impor
Melarang impor produk tertentu yang juga di produksi di dalam negeri,
terutama untuk barang-barang yang dimiliki daya asing yang lemah.
 Tarif Impor
Mengenakan ariff impor yang tinggi terhadap barang-barang tertentu untuk
mengurangi masuknya barang-barang tersebut.
 Quota
Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah
maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu
atau kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah barang yang diperdagangkan.
Pengaruh diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor
menjadi tinggi karena jumlah barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya pembatasan jumlah barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata
untuk masing-masing barang meningkat. Dengan demikian, diberlakukannya

4
kuota dapat melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang luar
negeri. 

 Subsidi
Memberi subsidi kepada produsen untuk meningkatkan produksinya agar dapat
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

 Politik Dumping
Politik dumping adalah kebijakan perdagangan internasional yang menjual
hasil produksi lebih murah di luar negeri dibandingkan di dalam negeri. Tujuan
politik dumping adalah untuk meningkatkan daya saing untuk memperluas pasar.

2.3 PERLINDUNGAN BAGI INFANT INDUSTRY


Salah satu alasan bagi suatu negara untuk menerapkan suatu proteksi dalam kebijakan
perdagangan internasionalnya, adalah untuk melindungi infant industry27. Pernyataan dan
permohonan perlindungan terhadap infant industry ini pada awalnya diajukan oleh Hamilton
(tahun 1791), Friedrich List (tahun 1841), dan John Stuart Mill (tahun 1848), dan selanjutnya
permohonan perlindungan tersebut semakin sering diajukan. Pada abad ke19, infant industry
di Amerika Serikat dan Jerman diberikan perlindungan khusus terhadap persaingan dari
barang impor, pada saat ini permohonan perlindungan terhadap infant industry banyak
digunakan oleh negara berkembang.
Walaupun negara berkembang telah mampu menunjukkan persaingannya dengan negara
maju di beberapa sektor perdagangan, tetapi khusus untuk infant industry, belum berada
dalam posisi siap bersaing dengan industri yang telah ada di negara maju. Sebagai
implementasi dari prinsip solidaritas negara maju mempunyai kewajiban untuk memberikan
perlakuan khusus (differential treatment) kepada negara berkembang untuk memungkinkan
mereka meningkatkan tingkat perekonomiannya. Dalam rangka memungkinkan negara-
negara berkembang meningkatkan perekonomiannya, GATT membuka kemungkinan bagi
negara berkembang untuk menyimpang dari ketentuan. Fasilitas tersebut hanya diberikan
kepada negara-negara yang mempunyai tingkat hidup yang masih rendah serta negara yang
baru dalam taraf awal pembangunan.

2.4 PERAN PEMEROINTAH DALAM MELINDUNGI INDUSTRI LOKAL


Dalam  melakukan bisnis internasionalnya perusahaan akan mendukung tidak adanya
peran pemerintah yang signifikan, karena mereka menganggap bahwa peran pemerintah
melalui kebijakan yang dikeluarkannya akan mengurangi gerak dan keuntungan dari
perusahaan. Namun di sisi lain perusahaan juga diperlukan dalam jaminan perlindungan.

5
Di samping itu pemerintah juga  lebih berperan sebagai fasilitator dan tetap memberikan
kebebasan atas hak pribadi untuk mengembangkan bisnis. Fasilitas yang pertama ialah
berupa infrastruktur baik berupa tempat transit bisnis maupun fasilitas kemudahan dalam
proses perijinan bisnis, kedua ialah egar ketertiban serta  rent seeking, ketiga ialah
minimalisir resiko melaui  kebijakan investasi dan perdagangan interansional. Selain itu
pemerintah juga perlu untuk mengelola bisnisnya dengan menjaga nilai tukar uang serta
inflasi.
Terdapat tiga alasan mengapa pemerintah mengintervensi pasar, yaitu politik, ekonomi,
dan budaya. Alasan politik dibalik intervensi pemerintah terhadap perdagangan internasional
antara lain memproteksi lapangan kerja, melindungi keamanan nasional, sebagai respon
terhadap perilaku dagang egara lain yang dianggap tidak adil, dan meningkatkan
pengaruhnya terhadap egara lain. Hal yang ditakutkan pemerintah dan juga masyarakat
adalah ketika produk-produk egar tidak mampu bersaing dengan produk impor yang
membanjiri pasaran, yang berakibat pada pengangguran karena perusahaan egar yang
merugi, yang lebih jauh akan berakibat pada menurunnya kesejahteraan masyarakat.
Dari segi ekonomi pemerintah mengintervensi pasar sebagai upaya untuk melindungi
egara y-industri kecil dan menengah dari kompetisi serta bentuk promosi sebagai kebijakan
strategi perdagangan. Meski demikian terdapat beberapa kelemahan dari strategi
proteksionisme ekonomi ini. Misalnya adalah sulit untuk menentukan egara y kecil-
menengah seperti apa yang patut mendapatkan perlindungan, proteksi dari kompetisi
internasional membuat para pengusaha cepat puas dan menjadi kurang kompetitif sehingga
kurang adanya poerbaikan kualitas dari waktu ke waktu, dan lain sebagainya.
Dalam bidang kultural, jelas yang dipertahankan adalah identitas nasional. Budaya secara
umum suatu egara dapat terpengaruh dari adanya keterbukaan dari pertukaran manusia dan
produk-produk dari budaya lain, karena keduanya saling berinteraksi dan berkaitan. Ketika
suatu bentuk kebudayaan tidak diinginkan maka pemerintah dapat melakukan pencegahan
dengan cara menghalangi masuknya produk impor.

