Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BISNIS, LINGKUNGAN, DAN KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY)


Disusun untuk Memenuhi Tugas
Etika Bisnis
Dosen Pembimbing:
Dr. Nuril Huda S.E, M.M.

Oleh :
1. Putri Nur Radika Sari NIM 1810312620005
2. Puteri Zulkifli NIM 1710312620023
3. Danu Aris Kurniawan NIM 1810312610021
4. Ariqah Azizah NIM 1810312620009
5. Evelyn Ninies Fazwiyanthi NIM 1810312620006
6. Maisya Amalia Ramadhan NIM 1810312620043
7. M. Ilham Husaini NIM 1810312610033
8. Samsul Arifin NIM 1810312610039

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. 

Kami  mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Etika Bisnis dengan judul “Bisnis,
Lingkungan, Dan Keberlanjutan (Sustainability) “
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari dosen pengajar, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya. 

Banjarmasin, 1 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................5
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.................................................................................................................................6
A. Tanggung Jawab Bisnis terhadap Lingkungan: Pendekatan Pasar..............................6
B. Tanggung Jawab Lingkungan dari Bisnis: Pendekatan Peraturan...............................7
C. Tanggung Jawab Lingkungan Perusahaan: Pendekatan Keberlanjutan......................8
D. Peluang Bisnis dalam Ekonomi yang Berkelanjutan....................................................10
E. Prinsip-prinsip untuk bisnis yang berkelanjutan..........................................................11
F. Kesetaraan, Ekonomi dan Ekologi.................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................18
KESIMPULAN.................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Seluruh umat manusia bergantung pada lingkungan alam untuk dapat bertahan
hidup: air bersih, udara segar, tanah dan lautan yang subur, lapisan ozon yang tebal,
biosfer yang menjaga keseimbangan iklim yang rapuh, dll. Maka Kepentingan pribadi
manusia merupakan jawaban yang paling jelas untuk menjawab ketiga pertanyaan di
atas. Dalam sebuah buku berjudul Collapse, seorang ahli geografi bernama Jared
Diamond mendokumentasikan berapa banyaknya kebudayaan yang menderita dan
hancur akibat terjadinya degradasi lingkungan. Mulai dari revolusi Industri yang
terjadi pada abad ke 18 dan 19. Kemudian awal ke-21, bumi diklaim mengalami
periode kepunahan spesies terbesar. Manusia pun ikut terancam oleh perubahan iklim
global. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi secara luas ini diakibatkan oleh
kegiatan manusia, khususnya oleh perkembangan masyarakat industri modern. 
Pola kehidupan manusia pada masa lalu sering melampaui batas dari
kemampuan lingkungan setempat untuk menopang kehidupan manusia. Degradasi
lingkungan telah dilokalisasi pada sebuah wilayah tertentu dan jarang memengaruhi
lebih dari satu generasi. Namun sebagian isu lingkungan saat ini berpotensi untuk
memberikan pengaruh buruk di seluruh dunia dan mengubah hidup manusia
selamanya. Perubahan iklim global, punahnya spesies, erosi tanah dan deserification
(perubahan lahan subur menjadi gersang), dan limbah nuklir akan mengancam
kehidupan manusia hingga masa depan yang tidak terhingga. Ilmu ekologi dan
pemahamannya mengenai sistem-sistem alam yang saling tekait membantu kita untuk
memahami betapa manusia sangat bergantung pada ekosistem. 
Jika dulu, kita pernah berpikir bahwa limbah yang terkubur akan hilang
selamanya, sekarang terdapat pemahaman bahwa limbah yang dikubur di dalam tanah
akan meracuni air tanah dan mengontaminasi air minum untuk wilayah yang luas dan
dalam jangka waktu yang sama. Sekarang kita pun memahami bahwa pestisida
terakumulasi ke dalam keseluruhan rantai makanan dan menimbulkan bahaya terbesar,
tidak hanya pada predator tingkat atas, namun juga sampai kepada manusia. Jika dulu
kita berpikir bahwa ikan yang ada di lautan tidak akan pernah habis untuk ditangkap
nelayan dan bahwa atmostfer terlalu luas untuk dapat diubah manusia, sekarang kita
memahami bahwa keseimbangan lingkungan yang tepat sangatlah penting untuk
memelihara sistem yang menunjang kehidupan. Berbagai pendapat dan gerakan terjadi
di dunia ini sehubungan dengan lingkungan dan binatang yang status moralnya telah
menjadi nilai lingkungan yang, dapat diperdebatkan, telah menciptakan tantangan
besar bagi bisnis. 
Dalam pendapat utilitarianisme, pandangan menyatakan tanggung jawab etis
untuk meminimalkan rasa sakit pada binatang. Menyebabkan rasa sakit yang tidak
perlu adalah salah secara etis; oleh karena itu tindakan yang membuat binatang
menanggung rasa sakit yang tidak perlu adalah salah secara etis. Jika kita hubungkan
dengan pendapat Kant, kita memiliki tugas untuk tidak memperlakukan binatang
hanya sebagai obyek dan sarana untuk mencapai tujuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah kisaran nilai memainkan peran dalam pengambilan keputusan?
2. Apa saja perbedaan antara lingkungan berdasarkan psar dan berdasarkan
peraturan?
3. Apa saja tanggung jawab perusahaan atas lingkungan dari setiap pendekatan?
4. Apa saja kelemahan dari ketergantungan tunggal pada pendekatan
berdasarkan pasar?
5. Apa saja kelemahan dari kebijakan berdasarkan peraturan?
6. Bagaimana penjelasan dari pembangunan berkelanjutan dan bisnis yang
berkelanjutan?
7. Apa saja peluang bisnis yang terkait dengan gerakan menuju berkelanjutan?
8. Bagaimana gambaran dari prinsip-prinsip efesiensi ekologi, biomimikri, dan
pelayanan berkelanjutan?

C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kisaran nilai yang memainkan peran dalam pengembilan
keputusan
2. Untuk mengetahui perbedaan antara kebijakan lingkungan berdasarkan pasar
dan berdasarkan peraturan
3. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan atas lingkungan dari setiap
pendekatan
4. Untuk mengidentifikasi kelemahan dari ketergantungan tunggal pada
pendekatan berdasarkan pasar
5. Untuk mengidentifikasi kelemahan kebijakan berdasarkan peraturan
6. Untuk mendefiniskan dan menjelaskan pembangunan yang berkelanjutan dan
bisnis yang berkelanjutan
7. Untuk menyoroti peluang bisnis terkait dengan gerakan menuju
keberlanjutan
8. Untuk menggambarkan prinsip-prinsip efisiensi ekologi, biomimicri, dan
pelayanan berkelanjutan 
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Bisnis terhadap Lingkungan: Pendekatan Pasar


Terdapat perdebatan sehubungan dengan nilai lingkungan:
 Pendekatan terbaik terhadap masalah lingkungan adalah untuk mempercayakan
mereka pada pasar yang efisien.
 Atau perlunya peraturan pemerintahlah menjadi sarana yang paling tepat untuk
mempertemukan tanggung jawab bisnis terhadap lingkungan.

Pembela pendekatan pasar berpendapat bahwa masalah lingkungan adalah masalah


ekonomi yang patut mendapat solusi ekonomi. Pada dasarnya, masalah lingkungan
melibatkan alokasi dan distribusi dari sumber daya yang terbatas. Pasar yang efisien dapat
menanggapi tantangan lingkungan, terlepas dari peduli atau tidaknya kita terhadap alokasi
sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak, dan gas, atau dengan kapasitas
bumi untuk menyerap produk sampingan dari industri seperti CO2. Di sini peran manajer
bisnis yang bertanggung jawab hanya perlu mencari keuntungan dan membiarkan pasar
untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien, sehingga bisnis memenuhi perannya di
dalam sebuah sistem pasar, yang pada gilirannya melayani kebaikan keseluruhan
(utilitarianisme) yang lebih besar.
Yang kedua, jika peraturan pemerintah adalah pendekatan yang lebih memadai,
maka bisnis harus mengembangkan sttruktur yang mematuhi peraturan untuk memastikan
bahwa bisnis telah mematuhi peraturan tersebut.Terdapat beberapa Undang-Undang yang
memiliki pendekatan terhadap isu lingkiungan. Sebelum semua Undang-undang ini
diberlakukan, hukum utama penangan terkait keprihatinan lingkungan adalah hukum tort.
Hanya individu yang dapat membuktikan bahwa mereka telah dirugikan oleh polusi-lah
yang dapat mengajukan tuntutan hukum atas polusi udara dan air. Pendekatan hukum ini
menenpatkan bebamn pembuktian pada orang yang telah dirugika, dan paling baik hanya
menawarkan kompensasi atas kerugian setelah adanya fakta. Terhadap spesies yang hampir
punah, karena tidak memiliki perlindungan hukum, kerusakan yang mencelakai kehidupan
tanaman dan binatang bukan merupakan perhatian hukum. Selain itu kebijakan sebelumna
tidak berbuat banyak untuk mencegah kerusakan pelestarian tanaman dan kepunahan
binatang. Kemudian, sejak tahun 1970-an, dan meluas ke bagian dunia lain, mulai
diberlakukan Undang-undang yang menetapkan standar yang secara efektif memindahkan
beban pembuktian dari merreka yang terancam tindakan perusahan kepada mereka yang
melakukan tindakan perusakan. Pemerintah menetapkan standar aturan untuk mencegah
terjadinya polusi atau kepunahan spesies alih-alih menawarkan kompensasi setelah adanya
fakta.
Tantangan terhadap pandangan yang sempit mengenai tanggung jawab social
perusahaan ini tidak asing lagi. Berbagai kegagalan pasar, yang kebanyakan melibatkan isu
lingkungan, menunjukkan bahwa solusi pasar itu tidak memadai. Salah satu contohnya
adalah keberadaan eksternalitas.
Jenis kegagalan pasar yang kedua terjadi ketika tidak ada pasar yang menciptakan
harga untuk barang-barang social yang penting. Spesies yang terancam punah, panorama
yang indah, tanaman dan binatang langka, serta keanekaragaman hayati adalah beberapa
jenis barang-barang lingkungan yang pada umumnya tidak diperdagangkan di pasar bebas.
Barang-barang public seperti udara dan penangkapan ikan yang bersih di laut juga tidak
memiliki harga pasar yang mapan. Tanpa nilai pasar yang mapan, pendekatan pasar bahkan
tidak dapat berupaya untuk meraih tujuannya untuk memenuhi permintaan konsumen secara
efisien. Pasar sendiri gagal menjamin bahwa barang-barang public seperti ini terpelihara dan
terlindungi.
Cara ketiga di mana kegagalan pasar dapat mengarah pada kerusakan lingkungan
yang serius melibatkan perbedaan antara keputusan individu dan konsekuensi kelompok.
Kita dapat kehilangan pertanyaan tentang kebijakan dan etis yang penting jika kita
membiarkan keputusan kebijakan dihasilkan hanya dari keputusan individu. 
Kegagalan pasar ini menimbulkan keprihatinan serius terhadap kemampuan dari
ekonomi pasar untuk mencapai kebijakan lingkungan yang tepat. Menginternalisasi biaya
eksternal dan menyediakan hak milik untuk barang-barang yang tidak ada pemiliknya
seperti binatang liar merupakan dua tanggapan terhadap kegagalan pasar. Akan tetapi, ada
cukup alasan untuk berpikir bahwa upaya ad hoc seperti ini dari sudut pandang lingkungan
tidaklah memadai untuk memperbaiki kegagalan pasar. Satu alasan yang penting adalah apa
yang disebut dengan masalah generasi pertama. Pasar daapat bekerja untuk mencegah
kerusakan hanya melalui informasi yang didapatkan dari adanya kegagalan pasar. Lita
belajar mengenai kegagalan pasar dan berusaha mencegah kerusakan di masa depan dengan
cara mengorbankan “generasi pertama” hanya sebagai sarana untuk memperoleh informasi
ini.  Ketika kebijakan public melibatkan barang-barang public yang tidak tergantikan seperti
spesies yang hampir punah, wilayah hutan yang langka, serta keselamatan dan kesehatan
public, strategi reaksi seperti itu merupakan saran yang buruk.

B. Tanggung Jawab Lingkungan dari Bisnis: Pendekatan Peraturan


Sebuah konsensus luas muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an bahwa pasar
yang tidak diatur oleh undang-undang adalah pendekatan yang tidak memadai terhadap
tantangan-tantanganlingkungan. Sebaiknya, peraturan pemerintah dilihat sebagai cara yang
lebih baik untuk menanggapi masalah lingkungan. Setiap undang-undang awalnya
dipelopori oleh kongres yang didominasi oleh partai Demokrat ditandatangani menjadi
undang-undang oleh presiden yang berasal dari partai prepublik.
Semua undang-undang ini memiliki pendekatan yang sama terhadap isu lingkungan.
Sebelum semua undang-undang ini diberlakukan, hukum utama untuk penangananterhadap
keprihatinan lingkungan adalah hukum tort.Hanya individu yang dapat membuktikan bahwa
mereka telah dirugikan oleh polusi-lah yang dapat mengajukan tuntutan hukum atas polusi
udara dan air.
Pendekatan hukum ini menempatkan beban pembuktian pada orang yang telah
dirugikan, dan paling baik hanya menawarkan kompensasi atas kerugian yang ada setelah
adanya fakta.Dengan pengecualian di atas insentif yang diberikan oleh ancaman konpensasi,
kebijakan di Amerika Serikat tidak berbuat banyak untuk mencega timbulnya kerusakan
akibat polusi.Tanpa adanya bukti kelalaian, kebijakan publik cukup puas dengan
menyerahkan keputusan mengenai kebijakan lingkungan kepada pasar.Karena spesies yang
hampir punah tidak memiliki perlindungan hukum, kerusakan yang mencelakai kehidupan
tanaman dan binatang bukan merupakan perhatian hukum.Selain itu kebijakan sebelumnya
tidak berbuat banyak untuk mencegah kerusakan pelestarian tanaman dan kepunahan
binatang.
Undang-undang yang mulai diberlakukan selama tahun 1970-an menetapkan standar
yang secara efektif memindahkan beban pembuktian dari mereka yang terancam tindakan
perusakan kepada mereka yang melakukan tindakan peusakan. Pemerintah menetapkan
standar aturan untuk mencegah terjadinya polusi atau kepunahan spesies alih-alih
menawarkan konpensasi setelah adanya fakta.kita dapat berpikir bahwa undang-undang ini
menetapkan standar minimum untuk memastikan kualitas udara dan air serta pelestarian
spesies.
Bisnis beban untuk mencapai tujuannya selama mereka mematuhi batasan yang
ditetapkan oleh standar minimum ini.Consensus yang muncul adalah bahwa masyarakat
memiliki dua kesempatan untuk menetapkan tanggun jawab lingkungan perusahaan.Sebagai
konsumen, individu dapat meminta produk yamg ramah lingkungan di pasar.Sebagai warga
Negara, individu dapat mendukung legislasi terkait lingkungan. Selama bisnis merespon
pasar dan mematuhi undang-undang , bisnis telah bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Jika konsumen meminta produk yang mungkin menimbulkan bagi lingkunagn, seperti mobil
SUV yang boros bahan bakar, dan produk tersebut diizinkan peredarannya oleh undang-
undang.

C. Tanggung Jawab Lingkungan Perusahaan: Pendekatan Keberlanjutan


Sejak tahun 1980-an, model baru mengenai tanggung jawab lingkungan perusahaan
mulai menemukan bentuknya, bentuk yang menggabungkan peluang keuangan dengan
tanggung jawab lingkungan dan etis konsep pengembangan atau pembangunan yang
berkelanjutan dan praktik bisnis yang berkelanjutan menyarankan visi baru yang radikal
untuk mengintegrasikan tujuan lingkungan dan keuangan, dibandingkan dengan model
pertumbuhan yang sebelumnya. Ketiga tujuan ini keberlanjutan ekonomi lingkungan, dan
etis, seringkali disebut sebagai tiga pilar keberlanjutan.
Model arus circular menjelaskan sifat transaksi ekonomi dalam hal arus sumber daya
dari bisnis sampai ke rumah tangga dan kembali lagi ke bisnis. Bisnis menghasilkan barang
dan jasa untuk merespon permintaan pasar dari rumah tangga, kemudian mengirim barang
dan jasa tersebut ke rumah tangga untuk ditukarkan dengan pembayaran yang diterima oleh
bisnis. Pembayaran ini sebaiknya dikembalikan lagi ke rumah tangga dalam bentuk upah,
gaji, sewa, keuntungan, dan bunga. Rumah tangga menerima pembayaran sebagai
pertukaran atas tenaga kerja, lahan, model, dan keahlian wirausaha untuk menghasilkan
barang dan jasa.

Pertama model ini tidak membedakan sumber daya alam dari faktor produksi
lainnya. Model ini tidak menjelaskan asal dari sumber daya. Sumber daya hanyalah hal-hal
dimiliki oleh rumah tangga seperti tenaga kerja, modal, dan keahlian wirausaha, yang dapat
dijual kepada bisnis.
Kedua adalah bahwa model ini memperlakukan pertumbuhan ekonomi sebagai
solusi atas semua penyakit sosial dan tidak memiliki batasan. Agar dapat mengikuti
pertumbuhan penduduk, ekonomi harus tumbuh. Agar dapat menyediakan standar hidup
yang lebih tinggi, ekonomi harus tumbuh. Untuk mengurangi kemiskinan, kelaparan, dan
penyakit, ekonomi harus tumbuh. Kemungkinan bahwa ekonomi tidak dapat tumbuh sampai
waktu yang tidak terbatas bukanlah bagian dari model ini.
Menurut banyak perkiraan, perekonomian dunia perlu tumbuh sekitar 5 sampai 10
kali lipat dalam 50 tahun kedepan agar dapat membawa standar hidup populasi di negara
berkembang saat ini sejajar dengan standar hidup penduduk di negara industri. Namun
dalam 50 tahun tersebut, jumlah populasi dunia akan meningkat sebesar lebih dari 3 miliar
orang, sebagian besar dari mereka akan dilahirkan dalam perekonomian termiskin di dunia.
Dan tentu saja satu-satunya sumber bagi semua kegiatan ekonomi adalah kapasitas produktif
dari bumi itu sendiri.
Herman Daly berargumen bahwa ekonomi neoklasik, dengan penekanannya pada
pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan dari kebijakan ekonomi, pada akhirnya akan gagal
memenuhi tantangan ini kecuali pandangan ini menyadari bahwa ekonomi hanyalah sebuah
subsistem di dalam biosfer bumi. 
Pertama, model berkelanjutan mengakui bahwa ekonomi berada di dalam biosfer
yang terbatas yang terdiri dari sebuah lapisan yang melingkupi permukaan bumi dengan luas
hanya beberapa mil. Dari hukum termodinamika pertama (konservasi energi/materi),
diketahui bahwa materi dan energi sesungguhnya tidak dapat “diciptakan”, materi atau
energi hanya dapat ditransfer dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain:, ada energi yang
hilang pada setiap tahapan dari kegiatan ekonomi. 
Konsisten dengan hukum termodinamika yang kedua (entropi meningkat di dalam
sistem penutup), jumlah energi yang dapat dipakai akan menurun seiring waktu. "energi
limbah" terus menerus meninggalkan sistem ekonomi sehingga energi baru dengan entropi
rendah harus mengalir secara konstan ke dalam sistem. Pada akhirnya, satu-satunya sumber
energi dengan entropi rendah adalah matahari. Ketiga, model ini tidak lagi memperlakukan
sumber daya alam sebagai sebuah faktor produksi yang sama dan tidak dapat dijelaskan
yang muncul dari rumah tangga. Sumber daya alam berasal dari biosfer dan tidak diciptakan
ex nihilo (dari ketiadaan). Pada akhirnya, pola ini mengakui bahwa limbah diproduksi pada
setiap tahapan kegiatan ekonomi dan kemudian dibuang kembali ke dalam biosfer. 

Kesimpulan yang harus diambil dari model yang baru ini relatif mudah dalam jangka
panjang, sumber daya dan energi tidak dapat di pakai, dan limbah tidak dapat dihasilkan,
pada tingkat di mana biosfer tidak dapat menggantikan atau menyerap mereka tanpa
membahayakan kemampuan untuk menunjang kehidupan manusia. Inilah yang disebutkan
oleh daly sebagai "batasan biosfisik untuk pertumbuhan". Biosfer dapat menghasilkan
sumber daya secara tak terbatas, dan dapat menyerap limbah secara tak terbatas, namun
hanya pada tingkat tertentu dan dengan jenis kegiatan ekonomi tertentu. Inilah tujuan dari
perkembangan yang berkelanjutan. Menemukan tingkat dan jenis kegiatan ekonomi ini dan
dengan demikian menciptakan praktik bisnis yang berkelanjutan adalah tanggung jawab
lingkungan perusahaan yang utama.

D. Peluang Bisnis dalam Ekonomi yang Berkelanjutan


Jika model peraturan dan kepatuhan cenderung untuk menafsirkan tanggung jawab
lingkungan sebagai hambatan pada bisnis, model berkelanjutan maju dan dapat
menghadirkan bagi bisnis peluang yang lebih besar dibandingkan beban. Dan memang,
model ini menawarkan sebuah visi bisnis masa depan yang telah dikejar oleh bisnis yang
kreatif dan bersifat wirausaha.
Sekelompok peneliti lingkungan dan konsultan, The Natural Step, menggunakan
gambar sebuah corong, dengan dua garis yang saling mengerucut pada satu ujungnya, untuk
membantu bisnis memahami peluang-peluang tersebut. Sumber daya yang diperlukan untuk
menunjang kehidupan berada pada bidang miring yang terus menurun. Meski terdapat
perselisihan mengenai sudut kemiringan (keadaaan pada permulaan dengan tingkat
kemiringan sedikit atau sudah berada pada tingkat yang jauh, dengan tingkat kemiringan
yang tajam), ada konsensus yang meluas bahwa sumber daya yang tersedia telah mengalami
penurunan. Garis kedua menunjukkan jumlah permintaan agretgat seluruh dunia dengan
memperhitungkan pertumbuhan populasi dan permintaan yang terus meningkat dari gaya
hidup konsumtif. Tanpa adanya bencana alam, kebanyakan tidak semua industri akan lolos
melalui corong yang sempit untuk menuju era kehidupan yang berkelanjutan. Bisnis yang
tidak mampu melihat visi masa depan yang berkelanjutan akan membentur dinding yang
menyempit. Bisnis yang inovatif dan bersifat wirausaha lah yang akan menemukan jalan
untuk melalui dinding orang yang sempit itu.

Pertama, keberlanjutan adalah strategi jangka panjang yang bijak, bisnis perlu
mengadopsi praktik yang berkelanjutan untuk menjamin kelangsungan hidup dalam jangka
panjang. Perusahaan yang gagal beradaptasi terhadap kurva dari penurunan ketersediaan
sumber daya alam dan kenaikan permintaan yang saling mengerucut berisiko kehilangan
kelangsungan hidup mereka sendiri.
Kedua, potensi pasar yang besar yang belum terpenuhi di antara perekonomian dunia
yang sedang berkembang hanya dapat dipenuhi dengan cara berkelanjutan , dasar dari
piramida ekonomi menunjukkan pasar dari perekonomian yang terbesar dan memiliki
pertumbuhan tercepat dalam sejarah manusia. meskipun begitu, besarnya ukuran pasar itu
sendiri membuatnya tidak mungkin untuk memenuhi permintaan ini dengan praktik industri
abad ke-19 dan ke-20 yang merusak lingkungan.
Ketiga, penghematan biaya yang signifikan dapat dicapai melalui praktik yang
berkelanjutan, bisnis melakukan penghematan biaya yang signifikan untuk dapat bergerak
maju menuju efisiensi lingkungan. Meminimalkan limbah adalah hal yang masuk akal atas
dasar finansial maupun lingkungan.
Ke empat, terdapat keunggulan kompetitif bagi bisnis yang berkelanjutan, yaitu
melayani konsumen yang peduli lingkungan dan menikmati sebuah keunggulan kompetitif
untuk menarik para karyawan yang memiliki rasa bangga dan puas karena bekerja di
perusahaan yang maju.
Terakhir, keberlanjutan adalah strategi manajemen risiko yang baik. Perusahaan
yang mengambil inisiatif untuk bergerak ke arah keberlanjutan kemungkinan juga akan
menjadi perusahaan yang menetapkan standar dari praktik terbaik dalam bidangnya.
Kita dapat menyimpulkan bagian sebelumnya dengan merefleksikan model
pengambilan keputusan yang diterapkan dalam keseluruhan teks ini. Fakta menyarankan
bahwa biosfer bumi berada di bawah tekanan dan ini diakibatkan oleh jenis pertumbuhan
ekonomi global yang masyarakat yang konsumtif dan berorientasi pada industri.

E. Prinsip-prinsip untuk bisnis yang berkelanjutan


Ekoefisiensi telah cukup lama menjadi bagian dari gerakan lingkungan.
“Mengerjakan sesuatu lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit” telah menjadi
pedoman lingkungan selama puluhan tahun berapa estimasi hasil penelitian menyarankan
bahwa dengan teknologi saat ini saja, bisnis dapat segera mencapai setidaknya peningkatan
dalam efisiensi sebesar 4 kali lipat dan mungkin bisa sampai 10 kali lipat.
Biomimikri adalah untuk menghilangkan limbah secara keseluruhan alih-alih
menguranginya. Jika kita benar-benar meniru proses biologi, hasil akhir dari sebuah proses
pada akhirnya dapat digunakan kembali sebagai sumber daya produktif dari proses lainnya
hanya dengan menambahkan energi matahari. Evolusi strategi bisnis menuju biomimikri
dapat dipahami dalam suatu kontinum. 
Tahap paling awal telah dijelaskan sebagai “mengambil (take)-membuat (make)-
menghasilkan limbah (waste)”. Dengan kata lain, bisnis mengambil sumber daya, membuat
menjadi produk, dan membuang sisanya. Tahap kedua menggambarkan bisnis bertanggung
jawab atas produknya “dari-hidup-sampai-mati (cradle-to-grave)”. Terkadang disebut
sebagai tanggung jawab “siklus hidup (life-cycle), pendekatan ini telah mendapat tempat
dalam pemikiran industri dan peraturan. Tanggung jawab “dari hidup sampai mati” atau
“siklus hidup” menyatakan bahwa bisnis bertanggung jawab atas seluruh hidup produknya,
meliputi pembuangan akhir bahkan setelah penjualan.
 Jadi, sebagai contoh, model dari hidup sampai mati akan menyatakan bahwa bisnis
bertanggung jawab terhadap kontaminasi air bawah tanah yang disebabkan oleh produknya
bahkan setelah bertahun-tahun dikubur di dalam tanah. Tanggung jawab dari hidup sampai
hidup kembali (cradle-to-cradle responsibility) memperluas ide ini lebih jauh dan
menyatakan bahwa bisnis seharusnya bertanggung jawab. Tanggung jawab ini, pada
gilirannya, akan menciptakan insentif untuk merancang kembali produk sehingga mereka
dapat didaur ulang dengan efisien dan mudah.

F. Kesetaraan, Ekonomi dan Ekologi


Revolusi industri berikutnya memasuki sejumlah maksud positif dan berbagai
spektrum perhatian manusia. Orang-orang pendukung keberlanjutan telah menemukan
bahwa ada tiga kategori penting yang berguna dalam mengartikulasikan perhatian tersebut :
kesetaraan, ekonomi dan ekologi.
Kesetaraan mengacu pada keadilan sosial. Apakah sebuah rancangan mengurangi
atau memperkaya manusia atau masyarakat? Eko-efisiensi akan mengurangi jumlah tersebut
sehingga dapat memenuhi standar efisiensi tertentu; eko-efektif tidak akan menggunakan
bahan kimia yang memiliki potensi berbahaya sejak awal. Betapa majunya peradaban
manusia jika tidak ada lagi pekerja pabrik yang bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi
atau berbahaya.
Ekonomi mengacu pada kelangsungan pasar. Apakah sebuah produk mencerminkan
kebutuhan dari produsen dan konsumen akan produk yang terjangkau? Rancangan yang
aman dan cerdas harus terjangkau dan dapat diakses oleh berbagai kalangan pelanggan,
serta mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang membuatnya.Ekologi, tentu saja,
mengacu pada kecerdasan lingkungan. Apakah suatu bahan merupakan sebuah nutrisi hayati
atau nutrisi teknis?
Albert Einstein menulis, “Dunia tidak akan berevolusi melewati keadaan krisisnya
saat ini dengan menggunakan pola pikir yang sama dengan pola pikir yang telah
menciptakan situasi krisis tersebut.” Banyak orang percaya bahawa revolusi industri baru
sedang terjadi, dengan munculnya teknologi dunia maya, bioteknologi dan nanoteknologi.
Memang benar bahwa teknologi-teknologi ini merupakan alat yang kuat untuk perubahan.

1. Keberlanjutan dan Pemegang Kepentingan


Perusahaan mendapati bahwa pendekatan legal hanya sebatas membantu
manajer menangani kompleksitas lingkungan dan mereka lebih sering bergantung
pada kebijakan manajerial dalam isu-isu mengenai lingkungan dan hukum yang
berlaku. Manajer harus mampu menginterpretasikan dan menerapkan hukum dengan
tepat. Semua ini berarti bahwa hanya ada sedikit kebutuhan terhadap pertauran dan
lebih banyak kebutuhan bagi manajer untuk memiliki pemahaman yang jelas
mengenai etika dan rasa tanggung jawab atas pengaruh bisnis bagi lingkungan alam.
Menanggapi keprihatinan terhadap lingkungan dari perspektif pemegang
kepentingan menuntut kita menanggapi apa yang disebut “tesis pemisahan”, atau
pandangan bahwa bisnis dan etika adalah fungsi yang berbeda. Menurut R. Edward
Freeman, bahwa salah satu masalah dalam pemikiran bisnis adalah pandangan
bahwa wilayah fungsional dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hasilnya adalah
sebuah pola pikir yang memandang entitas-entitas ini sebagai area-area yang terpisah
dan keputusan yang dibuat di dalam setiap area tersebut dipisihkan satu sama lain.
Tesis pemisahan dalam kaitannya dengan bisnis dan etika jelas salah karena
hasil akhir perusahaan dipengaruhi oleh berbagai keputusan dan akibat yang saling
berkaitan, yang sebagian besarnya menyangkut pertimbangan etis. Hal ini secara
khusus relevan karena menyangkut lingkungan alam, mengikisnya sumber daya dan
berinteraksi dengan biosfer, menjadikan semakin sulit untuk memisahkan
pertimbangan bisnis dari pertimbangan yang berkaitan dengan lingkungan alam.
Banyak dari akibat yang ditimbulkan mungkin tidak dirasakan pada laba jangka
pendek perusahaan, akan tetapi akibat ini mempresentasikan tantangan yang sangat
nyata terhadap stabilitas dan keberhasilan jangka panjang perusahaan.
a. Tiga Pertanyaan Mendasar
Pertanyaan 1: Apakah perusahaan diizinkan untuk mengkontribusikan sumber daya
untuk upaya terhadap lingkungan? Pertanyaan ini menanggapi apakah boleh bagi
perusahaan untuk mempertimbangkan lingkungan dalam perencanaan strategis,
khususnya terkait dengan pengaruh lingkungan pada profitabilitas jangka pendek.
Jika pendekatan pemegang saham hanya berfokus pada laba, pendekatan pemegang
kepentingan terhadap relasional tanpa tesis pemisahan akar, menuntut perusahaan
bertanggung jawab secara moral terhadap lingkungan sebagai pemegang kepentingan
yang sah.
Peratanyaan 2: Apakah konsisten dengan hukum yang berlaku bagi perusahaan
untuk mengkontribusikan sumber dayanya pada upaya terhadap lingkungan?
Pertanyaan ini menarik perhatian pada undang-undang yang berkaitan dengan tata
kelola perusahaan yang memungkinkan dan mengharuskan adanya kebijkan
manajerial yang signifikan. Seperti yang dinyatakan George W. Merck (1950),
“Kami berusaha untuk selalu mengingat bahwa obat adalah untuk manusia, bukan
untuk meraih keuntungan. Keuntungan akan mengikuti dan muncul, semakin
mengingatnya, semakin besar keuntungan itu.” Hal yang sama juga berlaku atas
kepedulian terhadap lingkungan alam.
Pertanyaan 3: Dapatkah upaya perusahaan untuk mengkontribusikan sumber daya
pada upaya terhadap lingkungan dianggap sebagai kewajiban? Pertanyaan ini
mengeksplorasi perbedaan antara sifat boleh dan wajib. Karena masyarakat
bergantung pada lingkungan alam dan karena beberapa sumber daya alam bersifat
terbatas, maka wajib bagi masyarakat memelihara sumber daya alam secara cermat.
Karena perusahaan mengambil sumber daya alam dalam jumlah yang besar dan
karena mereka sering kali memiliki kekuatan, kendali dan keuangan untuk
melindungi sumber daya alam, mereka wajib menggunakan kemampuannya untuk
melindungan sumber daya alam bagi kemakmuran masyarakat di mana perusahaan
berada di dalamnya.
b. Tiga Prinsip Penuntun
Prinsip 1: Perusahaan diwajibkan untuk memperhatikan lingkungan alam.
Pada tingkat minimal, mereka harus mengikuti peraturan, undang-undang dan
persyaratn industri yang berlaku. Ada dua alasan mengapa hal ini bersifat wajib,
yaitu: (1) pandangan pragmatis, guna mempertahankan pemegang kepentingan yang
berhubungan dengan perusahaan agar tetap puas dan (2) mempunyai tugas moral
dengan prinsip “tidak melakukan kerusakan.”
Prinsip 2: Kewajiban dari perusahaan pada umumnya bersifat diskresioner.
Upaya tanggung jawab terhadap lingkungan dari pihak perusahaan cenderung
dikategorikan di sepanjang sebuah spektrum. Perusahaan diwajibkan secara moral
untuk “tidak melakukan kerusakan” dan tetap mematuhi aturan hukum. Bukan
berarti perusahaan tidak diizinkan untuk ambil bagian dalam sumber daya alam,
ettapi mereka seharusnya melakukannya secara moderat dan konsisten dengan
hukum yang berlaku. 
Prinsip 3: Ada keadaan yang menciptakan kewajiban bahwa perilaku
perusahaan terhadap lingkungan lebih dari sekedar mematuhi hukum yang berlaku.
Perusahaan mempresentasikan kontribusi yang bersifat sukarela bagi ekonomi, yaitu
para investor dan pemilik termotivasi untuk berpartisipasi karena adanya kesempatan
untuk mendapatkan keuntungan dari usaha tertentu. Pada saat yang sama, harus ada
pihak yang bertanggung jawab ketika terjadi kerusakan atau potensi kerusakan.
Hal ini mengarah pada seperangkat kriteria yang dapat membingkai situasi-
situasi tersebut dimana dapat dibentuk suatu kewajiban berdasarkan hukum bagi
tanggung jawab terhadap lingkungan. Pertama, harus ada kebutuhan khusus untuk
perubahan yang diwujudkan dalam kerusakan nyata dan dapat diramalkan. Kedua,
harus ada kedekatan melalui hubungan langsung ataupun tidak langsung. Ketiga
adalah kemampuan. Keempat, terdapat beberapa jenis keunggulan komparatif.
Perusahaan harus disituasikan secara khusus untuk menangani kerusakan. Jika
keempat kriteria ini terpenuhi, dapat dikatan bahwa sebuah perusahaan mempunyai
kewajiban khusus untuk terlibat dalam perilaku yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan untuk menangani kerusakan terkait dengan lingkungan alam.

c. Keberlanjutan dan Tugas Fudisia


Perusahaan seringkali menolak pembebanan tugas yang bersifat wajib,
khusunya tugas yang dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban lain mereka khususnya tugas fudisia kepada para pemegang saham. 
Untuk alasan ini, penting untuk menekankan hubungan antara keberlanjutan dan
tugas fudisia. Walau kita dapat apa saja menafsirkan tugas fudisia secara sempit
dalam istilah pemaksimalan laba, pada kenyataannya ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hasil akhir perusahaan dalam jangka Panjang jika bukan dalam
jangka pendek. Lebih jauh lagi, para pemegang saham juga dapat dianggap
bertanggung jawab terhadap pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan perusahaan.
Dalam konteks lingkungan alam, dapat ditambahkan juga pengakuan bahwa
para pemegang saham dapat dianggap bertanggung jawab secara hukum atas
kelalaian. Kenyataan yang tidak dapat dielakkan adalah bahwa tanggung jawab
perusahaan terhadap lingkungan alam hanya dapat dilihat sebagai sebuah kewajiban 
lingkungan adalah sebuah persoalan perusahaan. Jika tidak ada alasan lain,
perusahaan harus benar-benar peduli akan masalah keberlajutan dengan
pertimbangan ketergantungan mereka pada lingkungan alam.
Meski cara sebuah perusahaan merespons tanggung jawab tersebut masih
bersifat sukarela, keberadaan sebuah tugas harus dipandang sebagai sebuah
kewajiban. Dapat dikatakan bahwa ada kewajiban moral terhadap lingkungan. Lebih
dari itu, kegagalan untuk menangani persoalan lingkungan dapat berakhir pada
kesulitan finansial bagi perusahaan, termasuk kebangkrutan. Jika tanggung jawab
fidusia dari para manajer adalah untuk melindungi kepentingan (dan keunutngan)
dari para pemegang saham, maka jalan satu-satunya yang dapat mereka lakukan
adalah dengan mempertimbangkan bagaimana perusahaan memengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan alam. Pendekatan perusahaan terhadap keberlanjutan
dapat memmengaruhi keuntungan jangka pendek dan jangka Panjang, selain itu
perusahaan juga menghadapi tuntututan tort yang mahal biayanya dan para
pemegang saham juga menghadapi sanksi criminal jika perusahaan tidak berprilaku
secara bertanggung jawab.

D. Pemegang Kepentingan, Keberlanjutan, dan Kewargaegaraan


Keberlanjutan adalah sebuah proses; tanggung jawab tanggung jawab
terhadap lingkungan adalah tentang mengawali atau berpartisipasi dalam proses ini
untuk menanggapi persoalan lingkungan. Keberlanjutan terhubung secara inheren
pada pemikiran pemegang kepentingan (terutama pandangan mengenai hubungan) di
mana keduanya dibangun berdasarkan hubungan, kesalingtergantungan, dan sinergi
yang telah ada.

Pemikiran pemegang saham dan keberlanjutan juga berhubungan dengan


konsep “kewarganegaraan”. Kewarganegaraan menekankan tanggung jawab dari
setiap individu didalam sekelompok sosial (berdasarkan komunitas) dan system
politik. Kewarganegaraan individu telah membuka jalan bagi konsep
kewarganegaraan perusahaan. Konsep mengenai kewarganegaraan perusahaan
menyarankan bahwa organisasi bisnis memiliki hak dan tanggung jawab yang serupa
seperti halnya individu. Ini berate perusahaan sebagai warga negara diharapkan
untuk memberikan kontribusi terhadap komunitas di mana mereka beroperasi dan
mempertimbangkan interaksi mereka dengan anggota komunitas lainnya.  
2. Pemegang kepentingan, Lingkungan dan Pengambilan Keputusan Bisnis yang
Baik
Kontribusi dari pemikiran pemegang kepentingan untuk mengembangkan
sebuah pendekatan dari tanggung jawab terhadap lingkungan adalah untuk
menunjukkan bagaimana kewajiban dapat diberikan kepada perusahaan. Secara
khusus, perusahaan memiliki kewajiban berdasarkan hukum kepada beberapa
pemegang kepentingan dalam beberapa situasi tertentu.
a. Dasar Piramida
C.K. Prahalad menjelaskan bahwa asumsi yang sering dibuat tentang target
bisnis telah disalahtempatkan. Ia menunjukkan bahwa kebanyakan bisnis berfokus
pada penyediaan barang dan jasa bagi kelas menengah dan atas, sedangkan
kelompok sosioekonomi yang miskin memegang kunci untuk mendapatkan
peluang yang sangat besar. Dalam istilah ekonomi, piramida, seperti yang
tergambar pada peraga B, mengacu pada distribusi kekayaan dalam masyarakat

Gambar peraga B

Pertama, terdapat lebih banyak anggota kelompok dari kelas yang berada di dasar
piramida ini daripada kelas orang-orang kaya yang berada di puncak piramida.
Kedua, terutama dilihat dari perspektif global, banyak dari golongan orang
termiskin memiliki kebutuhan pokok yang dapat dipenuhi tanpa membutuhkan
investasi modal yang besar. Ketiga, menaikkan standar orang-orang yang tidak
beruntung secara sosioekonomi dapat membantu mengubah hambatan sosial
menjadi kontribusi sosial.

b. Dari Hidup-sampai-Hidup kembali


  Menurut William McDonough “Polusi merupakan sebuah simbol dari
kegagalan dalam rancangan.” McDonough menawarkan sebuah perspektif “dari
hidup-sampai-hidup kembali” (cradle-to-cradle), dimana pendekatan ini
menganjurkan penggunaan bahan yang dapat terus didaur ulang atau terurai
secara alami. Contoh dari rancangan produk dari hidup-sampai-hidup kembali
ialah kamera Kodak sekali pakai. Kodak mengendalikan keseluruhan siklus hidup
kameranya dan bahkan dengan melakukan pengambilan kembali kameranya,
dapat mempertahankan sebagian besar bahan yang bergerak dalam lingkaran yang
terus berputar. McDonough berargumen bahwa perusahaan harus mengambil
kembali kepemilikan dari proses mereka dan berinvestasi dalam upaya untuk
menginternalisasi proses agar dapat meminimalkan limbah yang dihasilkan.
c. Perdagangan Restoratif
  Menurut Ray Anderson, pendiri serta mantan CEO dari Interface Inc.,
perusahaan ternama di dunia dalam bidang desain, produksi serta penjualan karpet,
“Tindakan restoratif berarti mengembalikan lebih banyak dari yang kita ambil dan
melakukan kebaikan bagi bumi ini, bukan hanya sekedar tidak melakukan
kerusakan.”.
Interface bukan perusahaan yang sangat ramah lingkungan, walaupun
sekarang dikenal sebagai pemimpin dalam bisnis yang berkelanjutan, hal ini terjadi
sekitar satu dekade lalu ketika Anderson mempelopori sebuah upaya untuk
memanfaatkan teknologi dan mentransformasi proses. Kata-kata Hawken dalam
buku karangannya yang berjudul The Ecology of EcommerceI lah yang membuat
Anderson menyadari peran destruktif perusahaannya terhadap lingkungan sehingga
ia mulai mengurangi ketergantungan perusahaannya terhadap minyak. Pendekatan
seperti ini bukan hanya tindakan yang benar secara moral namun juga baik bagi
perusahaan.
Warisan Anderson kepada interface yaitu, pada tahun 2005 Interface
memperkenalkan proses produksi yang memungkinkan perusahaan untuk
melakukan daur ulang terhadap karpet lama dengan menggunakan Cool Blue [alat
produksi yang bertanggung jawab atas proses daur ulang]. Interface telah
mengubah sebuah produk menjadi sebuah jasa. Alih-alih menjual lembaran karpet,
sekarang Interface me-lease karpet tersebut.
Pengalaman Interface merupakan hal yang sangat positif. Dalam jangka
waktu lima tahun, Interface telah meningkatkan penggunaan bahan baku hasil daur
ulang atau bahan baku alami sebanyak tiga kali lipat dan meningkatkan
penggunaan energi terbarukan dari 6,4 persen menjadi 21,7 persen. Pada waktu
yang sama, perusahaan juga mengurangi jumlah limbahnya (yang dikirim ke TPA)
sebesar 50 persen. Penjualan bersih pun meningkat dan perusahaan tampak menjadi
semakin sehat.
PENUTUP

KESIMPULAN

Hasil akhir bagi kita adalah bahwa bisnis kita tidak membutuhkan peraturan untuk
dapat memberikan keberlanjutan, mereka membutuhkan kepekaan bisnis yang
baik.Tanggung jawab terhadap lingkungan adalah tentang keadilan, bukan kemurahan hati.
Perusahaan sebagai warga negara yang dapat dan memengaruhi kehidupan warga negara
lainnya, mempunyai kewajiban untuk bertindak sebagai warga negara yang bertanggung
jawab terhadap lingkungan. Lebih jauh lagi, pengambilan keputusan bisnis yang baik
menuntut adanya perhatian terhadap keprihatinan para pemegang kepentingan seperti isu-isu
mengenai lingkungan.
Penting untuk diingat bahwa walaupun perusahaan hanya merupakan sebuah badan
hukum yang bersifat artifisial, individu-individu yang menjadi anggotanya bersifat nyata.
Meskipun perusahaan mungkin tidak peduli terhadap lingkungan, para pemegang
kepentingannya bergantung pada kelangsungan hidup dari lingkungan. Keberlanjutan bukan
hanya sebuah pendekatan masa depan, melainkan pendekatan yang akan memberikan kita
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Hartman, L., Desjardins, Joe. ((2008). Etika Bisnis: Pengambilan Keputusan untuk
Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai