Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN LUAR NEGERI TERHADAP

KEGIATAN PERDAGANGAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang digulirkan melalui aturan World
Trade Organization (WTO) mau tidak mau mendorong negara-negara anggotanya
mengikuti aturan WTO. Liberalisasi perdagangan yang diprakasai melalui aturan WTO
menuntun negaranegara anggota WTO membuka pasarnya ke negara anggota lainnya.
Hampir tidak ada lagi hambatan masuk pasar bagi negara-negara anggota WTO,
penetapan tarif sebagai alat memroteksi produk asing untuk masuk ke pasar domestik
perlahan-lahan sudah ditinggalkan. Di sektor-sektor tertentu masih dikenakan tarif,
tetapi itupun relatif rendah, yaitu 0 - 5%. Sehingga negara-negara yang menjadi anggota
WTO mau tidak mau baik secara langsung maupun tidak langsung menganut ekonomi
pasar. Inti ekonomi pasar adalah adanya desentralisasi keputusan yang diberikan kepada
pelaku usaha berkaitan dengan apa, berapa banyak dan bagaimana proses suatu
produksi. Dengan demikian pelaku usaha diberi ruang gerak untuk mengambil
keputusan mengenai kegiatan usahanya. Untuk mendorong kegiatan usahanya,
Pemerintah menyediakan sarana dan prasarana supaya terdapat persaingan usaha yang
sehat dan kondusif, pelaku usaha akan berkompetisi untuk memenangkan persaingan.
Dalam kaitan ini seringkali terjadi siapa yang kuat di pasar dialah yang lebih unggul di
pasar yang bersangkutan. Mereka lambat laun akan memperbesar pangsa pasar,
meningkatkan produksi, memimpin harga dan menguasai distribusi.
Dengan berubahnya sistem ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi tertutup
menjadi sistem ekonomi terbuka, maka pasar sebagai tempat transaksi para penjual dan
pembeli barang atau jasa tidak lagi terbatas pada lokasi dan teritorialnya, tetapi sudah
merupakan jaringan network. Bagi pelaku usaha besar yang mempunyai jaringan yang
luas, mempunyai modal besar bersaing di pasar tidak menjadi suatu hambatan,
khususnya untuk masuk ke negara tertentu seperti Indonesia. Akibatnya barang atau
produk asing begitu mudah masuk ke pasar domestik. Barang-barang elektronik, buah,
pakaian jadi banyak ditemui di supermarket atau hypermarket di Indonesia, seperti di
Carrefour, Giant, dan lainnya. Persaingan antara produk asing dan produk dalam negeri
tidak dapat dihindarkan. Produk asing relatif lebih murah dibandingkan dengan produk
dalam negeri. Sementara konsumen masih cenderung memilih produk yang lebih
murah. Kondisi tersebut akan membawa dampak atau ancaman yang sangat serius
terhadap perkembangan produk dalam negeri, khususnya terhadap keberlangsungan
usaha kecil dan menengah yang semakin hari semakin tidak kompetitif dengan produk
asing.
Dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa salah
satu prioritas kebijakan luar negerinya adalah meningkatkan Perdagangan Luar Negeri
Indonesia demi kepentingan nasional. Prioritas kebijakan ini selanjutnya dijabarkan oleh
Menteri Luar Negeri Retno P. Marsudi yaitu dengan mewajibkan seluruh jajaran misi
diplomatik Indonesia di luar negeri untuk mengimplementasikan prioritas kebijakan
tersebut demi menunjang pencapaian kepentingan nasional dalam bidang ekonomi.
Perdagangan Luar Negeri berkaitan dengan pengelolaan hubungan luar negeri dalam
bidang ekonomi yang mencakup, namun tidak terbatas pada. kegiatan ekspor dan impor,
pinjaman dan bantuan luar negeri, perdagangan intemasional dan investasi.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo tampaknya mulai menyadari bahwa selama ini
diplomasi Indonesia- terlalu tcrpaku pada urusan politik dan keamanan, sehingga
dimensi ekonomi agak tcrahaikan. Sesungguhnya dimensi ekonomilah yang secara
nyata membuat diplomasi tcrkoneksi langsung dengan kepentingan rakyat. Jika
Perdagangan Luar Negeri hcrmasalah maka kepentingan ekonomi Indonesia di dunia
intemasional akan dirugikan dan akibatnya rakyat Indonesia harus dikorbankan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraia latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sistem kebijakan luar negeri di Indonesia dibidang ekspor dan
impor?
2. Bagaimana pengaruh kebijakan luar negeri terhadap kegiatan perdagangan di
Indonesia?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menganalis sistem kebijakan luar negeri di Indonesia dibidang ekspor
dan impor.
2. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan luar negeri terhadap kegiatan
perdagangan di Indonesia.

KAJIAN PUSTAKA
A. Literatur Review
Penelitian oleh (Elvina, 2014) yang berjudul “KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR
TERHADAP PERKEMBANGAN EKSPOR KAKAO DI INDONESIA”.