2.5 MARKETING BARRIERS

1. Hambatan Tarif (Tariff Barier)

Hambatan egara (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang-
barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang
diimpor dari luar negeri. Tarif adalah hambatan perdagangan yang berupa penetapan
pajak atas barang-barang impor atau barang-barang dagangan yang melintasi daerah
pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah egara
dikenakan bea masuk.  Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. 
Dengan pengenaan bea masuk yang besar, pendapatan egara akan meningkat sekaligus
membatasi permintaan konsumen terhadap produk impor dan mendorong konsumen
menggunakan produk egara y.

6
a. Macam-macam Penentuan Tarif, yaitu:
1. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap
barang yang diangkut menuju egara lain (di luar costum area).
2. Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap
barang-barang yang melalui batas wilayah suatu egara dengan tujuan
akhir barang tersebut egara lain.
3. Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap
barang-barang yang masuk dalam suatu egara (tom area).

b. Jenis Tarif:
1. Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam
presentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut.
2. Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan untuk tiap
ukuran fisik daripada barang.
3. Specific ad valorem atau compound duties, yakni bea yang merupakan
kombinasi antara specific dan ad valorem. Misalnya suatu barang tertentu
dikenakan 10% egara ad valorem ditambah Rp 20,00 untuk setiap unit.

c. Sistem Tarif :
1. Single-column tariffs : egara di mana untuk masing-masing barang hanya
mempunyai satu macam egara. Biasanya sifatnya autonomous
tariffs ( egara yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu egara tanpa
persetujuan dengan egara lain). Kalau tingginya egara ditentukan
dengan perjanjian dengan egara lain disebut conventional tariffs.
2. Double-column tariffs : egara di mana untuk setiap barang mempunyai 2
(dua) egara. Apabila kedua egara tersebut ditentukan sendiri dengan
undang-undang, maka namanya : “bentuk maksimum dan minimum”.
3. Triple-column tariffs : biasanya egara ini digunakan oleh egara penjajah.
Sebenarnya egara ini hanya perluasan daripada double column tariffs,
yakni dengan menambah satu macam tariff preference untuk egara-
negara bekas jajahan atau afiliasi politiknya. Sistem ini sering disebut
dengan nama “preferential system”.

d. Efek egara :
Pembebanan egara terhadap sesuatu barang dapat mempunyai efek terhadap
perekonomian suatu egara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa
sfek egara tersebut adalah :

1. Efek terhadap harga (price effect)


2. Efek terhadap konsumsi (consumption effect)

7
3. Efek terhadap produk (protective/import substitution effect)
4. Efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect)

e. Effective Rate of Protection


Tarif terhadap bahan mentah akan menaikkan ongkos produksi. Apabila
egara hanya dikenakan pada barang jadi maka harga barang tersebut akan naik.
Hubungan antara egara terhadap barang jadi dan egara terhadap bahan mentah
dapat dinyatakan dengan adanya “effective rate of protection” yang dinikmati
oleh produsen yang memproses barang jadi tersebut. Apabila barang jadi dan juga
bahan mentah impor itu dikenakan egara, maka effective rate of protection bagi
produsen barang tersebut makin tinggi apabila makin rendah egara terhadap
bahan mentah.

f. Alasan pembebanan egara :


 Yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan
1. Memperbaiki dasar tukar
Pembebanan egara dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor. Ini
berarti bahwa untuk sejumlah tertentu ekspor menghendaki jumlah impor
yang lebih besar, sebagian daripadanya diserahkan kepada pemerintah
sebagai pembayaran egara.

2. Infant-industry
Pembebanan terif terhadap barang dari luar negeri dapat memberi
perlindungan terhadap egara y dalam negeri yang sedang tumbuh ini.

3. Diversifikasi
Pembebanan egara industry dalam negeri dapat berkembang sehingga
dapat memperbanyak jumlah serta jenis barang yang dihasilkan terutama
oleh egara yang hanya menghasilkan satu atau beberapa macam barang
saja

4. Employment
Pembebanan egara mengakibatkan turunnya impor dan menaikkan
produksi dalam negeri.

5. Anti dumping
Pembebanan egara terhadap barang yang berasal dari egara yang
menjalankan politik dumping supaya tidak terkena akibat jelek daripada
politik tersebut.

 Yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan


8
1. To keep money at home
Pembebanan egara impor, maka impor akan berkurang sehingga akan
mencegah larinya uang ke luar negeri.

2. The low-wage
Negara yang tingkat upahnya tinggi tidak dapat mengadakan hubungan
dengan egara yang tingkat upahnya rendah tanpa menanggung risiko akan
turunnya tingkat upah. Untuk melindungi para pekerja yang upahnya
tinggi dari persaingan para pekerja yang upahnya rendah maka egara
yang tingkat upahnya tinggi tersebut perlu membebankan egara bagi
barang yang berasal dari egara yang tingkat upahnya rendah.

3. Home market
 Yang tidak dapar diuji atau dibuktikan, karena mengandung premis
ekonomi yang salah.
Tarif akan mengakibatkan turunnya atau hilangnya impor dan diganti dengan
prosuksi dalam negeri. Kenaikan produksi berarti tambahnya kesempatan kerja
yang akhirnya berarti pula kenaikan kegiatan ekonomi.

2. Hambatan Non-Tarif (Non Tariff Barier)

Kebijakan Non-tarif barrier (NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea
masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat
perdagangan internasional. Secara garis besar NTB dapat dikelompokkkan sebagai
berikut :

a. Pembatasan spesifik (specific limitation) :


1. Larangan impor secara mutlak
2. Pembatasan impor atau quota system.
3. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu.
4. Peraturan kesehatan / karantina
5. Peraturan pertahanan dan keamanan Negara.
6. Peraturan kebudayaan.
7. Perizinan impor / import license
8. Embargo
9. Hambatan pemasaran / marketing seperti, VER (voluntary Export
Restaint ), yaitu pembatasan ekspor secara sukarela oleh Negara eksportir

9
dan juga OMA (Orderly Marketing Management), yaitu pembatasan
pemasaran produk tertentu atas permintaan Negara importer.
b. Peraturan bea cukai (Customs administration rules)
1. Tatalaksana impor tertentu (Procedure).
2. Penetapan harga pabean (Custom value).
3. Penetapan Forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control).
4. Consulat Formalities
5. Packaging / labeling regulation
6. Documentation Needed
7. Quality and testing standart.
8. Pungutan administrasi (Fees)
9. Tariff classification
c. Government participation
1. Kebijakan pengadaan pemerintah
2. Subsidi dan insentif ekspor
3. Countervailing duties
4. Domestic assistance programs
5. Trade – diverting
d. Import charges
1. Import Deposits
2. Supplementary duties
3. Variable levies

2.6 PENGERTIAN WTO


WTO atau World Trade Organisation adalah sebuah organisasi Internasional yang
bertujuan untuk mengatur perdagangan antar negara. Karena tentunya sektor perdagangan
adalah sektor krusial untuk setiap negara. Hal ini tidak lepas karena sektor perdagangan
merupakan salah satu roda penggerak utama bagi pondasi ekonomi setiap negara. Sehingga
jika tidak ada badan Internasional yang memayungi sektor tersebut maka telah dipastikan
akan memicu banyak konflik untuk tiap negara dan akan terjadi penyebab terjadinya tindakan
penyalahgunaan kewenangan .

2.6.1 FUNGSI WTO
1. Mengatur Perjanjian Antar Negara Dalam Perdagangan

10
Yang artinya maka seluruh anggota yang berada di dalam payung organisasi WTO
maka mesti mematuhi peraturan tersebut dengan segala aturan yang ada di dalamnya.
Semua perjanjian yang dibuat tersebut semata-mata dibuat untuk mengatur suasana
perdagangan antar negara untuk menjadi kondusif, teratur, aman dan pula terjaga.
2. Mendorong Arus Perdagangan Antar Negara
Dalam proses perdagangan yang melibatkan banyak pihak terutama antar negara
tentunya tidak jarang terjadi banyak hambatan. Hambatan tersebut dapat berupa faktor
eksternal ataupun faktor internal. Hal inilah yang membuat keberadaan dari WTO
dibutuhkan. Dimana WTO akan mencegah atau menghilangkan hambatan-hambatan
tersebut. Supaya nantinya bisa tercipta kelancaran arus perdagangan barang ataupun jasa
yang dilakukan antar negara. Sehingga nantinya hal tersebut bisa mendorong arus
perdagangan antar Negara untuk berjalan ke arah yang menguntungkan semua pihak serta
berjalan sesuai harapan untuk menjalankan roda ekonomi dunia.
3. Menyelesaikan Sengketa Dagang
Hubungan dagang antar negara tentunya tak jarang menimbulkan sengketa ataupun
konflik sehingga menjadi penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural.
Dimana konflik ataupun sengketa tersebut tentunya tak bisa diselesaikan hanya dengan
mengandalkan kedua belah pihak yang bersangkutan. Dibutuhkan pihak ketiga yang
netral untuk menyelesaikan masalah seperti yang dibebankan terhadap WTO.
4. Sebagai Forum Negosiasi Perdagangan
WTO ialah tempat yang tepat untuk anggota-anggota yang terlibat di dalamnya untuk
merumuskan masalah ataupun melakukan negosiasi perdagangan demi kepentingan di
masa depan semua negara yang terlibat.
5. Memonitor Kebijakan Perdagangan Sebuah Negara
Dengan melakukan monitoring pada kebijakan perdagangan yang dilakukan sebuah
negara yang menjadi anggotanya maka WTO bisa memberikan jaminan pada negara lain.
Jaminan tersebut adalah tidak akan adanya perubahan signifikan ataupun peraturan
perdagangan yang bisa merugikan pihak lain.
6. Memberikan Bantuan Kepada Negara-Negara Berkembang
Negara-negara berkembang yang menjadi anggota dari WTO tentunya tidak dapat
disamakan dengan negara-negara yang telah maju. Untuk itulah WTO memberikan
bantuan secara teknis kepada negara-negara tersebut untuk dapat meningkatkan daya
ekonomi dalam negeri.

2.6.2 PRINSIP WTO DAN PERSPEKTIF PERDAGANGAN INDONESIA DI MATA


DUNIA

11
Salah satu hal yang penting dari WTO itu sendiri adalah prinsip-prinsip yang terdapat
dalam organisasi perdagangan ini. Setidaknya terdapat lima prinsip utama dalam WTO yang
kesemuanya wajib dipatuhi oleh setiap anggota dan bersifat mengikat secara hukum serta
setiap keputusan yang dihasilkan WTO bersifat irreversible atau tidak dapat ditarik lagi.
selain sifat dari kenggotaan dari WTO dalam pengambilan keputusannya yang yang
bersifat irreversible terdapat sebuah keunikan sekaligus sebagai sebuah penegasan kepada
anggota ketika masuk dalam lingkaran dari Oraganisasi Perdangan dunia ini adalah sifatnya
keanggotaanya yang bersifat Single Under Taking yang artinya bahwa negara-negara yang
menjadi anggota dari organisasi ini harus menerima seluruh ketentuan yang ditetepkan oleh
organisasi ini. Adapun kelima prinsip itu ialah :
1. MFN (Most-Favoured Nation)
adalah Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang. Dengan berdasarkan
prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-
mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus
diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
2. Perlakuan Nasional (National Treatment)
Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang
impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
3. The National Treatment Obligation
Maksud dari prinsip ini ialah menurut GATT Artikel III, negara anggota dilarang
mengenakan diskriminasi tarif pajak di dalam negeri atau membuat kebijakan lain yang
dapat menyebabkan manfaat yang diperoleh dari penurunan tarif menjadi tidak berguna.
Dengan kata lain produk impor -setelah masuk pasar domestik- dan produk domesik
yang sejenis harus mendapatkan perlakuan yang sama. Hal yang sama juga berlaku bagi
sektor jasa dan hak atas kekayaan intelektual.
4. Penghapusan Kuota
Prinsip keempat yakni penghapusan kuota, maksudnya adalah mengurangi hambatan
kuota atas ekspor-impor, termasuk persyaratan ijin impor dan ekspor serta kebijakan lain
yang mengatur keluar masuknya barang dari dan ke luar wilayah suatu negara. Prinsip
ini bertujuan untuk mencegah kurangnya transparansi dalam pengaturan bea masuk dan
distorsi harga yang disebabkan tidak berlakunya hukum penawaran dan permintaan.
Dalam prinsip keempat ini ada beberapa pengecualian yakni :
 Jika suatu negara sedang menjalankan program stabilisasi pasar terkait
produk pertanian;
 Neraca Pembayaran atau negara sedang berupaya mencegah atau mengatasi
semakin berkurangnya cadangan devisa jika cadangan yang tercatat dianggap
terlalu rendah;

12
 Dalam rangka Alokasi Kuota, maksudnya besarnya kuota impor atau ekspor
ditentukan berdasarkan peranan negara pengekspor dalam perdagangan
dengan negara pengimpor tersebut apabila kuota tidak ditetapkan).

5. Transparansi (Transparency)
Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai
kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan
kegiatan perdagangan.
WTO menyadari kenyataan bahwa pemerintah memiliki perbedaan dalam tingkat
pembangunan dan ketersediaan sumberdayanya. Oleh karena itu WTO juga memasukkan
klausul perlakuan khusus dan berbeda ( Special and Differential Treatment ). Ini berarti
negara kaya akan membayar lebih banyak, atau mendapatkan pemotongan lebih besar
atau mempunyai waktu penerapan lebih pendek dalam hal pengurangan tarif.
Sementara itu negara miskin, rentan dan negara berkembang akan dipertimbangkan
untuk mendapatkan pemotongan lebih rendah dan implementasi lebih lama dalam
pengurangan tarif perdagangan. Pada dasarnya yang tergolong dalam negara miskin
disini adalah negara-negara berkembang atau Development Country dan Least
Development Country. jika berbicara mengenai negara berkembang maka Indonesia
merupakan salah satu negara yang masuk kedalam penggolongan negara tersebut. dan
hal yang pelu disayangkan jika Indonesia sebagai sebuah negara berkembang tidak
memenfaatkan prinsip dalam khusus dalam WTO tersebut dengan adaanya alasan bahwa
terikat dalam sebuah perjanjian. Selain itu terlihat sikap yang over confidence dari
Indonesia yang secara nyata belum dapat bersaing dalam sebuah kerangka pasar bebas
sebab dengan begitu Indonesia sendiri mematikan industri dalam negeri khususnya
industri yang masih dikategorikan sebagai industri kecil dan industri rumah tangga.

2.6.3 KEGIATAN KHUSUS WTO


Beberapa hal yang dilakukan WTO, antara lain :
1. Negosiasi pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan (tarif impor,
hambatan perdagangan lainnya) dan menyepakati aturan yang mengatur perilaku
perdagangan internasional (mis antidumping, subsidi, standar produk, dll)
2. Administrasi dan pemantauan penerapan aturan WTO sepakat untuk perdagangan
barang, perdagangan jasa, dan hak kekayaan intelektual yang terkait dengan
perdagangan
3. Pemantauan dan meninjau kebijakan perdagangan anggota , serta memastikan
transparansi perjanjian perdagangan regional dan bilateral
4. Kapasitas pengembangan pejabat pemerintah negara dalam hal perdagangan
internasional
5. Membantu proses aksesi sekitar 30 negara yang belum menjadi anggota organisasi

13
6. Melakukan penelitian ekonomi dan mengumpulkan dan menyebarkan data
perdagangan dalam mendukung kegiatan utama WTO lainnya.

2.6.4 PRINSIP-PRINSIP WTO


Dalam mengatur persoalan perdagangan internasional, WTO berpegang pada sejumlah
prinsip, sebagai berikut:
1. Perdagangan Tanpa Diskriminasi (Trade Without Discrimination)
Menurut perjanjian WTO, perdagangan yang dilakukan oleh sesama anggota WTO
harus setara. Perlakuan khusus yang diberikan oleh suatu negara anggota ‘hanya kepada’
negara anggota tertentu, akan menimbulkan protes dari negara anggota lainnya.
2. Most-Favored-Nation (MFN)
Menurut perjanjian WTO, negara anggota tidak boleh mendiskriminasikan negara
anggota lainnya. Jika diberikan perlakuan khusus kepada suatu negara (misalnya dengan
menurunkan bea masuk dari salah satu produknya), maka perlakuan yang sama juga
harus diberikan kepada negara anggota lainnya. Prinsip ini berlaku bagi perdagangan
barang, jasa, dan kekayaan intelektual
3. National Treatment
Menurut ketentuan perjanjian ini, barang lokal dan barang impor mendapatkan
perlakuan yang sama, sekurang-kurangnya ketika barang impor tersebut telah memasuki
pasar suatu negara. Ketentuan ini berlaku bagi perdagangan barang (GATT), jasa
(GATS), dan kekayaan intelektual (TRIPS).
4. Perdagangan Yang Lebih Bebas Secara Bertahap
Semakin berkurangnya halangan perdagangan (trade barrier) semakin meningkatkan
transaksi perdagangan. Halangan dimaksud misalnya terkait dengan bea masuk,
pembatasan kuota, dan seleksi kualitas barang dagang (the quality of merchandise). Pada
prinsipnya, pengenaan tarif terhadap barang import harus menurun secara gradual
mendekati nol persen, bukan malah semakin meningkat.
5. Dapat diprediksi (predictability)
Kadang-kadang perjanjian untuk tidak menaikkan halangan perdagangan sama
pentingnya dengan persoalan menurunkan halangan perdagangan, karena dengan janji
tersebut partner bisnis mendapatkan kepastian tentang kesempatan perdagangan mereka
di kemudian hari. Melalui prinsip predictability ini, perusahaan-perusahaan asing,
investor, dan pemerintah harus yakin bahwa halangan masuk tidak akan ditingkatkan
secara sewenang-wenang. Di dalam WTO, jika suatu negara telah menyepakati untuk
membuka pasarnya, maka hal itu harus ditepati.
6. Mempromosikan Persaingan Yang Adil (Fairer Competition)

14
Umumnya orang menganggap WTO sebagai organisasi perdagangan bebas.
Pandangan ini tidak selamanya benar. Hendak diciptakan oleh WTO adalah situasi
perdagangan yang terbuka, adil, dan kompetitif secara sehat. Melalui pengaturan
terhadap MFN, dumping (mengekspor barang dengan harga yang rendah untuk
mendapatkan pasar), dan subsidi, diharapkan agar situasi perdagangan yang lebih adil
dapat tercipta.
7. Mendorong Pembangunan dan Pembaharuan Ekonomi
Sistem WTO memberikan kontribusi bagi pembangunan (development). Perjanjian
perdagangan internasional ini memberikan kemudahan kepada negara kurang
berkembang. Kemudahan dimaksud misalnya dengan memberikan waktu yang cukup
kepada negara kurang berkembang untuk mengadaptasikan dirinya dengan ketentuan
WTO, mendapatkan fleksibiitas yang lebih tinggi, dan mendapatkan previlese tertentu.
2.7 SISTEM PREFERENSI
2.7.1 Generalized system of preferences (GSP)
Meskipun keuntungan yang didapat dari pembuatan WTO jarang diperdebatkan, negara-
negara yang kurang berkembang tidak perlu merangkul GATT karena negara-negara tersebut
meyakini bahwa manfaatnya tidak terdistribusi secara merata. Pengurangan tunjangan umumnya
lebih mengutamakan barang-barang manufaktur daripada primer. barang. Negara-negara yang
kurang berkembang terutama mengandalkan ekspor produk-produk primer, yang kemudian
dikonversi oleh negara-negara maju menjadi produk-produk manufaktur untuk diekspor kembali
ke negara-negara yang kurang berkembang. Akibatnya, ekspor negara yang kurang berkembang
biasanya akan lebih rendah nilainya daripada impornya, sehingga memperburuk status
kemiskinan negara. Menanggapi kebutuhan negara-negara kurang berkembang, Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) diciptakan
sebagai organ permanen Majelis Umum PBB. Upaya UNCTAD mendorong pembentukan
program New International Economic Order (NIEO). . Program ini berupaya membantu negara
yang kurang berkembang
mencoba melalui stabilisasi harga produk-produk primer, perluasan kemampuan
manufaktur negara-negara kurang berkembang, dan akuisisi oleh negara-negara teknologi maju
yang kurang berkembang. Tujuan dari UNCTAD adalah untuk mendorong pembangunan di
negara-negara Dunia Ketiga dan meningkatkan posisi ekspor mereka. Sasaran ini mengarah pada
pembentukan sistem preferensi tarif untuk produk-produk manufaktur negara-negara kurang
berkembang. Terlepas dari prinsip nondiskriminasi GATT, negara maju setuju untuk
memberikan preferensi seperti itu kepada kebaikan negara-negara kurang berkembang.
UNCTAD juga memainkan peran penting dalam kemunculan kode pengiriman maritim, program
internasional khusus untuk membantu negara-negara yang kurang berkembang, dan target
bantuan internasional. . Di bawah sistem preferensi umum (GSP), negara-negara maju diizinkan
untuk menyimpang dari prinsip nondiskriminasi tradisional GATT. Sebagian besar negara
berkembang memiliki akses preferensial ke pasar negara industri. Ada sekitar lima belas
pengaturan yang berlaku. Meskipun tarif yang lebih rendah membantu ekspor banyak negara

15
berpenghasilan rendah, mereka juga mengalihkan perdagangan dari beberapa negara lain yang
mungkin sama miskinnya. Selanjutnya, menurut bukti, skema GSP dapat mengabadikan bias
anti-ekspor dengan melemahkan insentif untuk terlibat dalam liberalisasi perdagangan.22 Sistem
preferensi AS dikenal sebagai sistem preferensi umum (GSP). Kongres AS mengesahkan
Undang-Undang Perdagangan 1974, mengesahkan inisiasi GSP. Tujuan undang-undang ini
adalah untuk membantu pengembangan dengan menyediakan entri bebas bea pada 4000 produk
dari lebih dari tiga puluh negara berkembang. Produk yang diproduksi seluruhnya atau secara
substansial (setidaknya 35 persen untuk produk satu negara) di negara yang ditunjuk diizinkan
untuk masuk ke United Stats tanpa bea selama barang tertentu tidak melebihi $ 50,9 juta dalam
penjualan atau 50 persen dari semua impor AS. produk ini. Namun, tidak semua produk
memenuhi syarat untuk perlakuan istimewa tersebut, dan seseorang harus berkonsultasi dengan
Jadwal Tarif Harmonisasi AS untuk menentukan apakah suatu produk dapat masuk bebas bea.
Agar suatu negara memenuhi syarat, sejumlah variabel ekonomi dipertimbangkan, seperti GNP
per kapita dan standar hidup. Burma dan Republik Afrika Tengah ditangguhkan manfaatnya di
bawah GSP AS karena gagal memenuhi persyaratan tenaga kerja. Venezuela ditantang sebagai
akibat dari klaim Occidental Petroleum bahwa asetnya diambil alih tanpa kompensasi. Empat
Harimau (Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan), yang pernah menerima hampir 60
persen dari keuntungan di bawah GSP, lulus secara permanen dari program pada awal 1989
sebagai hasil dari tingkat tinggi pembangunan ekonomi dan daya saing ekspor. Oleh karena itu,
Black & Decker, yang membuat setrika listrik di Singapura, kehilangan lebih dari $ 3 juta per
tahun karena bea baru. Jelas, eksportir asing dan importir Amerika dapat menemukan sistem
GSP yang sangat menguntungkan. Di antara 140 negara dan wilayah yang dicakup oleh program
GSP AS, Thailand berada di peringkat kedua di belakang Angola untuk menerima hak istimewa
GSP tertinggi. Diberikan fakta bahwa GSP adalah produk khusus dan bahwa beberapa produk
Thailand (misalnya, perhiasan perak, oven microwave, karet sarung tangan, dan panel indikator)
telah mencapai batas "kebutuhan kompetitif", manfaat tertentu akan berkurang atau ditarik.
Secara umum, produk yang memiliki penjualan ekspor $ 95 juta ke AS tidak berhak atas
pengurangan tarif GSP. Selain itu, begitu GNP per kapita suatu negara melebihi $ 3115, negara
tersebut akan secara resmi lulus dari program US GSP.
2.7.2 Inisiatif Cekungan Karibia (CBI)
Sistem preferensial AS lainnya adalah Caribbean Basin Initiative (CBI). Undang-undang
Pemulihan Ekonomi Cekungan Karibia tahun 1983 memberikan langkah-langkah perdagangan
dan pajak untuk mempromosikan revitalisasi ekonomi dan memperluas peluang sektor swasta di
negara-negara yang ditunjuk di wilayah Cekungan Karibia. Ketentuan utama CBI
menghilangkan bea masuk AS untuk hampir semua produk yang masuk dari negara-negara yang
memenuhi syarat di Amerika Serikat. Cekungan Karibia. Namun, undang-undang tersebut
mengecualikan produk-produk penting (tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan barang-barang kulit)
dari status bebas bea sebagai perlindungan bagi industri dalam negeri (AS). Undang-undang
Kepabeanan dan Perdagangan 1990 membuat CBI permanen dan menyediakan perdagangan
tambahan

16
manfaat untuk negara-negara Karibia. Undang-undang memberikan keuntungan yang signifikan
untuk mengimpor dari wilayah tersebut. Produk-produk akan diuntungkan oleh pengurangan
biaya melalui penghapusan tarif dibandingkan dengan impor dari negara-negara non-CBI.
Perusahaan-perusahaan Amerika yang memproduksi produk-produk di Karibia mungkin
mendapat keuntungan lebih jauh dari mengekspor ke Eropa, Kanada, dan Amerika Selatan,
karena banyak negara Basin Karibia memiliki akses preferensial ke satu atau lebih dari pasar-
pasar lain ini. Dengan demikian Undang-Undang mendorong perusahaan AS untuk membuka
lebih banyak pabrik perakitan padat karya yang mengekspor kembali ke Amerika Utara.

2.7.3 Sistem preferensial lain


Undang-Undang Preferensi Perdagangan Andes, mirip dengan CBI, memberikan manfaat
perdagangan kepada Bolivia, Kolombia, Ekuador, dan Peru. Selain itu, AS telah meloloskan
Undang-Undang Peluang dan Peluang Afrika (AGOA) untuk menyediakan reformasi bagi
negara-negara Afrika dengan sebagian besar akses liberal ke pasar AS tersedia untuk negara
mana pun yang AS tidak memiliki perjanjian peminjam bebas. Undang-undang tersebut telah
menunjuk tiga puluh lima negara untuk menerima manfaat bea masuk yang lebih rendah pada
daftar produk yang disetujui yang memasuki pasar AS.

17
BAB III
STUDI KASUS

Wabah Virus Corona, Singapura Turunkan Target Pertumbuhan Ekonomi

Singapura menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 menjadi di kisaran -0,5


persen dan 1,5 persen tahun ini. Dikutip dari CNBC, hal tersebut dilakukan seiring dengan upaya
negara tersebut yang sedang berjuang melawan virus corona. Singapura merupakan negara kedua
dengan jumlah kasus virus corona terbesar setelah China.

Kementerian Perdagangan dan Industri setempat sebelumnya memperkirakan


pertumbuhan ekonomi Singapura akan ada di kisaran 0,5 persen dan 2,5 persen. "Perkiraan
(sebelumnya) didasarkan pada kenaikan moderat dalam pertumbuhan global, bersama dengan
pemulihan dalam siklus elektronik global, pada tahun 2020. Namun, wabah penyakit virus
corona 2019 (COVID-19) telah mempengaruhi China, Singapura dan banyak negara di seluruh
dunia,” ujar kementerian tersebut dalam keterangan tertulis.

Per 2019 lalu, perekonomian Singapura tumbuh 1 persen (yoy) di kuartal IV. Angka
tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2018 yang sebesar 0,8 persen.
Adapun untuk keseluruhan tahun 2019, Negeri Singa mencatatkan pertumbuhan ekonomi

18
sebesar 0,7 persen. Angka tersebut merupakan rekor pertumbuhan ekonomi Singapura yang
terlemah sejak 2009.

Kementerian Perdagangan dan Industri setempat menilai hambatan utama pada kuartal
Oktober-Desember adalah manufaktur, yang menyusut 2,3 persen dari tahun lalu. Adapun terkait
virus corona, pihak kementerian menilai terdapat beberapa sektor perekonomian yang bakal
terdampak seperti manufaktur dan penjualan grosir, transportasi dan pariwisata sekaligus
permintaan domestik yang merosot lantaran orang-orang memutuskan untuk mengurangi
aktifitas seperti belanja. "Karena situasi COVID-19 masih berkembang, kementerian akan terus
memantau perkembangan dan dampaknya terhadap ekonomi Singapura secara erat," ujar
mereka.

Singapura telah melaporkan 75 kasus virus corona yang dikonfirmasi pada hari Minggu
(16/2/2020) siang. Dari jumlah itu, 19 telah lainnya dinyatakan sembuh. Singapura juga
merupakan salah satu negara yang paling terdampak epidemi SARS pada tahun 2003.
Sebelumnya, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan pukulan ekonomi dari penyakit
virus corona melebihi dampak yang diberikan SARS. Lee pun memperkirakan Singapura bisa
saja masuk ke dalam jurang resesi akibat wabah virus baru-baru ini.

Pemerintah Singapura telah mengumumkan beberapa langkah untuk membantu pasang


surut sektor yang terkena dampak, dan diperkirakan akan mengumumkan mengalokasikan
anggaran terbesarnya untuk memperkecil dampak ekonomi dari wabah tersebut.

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Persaingan bisnis di era perdagangan bebas menunjukkan perkembangan yang pesat
sehingga seolah tidak ada batas antarnegara. Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain di
bidang perdagangan, baik negara maju maupun negara berkembang. Perdagangan bebas
membuka peluang bagi produsen Indonesia untuk menjual produknya ke luar negeri dan
sebaliknya memberi pilihan produk yang lebih banyak kepada masyarakat. Setiap negara dapat
berkonsentrasi untuk memproduksi barang tertentu dengan seefisien mungkin untuk
meningkatkan kapasitas ekonomi dunia.
Perdagangan Internasional memiliki beberapa hambatan yang terbagi menjadi dua yaitu
hambatan tarif (Tarif Nominal dan Tarif Proteksi Efektif, Infant Industry Argument, dan Protektif

19
Edukatif), hambatan non-tarif (Pembatasan kuantitatif, Beban non tarif dan kebijakan, kebijakan
umum pemerintah, prosedur umum dan kegiatan administrasi, hambatan teknis).
Untuk mengatasi hambatan perdagangan internasional beberapa kebijakan pemerintah telah
ditempuh seperti proteksi, larangan impor, tarif impor, quota, subsidi, premi, perdagangan bebas,
dan politik dumping.

DAFTAR PUSTAKA

Painte, Riri Esther. 2008. Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa
Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Fakhrudin, Umar. 2008. Kebijakan Hambatan Perdagangan Atas Produk Ekspor Indonesia di Negara
Mitra Dagang. Bukti Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. II, No. 02. Bandung: Puslitbangdaglu.
Rastikarany, Hikmah. 2008. Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap
Ekspor Tuna Indonesia. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gonarsyah, Isang. 1987. Landasan Perdagangan Internasional. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga.

20
Silalahi, Maruli. 1994. Analisis Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah dan Setengah
Jadi Terhadap Perkembangan Nilai Ekspor Rotan Indonesia di Pasar Dunia. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2020/02/18/101100626/wabah-virus-
corona-singapura-turunkan-target-pertumbuhan-ekonomi (Diakses pada hari, Sabtu 22 Februari
2020, pukul 19:34)
https://duniapendidikan.co.id/fungsi-wto/ (Diakses pada hari, Jum’at 28 Februari 2020, pukul 17;16)
http://bunda-bisa.blogspot.com/2013/03/kebijakan-proteksi-dalam-perdagangan.html (Diakses pada
hari, Jum’at 28 Februari 2020, pukul 17;16)

21

Anda mungkin juga menyukai