Disusun Oleh:
Kelompok 4
Jefri 178320202
JURUSAN MANAJEMEN
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kebijakan Perdagangan Negara Berkembang” ini dengan baik.
Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mengharapkan saran,
kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi
lebih baik dikemudian hari.
Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan
informasi pada masa yang akan datang. Terimakasih.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di sisi lain, sektor perdagangan juga memegang peranan yang tak kalah
penting dalam perekonomian suatu negara. Pada posisi inilah mutu produk suatu
negara akan diuji apakah mampu bersaing dengan produk luar negeri, ataukah
hanya untuk konsumsi dalam negeri saja. Dengan demikian sektor industri dan
perdagangan diyakini akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang
mantap karena kontribusinya yang lebih besar dibandingkan sektor pertanian
terhadap pendapatan nasional.
Atas dasar peranan sektor perdagangan dan sektor industri yang begitu besar
dalam menopang pertumbuhan ekonomi negara serta keterkaitannya kedua sektor
tersebut, maka suatu negara dalam menentukan kebijakan ekonomi global harus
mempertimbangkan peranan kedua sektor tersebut.
1
Kebijakan ekonomi global meliputi di antaranya kebijakan perdagangan.
Kebijakan perdagangan yang dianut suatu negara dapat berdampak besar terhadap
pola dan langkah pembangunan industri. Berbagai peraturan perdagangan yang
diterapkan oleh negara berkembang sangat berbeda-beda bahkan beberapa negara
berkembang sering mengubah-ubah kebijakan perdagangannya termasuk
Indonesia. Perbedaan kebijakan perdagangan ini selanjutnya dapat dikaitkan
dengan hasil yang dicapai dari perdagangan dan industri yang sangat berbeda-
beda.
1
Toto Suharto, Kebijakan Ekonomi Global Di Negara Sedang Berkembang, Vol.3 No.1,
2002, hal 91-93.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Rizka Handayani, “Makalah Kebijakan Perdagangan Negara yang Sedang
Berkembang”, diakses dari
https://www.academia.edu/15786756/Makalah_Kebijakan_Perdagangan_Negara_yang_Sedang_
Berkembang, pada tanggal 4 oktober 2019 pukul 21:30
3
dapat menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan. Negara
Berkembang adalah Negara yang masih terjadi ketidakseimbangan antara jumlah
faktor produksi yang tersedia dengan teknologi yang di terapkan atau di kuasai
sehingga penggunaan modal dan penggunaan tenaga kerja secara penuh belum
maksimal.
(a) untuk menyediakan lapangan kerja bagi penduduk, terutama dari sektor
pertanian yang jumlahnya semakin banyak, sedangkan kesempatan kerja sangat
terbatas
(d) untuk meningkatkan prestise suatu bangsa sehingga kerapkali terdapat proyek
yang bersifat mercusuar
3
Toto Suharto, Kebijakan Ekonomi Global Di Negara Sedang Berkembang, Vol.3 No.1,
2002, hal 101.
4
kreatifitas, prasarana transportasi dan komunikasi yang lebih baik, pemasaran
yang dapat diperluas, perbaikan kelembagaan baik birokrasi pemerintah maupun
perbaikan organisasi/manajemen yang didukung oleh lembaga keuangan.
4
Ibid, Hal 102
5
negeri. Kualitas barang yang rendah ini akan sulit untuk diekspor,
sehingga menurunkan penerimaan ekspor;
5
Toto Suharto, Kebijakan Ekonomi Global Di Negara Sedang Berkembang, Vol.3 No.1,
2002, hal 103.
6
2. Perusahaan-perusahaan asing yang sudah lama beroperasi di negara
berkembang ikut mengambil manfaat dani proses industrialisasi.
6
Paul Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics Theory and Policy,
Pearson Education Internasional, Amerika Serikat, 2003, hal. 256.
7
harus mempunyai suatu nilai lebih (comparative advantage) agar laku di pasar
internasional.7
Ada empat faktor yang dapat menerangkan mengapa promosi ekspor dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat ketimbang strategi substitusi
impor, yaitu:
7
Toto Suharto, Kebijakan Ekonomi Global Di Negara Sedang Berkembang, Vol.3 No.1,
2002, hal 103.
8
Pada dasarnya, hampir semua negara yang sedang berkembang ingin melakukan
industrialisasi dengan tujuan:8
8
Haris Munandar, Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta, 1997, hal 440
9
kekuatan/keunggulan. Pada dasarnya Industrialisasi Substitusi Impor (ISI, Import
Substitution Industrialization) mengandung tiga keunggulan, yakni:9
9
Ibid, Hal 441
10
modal dan teknologi yang harus dipenuhi agar program industrialisasi
tersebut dapat terus dilanjutkan.
10
Ibid, Hal 442
11
Di sisi lain, strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor (export-
oriented industrialization) tersebut diliputi oleh kendala. Dua diantaranya yang
paling serius adalah:11
11
Haris Munandar, Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta, 1997, hal 440
12
Paul Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics Theory and Policy,
Pearson Education Internasional, Amerika Serikat, 2003, hal. 263.
12
dalam perekonomian yang efisien, misalnya, pekerja tidak akan mendapatkan
upah sangat berbeda di sektor yang berbeda. Setiap kali pasar bekerja buruk,
mungkin ada kasus kegagalan pasar untuk menyimpang dari perdagangan bebas.
Kehadiran dualisme ekonomi sering digunakan untuk membenarkan tarif yang
melindungi sektor manufaktur yang tampaknya lebih efisien. Alasan kedua untuk
menghubungkan dualisme dengan kebijakan perdagangan adalah bahwa kebijakan
perdagangan mungkin sendiri memiliki banyak hubungannya dengan dualisme.
Sebagai pengganti impor industrialisasi telah diserang, beberapa ekonom
berpendapat bahwa kebijakan substitusi impor sebenarnya telah membantu untuk
menciptakan ekonomi ganda atau setidaknya memperburuk beberapa gejala.
Tidak ada definisi yang tepat dari ekonomi ganda, tetapi secara umum
ekonomi ganda adalah salah satu yang ada sektor "modern" (biasanya
memproduksi barang manufaktur yang dilindungi dari kompetisi impor) yang
kontras tajam dengan sisa ekonomi dalam jumlah cara:13
1. Nilai output per pekerja jauh lebih tinggi di sektor modern daripada di
seluruh perekonomian. Di sebagian besar negara berkembang, barang yang
diproduksi oleh seorang pekerja di sektor manufaktur membawa harga
beberapa kali dari barang yang diproduksi oleh seorang pekerja pertanian.
Kadang perbedaan ini berjalan setinggi 15 sampai 1.
2. Menyertai nilai tinggi dari output per pekerja adalah tingkat upah yang
lebih tinggi. Pekerja industri dapat memperoleh sepuluh kali pekerja
pertanian apa yang membuat (meskipun upah mereka masih tampak
rendah dibandingkan dengan Amerika Utara, Eropa Barat, atau Jepang).
3. Meskipun upah tinggi di sektor manufaktur, namun, pengembalian modal
belum tentu lebih tinggi. Pada kenyataannya, sering tampaknya menjadi
kasus bahwa modal memperoleh keuntungan yang lebih rendah di sektor
industri.
13
Paul Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics Theory and Policy,
Pearson Education Internasional, Amerika Serikat, 2003, hal. 263.
13
4. Nilai tinggi dari output per pekerja di sektor modern setidaknya sebagian
karena intensitas modal yang lebih tinggi dari produksi. Manufaktur di
negara yang kurang berkembang biasanya memiliki intensitas modal yang
jauh lebih tinggi daripada pertanian (ini tidak benar negara maju, di mana
pertanian cukup padat modal). Di negara berkembang, pekerja pertanian
sering bekerja dengan alat primitif, sementara fasilitas industri tidak jauh
berbeda dengan negara maju.
5. Banyak negara yang kurang berkembang memiliki masalah pengangguran
yang gigih. Terutama di daerah perkotaan, ada sejumlah besar orang baik
tanpa pekerjaan atau dengan hanya sesekali, sangat rendah upah pekerjaan.
Pengangguran perkotaan ini hidup berdampingan dengan pekerja industri
perkotaan yang relatif baik.
14
Paul Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics Theory and Policy,
Pearson Education Internasional, Amerika Serikat, 2003, hal. 267.
14
Modal yang berlebihan intensitas dari manufaktur sebagian disebabkan
oleh upah yang relatif tinggi, yang memberi perusahaan insentif untuk mengganti
modal dengan tenaga kerja. Sejauh pembatasan perdagangan bertanggung jawab
atas upah tinggi ini, mereka harus disalahkan. Juga, di beberapa negara sistem
perbankan yang terkendali berlaku memberikan kredit bersubsidi kepada
perusahaan industri, membuat substitusi modal-tenaga kerja menjadi
murah. Saluran yang paling langsung, bagaimanapun, telah melalui kontrol impor
selektif. Dalam banyak kasus, impor barang modal masuk tanpa tarif atau
pembatasan lain, dan kadang-kadang dengan de facto subsidi impor. Kebijakan ini
lebih lanjut mendorong penggunaan teknik intensif modal.
15
Ibid, Hal 269
15
Misalnya, baik ekspor maupun impor Thailand melonjak pada 1990-an.
Mengapa? Karena negara itu menjadi tempat produksi favorit bagi perusahaan
multinasional. Perusahaan-perusahaan ini secara langsung menghasilkan sebagian
besar ekspor baru, dan impor bahan baku mereka juga menyumbang banyak
lonjakan impor; sisanya dicatat oleh pendapatan meningkatnya populasi Thailand.
Jadi, Thailand memiliki impor dan ekspor yang besar karena baik-baik saja, bukan
sebaliknya.
Berikut ini daftar lengkap paket kebijakan ekonomi I hingga XVI, seperti
dirangkum Okezone, Jumat (16/11/2016):
16
Paket Kebijakan Jilid I
Memiliki tiga fokus, pertama mendorong daya saing industri nasional melalui
deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha. Kedua,
mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai
hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis
nasional, dan yang ketiga meningkatkan investasi di sektor properti.
Isinya melengkapi paket kebijakan I dan II. Namun paket ini mencakup
penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas. Kedua, perluasan penerima
KUR. Ketiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.
Berisi mengenai revaluasi aset untuk perusahaan BUMN serta individu. Selain itu
juga menghilangkan pajak berganda untuk REIT.
17
Paket Kebijakan Jilid VI
Memuat soal insentif untuk kawasan ekonomi khusus (KEK), pengelolaan sumber
daya air dan penyederhanaan izin impor bahan baku obat dan makanan oleh
BPOM.
18
Paket Kebijakan Jilid XI
Mengatur soal KUR yang diorientasikan ekspor dan dana investasi real estate,
prosedur waktu sandar dan inap barang di pelabuhan (dwelling time) dan
pengembangan industri farmasi serta alat kesehatan.
Paket Kebijakan XV
Kemudahan Berusaha dan Pengurangan Beban Biaya bagi Usaha Penyedia Jasa
Logistik Nasional, dengan kebijakan antara lain mengurangi biaya operasional
19
jasa transportasi, menghilangkan persyaratan perizinan angkutan barang,
meringankan biaya investasi usaha kepelabuhanan, standarisasi dokumen arus
barang dalam negeri, mengembangkan pusat distribusi regional, kemudahan
pengadaan kapal tertentu dan mekanisme pengembalian biaya jaminan peti kemas.
Ada tiga poin dalam paket terbaru ini, yakni memperluas Fasilitas Pengurangan
Pajak Penghasilan Badan (tax holiday), relaksasi daftar negatif investasi, dan
memperkuat pengendalian devisa dengan pemberian insentif perpajakan.
Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Tun Razak mulai mengambil sikap
menanggapi pelemahan ekonomi dan nilai tukar mata uang negaranya. Salah satu
kebijakan konkret Najib adalah, pemerintah Malaysia akan menyuntik dana USD
4,6 miliar pada perusahaan investasi ekuitas pemerintah.
Dilansir dari CNBC, Najib akan menambah modal ke perusahaan ValueCap dan
perusahaan ini akan berinvestasi kembali di perusahaan-perusahaan Malaysia
yang sahamnya telah anjlok beberapa waktu ini.
Menurut Najib, langkah ini diperlukan untuk menopang pasar saham negaranya
yang melambat dan mendukung perekonomian secara umum.
Nilai tukar Ringgit Malaysia anjlok parah terhadap dolar Amerika (USD) atau
hampir 19 persen sepanjang tahun ini. Pasar saham Malaysia juga anjlok 8,95
persen dalam periode yang sama.
20
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, Mohamad. 1997. Teori Perdagangan Baru dan Implikasinya terhadap Strategi
Perdagangan Indonesia. Jurnal Ekonomi, XLV(2), ___.
Krugman, Paul dan Maurice Obstfel. 2003. International Economics Theory and Policy.
Pearson Education Internasional: Amerika Serikat.
Suharto, Toto. _____. Kebijakan Ekonomi Global Di Negara Sedag Berkembang. Jurnal
Ekonomi, 3(1), 91-110.
Yolamalinda, Hayu Yolanda Utami, Dina Amaluis. 2016. Analisis Pemasaran dan
Kebijakan Perdagangan Internasional di Sumatera Barat. Jurnal Ekonomi, 4(2), 269-287.
22