Perekonomian suatu negara, kebijakan perdagangan internasional berperan sangat
penting. Kebijakan perdagangan tersebut pada umumnya diutamakan untuk perluasan
pasar internasional dan proteksi bagi pembeli domestik (industri atau rumah tangga).
Namun tidak tertutup kemungkinan, kebijakan perdagangan tersebut ditujukan untuk
meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pajak/pungutan dan terkait dengan
kebijakan luar negeri suatu negara atau alasan-alasan politik. Dalam konteks ini,
kebijakan pemerintah tentang penerapan PE untuk biji kakao lebih diutamakan untuk
meningkatkan penerimaan pemerintah dan bagi industri dalam negeri penghasil produk
turunan kakao, seperti industri makanan dan minuman. Kakao merupakan salah satu
komoditi ekspor terbesar Indonesia sehingga komoditi kakao sering mendapat perhatian
khusus dari pemerintah, dimana pemerintah pernah menetapkan Pajak Pertambahan
Nilai 10 persen (PPN) untuk komoditi pengolahan kakao di dalam negeri.
Selanjutnya penelitian oleh (Zaroni, 2015) dengan judul “Globalisasi Ekonomi
Dan Implikasinya Bagi Negara-Negara Berkembang : Telaah Pendekatan Ekonomi
Islam”. Globalisasi ekonomi adalah peningkatan integrasi ekonomi dan saling
ketergantungan ekonomi nasional, regional dan lokal di seluruh dunia melalui
intensifikasi pergerakan lintas batas barang, jasa, teknologi dan modal. Globalisasi
mengarah pada perdagangan yang lebih bebas antar negara. Ini adalah salah satu
manfaat terbesarnya bagi negara-negara berkembang. Industri dalam negeri melihat
hambatan perdagangan turun dan memiliki akses ke pasar internasional yang jauh lebih
luas. Sementara masuknya perusahaan asing dan modal asing menciptakan pengurangan
pengangguran dan kemiskinan secara keseluruhan, hal itu juga dapat meningkatkan
kesenjangan upah antara mereka yang berpendidikan dan yang tidak. Dalam jangka
panjang, tingkat pendidikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kesehatan
keuangan negara-negara berkembang, tetapi dalam jangka pendek, beberapa orang
miskin akan menjadi lebih miskin. Tidak semua orang akan berpartisipasi dalam
peningkatan standar hidup. Menurut ekonomi Islam, globalisasi ekonomi harus
dilakukan dengan pendekatan yang tepat agar tidak menimbulkan banyak masalah yang
berpotensi merugikan negara-negara yang sedang berkembang. Pendekatan yang
digunakan harus didasarkan pada keadilan dan kesetaraan dalam interaksi manusia, dan
pendekatan multidisiplin yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, moral,
intelektual, sosial, historis, demografis, dan politik.
Penelitian oleh (Agussalim, 2019) dengan judul “HAMBATAN EKONOMI
INDONESIA TERHADAP PEREKONOMIAN GLOBAL”. Pemeratan kesempatan
berusaha di Indonesia masih banyak menghadapi ketulala yang bercifat struktural.
Kendala-kentlala tersebut sulit ditembus khusunl,a oleh para pelaku ekonomi kuat
masuk pa,sar dan menperkuat penghalang tnautk dengan mengadakan berbagai
konglomerasi bisnis yang seharusnya dapat dihkukat oleh para pelaku ekononi kecil
dalan skttla kecil-kecilan. Rendahnya kesempator berusaha ini juga akbiat tlari tidak
seragomnya aliran masuk modal antara pelaku ekononi kuat dan ekononi kecil.
Modul ,tangat santer mengalir ke pelaku ekononri kuat, sehingga pelaku ekonomi kecil
terhambat masuk ke industri yang bersifat kompetetif.

B. Kerangka Teori
Pada saat ini, arah kebijakan politik luar negeri Indonesia yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo
mengutamakan kepada empat prioritas politik luar negeri Republik Indonesia, yaitu
Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Perlindungan Warga Negara
Indonesia (WNI), Perdagangan Luar Negeri dan Peran Internasional. Salah satu prioritas
politik luar negeri Indonesia adalah Perdagangan Luar Negeri. Pada saat ini, Indonesia
tidak hanya mengandalkan ekspor ke negara mitra dagang utama Indonesia selama ini
atau yang disebut dengan pasar tradisional. Akan tetapi, pemerintah Indonesia juga
mengarahkan fokus kebijakan ekspornya kepada pasar non tradisional, dengan tujuan
untuk dapat meningkatkan ekpor Indonesia pada tahun ini dan juga pada tahun-tahun
yang akan datang.
Perdagangan Luar Negeri Indonesia melalui perdagangan semakin intensif
dilaksanakan, terutama pada saat ini adalah dengan negara-negara yang menjadi mitra
dagang Indonesia yang terdiri atas pasar tradisional dan pasar non tradisional bagi
Indonesia. Intensifitas perdagangan dengan implementasi Perdagangan Luar Negeri
khususnya semakin meningkat dan memfokuskan kepada pasar non tradisional. Negara-
negara yang merupakan pasar non tradisional Indonesia terdiri atas lebih kurang 9
negara yang tersebar di berbagai kawasan. Pasar non tradisional adalah negara-negara
yang potensial secara ekonomi dan prospektif untuk menjadi tujuan pasar bagi
Indonesia, sebagai contoh negara-negara di kawasan Amerika Latin, Eropa Tengah dan
Timur, Afrika, Asia Selatan dan Tengah dan Pasifik Selatan.
Sebagai respon terhadap penurunan nilai ekspor tersebut, pemerintah Indonesia
merumuskan dan mengambil kebijakan dengan mmbuat kebijakan luar negeri melalui
perdagangan, yaitu terutama dengan meningkatkan ekspor Indonesia dan menentukan
alokasi sumber daya (misal sumber daya manusia dan anggaran promosi bidang
ekonomi) di perwakilan Indonesia di mancanegara. Menteri Luar Negeri RI melalui
pernyataan pers 29 Oktober 2014 menegaskan pentingnya empat pilar Perdagangan
Luar Negeri dan perdagangan terutama sebagai upaya untuk melakukan perluasan dan
peningkatan akses pasar produk Indonesia. Salah satu cara adalah dengan mendorong
perubahan mindset para diplomat Indonesia supaya lebih aktif melaksanakan
Perdagangan Luar Negeri serta penguatan kapasitas dan sumber daya perwakilan RI
khususnya di pasar non-tradisional.

METODE PENELITIAN
A. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Studi
kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan tinjauan pustaka ke
perpustakaan dan pengumpulan bukubuku, bahan-bahan tertulis serta referensi-referensi
yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Studi kepustakaan juga menjadi
bagian penting dalam kegiatan penelitian karena dapat memberikan informasi tentang
modal sosial bank plecit secara lebih mendalam. Menurut Nazir studi pustaka adalah
teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah terhadap buku-buku,
literaturliteratur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang memiliki hubungan dengan
permasalahan yang akan diselesaikan. Teknik ini digunakan untuk memperoleh dasar-
dasar dan pendapat secara tertulis yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

B. Teknik Analisi Data


Analisis data merupakan langkah yang terpenting dalam suatu penelitian. Data
yang telah diperoleh akan dianalisis pada tahap ini sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis model Miles and Huberman. Menurut
(Miles and Huberman dalam Sugiyono, 2005:91) “mengemukakan bahwa aktivitas
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.” Aktivitas analisis data yaitu data
reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
1. Data Reduction (Reduksi Data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
bila diperlukan. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui wawancara
kemudian data tersebut dirangkum, dan diseleksi sehingga akan memberikan
gambaran yang jelas kepada penulis. Penulis dalam penelitian ini
memfokuskan pada pemustaka, khususnya yang berhubungan dengan
kenyamanan membaca.
2. Data Display (Penyajian Data) Langkah selanjutnya setelah data direduksi
adalah data display atau menyajikan data. Dalam penulisan kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang paling sering digunakan
adalah teks yang bersifat naratif.(Sugiyono,2005:95). Penyajian data
dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan sub bab-nya masing-
masing. Data yang telah didapatkan dari hasil wawancara, dari sumber
tulisan maupun dari sumber pustaka dikelompokkan, selain itu juga
menyajikan hasil wawancara dari informan yaitu pemustaka yang sedang
membaca di ruang perpustakaan.
3. Conclusion Drawing/Verification (Simpulan/Verifikasi) Langkah yang
terakhir dilakukan dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Simpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Simpulan dalam
penulisan kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya kurang jelas sehingga menjadi jelas setelah diteliti.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Sistem Kebijakan Luar Negeri di Indonesia Di Bidang Perdagangan
Dalam perekonomian suatu negara, kebijakan perdagangan internasional
berperan sangat penting. Kebijakan perdagangan tersebut pada umumnya diutamakan
untuk perluasan pasar internasional dan proteksi bagi pembeli domestik (industri atau
rumah tangga). Namun tidak tertutup kemungkinan, kebijakan perdagangan tersebut
ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pajak/pungutan dan
terkait dengan kebijakan luar negeri suatu negara atau alasan-alasan politik. Dalam
konteks ini, kebijakan pemerintah tentang penerapan PE untuk biji kakao lebih
diutamakan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dan bagi industri dalam negeri
penghasil produk turunan kakao, seperti industri makanan dan minuman.
Dalam era perdagangan global, kebijakan Perdagangan Luar Negeri menjadi
sangat penting. Di dalam menyusun kebijakan PERDAGANGAN LUAR NEGERI,
pemerintah Indonesia mempunyai komitmen terhadap sejumlah blok perdagangan,
khususnya berikut ini:
1. WTO. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO, kebijakan yang
diterapkan harus sejalan dengan ketentuan-ketentuan di bidang perdagangan
internasional yang telah disepakati bersama di dalam WTO yang menuju
perdagangan bebas dunia sepenuhnya.
2. APEC. Kebijakan PERDAGANGAN LUAR NEGERI Indonesia harus juga
sejalan dengan kesepakatan dalam APEC yang menerapkan perdagangan
bebas oleh negara-negara maju (NM) anggota APEC pada tahun 2010 dan
diikuti oleh negaranegara berkembang (NSB) anggota APEC pada tahub
2020.
3. ASEAN. Kebijakan PERDAGANGAN LUAR NEGERI negeri Indonesia
juga harus sejalan dengan kebijakan AFTA menuju perdagangan bebas yang
telah dimulai sejak tahun 2003, termasuk sejumlah ASEAN Plus, seperti
FTA ASEAN dengan Korea, China, Jepang, India, New Zealand, Amerika
dan Serikat. Juga kebijakan PERDAGANGAN LUAR NEGERI Indonesia
harus sejalan dengan kesepakatan untuk mempercepat integrasi Ekonomi
ASEAN dari 2020 menjadi 2015.
4. EPA. Indonesia telah menandatangani Economic Partnership Agreement
(EPA) dengan Jepang pada awal tahun 2006. Oleh karena itu, kebijakan
PERDAGANGAN LUAR NEGERI Indonesia juga harus disesuaikan
dengan kesepakatan tersebut.
5. KEK. Indonesia juga telah membuat kesepakatan untuk membentuk
Kawasan Ekonomi Khusus dengan Singapura, dan ini berarti Indonesia
punya suatu komitmen yang harus dicerminkan di dalam kebijakan
PERDAGANGAN LUAR NEGERInya.
Bukan lagi suatu rahasia umum bahwa era perdagangan bebas adalah era
persaingan. Oleh sebab itu Indonesia harus meningkatkan efisiensi, produktivitas,
kapasitas produksi dan inovasi disetiap sektor untuk secara bersama menunjang
peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar dunia maupun di pasar domestik
dalam menghadapi persaingan dari produk-produk impor. Ini tentu bukan hanya tugas
dari Departemen Perdagangan, melainkan juga tanggung jawab dari semua departemen
terkait. Oleh karena itu, efektivitas dari kebijakan perdagangan luar negeri, selain
ditentukan oleh baik tidaknya kebijakan itu sendiri dan pelaksanaannya, juga ditentukan
oleh kebijakan-kebijakan lainnya.
Kebijakan umum dibidang PERDAGANGAN LUAR NEGERI pada dasarnya
terdiri dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan tersebut merupakan
implementasi dari fungsi pemerintah di sektor PERDAGANGAN LUAR NEGERI
seperti fungsi trade advocacy, market penetration, akses ke pasar dan lain-lain. Tujuan
utama dari kebijakan ekspor adalah meningkatkan ekspor dengan prasyarat bahwa
kebutuhan pasar domestik telah terpenuhi. Sedangkan tujuan utama dari kebijakan
impor adalah dua, yakni:
1. Mengurangi impor dengan prasyarat bahwa produksi dalam negeri bisa
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dengan tingkat efisiensi yang
paling tidak sama dengan produk impor, atau
2. Menambah impor jika produksi dalam negeri tidak bisa memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Dalam kata lain, kebijakan PERDAGANGAN
LUAR NEGERI harus tetap berlandaskan pemikiran bahwa sebuah negara
akan melakukan ekspor jika negara itu memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif atas negara lain, dan, mengimpor jika sebaliknya.
Indonesia sebenarnya menghadapi dua pilihan, yakni lebih memilih mengikuti
WTO atau lebih fokus terhadap kesepakatan-kesepakatan regional dan bilateral dengan
sejumlah negara. Sebagai salah satu negara anggota WTO, jelas Indonesia harus taat
WTO, yang artinya kebijakan PERDAGANGAN LUAR NEGERI Indonesia harus
sejalan dengan ketentuan-ketentuan di bidang perdagangan internasional yang telah
disepakati bersama di dalam WTO yang menuju perdagangan bebas dunia sepenuhnya.
Sebenarnya, sesuai dengan arah dari WTO, dapat dikatakan bahwa regim
PERDAGANGAN LUAR NEGERI Indonesia termasuk yang paling liberal, terutama di
kawasan Asia Tenggara, khususnya setelah krisis ekonomi 1997/98. Namun demikian,
terbukti bahwa keikut-sertaan Indonesia dalam WTO tidak menjamin daya saing global
dari produk-produk Indonesia karena selama ini kebijakan PERDAGANGAN LUAR
NEGERI Indonesia yang cenderung semakin liberal tidak didukung oleh langkah-
langkah konkrit lainnya. Dilihat dari nilai totalnya, berdasarkan data WTO 2007,
Indonesia tidak termasuk 10 besar di dunia.
Sedangkan dilihat dari persentasenya terhadap produk domestik bruto (atau
GDP), posisi Indonesia juga relatif kecil jika dibandingkan, misalnya, dengan beberapa
negara ASEAN lainnya. Sementara itu, menurut penelitian dari McKinsey Global
Institute (2005), ekspor industri Indonesia masih terpusatkan di industri-industri yang
pertumbuhannya relatif rendah. Misalnya hasil studinya menunjukkan untuk periode
2000-2004 lebih dari 50% dari ekspor produk industri Indonesia adalah di pengolahan
makanan, alas kaki, dan tekstil; sedangkan untuk mesin, alat-alat produksi, dan produk-
produk dari elektronik hanya sekitar 7%.3 Dalam beberapa tahun belakangan ini
pemerintah Indonesia juga berupaya membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
dengan negara-negara yang berbatasan langsung. Yang sudah terbentuk adalah dengan
Singapura. Tujuan dari pembentukan KEK ini adalah untuk meningkatkan perdagangan
antara kedua negara, dan sekaligus juga merealisasikan pertumbuhan KEK di Indonesia,
khususnya KEK di Batam, Bintan dan Karimun. Selain itu, pemerintah Indonesia juga
semakin gencar membentuk bilateral FTA atau EPA.
Pemerintah berarguman bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing
Indonesia secara global, diupayakan perwujudan Economic Partnership Agreement
(EPA) dengan banyak negara potensial. Misalnya bilateral FTA dengan Korea Selatan
yang telah ditandatangani pada bulan Juni 2006, dan EPA dengan Jepang (IJ-EPA),
yang ditandatangani pada tanggal 25 Januari 2006 lalu di Tokyo. Tujuan dari IJ-EPA ini
adalah untuk meningkatkan perdagangan antar kedua negara, dan untuk
mewujudkannya ada tiga pilar penting, yakni kerja sama peningkatan kapasitas produksi
antara kedua pemerintah yang dilakukan melalui pusat pengembangan industri
manufaktur yang akan difasilitasi Jepang, fasilitas perdagangan, serta liberalisasi yang
menghapus sebagian besar tarif bea masuk ke kedua negara. akan memfokuskan pada
peningkatan kapasitas di 13 sektor penunjang investasi Jepang di Indonesia, yaitu
pengerjaan logam, percetakan alat mesin, promosi ekspor dan investasi, usaha kecil dan
menegah (UKM), komponen otomotif, elektronik, baja, tekstil, petrokimia/oleokimia,
logam non besi, dan makanan dan minuman. Ke 13 sektor itu masuk program
pengembangan kapasitas industri melalui Manufacturing Industry Development Centre
(MIDEC). MIDEC adalah bagian dari pilar pengembangan kapasitas untuk
meningkatkan daya saing produk Indonesia. Kesepakatan ini menyangkut lebih dari
90% dari jumlah pos tarif yang akan dihapuskan atau dikurangi.
Menanggapi lemahnya ekspor pertanian Indonesia ke Jepang tersebut, Saragih
(2007) menegaskan bahwa hal ini terkait erat dengan lemahnya Indonesia dalam
kualitas, dan oleh karena itu, salah satu langkah yang harus segera diambil adalah
perbaikan sertifikasi produk, selain tentu hal-hal lain seperti peningkatan kualitas SDM
dan teknologi merupakan prasyarat yang mutlak. Sebenarnya, pemerintah Indonesia
menyadari bahwa daya saing global Indonesia cenderung melemah, dan oleh karena itu,
dalam rapat kerja Departemen Perdagangan RI pada tanggal 26 – 28 Juli 2006 lalu di
Jakarta, Menteri Perdagangan menjelaskan beberapa hal pokok yang perlu dilakukan
dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia, yang dijabarkan dalam empat misi
utama. Keempat misi tersebut adalah:
1. Meningkatkan kelancaran distribusi, penggunaan produk dalam negeri,
perlindungan konsumen dan pengamanan perdagangan;
2. Memaksimumkan keuntungan daya saing bangsa Indonesia dalam
persaingan global;
3. Mewujudkan pelayanan publik dan good governance;
4. Meningkatkan peran penelitian dan pengembangan, dan proses konsultasi
publik dalam pengambilan keputusan di sektor perdagangan.
Guna mencapai misi tersebut, Departemen Perdagangan menggunakan metode
kebijakan luar negeri sebagai alat untuk menjembatani rencana strategis dengan
operasional agar pencapaiannya dapat terwujud dan terukur, secara merata di seluruh
penjuru Indonesia. Selain hal-hal di atas Departemen Perdagangan juga menyadari
pentingnya arti sinergi antara pusat dan daerah sehingga seluruh kebijakan dan
implementasinya dapat terkordinasikan dan dijalankan dengan baik. Selain itu,
pemerintah terus berusaha memperkuat posisinya di dalam WTO, agar Indonesia bisa
lebih diuntungkan oleh kesepakatan-kesepakatan WTO. Untuk meningkatkan daya
saing produk dalam negeri, upaya yang dilakukan Departemen Perdagangan antara lain
menurunkan ekonomi biaya tinggi, memperlancar arus barang dan jasa, serta
meningkatkan daya saing komoditi ekspor. Implementasinya dengan menyederhanakan
prosedur perizinan, mengurangi hambatan distribusi (perda dan retribusi); transparansi
kebijakan dan memfasilitasi infrastruktur perdagangan dalam negeri. Agar keempat misi
tersebut dapat dilakukan secara optimal, diperlukan adanya pemahaman bersama dari
semua takeholders dalam mendukung peningkatan daya saing produk Indonesia. Untuk
itu, Departemen Perdagangan telah menyusun road map peningkatan daya saing produk
Indonesia dengan target pada tahun 2010 akan tercipta 200 merk yang mempunyai daya
saing di pasar domestik dan internasional. Ke-200 merk tersebut akan menjadi produk-
produk dengan disain yang bagus buatan Indonesia dengan dukungan 3 kekuatan
(branding, packaging, product design); yang dilindungi dengan HKI. Sementara itu,
peranserta daerah dalam hal ini dapat diwujudkan melalui pemetaan produk unggulan
yang bermerk yang siap bersaing di pasar Internasional.
Pengaruh Kebijakan Luar Negeri Terhadap Kegiatan Perdagangan di Indonesia
Perdagangan Luar Negeri kini menjadi salah satu prioritas dalam politik luar
negeri Indonesia terutama sejak pemerintahan terakhir (era Presiden Joko Widodo).
Presiden Indonesia menyampaikan bahwa seluruh duta besar RI harus berperan sebagai
salesman, dengan porsi 90 persen aspek ekonomi dan hanya 10 persen untuk aspek
politik (Susilo, 2014). Jokowi menginginkan akses pasar-pasar luar negeri diperluas
sehingga dapat mendorong volume ekspor Indonesia. Diharapkan dengan
berkembangnya ekspor Indonesia, maka pada akhirnya dapat membantu mendorong
perekonomian dalam negeri termasuk mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia.
Perdagangan Luar Negeri untuk mencapai kesejahteraan ekonomi menjadi bagian yang
semakin penting dalam politik luar negeri di berbagai negara, dan salah satu bagian dari
Perdagangan Luar Negeri ini adalah diplomasi perdagangan. Perdagangan luar negeri
merupakan salah satu variabel penting pertumbuhan ekonomi di suatu perekonomian;
tidak mengherankan bahwa seluruh negara berupaya keras untuk mendorong kerjasama
perdagangan dengan tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Mudahnya tujuan tersebut dapat dicapai dengan mendorong ekspor dalam negeri
dan mengurangi volume impor sebagaimana dipahami oleh para ekonom beraliran
merkantilis. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah dengan Produk
Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan indikator kesejahteraan perekonomian di suatu
negara dan dapat menjadi rujukan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat yang
diukur dengan tingkat pendapatan (income). Maka semakin meningkat ekspor suatu
negara, pendapatan masyarakat akan meningkat pula. Namun demikian, di era
perekonomian terbuka saat ini maka pada saat bersamaan pula arus impor juga akan
meningkat yang dimana dalam pengukuran pertumbuhan ekonomi, meningkatnya nilai
impor akan berdampak terhadap penurunan PDB. Maka dari itu, liberalisasi
perdagangan suatu negara di satu sisi akan mendorong peningkatan nilai perdagangan,
namun disisi lain akan mempengaruhi neraca perdagangannya.
Secara ekonomi perdagangan internasional juga akan berpengaruh terhadap
aspek-aspek konsumsi, produksi, dan distribusi pendapatan (Sjahril, 2013). Paper ini
menyoroti dampak perdagangan internasional yang dilakukan Indonesia terhadap
kesejahteraan masyarakatnya. Secara teori, liberalisasi perdagangan diharapkandapat
membentuk pola perdagangan yang efisien berdasarkan prinsip keunggulan komparatif.
Adopsi dari prinsip keunggulan komparatif akan menjamin bahwa sebuah negara akan
meraih kesejahteraan ekonomi yang lebih besar melalui partisipasi dalam perdagangan
luar negeri daripada melalui proteksi perdagangan (Gilpin, 2001). Dalam model
perdagangan standar, sebuah negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan
dengan melakukan spesialisasi, memproduksi, dan mengekspor barang yang memiliki
keunggulan komparatif. Sebaliknya, negara tersebut lebih baik mengurangi produksi
serta mengimpor barang yang tidak memiliki keunggulan komparatif (Berg, 2005, hal.
330). Teori standar ini telah mengundang pro dan kontra. Salah satunya terkait argumen
yang mendukung pengenaan proteksi yang dianggap perlu dalam kasus-kasus tertentu.
Sebaliknya, terdapat berbagai peneliti yang menemukan berbagai hambatan
spesifik atau khusus di suatu negara, justru menghambat pertumbuhan perdagangan
dunia (Kalirajan, 1999). Seiring dengan perkembangan zaman, teori keunggulan
komparatif mengalami banyak pengembangan dan memunculkan teori lain seperti
international product life cycle, competitive advantage, dan hyper competitive. Dari
ketiga tersebut, salah satu yang cukup dikenal adalah teori competitive advantage yang
dipelopori oleh Michael Porter yang intinya bahwa dalam era persaingan global ini,
suatu negara akan dapat bersaing bila memiliki faktor-faktor dominan seperti factor and
demand conditions, related & supporting industry, dan firm strategy structure and
rivalry. Bahkan akhir-akhir ini telah muncul kecenderungan terjadinya competitive
liberalization yang merupakan kombinasi implementasi teori comparative advantage
yang dinamis dengan teori competitive advantage. Pada sisi lain, kebijakan perdagangan
yang semakin terbuka sebagaimana yang diterapkan Indonesia saat ini, telah
memperbesar resiko guncangan eksternal terhadap perekonomian domestik, khususnya
terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Perdagangan internasional memberikan beberapa dampak positif, yaitu
meningkatkan persaingan, meningkatkan perbaikan (inovasi) dan mempercepat tingkat
kemajuan teknis yang mengarah pada kepentingan efisiensi melalui struktur biaya yang
lebih kompetitif dan perbaikan produktivitas. Peningkatan nilai ekspor indonesia
membawa dampak nilai neraca perdagangan Provinsi Sumatera Utara tetap positif, ini
terlihat dari realisasi nilai ekspor yang selalu lebih besar dari nilai impor. Dengan
demikan perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi suatu
negara. Keberhasilan perdagangan luar negeri semakin menentukan proses
pembangunan nasional. Kegiatan ekspor dan impor merupakan komponen dalam
struktur PDB (Produk Domestik Bruto). Usaha meningkatkan nilai ekspor ini selalu
dilakukan pemberi kebijakan dalam hal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
Secara umum aktivitas ekspor akan memberikan dampak terhadap kesejahteraan
masyarakat melalui sektor produksi yang bersangkutan, setelah itu akan melalui jalur
faktor produksi. Sementara mengutip buku Perdagangan Internasional (2018) yang
ditulis oleh Wahono Diphayana, perdagangan internasional memiliki pengertian yang
diartikan sebagai kegiatan transaksi bisnis dengan pihak yang terkait lebih dari satu
negara. Selain manfaat, kegiatan perdagangan internasional ini rupanya memiliki
sederet dampak buruk. Dampak negatif perdagangan internasional antara lain adanya
persaingan usaha yang tidak sehat. Dampak negative dari kebijakan perdagangan
internasional yaitu sebagai berikut:
1. Produk lokal asli buatan dalam negeri mengalami penurunan penjualan
Dengan adanya produk dari luar negeri karena aktivitas perdagangan
internasional, tentunya akan berdampak dan berpengaruh terhadap produk
dalam negeri sendiri.  Perdagangan internasional menciptakan pasar
persaingan baru yang jangkauan dan lingkupnya lebih luas karena mencakup
mancanegara. Karena persaingan tersebut  yang melibatkan industri antar-
negara, ketika industri luar memiliki kualitas produksi barang yang tinggi
tetapi dengan harga terjangkau, maka konsumen akan lebih tertarik untuk
membeli produk luar.  Akibatnya produk pribumi akan mengalami
penurunan dalam jumlah penjualan. Karena pasar biasanya cenderung
mencari barang dengan kualitas tinggi tetapi harga terjangkau. Selain itu,
dengan terbukanya perdagangan internasional pun memunculkan budaya
konsumtif akan brand. Banyak konsumen yang bersedia membeli barang
impor dengan harga mahal, jika produk tersebut merupakan produksi dari
brand yang ternama demi mengikuti gaya hidup.
2. Cenderung ketergantungan pada negara-negara maju
Dampak negatif perdagangan internasional antara lain ketergantungan pada
negara maju. Dampak negatif berikutnya yang disebabkan karena adanya
perdagangan internasional adalah munculnya ketergantungan negara miskin
atau negara berkembang pada negara maju.  Hal ini disebabkan karena faktor
produksi terutama teknologi, dimana negara maju jauh lebih canggih di
bidang teknologi sehingga memiliki produk yang lebih berkualitas. 
Akibatnya warga negara lokal dibanding berupaya berinovasi menciptakan
produk serupa lebih memilih impor dari negara maju tersebut. Jika dilihat
dari segi konsumsi akan barang, kita tahu bahwa pengembangan barang
digital, teknologi, dan otomotif dikuasai secara masif oleh negara yang sudah
maju.  Sedangakn negara berkembang dan negara miskin cenderung hanya
menjadi konsumen dan tidak berinovasi untuk menciptakan produk yang
sama, karena sudah nyaman dan dimanjakan produk impor.
3. Industri kecil kalah bersaing Modal adalah instrumen penting dalam
membangun usaha.
Karenanya keterbatasan modal akan membuat industri dengan pasar kecil
mengalami banyak hambatan untuk melakukan pengembangan diri terhadap
usahanya. Dengan adanya aktivitas perdagangan internasional, hal ini
semakin menghimpit industri kecil dan membatasi ruang gerak dari industri
tersebut.  Alhasil banyak pengusaha baru yang harus gulung tikar karena
selain harus berupaya melawan industri nasional tetapi juga harus bersaing
dengan industri internasional atau bahkan industri multinasional yang
memiliki jumlah modal lebih besar.
4. Adanya persaingan tidak sehat
Dampak negatif perdagangan internasional antara lain persaingan tak sehat.
Pemerintah dalam memenangkan perdagangan internasional seringkali
menciptakan persaingan yang tidak sehat antar industri.  Pemerintah
menerapkan banyak sekali kebijakan seperti dumping, kemudian juga
praktik tarif impor yang memicu munculnya pungutan liar jelas sangat tidak
sehat. Dengan adanya praktik seperti itu yang kemudian dijadikan sebuah
kebijakan akan menciptakan prinsip usaha yang tidak sehat dan ada akhirnya
merusak esensi awal dari adanya perdagangan internasional.
5. Munculnya penjajahan ekonomi dari negara lain
Dampak negatif lainnya yang hadir secara  tidak disadari adalah negeri
sendiri akan dijajah secara ekonomi oleh negara lain.  Ketika produk dalam
negeri tidak mampu mengimbangi pasar dan penjualan barang impor dari
luar negeri, pada akhirnya produk buatan Indonesia sendiri akan tersisih dan
tidak laku di pasaran. Negara yang banyak melakukan import barang dari
luar negeri maka negaranya akan dikuasai oleh produk dari negara lain.
Masyarakat tidak akan membeli produk lokal yang akhirnya tersisih
dikalahkan oleh produk yang datang dari negara lain. Sehingga secara tidak
langsung kita telah dijajah karena dijadikan alat pengeruk keuntungan bagi
negara lain.
6. Munculnya eksploitasi SDA dan SDM
SDA adalah sumber daya alam sedangkan SDM adalah sumber daya
manusia. Karena adanya perdagangan internasional, industri nasional akan
berusaha untuk bersaing dengan industri dari negara luar dengan berbagai
macam cara. Persaingan  ini menciptakan ambisi dan pada akhirnya
berakibat dan berefek pada bangsa sendiri. Para pemilik usaha di Indonesia
akan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam dan sumber daya
manusia tanpa memikirkan dampaknya bagi Indonesia.  Dan kerugian yang
akan dihasilkan nantinya. Hal ini mereka lakukan demi mendapatkan
keuntungan yang besar meskipun dengan modal yang kecil.
7. Industri lokal akan kesulitan mendapatkan bahan baku yang diekspor
Dampak negatif perdagangan internasional antara lain juga pada kesulitan
bahak baku pelaku usaha lokal. Perdagangan internasional membuat bahan
mentah dalam negeri terjual di luar negeri. Masifnya ekspor bahan mentah
menyebabkan pasokan bahan mentah di Indonesia akan menipis.  Hal ini
memberikan kesulitan lainnya bagi industri lokal untuk melakukan produksi
karena bahn baku yang menipis atau bahkan tidak ada. Contohnya adalah
industri baja indonesia yang mengalami kesulitan dalam produksi. Hal ini
dikarenakan bijih besi mentah telah habis diekspor. Akibatnya industri lokal
kesulitan melakukan produksi baja karena bahan baku yang dibutuhkan tidak
ada.
8. Menyebabkan turunnya nilai mata uang rupiah
Dengan banyaknya kegiatan impor yang dilakukan oleh negara tersebut, hal
ini berdampak pada pertukaran nilai mata uang rupiah dengan nilai mata
uang luar negeri. Dampak negaif dari pertukaran mata uang tersebut
menyebabkan turunnya nilai mata uang rupiah. Untuk mengatasi dampak
negatif perdagangan internasional dapat dilakukan dengan kebijakan
pemerintah seperti pengenaan bea masuk, tarif impor, pajak, subsidi
pengusaha lokal, dan sebagainya. 

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Kebijakan luar
negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat
keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya,
dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam
terminologi kepentingan nasional. Danya kebijakan luar negeri dibidang perdagangan
mebawa pengaruh positif dan juga negative bagi indonesia. Secara umum aktivitas
ekspor akan memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat melalui sektor
produksi yang bersangkuta. Sementara itu, selain manfaat, kegiatan perdagangan
internasional ini rupanya memiliki sederet dampak buruk. Dampak negatif perdagangan
internasional antara lain adanya persaingan usaha yang tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Kinerja Diplomasi Ekonomi: Evaluasi atas Perjanjian Perdagangan dan Investasi.


(2015). Jurnal Politik, 2(1).
Elfianan. (2014). KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERKEMBANGAN
EKSPOR KAKAO DI INDONESIA. Jurnal Lentera, 14(10).
Napoline, N. (2015). PENGARUH KEGIATAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA
UTARA. Jurnal Ekonomi, 4(2).
Sabaruddin, S. S. (2015). DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL
INDONESIA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT: APLIKASI
STRUCTURAL PATH ANALYSIS. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
17(4).
Sillahi, J. U. (2009). ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM teNTANG
PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI (UU No. 5 Tahun 1984
Tentang Perindustrian) . Jurnal Hukum, 2(1).
Siswanto, B. (2019). PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK DAN KINERJA
EKSPOR INDONESIA DALAM RANGKA PEMULIHAN PEREKONOMIAN
INDONESIA. Jurnal Ekonomi.
Syadullah, M. (2019). POTENSI PELAKSANAAN DIALOG KEBIJAKAN
INDONESIA – NEGARANEGARA DI KAWASAN AFRIKA. Jurnal Hukum,
6(3).
Tambunan, T. (2018). ARAH KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA DALAM
PERDAGANGAN DAN INVESTASI RIIL . Jurnal Industri.
Zahroni, A. N. (2015). Globalisasi Ekonomi Dan Implikasinya Bagi Negara-Negara
Berkembang : Telaah Pendekatan Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Islam, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai