Anda di halaman 1dari 14

PERAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN KEBIJAKAN

PRIVATISASI TERHADAP KINERJA BUMN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 14 :

A.A ISTRI MEINDA KARTIKA (17/2202612010861)


NI MADE PRIYATNI (27/2202612010872)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS


MAHASARASWATI DENPASAR
2023
A. Definisi Arti Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Jika dibandingkan
dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan
internasional sangatlah rumit dan kompleks.
Pada beberapa negara, perdagangan internasional menjadi salah satu
faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional
telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi,
sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan
internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi,
globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

B. Peran Perdagangan Internasional Dalam Perekonomian Indonesia


Setiap negara yang melakukan perdagangan dengan negara lain tentunya
akan memperoleh peranan bagi negara tersebut. Peran tersebut antara lain:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dinegeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di
setiap negara. Faktor-faktor tersebut antara lain kondisi geografi, iklim,
tingkat penguasaan IPTEK dan lainnya. Dengan adanya perdagangan
internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak dapat
diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh
keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara
dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang
diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara
tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. Dengan mengadakan
spesialisasi dalam perdagangan, setiap negara dapat memperoleh

1
keuntungan seperti faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat
digunakan dengan lebih efesien dan setiap negara dapat menikmati lebih
banyak barangdariyang dapat diproduksi dalam negri yang dapat
diproduksidalam negeri.
3. Memperluas Pasar dan Menambah Keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat
produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi
kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan
mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut
keluar negri.
4. Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari
teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih
modern. Akibat Perdagangan Internasional adalah tukar-menukar barang
dan jasa antar negara, pergerakan sumber daya melalui batas-batas negara,
dan pertukaran dan perluasan penggunaan teknologi sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara.

C. Hambatan Perdagangan Internasional Dalam Perekonomian Indonesia


Perdagangan internasional bukan hanya melibatkan orang-orang di
tingkat pemerintahan saja, melainkan juga masyarakat perorangan maupun
kelompok yang menggeluti bisnis ekspor dan impor. Sehingga, apabila terjadi
hambatan perdagangan internasional, sudah pasti kuantitas kebutuhan tertentu
akan mengalami penurunan di pasar. Maka, dampaknya juga sangat terasa pada
pendapatan negara yang akan menurun dari sektor ekspor.
Hambatan perdagangan internasional juga dapat berdampak negatif
terhadap perkembangan bidang industri dan investasi pada suatu negara. Oleh
karenanya, penting sekali untuk memahami faktor yang menjadi penghambat
perdagangan internasional agar dapat diantisipasi dan dicari solusinya. Berikut
penghambat perdagangan internasional, diantaranya:

2
1. Perbedaan Nilai Mata Uang
Perbedaan nilai mata uang kerap menjadi faktor penghambat paling umum
dalam berjalannya perdagangan internasional. Biasanya, pihak eksportir
akan meminta pembayaran dilakukan dengan menggunakan mata uang
negaranya. Misalnya, Indonesia melakukan ekspor sebuah produk, maka
Indonesia meminta produknya dibayar dalam rupiah.
2. Kebijakan Perdagangan Internasional Suatu Negara
Setiap negara sebetulnya sah-sah saja memiliki kebijakan ekonomi dan
politik masing-masing. Dalam hal ini, kebijakan impor yang dilakukan guna
melindungi hasil produksi dalam negeri. Isi kebijakannya, meliputi
pembatasan jumlah impor ataupun penetapan biaya pajak impor yang tinggi.
Adanya pembatasan jumlah impor dapat membuat negara pengekspor
kehilangan peluang untuk mendapatan keuntungan. Sementara, jika tarif
impor barang diberlakukan, maka harga barang impor akan lebih mahal
dibandingkan barang dalam negeri. Hal ini bisa membuat minat masyarakat
terhadap barang tersebut jadi berkurang. Secara tidak langsung, kebijakan
ini akan menghambar negara lain yang ingin melancarkan praktik
perdagangan internasional.
3. Terjadi Konflik Domestik di Suatu Negara
Konflik domestik yang terjadi bisa berupa konflik etnis, politik, hingga
konflik besar, seperti peperangan. Biasanya hal-hal ini akan mempengaruhi
pengiriman ekspor yang terhambat karena kondisi keamanan yang tidak
kondusif. Bukan hanya itu, terjadinya konflik di suatu negara bisa
berpontensi merugikan pihak eksportir.
4. Proses Transaksi yang Sulit dan Berisiko
Biasanya yang menjadi masalah, jika pembayaran dilakukan secara
langsung. Pemberlakukan pembayaran tunai bisa jadi sangat menyulitkan
dan berisiko besar jika pihak eksportir dan importir belum saling kenal dan
menjalin kerjasama dengan baik. Untuk mengatasi hal ini dan mengurangi
risiko yang mungkin terjadi, transaksi atau pembayaran biasanya dilakukan
melalui kliring internasional, Letter of Credit (L/C), atau telegraphic

3
transfer. Jenis pembayaran ini juga bukan tanpa hambatan, karena
memerlukan proses pencairan yang cukup lama.
5. Kualitas SDM Suatu Negara Masih Rendah
Rendahnya kualitas SDM suatu negara bisa menjadi faktor penghambat
perdagangan internasional. Jika suatu negara memiliki kekayaan hasil alam
yang luar biasa, tetapi tidak didukung oleh SDM yang berkualitas tinggi,
maka hasil pengolahan produk tentu akan rendah. Hal ini tentunya akan
berpengaruh terhadap kualitas produk. Jika produk dinilai kurang
berkualitas, maka nilai jualnya juga akan rendah dan sulit bersaing di pasar
internasional. Persaingan di pasar internasional menjadi alasan, mengapa
kualitas SDM perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas produk.
Dengan demikian, produk ekspor bisa lebih bernilai dan diperhitungan
dalam perdagangan internasional.
6. Keterlibatan Organisasi Ekonomi Regional
Dalam suatu wilayah regional tidak jarang terdapat organisasi ekonomi.
Tujuan pembentukan organisasi ini adalah untuk memajukan perekonomian
di negara-negara yang menjadi anggotanya. Kebijakan atau peraturan
semacam ini membuat negara lain yang memiliki produk berkualitas tinggi
tidak bisa menjual produknya ke negara-negara anggota organisasi ekonomi
regional tersebut. Begitu pun sebaliknya. Kebijakan ini tentu dapat
menghalangi masuknya produk ekspor dari beberapa negara yang bukan
termasuk anggota organisasi. Hal ini tentu cukup merugikan.

D. Kebijakan Para Pelaku Ekonomi Dalam Perdagangan Internasional


Kebijakan perdagangan internasional akan mengatur segala hal
mengenai jumlah, jenis, serta jalur perdagangan dengan negara-negara terkait.
Bukan hanya Indonesia, setiap negara yang turut dalam perdagangan
internasional tentu memiliki kebijakannya masing-masing. Di Indonesia,
kebijakan ini diatur oleh Kementerian Perdagangan yang langsung disahkan
oleh Presiden RI. Selain kebijakan perdagangan internasional yang datang dari
masing-masing negara, terdapat pula kebijakan yang diatur oleh organisasi

4
perdagangan dunia. Organisasi yang dimaksud adalah World Trade
Organization (WTO) dan International Monetary Fund (IMF).
Kebijakan dalam perdagangan internasional dalam bidang ekspor,
diantaranya:
1. Pelarangan ekspor barang/jasa
Kebijakan yang satu ini mengacu pada larangan melakukan ekspor. Tetapi
tidak semua barang/jasa yang dilarang, melainkan hanya beberapa barang
tertentu. Alasan pelarangan ini bisa karena kondisi ekonomi, politik, sosial,
dan budaya.
2. Diskriminasi harga
Diskriminasi harga merupakan kebijakan yang dibuat dengan melakukan
penetapan harga barang yang berbeda-beda untuk masing-masing negara.
3. Subsidi ekspor
Subsidi ekspor merupakan kebijakan yang dijalankan dengan melakukan
pembayaran dalam jumlah tertentu pada eksportir, misalnya tarif.
Bentuknya bisa spesifik yang ditandai dengan penetapan nilai tertentu per
unit barang atau Od Valorem yaitu hanya persentase dari nilai barang yang
diekspor. Jika pemerintah melakukan kebijakan ini, maka pengirim akan
melakukan ekspor barang sampai batas selisih harga barang lokal dan luar
negeri sama dengan nilai subsidi. Dampaknya, harga barang di negara asal
ekspor akan meningkat, sedangkan di negara pengimpor akan turun.
4. Penetapan premi
Kebijakan ini diambil oleh pemerintah sebagai langkah untuk memajukan
ekspor. Penerapannya adalah dengan memberikan premi kepada setiap
badan usaha atau industri yang melakukan ekspor. Ada banyak bentuk
pemberian premi yang dimaksud, mulai dari pemberian bantuan dana
produksi, pajak, hingga fasilitas lainnya yang menunjang produksi. Tujuan
diterapkannya kebijakan ini adalah untuk menjadikan suatu barang ekspor
memiliki daya saing di pasar internasional.
5. Politik perdagangan bebas

5
Secara umum, kebijakan ini diterapkan oleh beberapa pemerintah negara
dengan memberikan kebebasan dalam kegiatan ekspor dan impor.
Kebijakan politik perdagangan bebas sebetulnya mendatangkan cukup
banyak keuntungan, salah satunya adalah kualitas barang bisa lebih tinggi
dengan harga yang relatif lebih murah.
6. Politik dumping
Politik dumping merupakan sebuah kebijakan yang ditetapkan pemerintah
sebuah negara untuk menetapkan harga barang ekspor lebih murah
dibandingkan harga jual barang yang sama di dalam negeri. Kebijakan ini
bisa jadi cukup merugikan banyak pihak, karena dinilai mampu mematikan
persaingan dengan pelaku usaha lainnya. Sehingga, saat ini kebijakan
politik dumping tidak lagi banyak digunakan.
Kebijakan dalam perdagangan internasional dalam bidang impor,
diantaranya:
7. Pelarangan Impor
8. Pelarangan impor merupakan kebijakan yang melarang kiriman barang
dari luar negeri dengan maksud dan tujuan tertentu. Kebijakan ini
diberlakukan jika suatu negara tengah berupaya menghemat devisanya
dan juga diterapkan pada barang-barang khusus yang dianggap
berbahaya. Terdapat dua kategori barang yang menjadi kriteria larangan
impor, seperti barang berbahaya atau menyebabkan fatal dan barang rusak
atau cacat. Di Indonesia, jenis barang yang dilarang, di antaranya gula dan
beras jenis tertentu, bahan perusak lapisan ozon, bahan obat dan makanan
tertentu, bahan berbahaya dan beracun (B3), perkakas tangan bentuk jadi,
alat kesehatan mengandung merkuri, dan masih banyak lainnya yang
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 40 Tahun 2022.
9. Kuota Impor
10. Kebijakan ini diterapkan guna membatasi jumlah produk impor dalam
kurun waktu tertentu. Kebijakan kuota impor merupakan bentuk proteksi
terhadap barang dalam negeri yang kerap kalah saing dari segi harga
dengan barang impor. Terdapat dua mekanisme diterapkannya kebijakan

6
ini, yaitu pembatasan sukarela (VER) yang penentuannya secara sukarela
oleh negara pengekspor dan tersembunyi yang membatasi kirimannya
tidak secara gamblang.
11. Pemberlakuan tarif impor
12. Pemberlakuan tarif impor merupakan kebijakan yang mengharuskan
penerapan tarif tinggi untuk impor barang tertentu. Tujuan diterapkannya
kebijakan ini agar bisa meningkatkan daya saing barang produksi dalam
negeri. Sehingga, konsumen tidak hanya terus membeli barang impor,
tetapi juga membeli produksi dalam negeri. Namun, penerapan tarif tinggi
ini berlaku pada negara dengan sistem perdagangan proteksionis.
Sedangkan, negara dengan sistem perdagangan bebas, justru menerapkan
tarif rendah atas barang-barang impor.
13. Devaluasi
14. Devaluasi adalah suatu bentuk kebijakan pemerintah guna memperbaiki
ekonomi negara dengan cara menurunkan nilai mata uang. Tujuannya
adalah untuk membuat harga barang impor menjadi semakin mahal dan
akhirnya konsumen lebih memilih produk dalam negeri.

E. Definisi Privatisasi dan Kinerja BUMN


Menurut UU No. 19 Tahun 2003, pengertian privatisasi adalah
penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain
dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham
oleh masyarakat. Privatisasi merupakan transformasi sistem ekonomi yang
terpusat pada negara (State centered economic system) menjadi sistem
ekonomi pasar bebas (Free market economic system). Privatisasi merupakan
suatu kebijakan untuk memberikan peranan yang lebih luas terhadap
kekuatan pasar sebagai alokator sumber daya ekonomi. Privatisasi diharapkan
dapat meningkatkan daya saing dan efisiensi perusahaan yang selanjutnya
mendukung pertumbuhan ekonomi. Privatisasi yang dimaksud dalam

7
penelitian ini lebih banyak mengarah pada privatisasi dengan cara penjualan
saham BUMN ke pasar modal.
Kinerja adalah hasil dari suatu proses yang mengacu dan diukur
selama periode waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang
telah ditetapkan sebelumnya. BUMN merupakan bentuk usaha negara yang
sebagian atau keseluruhan modalnya dimiliki oleh negara atau pemerintah.
BUMN sebagai public enterprise berisikan dua elemen esensial, yakni unsur
pemerintah (public) dan unsur bisnis (enterprise). Jadi, kinerja BUMN adalah
tingkat keberhasilan BUMN dalam melaksanakan tugas serta kemampuan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Privatisasi pada kinerja BUMN merupakan salah satu bagian dari upaya
pembenahan guna mendayagunakan dan mengembangkan BUMN untuk dapat
menjadi perusahaan yang efisien dan produktif dalam penyelenggaraan bidang
usahanya. Konsep dasar dari privatisasi BUMN adalah terjadinya pengalihan
kepemilikan dari negara kepada swasta. Dengan demikian, privatisasi BUMN
seharusnya dapat meringankan beban pemerintah baik secara finansial maupun
administratif dalam penyelenggaraan BUMN.

F. Fungsi dan Peran Privatisasi dan Kinerja BUMN


Berdasarkan dari skala ilmu ekonomi, fungsi privatisasi dan kinerja
BUMN tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Fungsi privatisasi dan kinerja BUMN pada skala makroekonomi yaitu
membantu pemerintah memperoleh dana pembangunan dan mendorong
pasar modal dalam negeri.
2. Fungsi privatisasi dan kinerja BUMN pada skala mikroekonomi antara lain
restrukturisasi modal; keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan;
peningkatan efisiensi dan produktifitas; serta perubahan budaya
perusahaan.

8
Berdasarkan dari faktor pelakunya, fungsi privatisasi dan kinerja
BUMN tersebut dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Bagi perusahaan antara lain mempercepat penerapan GCG; sumber dana
baru untuk pertumbuhan; dan privatisasi melalui strategic sale diharapkan
terjadi pengembangan pasar, alih teknologi, dan networking.
2. Bagi negara antara lain memperkuat pasar modal; sumber penerimaan
APBN melalui diinvestasi BUMN; serta perbaikan iklim investasi dan
pengembangan sektor riil.
3. Bagi masyarakat antara lain memperluas kepemilikan (melalui IPO);
pertumbuhan BUMN akan menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki
kualitas jasa & produk; serta meningkatkan partisipasi kontrol masyarakat.
Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditujukan untuk berbagai aspek
harapan, dilihat dari aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa
dan organisasi), ekonomi dan politik. Dari segi keuangan, privatisasi ditujukan
untuk meningkatkan penghasilan pemerintah terutama berkaitan dengan
tingkat perpajakan dan pengeluaran publik; mendorong keuangan swasta untuk
ditempatkan dalam investasi publik dalam skema infrastruktur utama;
menghapus jasa-jasa dari kontrol keuangan sektor publik. Peran kebijakan
privatisasi dan kinerja BUMN dari sisi pembenahan internal manajemen (jasa
dan organisasi), sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas;
2. Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan;
3. Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada
keuntungan dan perilaku bisnis yang menguntungkan;
4. Meningkatkan pilihan bagi konsumen.
Selain itu terdapat peran kebijakan privatisasi dan kinerja BUMN dari sisi
ekonomi, sebagai berikut:
1. Memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan;
2. Mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal
swasta.

9
Sedangkan untuk peran kebijakan privatisasi dan kinerja BUMN dari segi
politik, sebagai berikut:
1. Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis
tertentu dan memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel;
2. Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta
memperluas kepemilikan kekayaan;
3. Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan
menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi;
4. Meningkatkan kemandirian dan individualisme.
Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam
Pasal 74 Undangundang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Penerbitan peraturan
perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan
hukum dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang
terkait serta sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan
produktivitas BUMN. Privatisasi bukan semata-mata kebijakan final, namun
merupakan suatu metode regulasi untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai
mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat membantu pemerintah
dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN sekaligus
menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak
swasta di dalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan
yang sehat dalam perekonomian.

G. Kebijakan Privatisasi
Kebijakan privatisasi merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan
pemerintah untuk mengalihkan sebagian atau keseluruhan aset yang dimiliki
negara kepada pihak swasta. Pengalihan aset dapat diartikan sebagai
pengalihan kewenangan pengelolaan dari pemerintah kepada swasta.
Praktik privatisasi BUMN yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dianggap sebagai jalan keluar yang paling baik untuk melaksanakan amanat

10
demokrasi ekonomi untuk menyehatkan BUMN di Indonesia dalam rangka
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pada beberapa BUMN, ada
yang diprivatisasi oleh pihak asing, bahkan dalam jumlah kepemilikan saham
yang cukup signfikan.
Kebijakan privatisasi BUMN yang dianggap relatif sesuai dengan
kondisi BUMN dewasa ini adalah penawaran saham BUMN kepada umum dan
pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan. Pasalnya, dengan metode
penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu berarti akan ada
pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok pihak swasta saja. Hal ini
kurang sesuai dengan jiwa demokrasi ekonomi yang menghendaki pemerataan
kesejahteraaan. Selain itu, pemusatan kepemilikan pada satu atau sekelompok
pihak atas BUMN akan sangat berbahaya jika pihak yang bersangkutan
mengeksploitisir BUMN untuk kepentingan keuntungan semata.
Dengan penawaran saham BUMN kepada umum, maka kepemilikan
BUMN akan jatuh ke tangan rakyat. Hal ini sesuai dengan jiwa demokrasi
ekonomi. Karena dengan demikian, maka akan dapat dicapai pemerataan
kesejahteraan kepada rakyat Indonesia melalui pemerataan saham pada publik.
Sedangkan dengan pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan,
pemerataan pun dapat dicapai. Akan tetapi, pemerataan kepemilikan hanya
akan terjadi pada karyawan dan manajemen BUMN. Namun cara ini masih
dianggap lebih baik daripada kepemilikan BUMN jatuh ke tangan pihak asing.
Selama ini, praktik privatisasi yang dilakukan di Indonesia masih dianggap
kurang optimal. Idealnya, sebelum diprivatisasi, BUMN yang kurang sehat
sebaiknya direstrukturisasi terlebih dahulu, sehinga pasca privatisasi nanti,
kinerja BUMN yang bersangkutan dapat mengalami peningkatan.
Kebijakan privatisasi tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara,
diantaranya:
1. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, antara lain
penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering
(IPO) / Strategic Sales (SS)), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain

11
yang bersifat ekuitas. Termasuk penjualan saham kepada mitra strategis
(direct placement) bagi persero yang telah terdaftar di bursa.
2. Penjualan saham secara langsung kepada investor mitra strategis atau
investor lain termasuk investor finansial. Cara ini khusus bagi persero
yang belum terdaftar di bursa.
3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan persero ybs
(Management Buy Out/EBO).

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, W. (2013). Ekonomi Internasional. Makassar: Alauddin University Press.


Diphayana, W. (2018). Perdagangan internasional. Yogyakarta: Deepublish.
Ismail Hasang, S. E., & Nur, M. (2020). Perekonomian Indonesia. Malang:
Ahlimedia Book.
Kurniawati, S. L., & Lestari, W. (2008). Studi atas Kinerja BUMN setelah
Privatisasi. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 12(2), 263-272.
Maro'ah, S. (2008). Kebijakan Privatisasi dan Pengaruhnya dalam Perekonomian
Makro Indonesia. BALANCE: Economic, Business, Management and
Accounting Journal, 5(02).
Rumanintya, L. P. (2019). Perekonomian Indonesia. Bandung: MANGGU
MAKMUR TANJUNG LESTARI.
Saputro, L. M. (2018). Pengaruh Privatisasi Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) di Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai