Anda di halaman 1dari 6

PEREKONOMIAN INDONESIA

RINGKASAN MATA KULIAH SAP 13

PERDAGANGAN LUAR NEGERI DAN NERACA PEMBAYARAN


INDONESIA

OLEH :

KELOMPOK 4

Ngurah Surya Maotama (1607532129/17)


I Gusti Ayu Agung Yustika Nanda (1607532136/23)
Anak Agung Mas Prabha Iswara (1607532152/34)

PROGAM REGULER SORE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
1. Perdagangan Luar Negeri dan Kesejahteraan
Perdagangan bebas (free trade) internasional sering kali dikaitkan sebagai mesin
pertumbuhan (engine of growth) yang telah mampu membangun ekonomi dan memberikan
kesejahteraan kepada negara-negara yang sekarang maju seperti Eropa Barat (jerman, Belanda,
Prancis, Belanda, Spanyol, Italia, Portugal), Inggris dan Amrika. Sebagai contoh, negara-
negara eropa barat berlomba – lomba mencari dan menemukan daerah baru (jajahan) untuk
mendapatkan bahan dasar yang diperulkan oleh pabrik – pabriknya. Di samping perdagangan
bebas internasional menyumbangkan ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja kasar yang
murah untuk pengembangan industry, perdagangan bebas internasional juga mengakibatkan
meluasnya pasar-pasar ekspor bagi negara-negara yang sekarang ini telah maju.
Banyak para ahli berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan internasional melalui
pengha[usan segala bentuk hambatan – hambatan perdagangan internasional merupakan syarat
penting demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dunia dan kesejahteraan umat manusia.
Keyakinan mereka tersebut didaarkan atas pandangan bahwa perdagangan bebas itu
mengandung sejumlah keuntungan :
1) Perdagangan bebas meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap sumber
daya serta menciptakan skala ekonomis.
2) Perdagangan bebas menimbulkan tekanan- tekanan yang mengarah pada peningkatan
efiseiensi, perbaikan kualitas produk, serta penyempurnaan mutu teknologi produksi.
Semuanya ini akan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi sehingga akan
semakin menghemat biaya-biaya produksi.
3) Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, menaikkan nilai laba dan
mempromosikan peningkatan tabungan serta investasi yang kemudian semakin
memacu pertumbuhan selanjutnya di masa mendatang.
4) Perdagangan bebas akan menarik masuk modal, keahlian, dan teknologi dari luar
negri, yang kesemuanya ini merupakan sumber-sumber daya yang sangat dibutuhkan
dalam pembangunan ekonomi.
5) Perdagngan bebas mendatangkan devisa yang kemudian bisa digunakan untuk
keperluan impor misalnya mesin-mesin dan bahan baku untuk kepenyingan
pembangunan ekonomi, atau malah untuk impor bahan pangan bila satu saat negara
yang bersangkutan mengalami masa –masa paceklik akibat musim kering yang
berkepanjangan atau terjadinya bencana alam.
6) Perdagangan bebas cenderung menghapuskan setiap distorsi harga mahal, yang
diakibatkan oleh investasi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor
maupun pasar valuta asing, serta menyempurnakan alokaso pasar yang mengikis
prajtek – praktek korupsi dan perburuan renre nonproduktif yang sering kali timbul
sebagai akibat dai intervensi pemerintah yang terlalu aktif
7) Perdagangan bebas meningkatkan pemerataan untuk mendaptkan akses ke setiap
sumber daya yang langka, serta memperbaiki kualitas alokasi sumber daya secara
keseluruhan.
2. Kebijakan dan Masalah Perdagangan Luar Negeri (Promosi Ekspor dan Substitusi
Impor)
Pembicaraan mengenai kebijaksaan dan masalah perdagagan luar negri yang dihadapi
Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi kebijakan yang berorientasi keluar dan
kebijaksaan yang berorientasi ke dalam. Jelasnya adalah sebagai berikut :
1) Kebijaksanaan yang berorientasi keluar bagi barang-barang primer ( mendorong
ekspor atas produk-produk pertanian dan bahan-bahan mentah pada umunya).
2) Kebijaksanaan yang berorientasi keluar bagi barang-barang sekunder (peningkatan
ekspor produk-prduk industry manufaktur). Kebijaksanaan ini terutama ketika indistri
manufaktur telah agak maju pada masa pemerintahan Suharto dan sesudahnya.
3) Kebijakan yang berorientasi ke dalam bagi barang-barang sekunder (yakni
mengutamakan swasambada dalam pemenuhan kebutuhan akan barang-barang
industry terutama mobil, alat angkut, dan barang konsumsi tahan lama).
3. Kecenderungan Perdagangan Luar Negeri (Globalisasi)
Di muka telah disajikan kebaikan-kebaikan perdagangan bebas dunia, bahwa ia bersifat
menaikkan efisiensi usaha, akan meningkatkan skala usaha, memacu pertumbuhan ekonomi,
menarik masuknya modal dan tenaga ahli dari negara maju, mendatangkan devisa,
menghilangkan distorsi harga, dan meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat
dunia. Pandangan akan keunggulan dari perdagangan bebas dunia demikian kuatnya sehingga
dunia sangat mendambakan adanya perdagangan bebas atau globalisasi. Sampai-sampai pada
akhir masa pemerintahan Suharto, diadakan rapat APEC di Bogor yang dihadiri oleh banyak
kepala Negara (diantarnya, Presiden Clinton dari Amerika Serikat, Perdana Menteri Singapura,
dan tokoh lainnya) pada waktu mana Presiden Suharto berpidato "suka atau tidak suka, siap
tidak siap kita semuanya harus menerima globalisasi, perdagangan bebas dunia". Juga
dicanangkan bahwa perdagangan bebas ASEAN akan terjadi pada tahun 2010, perdagangan
bebas Asia akan terjadi tahun 2012, dan sebagainya.
4. Hutang Luar Negeri
Pada proses pelaksanaan pembangunan ekonomi negara negara berkembang, akumulasi
untang luar negeri merupakan satu gejala umum yang wajar, dimana tabungan dalam negeri
rendah, defisit neraca pembayaran sangat tinggi, dan impor modal juga sangat dibutuhkan
untuk menambah sumber daya domestic. Di Indonesia, perkembangan utang luar negeri
menunjukkan seakan aka nada korelasi positif antara peningkatan atau laju pertumbuhan PDB
riil dan peningkatan jumlah bantuan dan utang luar negeri atau antara peningkatan pendapatan
rata rata per kapita dan peningkatan jumlah bantuan dan utang luar negeri. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia rata rata per tahun sejak akhir 1970 selalu positif dan tingkat pendapatan
per kapita meningkat terus, tetapi jumlah utang luar negeri Indonesia juga bertambah terus
setiap tahun. Banyak negara sedang berkembang lainnya yang juga mengalami pertumbuhan
ekonomi yang tinggi selama decade 1970an hingga 1980an juga menunjukkan fenomena yang
sama.
Utang luar negeri Indonesia terdiri dari utang jangka panjang pemerintah dan utang jangka
panjang swasta yang dijamin maupun tidak oleh pemerintah, utang jangka pendek, dan kredit
dari IMF. Proporsi pinjaman dari IMF di dalam total utang luar negeri Indonesia mengalami
peningatan yang cukup besar sejak krisis ekonomi melanda Indonesia. Akhir tahun 1998
pinjaman Indonesia dari badan keuangan dunia tersebut mencapai 9 miliar dolar AS. Dapat
dikatakan bahwa selama krisis, selain komponen komponen utang luar negeri lainnya,
pinjaman IMF menjadi sangat penting yang membuat Indonesia tidak sampai mengalami status
“kebangkrutan” secara finansial. Berbeda dengan komponen komponen utang luar negeri
lainnya, pada prinsipnya fasilitas kredit dari IMF hanya digunakan untuk membiayai defisit
neraca pembayaran negara anggota yang masalahnya bersifat jangka pendek. Namun, untuk
pertama kalinya dalam sejarah lembaga keuangan dunia tersebut, yakni dalam kasus Indonesia
sejak krisis, IMF terlibat dalam pembiayaan satu negara yang mengalami defisit keuangan yang
sifatnya bukan lagi jangka pendek.
5. Neraca Pembayaran Indonesia
Data pada neraca perdagangan selama enam tahun (2002-2007) menunjukkan bahwa
ekspor Indonesia selalu lebih besar dari jumlah impor. Ini berarti neraca perdagangan Indonesia
selalu positif. Selain itu, jumlah surplus neraca barang ternyata selalu lebih besar daripada
defisit yang terjadi pada neraca jasa, sehingga transaksi berjalan selalu positif. Untuk transaksi
modal pada awalnya (tahun 2002 dan 2003) menunjukkan sisa negatif masing-masing sekitar
1 miliar dolar AS. Transaksi ini sebagian disebabkan oleh sumber dari sektor publik, namun
bagian yang lebih besar berasal dari sektor swasta. Jumlah ini berarti ada aliran modal keluar
dari sektor publik yang barangkali merupakan pelunasan hutang beserta bunganya, sedangkan
yang dari sektor swasta mungkin berupa investasi langsung (positif) untuk tahun 2002 sebesar
145 juta dolar AS dan berupa divestasi langsung (negatif) hampir 600 juta dolar AS pada tahun
2003. Untuk tahun 2004-2007, baik dari sektor publik maupun dari sektor swasta, keduanya
menunjukkan transaksi positif. Investasi portofolio selalu memuat angka positif yang makin
meningkat, yang berarti makin banyak investor asing yang membeli saham atau obligasi
perusahaan-perusahaan domestik. Angkanya mulai sekitar 1 miliar dolar pada tahun 2002
menjadi lebih dari 6 miliar dolar pada tahun 2007. Gabungan dari neraca lancar dan neraca
modal menunjukkan nilai positif dan oleh karena itu terjadi pembiayaan yang selalu negatf.
Akhirnya aktiva luar negeri Indonesia yang sejak tahun 2002 dinyatakan pada mutasi
cadangan devisa atas dasar konsep Internasional Reserve and Foreign currency Liquidity
(IRFCL) dan tidak lagi pada konsep Gross Foreign Assets (GFA) menunjukkan sekitar 5-6
bulan kebutuhan impor nonmigas dan kewajiban membayar hutang beserta bunganya ke luar
negeri.
REFERENSI

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar. Udayana University Press

Hall Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966. Yogyakarta: PAU
Ekonomi UGM

Anda mungkin juga menyukai