Disusun Oleh:
Kelompok 18
Dio Alfen
C 301 12 134
Anugrah Nuari
C 301 13 002
C 301 13 012
Agusalim
C 301 13 015
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat
yang tidak terhingga kepada kami selaku kelompok kami, sehingga dapat
menyelesaikan makalah Perekonomian Indonesia ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Perekonomian Indonesia. Selain itu, makalah ini juga
merupakan bahan diskusi bagi mahasiswa agar lebih memahami materi yang
diberikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pihak pembaca demi
penyempurnaan makalah yang akan datang.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Arah Kebijakan Industri Nasional ..............................................................
17
20
22
23
BAB I
PENDAHULUAN
1990-an.
Boleh
dikata
industri
manufaktur
telah
menopang
BAB II
PEMBAHASAN
Dan
menyelesaika
berbagai
permasalahan
yang
menghambat
keterkaitan dan kedalaman yang kuat, serta memiliki daya saing yang tangguh
dipasar internasional
2.2. Industri Indonesia di Persimpangan Jalan
Begitu banyak perusahaan garmen atau tekstil tutup bahkan melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Kalau ada yang masih bisa
survive, bertahan hidup, itu Alhamdulillah. Kalau ada yang bisa ekspansi, wah...,
itu ajaib. Ironis dan getir. Demikian jeritan para pelaku bisnis yang bergerak
dalam industri tekstil dan garmen. Keluhan serupa juga di utarakan pemain bisnis
dalam industri sepatu. Tentu saja keluhan ini perlu mendapat perhatian.
Industri tekstil, garmen, dan sepatu berperan penting dalam menyerap
tenaga kerja dan ekspor nonmigas. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
merupakan industri yang tidak bias diabaikan peranannya. Setidaknya ada sekitar
98.000 unit usaha kecil dan menengah (UKM) yang menekuni industri ini.
Data menunjukkan, UKM-TPT ini mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 15,1% dari total tenaga kerja manufaktur dengan nilai US$17,32 milliar.
Ekspor industri skala besar yang menggeluti bisnis ini umumnya padat karya dan
mengandalkan tenaga kerja yang murah.
Tak berlebihan jika ada yang menyebut industri ini sebagai primadona
ekspor nonmigas dan penyedia lapangan kerja Indonesia.
2.3. Reformasi Kebijakan Industri
Sejarah mencatat, dari dimensi kebijakkan, pemerintah Indonesia agaknya
lebih condong membantu industri besar dan menengah (IBM) untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan industri, yang diformulasikan ke
dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita), selama pemerintahan soeharto
meitikberatkan pada : pertama, industri-industri yang menghasilkan devisa dengan
cara memproduksi barang-barang subtitusi impor. Kedua, industri-industri yang
memproses bahan-bahan mentah (industri dasar) dalam negri dalam jumlah yang
besar. Ketiga, industri-industri padat karya. Keempat, perusahaan-perusahaan
negara untuk tujuan strategis dan politis (prawiro, 1998: 155; soehoed, 1998).
Negara telah terlibat dalam industri-industri manufaktur sebagai investor,
pemilik, pengatur, dan pihak yang membiayai. Di antara negara-negara asia, gaya
development state semacam ini bukanlah cerita yang baru. Kendati demikian,
interpretasi neoliberal tentang Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan industri
dinilai tidak koheren karena dibayangi para pemburu rante (rent seeking) dan
tidak relavan dengan pembangunan serta keberhasilan ekspor Indonesia.
Bahkan, Hal Hill (1997: 18), guru besar Australian National University,
tegas mengatakan bahwa Indonesia menempuh kebijakan intervensi industri yang
salah arah. Alasannya, sektor perusahaan besar milik negara secara tidak efisien
menggunakan sumber daya yang seharusnya dapat dipergunakan dengan lebih
produktif di tempat lain; dan komitmen yang besar terhadap industri berteknolgi
tinggi (walaupun tidak trasparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan).
Sementara perluasan industri-industri dasar dan jasa-jasa pendukung mengalami
kekurangan sumber daya ; system peraturan dan perijinan yang berbelit-belit yang
seolah-olah
dirancang
untuk
mencapai
tujuan
nasional;
dan
program
menghaapi
banyak
perubahan
dalam
lingkup
nasional
maupun
internasional.
Dalam konteks ini, perspektif spasial pembangunan industri dengan berbasis
kluster (industrial clusters / districts) , merupakan salah satu factor kunci yang
kimia,
dan
mesin
nonelektronik,
termasuk
peralatan
teknologi, ketergantungan yang tinggi pada barang modal dari input antara
dari luar negeri, serta lemahnya keterkaitan antar industri.
Inilah pentingnya melakukan reformasi kebijakan industri nasional.
Kebijakan industri tradisonal sering dihubungkan dengan penentuan target
sektor-sektor dan industri tanpa menghiraukan dimana sektor-sektor tersebut
berlokasi dalam sebuah Negara. Harus diakui, kebijakan industri kita selama
ini bersifat aspasial (spaceless), mengabaikan dimana lokasi industri berada.
Sebaiknya, perspektif baru kebijakan industri lebih mendukung
tindakan-tindakan horizontal dan menolak target sektoral. Dalam konteks ini,
perspektif spasial pembangunan industri dengan berbasis kluster (industrial
clusters/districts) dan kompetensi inti daerah merupakan salah satu factor
kunci yang dapat membantu pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan
kebijakan industri.
Literatur mengenai kluster industri mengajarkan bahwa cirri penting
dan utama dari suatu kluster adalah konsentrasi geografis dan spesialisasi
sektoral (Kuncoro, 2002). Dengan kata lain, kluster merujuk pentingnya
spesialisasi dalam suatu daerah geografis yang berdekatan. Visi pemerintah
SBY untuk membangun dunia usaha yang adil, sehat, dan berkembang perlu
ditindaklanjuti dengan strategi dan reformasi kebijakan industri.
Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) dengan Perpres No.
28/2008 yang sudah dirancang perlu diintegrasikan dengan roadmap
pembangunan infrastruktur (terutama listirik dan akses keuangan), energi
(terutama gas dan batubara), dan reformasi birokrasi.
2.3.2. Visi Pembangunan Industri Manufaktur
2.3.2.1. Visi Jangka Panjang Menurut Berbagai Versi
Visi jangka panjang industri manufaktur Indonesia terdiri atas
beberapa versi. Berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025, visi
pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah:
harus
pencapaian
tingkat
Negara industri maju dan bangsa niaga tangguh. Dalam periode 25 tahun
ke depan dapat diciptakan Republik Indonesia sebagai Negara industri maju
dan bangsa niaga tanggu yang makmur dalam keadilan dan adil
dalam
Departemen Perindustrian
dan makmur
Pada tahun 2020 Indonesia menjadi
KADIN
PPE
FEB
UGM
tangguh
& Industri Manufaktur 2030 yang ditopang
Perbedaan
kedua
berkaitan
dengan
dengan
diangkatnya
isu
lingkungan pada visi yang diajukan yang tidak disinggung pada visi yang
diajukan oleh BAPPENAS, Depperin dan KADIN. Disis lain, isu lingkungan
semakin mengemuka seiring terjadinya kerusakan lingkungan akhir-akhir ini.
Pertemuan Negaran-negara G-8 di jerman pada bulan juni 2007 mengangkat
isu ini menjadi salah satu isu yang mendesak untuk dibahas pentingnya isu
lingkungan juga sangat terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) karena lingkungan yang baik dan terjada sangat
berperan menompang pembangunan.
Ketiga, visi yang dianjurkan oleh PPE FE UGM dan yayasan
Indonesia Forum lebih spesifik dan memliki indicator yang jelas. Hal ini
berbeda dengan visi yang diajukan oleh Depperin dan KADIN. Spesifik
masukknya adalah focus pada industri manufaktur dan memiliki indicator
yang jelas yaitu struktur industri ang kokoh, berdaya saing global ramah
manufaktur
yang
kokoh
mengandung
arti
memiliki
keterkaitan yang kuat dengan sektor lainnya, nerdaya saing global, dan
memberikan kontribusi besar pada penyerapan tenaga kerja dan pengentasan
kemiskinan. Kata kokoh bermakna mengakar, mempunyai kaitan erat
antara industri hulu-menengah-hilir. Kaitan ini meningkatkan nilai tambah
serta menjamin kesinambungan dan kekuatan. Berikut akan dijabarkan secara
rinci makna visi Indonesia 2030.
Struktur Industri yang Kokoh
Aktivitas produktif dalam perekonomian tidak berdiri sendiri, masingmasing proses produksi bisaanya memerlukan input yang disuplai dari dalam
negeri maupun diperoleh secara langsung dari luar negeri. Dengan
berkaitan
satu
sama
lain,
bahkan terjadi
hubungan saling
spesifik,
pembangunan
industri
diarahkan
untuk:
pertama,
kedua,
mengaitkan
pengembangan
industri
kecil
dan
lahan
untuk pengembangan
industri
juga
harus
Visi
2020
Visi
Malaysia
(Second
Kebijakan Industri
a. Menekankan pada kemampuan untuk
menangani
rancang
Industrial Master
perekayasaan
untuk
Plan)
bangun
dan
membangun
Korea
Menjadi
negara
Selatan
heavy
and
sebagai
pengembangan
chemical
driver
industri
dalam
berbasis
India
Menjadi
bangsa
kredit
bersubsidi
dan
(world
player
dalam
produk
2020
China
Menjadi
negara
level
developed
maju,
termasuk bioteknologi
c. Mikro
nation)
teknologi
elektronik
dan
teknologi
komputer
d. Memafaatkan sumber teknologi untuk
sektor pertanian, industri kecil
e. Advanced materials
f. Area space technology
g. Pemanfaatan sumber energi dari luar
Jepang
Menjadi
yang
negara
memiliki
kebangaan
dan
membangun
China
a. Subsidi langsung yang berpengaruh
besar terhadap proses industrialisasi
b. Tax system and off-budget finance
c. Mempromosikan
sektor
teknologi
kepercayaan Asia
kontrol
perdagangan
terhadap
internasional,
impor
Singapura
Toward
the
century
21st
toleransi
terhadap
perilaku antikompetisi
a. Menentukan aktivitas industri dan
kluster industri
b. Kebijakan
investasi
dengan
menciptakan
luar
negeri
lingkungan
kompetitif,
efisiensi,
investasi
d. Mengurangi hambatan Foreign Direct
Investment dan sistem pajak yang
mudah
e. Kemitraan antara pemerintah dan
MNC
f. Mengembangkan technopreneurship
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kita mungkin perlu belajar dari pengalaman Jepang dan negara-negara lain
dalam menata industri dan meningkatkan daya saing. Mekanisme pemerintah
jepang mengarahkan perkembangan ekonomi, yang disebut gyosei shido,
merupakan semacam panduan kebijakan yang mencakup insentif perdagangan,
pasar tenaga kerja, persaingan, dan perpajakan.
Di bidang industri, ada setidaknya tiga elemen kebijakan. Pertama,
mengembangkan sektor manufaktur yang memiliki daya saing tinggi. Kedua,
restrukturisasi industri secara terencana menuju industri yng memiliki
produktifitas dan nilai tambah tinggi. Ketiga, strategi bisnis internasional dan
domestik yang agresif.
Dalam konteks inilah sektor rill agaknya membutuhkan reformasi yang
mendasar. Mungkin berupa paket kebijakkan yang lebih menyeluruh dari inpres
no. 6/2007, berupa : pertama, pemerintah perlu menetapkan roadmap kebijakkan
industri nasional sampai 2009, jangka menengah, hingga 2030, dengan sasaran
dan strategi yang rinci. Kedua, setelah roadmap kebijakan ditetapkan, perlu
3.2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini. Tentu masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada
kaitannya dengan judul makalah ini. Kami berharap para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami selaku penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad (2009). Ekonomika Indonesia. Yogykarta: UPP STIM YKPN
Yogyakarta.
DAFTAR GAMBAR