Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika kita melihat sejarah bahwa Nabi Muhammad sendiri memilih profesi
pedagang di masa mudanya dan bekerja sebagai agen Khadijah, seorang wanita
kaya di Mekkah, yang merasa amat terkesan dengan kejujuran, kebenaran, dan
amanahnya, dan kemudian menjadi suaminya. Sahabatnya, Abu Bakar dan
Utsman Bin Affan berdagang pakaian sedangkan Umar bin Khattab berdagang
jagung. Nabi SAW menyuruh para pengikutnya untuk berlaku adil dan jujur
dalam transaksi komersial. Inilah yang menjadi dasar bahwa perdagangan itu
diperbolehkan dalam islam, sejarah mengajarkan kepada kita tentang bagaimana
praktik Nabi Muhammad ketika melakukan perdagangan, yang mana pada waktu
itu karena kejujuran, kebenaran, dan sifat amanahnya itu Nabi Muhammad
diperkenankan untuk menjualkan dagangan Khodijah dan membawa dagangan
Khadijah ke negeri Syam. Secara tidak sadar bahwa apa yang dilakukan Nabi
Muhammad mengajarkan kepada kita tentang perdagangan internasional. karena
nabi Muhammad pun melakukan perdagangan antar negara, tentu tak secanggih
pada zaman sekarang.
Perdagangan di awal peradaban manusia terlihat sangat sederhana. Saat itu
setiap kegiatan ekonomi dilakukan secara barter. Seiring dengan perkembangan
teknologi, terbentuknya spesialisasi, dan semakin banyaknya macam barang yang
dibutuhkan manusia, menimbulkan kondisi perdagangan semakin meluas. Hal itu
menjadikan perdagangan tidak hanya antar masyarakat di suatu daerah atau suatu
negara, tapi meluas pada perdagangan antar negara (perdagangan luar negeri)
yang dikenal dengan sebutan perdagangan internasional. In menyebabkan
meskipun negara itu masih dikatakan berkembang bahkan negara kecil sekalipun,
tetap harus mengikuti perkembangan perdagangan yang kini sudah mencapai
ranah internasional, dengan ikut andil melakukan perdaganga internasional dalam
hal ini yaitu ekspor dan impor. Maka negara tersebut akan bisa bersaing dengan
negara-negara lain yang sama-sama melakuan perdagangan internasional.
Data menyebutkan bahwa total perdagangan internasional yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia dalam bulan Januari sampai Agustus 2016 (dalam hal

1
ini ekspor dan impor) berturut-turut adalah 91,73 dan 87,35 dalam miliyar USD.4
Melihat data tersebut bisa ditarik sebuah konklusi bahwa pemerintah Indonesia
lebih banyak menjual komoditinya ke luar negeri dibandingkan mendatangkan
komoditi dari luar negeri. Sehingga pemerintan mempunyai surplus 4,38 milyar
USD.
Data tersebut merupakan salah satu bukti kinerja pemerintah Indonesia
untuk mencapai negara yang makmur, efisien dan efektif. Mustafa Edwin
Nasution Dkk dalam bukunya bahwa efisiensi dan efektivitas merupakan landasan
pokok dalam kebijakan pengeluaran pemerintah, yang dalam ajaran islam dipandu
oleh kaidah-kaidah syar’iyah dan penentuan skala prioritas.5 Tentunya kaidah-
kaidah tersebut menimbulkan perbedaanperbedaan yang signifikan terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah terkait masalah perdagangan internasional ini.
Disini penulis mencoba untuk mengkomparasaikan unsurunsur perdagangan
internasional yang dilakukan pemerintah ditinjau dari sudut pandang konvensional
dan islam (syari’ah). Sehingga akan didapatkan analisa perbedaan perdagangan
internasional dari sudut pandang konvensional dan Islam secara makro.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam pembahasan kali ini adalah:
1. Bagaimana dampak Globalisasi terhadap kebijakan perdangan luar negeri
dalam Islam?
2. Bagaimana pandangan Islam dalam kebijakan perdagangan luar negeri?
3. Bagaimana bentuk kebijakan perdangan luar negeri dalam Islam?
4.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dampak Globalisasi terhadap Kebijakan Perdagangan dalam Islam

Dimulainya era perdagangan bebas pada tahun 2003 oleh blok perdagangan
regional ASEAN melalui AFTA, yang kemudian diiringi oleh negara-negara maju
APEC pada tahun 2010, telah menjadikan globalisasi ekonomi suatu hal yang
penting dan tidak dapat dihindari oleh negara-negara yang ada di Dunia. Dalam
era globalisasi ini batas-batas perdagangan antar-negara bangsa menjadi sangat
tipis.

Winarno (2004: 49) mengemukakan bahwa ada tiga hal penting yang
terdapat dalam globalisasi, yakni saling berhubungan, integrasi dan saling
berkaitan. Saling berhubungan dalam globalisasi menurut Lodge dalam Adi
(2005) merupakan suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa
menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek
kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun
lingkungan. Integrasi menurut Amal dalam Adi (2005) merupakan proses
munculnya masyarakat global, yaitu suatu dunia yang terintegrasi secara fisik
dengan melampaui batas-batas negara, baik ideologis dan lembaga-lembaga
politik dunia, sedangkan saling berkaitan mengandung pengertian bahwa sistem
ekonomi, khususnya moneter, dunia ini sangat tergantung satu sama lain. Dengan
adanya tiga hal tersebut dalam globalisasi, maka kebijakan-kebijakan dalam skala
Nasional tidak dapat lepas dari peristiwa-peristiwa di tingkat global.

Globalisasi mencakup semua bidang kehidupan dan dalam kaitannya


dengan bidang ekonomi, Sukirno (2004) mendefinisikannya sebagai peningkatan
saling ketergantungan dalam keadaan dan kegiatan ekonomi di antara berbagai
negara di dunia. Sedangkan Ball dkk (2005) dalam bisnis Internasional
mengartikannya sebagai integrasi barang-barang, teknologi dan modal yang
bersifat internasional, yaitu di mana perusahaan-perusahaan

3
mengimplementasikan berbagai strategi global yang menghubungkan dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan Internasional mereka di seluruh dunia.

Ada lima faktor pendorong yang membawa perusahaan-perusahaan


Internasional kepada globalisasi (Ball dkk) yaitu sebagai berikut.

1. Politik, adanya kecenderungan terhadap penyatuan dan sosialisasi


komunitas global. Kesepakatan perdagangan kawasan, seperti NAFTA
(North American Free Trade Agreement) telah membuka peluang
pemasaran yang signifikan kepada perusahaan.
2. Teknologi, kemajuan-kemajuan dalam teknologi komputer dan
komunikasi memungkinkan peningkatan aliran gagasan dan informasi
yang melewati batas-batas negara dan memungkinkan para pelanggan
mengetahui barang-barang luar negeri.
3. Pasar.
4. Biaya, economic of scale untuk mengurangi biaya per unit merupakan
tujuan manajemen dan salah satu alat untuk mencapainya adalah dengan
mengglobalkan lini-lini produk untuk mengurangi biaya pengembangan
produksi dan persediaan. Globalisasi dapat membuat perusahaan
menempatkan produksi di negara-negara di mana biaya faktor produksi
lebih rendah.
5. Persaingan, adanya persaingan yang terus meningkat secara intensif yang
ditandai dengan banyaknya perusahaan baru yang masuk ke pasar-pasar
dunia serta kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan mempertahankan
pasar dalam negeri mereka dari para pesaing mereka dengan memasuki
pasar-pasar negeri pesaing mereka.

Globalisasi ekonomi tidak dapat dilepaskan dari perdagangan bebas.


Sebagian ekonom meyakini bahwa perdagangan bebas akan membawa
perekonomian pada tingkat yang lebih efisien, sebagaimana yang dinyatakan oleh
Thomas L. Friedman dalam Adi:

4
“Semakin anda membuka, membiarkan kekuatan pasar berkuasa, dan
semakin anda membuka perekonomian anda bagi perdagangan bebas dan
kompetisi, perekonomian anda akan semakin efisien dan berkembang”.

Sukirno menguatkan pendapat ini dengan menguraikan beberapa dampak


positif dengan adanya perdagangan bebas, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Produksi dunia akan meningkat. Perdagangan bebas akan membawa pada


spesialisasi, dengan adanya spesialisasi, faktor-faktor produksi dunia akan
digunakan secara lebih efisien. Hal ini akan mengakibatkan output dunia
bertambah, dengan meningkatnya output, maka pendapatan masyarakat
akan naik sehingga dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
2. Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Perdagangan
bebas memungkinkan masyarakat berbagai negara mengimpor lebih
banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan masyarakat
mempunyai pilihan barang lebih banyak dengan mutu yang lebih baik
serta harga lebih murah.
3. Memperluas pasar hasil produksi barang dalam negeri. Perdagangan bebas
memungkinkan masyarakat berbagai negara memperoleh pasar yang lebih
luas dari pasar di dalam negeri.
4. Dapat memperoleh modal lebih banyak serta teknologi yang lebih baik,
karena perdagangan bebas memungkinkan masuknya modal serta tenaga
ahli dan terdidik. Hal yang dialami oleh hampir semua negara berkembang
ini dapat diatasi dengan menarik modal asing (Foreign Direct Investment)
perdagangan bebas dalam hal ini memungkinkan investasi asing tersebut
masuk, yang pada gilirannya diharapkan dapat mengembangkan industri
manufaktur, ekspor, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan pendapatan masyarakat.
5. Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi. Perdagangan
bebas memungkinkan masuknya dana luar negeri melalui pasar uang dan
modal, yang akan membantu perusahaan domestik dalam pembangunan
ekonomi.

5
Ternyata dalam kenyataannya, selain membawa dampak positif,
perdagangan bebas membawa beberapa dampak negatif, diantaranya yaitu sebagai
berikut. (Sukirno)

1. Menghambat pertumbuhan sektor industri manufaktur. Dengan adanya


perdagangan bebas maka negara-negara berkembang tidak dapat lagi
menggunakan tarif yang tinggi sebagai proteksi kepada industri domestik
yang baru berkembang (infant indutry). Hal ini dapat menjadi hambatan
negara berkembang dalam memajukan sektor industri domestik.
2. Memperburuk keadaan neraca pembayaran. Perdagangan bebas akan
meningkatkan impor dan menurunkan ekspor (ekspor menjadi tidaka
berkembang), terutama bagi negara yang tidak mampu bersaing. Kondisi
ini akan memperburuk keadaan neraca pembayaran sehingga pembayaran
neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami
defisit. Apabila ekspor tidak berkembang meskipun banyak investasi asing
yang masuk ke negara tersebut, pembayaran pendapatan investasi ke
negara lain akan menimbulkan efek yang buruk terhadap neraca
pembayaran.
3. Sektor keuangan semakin tidak stabil. Salah satu efek dari perdagangan
bebas adalah pengaliran investasi portofolio yang semakin besar, investasi
ini masuk ke pasar saham. Pada saat pasar saham meningkat, dana akan
mengalir masuk, neraca pembayaran dan nilai mata uang akan bertambah
baik. Akan tetapi ketika harga saham di pasar turun, dana dalam negeri
akan mengalir keluar negeri, neraca pembayaran akan bertambah buruk,
dan nilai mata uang akan merosot. Ketidakstabilan ini dapat menimbulkan
efek negatif terhadap kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
4. Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apabila
pertumbuhan sektor industri manufaktur terhambat, neraca pembayaran
memburuk, dan sektor keuangan tidak stabil dalam suatu negara, maka
dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi menjadi tidak stabil pula,
sedangkan dalam jangka panjang kondisi seperti ini akan mengurangi
lajunya pertumbuhan ekonomi.

6
Dari uraian di atas, ternyata perdagangan di era globalisasi selain membawa
dampak positif ternyata juga berdampak negatif. Sebenarnya bagi negara maju,
perdagangan bebas tidak begitu menjadi masalah karena pada umumnya mereka
memiliki kemampuan bersaing, dan justru globalisasi merupakan peluang bagi
mereka untuk dapat memasarkan produk-produknya. Namun bagi negara
berkembang, khususnya negara-negara Islam, globalisasi merupakan pilihan yang
sangat sulit. Di satu sisi, kebijakan perdagangan dalam globalisasi terutama
penghapusan tarif, kuota impor, devaluasi mata uang dan penghapusan subsidi
akan mempersulit kehidupan rakyat serta mematikan industri dalam negeri karena
pada umumnya kondisi negara-negara tersebut masih miskin dan tidak begitu
mampu bersaing. Namun di sisi yang lain, apabila tidak ikut arus globalisasi maka
mereka akan terisolasi dari pergaulan dunia internasional.

Negara-negara islam sebenarnya adalah negara kaya, namun ironisnya saat


ini masih banyak yang mengalami krisis ekonomi. Misalnya, di Indonesia yang
memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah dan merupakan negara agraris
tetapi masih mengimpor beras. Pakistan merupakan negara yang memiliki sumber
daya mineral, minyak bumi dan manusia yang melimpah serta pelabuhan laut
yang penting. Demikian juga dengan Mesir yang merupakan negara paling subur,
tetapi sangat tergantung pada impor pangan. Afrika adalah benua yang
dianugerahi sumber daya alam yang melimpah tetapi di sana terjadi wabah
kelaparan. Padahal wabah kelaparan yang terjadi saat ini disebabkan kenyataan
bahwa perkembangan perdagangan dunia lebih di titik beratkan pada negara-
negara Utara (negara-negara maju), sementara perluasan hutang lebih diarahkan
pada negara-negara Selatan yang pada umumnya merupakan negara-negara
berkembang.

Dari gambaran di atas sebenarnya apa yang salah, padahal negara Islam di
atas tidak mengasingkan diri dari globalisasi. Islam sebagai suatu syariat yang
universal dan komprehensif memandang bahwa bumi dan segala isinya
merupakan amanah dari Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah di muka
bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi umat manusia. Untuk
mencapai tujuan ini, Allah SWT memberi manusia petunjuk melalui Rasul-Nya

7
tentang segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik aqidah, akhlak, maupun
syariah. Perdagangan, khususnya perdagangan internasional, termasuk ke dalam
masalah syariah. Pembahasan ini akan mencoba untuk menguraikan pandangan
Islam terhadap perdagangan internasional, globalisasi dan perdagangan serta
bagaimana kebijakan perdagangan dalam Islam dari masa Rasulullah sampai masa
kekhalifahan ternyata mampu masalah-masalah yang timbul dalam kaitannya
dengan perdagangan internasional.

2.2 Pandangan Islam terhadap Perdagangan Internasional globalisasi

Perdagangan adalah aktivitas atau kegiatan jual beli. Perdagangan dalam


Islam sebagaimana perdagangan dalam ekonomi konvensional, dibedakan
menjadi dua, yaitu: perdagangan dalam negeri dan perdagangan internasional
(perdagangan luar negeri). Perdagangan dalam negeri merupakan aktivitas
perdagangan terjadi di dalam negeri antarsesama warga negara dan tunduk pada
Kekuasaan negara yang bersangkutan. Dalam Islam perdagangan dalam negeri
tidak membutuhkan campur tangan secara langsung dari pemerintah dan cukup
dengan diterapkannya hukum jual beli yang telah ditentukan syara. Sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh para fuquha. Disini hanya diperlukan pengawasan
secara umum agar pelaku pasar tunduk pada hukum-hukum Islam sebagaimana
aktivitas muamalah lainnya.

Pada dasarnya, Islam sangat menghargai mekanisme pasar dalam


perdagangan. Penghargaan tersebut berangkat dari ketentuan Allah SWT. bahwa
perniagaan harus dilakukan secara baik dan dengan rasa suka sama suka (mutual
goodwill), sebagaimana dinyatakan dalam Alquran. Allah SWT berfirman:

8
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisa (4):
29)

Namun secara sistem, pasar bukanlah mekanisme penyelesaian bagi semua


permasalahan ekonomi, dalam hal ini peran pemerintah diperlukan. Beberapa
permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh mekanisme permintaan dan
penawaran pasar adalah sebagai berikut:

1. Mengatasi masalah eksternalitas dengan tetap berpedoman pada nilai-nilai


keadilan.
2. Menguasai dan menyediakan barang-barang publik serta melarang
penguasaan barang-barang publik oleh perorangan. Pengertian barang
publik dalam Islam lebih luas dari sekedar Jalan, Jembatan, dan lain-lain
sebagaimana pemahaman ekonomi konvensional. Termasuk ke dalam
barang publik di sini adalah segala sesuatu yang pemanfaatannya harus
dibagi kepada masyarakat, seperti air, energi dan lain-lain. Dalam hal ini
pemerintah dapat berperan sebagai pedoman, pengatur, dan pengawas.
3. Melembagakan nilai dan moralitas Islam. Dalam mekanisme pasar yang
menjadi landasan adalah nilai untung dan rugi, maka menjadi kewajiban
pemerintah dalam melembagakan nilai-nilai Islam. Fungsi ini dapat
dilakukan oleh pemerintah melalui pendekatan hukum, budaya,
institusional, sebagaimana peran yang dilakukan oleh para muhtasih.

Adapun perdagangan luar negeri atau perdagangan internasional adalah


aktivitas perdagangan yang dilakukan dan berlangsung antara warga negara dan
bangsa yang berbeda, bukan antar individu dalam negara. Perdagangan tersebut
berlangsung antardua negara maupun antardua individu yang masing-masing
berasal dari negara yang berbeda, untuk membeli komoditi yang ditransfer ke
negaranya. Perdagangan internasional dalam Islam memerlukan penjelasan karena
memiliki hukum-hukum yang khas.

9
Berbeda dengan sistem kapitalis dan sosialis marxis, asas perdagangan
internasional dalam Islam dibangun bukan berdasar pada komoditinya, tetapi pada
pemilik komoditi, karena perdagangan masuk pada hukum jual beli.
Seebagaimana dalam Alquran, Allah Swt. Berfirman:

“Allah telah menghalalkan jual beli”. (QS. Al-Baqarah (2):275).

Yang dimaksud hukum halal dalam ayat ini adalah untuk pelaku jual beli
(manusia atau pedagang) dan bukan untuk harta komoditi yang di jual belikan.

Selain itu islam menjadikan pemilih komoditi sebagai asas dalam


perdagangan internasional karena apabila perdagangan didasarkan pada komoditi
sebagaimana yang dianut oleh kaum kapitalis dan sosialisme marxis akan
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

1. Warga negara hanya diperbolehkan berdagang di dalam negeri saja dan


tidak boleh berdagang di luar negeri tanpa seijin negara. Hal tersebut
terjadi karena komoditi yang berasal dari negara yang melarang
memasukkan komoditi ke negara tersebut tidak boleh masuk meskipun
pedagang tersebut termasuk warga negaranya sendiri hal ini akan
membatasi aktivitas perdagangan karena perdagangan hanya boleh
dilakukan dengan negara-negara tertentu saja, dalam islam ini adalah suatu
kedzoliman. Selain itu hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan yang berasal dari perdagangan internasional karena
keuntungan komoditi adalah untuk pedagang. Jika warga negaranya
dilarang sedangkan yang bukan warga negaranya diperbolehkan maka
keuntungan akan diraih oleh pedagang yang bukan warga negaranya.
2. Bea cukai harus dibayar oleh warga negara yang negaranya meniadakan
bea cukai dari orang asing ini dapat terjadi karena bea cukai hanya
didasarkan pada komoditi bukan pedagang sehingga pedagang yang
membawa komoditi yang berasal dari negara yang mengenakan bra cukai
harus membayar biaya cukai meskipun di negara pedagang tersebut sudah
meniadakan tarif bea cukai.

10
3. Negara tidak mendapatkan keuntungan dari kesepakatan kesepakatan
dengan negara di mana komoditas digunakan sebagai asas perdagangan
selain kemudahan dalam memasarkan produknya ini dapat terjadi karena
setiap orang tanpa kecuali musuh negara dapat dengan bebas membeli dan
memasarkan komoditas yang diperbolehkan dengan mengambil untung
yang tinggi.

Dalam asas perdagangan yang didasarkan pada pemilik komoditi. Hukum


komoditi tergantung pada pedagang nya sehingga ketika membahas perdagangan
internasional dalam islam dikenal istilah hukum-hukum Darul Islam dan Darul
Harbi dengan penerapan hukum tersebut maka yang dimaksud dengan rakyat
dalam suatu negara islam atau darul islam adalah orang yang memiliki
kewarganegaraan negara tersebut baik islam atau non islam bukannya menganut
agama negara atau ideologi yang ditetapkan negara mereka memiliki hak dan
kewajiban sesuai dengan syara'. Negara bertanggung jawab atas dirinya dan
keluarganya melindungi harta dan kehormatan nya menjamin keamanan
kehidupan kesejahteraan keadilan dan ketentraman nya tanpa membedakan antara
islam dan non islam

Dalam perdagangan internasional setiap warga negara baik islam maupun


dzimmy berhak dan bebas untuk mengimpor dan mengekspor barang dari atau ke
negara manapun yang mereka sukai tanpa ada ikatan maupun syarat apapun
karena pada dasarnya hukum perdagangan internasional adalah mengubah dengan
catatan bahwa barang yang diekspor maupun yang diimpor tidak memberikan
dampak negatif sesuai dengan kaidah fiqih.

"Setiap bagian dari bagian yang sesuatu yang mubah apabila padanya
terdapat kerusakan maka bagian itu saja yang dilarang sedang sesuatu itu tetap
mubah."

Dalam kaitannya dengan ekspor dan impor dengan negara non muslim islam
memperbolehkan nya selama barang yang diekspor bukan barang yang strategis
dan tidak digunakan untuk memerangi kaum muslimin sebab dahulu rasulullah
pernah meminta tsunamah untuk mengirim makanan pada penduduk makkah

11
padahal mereka adalah musuh rasulullah dan pada waktu itu kaum muslimin dan
para sahabat keluar masuk negara lain negara non muslim untuk berdagang
begitupun dengan impor selama barang tersebut diperlukan dan untuk
kemaslahatan masyarakat maka tidak ada larangan.

Meskipun ada kebebasan tetapi peran pemerintah dalam islam tetap


diperlukan sebagai pengarah perdagangan serta pengawas terhadap para pelaku
bisnis dalam hal keluar masuknya beberapa komoditi terutama yang strategis
dalam kaitan nya sebagai pengarah apabila negara menetapkan syarat tertentu
dalam perdagangan internasional dan warga merasa di dzalimi dengan cara
tersebut maka warga negara dapat mengajukan gugatan ke mahkamah mazhalim.
dan pada zaman kekhalifahan tahu lu parah Khalifah memiliki masalih (tempat
untuk mengawasi) dan tiap-tiap perbatasan negara serta tempat-tempat yang
dilalui oleh negara lain sehingga setiap pelaku bisnis dari negara lain yang
melewati tempat-tempat tersebut diperiksa.

Perdagangan di era globalisasi selalu identik dengan perdagangan bebas


karena perdagangan bebas merupakan salah satu aset ekonomi pasar dan
globalisasi perdagangan bebas sering diartikan dengan menghilangkan batasan
hambatan rintangan terhadap perdagangan serta ditandai dengan masuknya
perusahaan multinasional/Transnasional berupa penanaman modal asing keduanya
merupakan komponen yang penting karena yang mendorong terjadi globalisasi
secara masif.

Perusahaan multinasional merupakan perusahaan yang menghasilkan barang


dan mempunyai pasar lebih dari satu negara atau perusahaan yang memiliki atau
mengontrol berbagai fasilitas di luar negeri yang mereka miliki pada beberapa
pendorong yang menjadikan perusahaan multinasional melakukan ekspansi antara
lain adanya kemajuan bidang teknologi yang menjadikan biaya transportasi murah
sehingga faktor jarak tidak lagi menjadi penghambat adanya mobilitas modal yang
membuat perusahaan melakukan perencanaan secara global serta proyeksi
keuntungan yang besar di pasar-pasar luar negeri dengan semakin terbuka nya
pasar-pasar tersebut selain itu tingkat kompetisi yang semakin tinggi dengan

12
adanya pasar global menjadikan perusahaan ekspansi ke luar negeri untuk
menyaingi perusahaan sejenis.

Perusahaan multinasional selama ini yang masih dianggap mendatangkan


keuntungan bagi perekonomian negara-negara industri maju maupun bagi negara-
negara industri baru dalam meningkatkan penggunaan sumber-sumber daya dunia
secara efisien dan produktif dan merupakan sumber utama model teknologi dan
akses pasar ke hampir semua negara akan tetapi dengan semakin berkembangnya
globalisasi pada kecenderungan terjadinya perubahan perusahaan multinasional
menjadi perusahaan transnasional. Perusahaan multinasional selama ini yang
masih dianggap mendatangkan keuntungan bagi perekonomian negara-negara
industri maju maupun bagi negara-negara industri baru dalam meningkatkan
penggunaan sumber-sumber daya dunia secara efisien dan produktif dan
merupakan sumber utama model teknologi dan akses pasar ke hampir semua
negara akan tetapi dengan semakin berkembangnya globalisasi ada
kecenderungan terjadinya perubahan perusahaan multinasional menjadi
perusahaan trans national.perusahaan trans nasional adalah perusahaan yang tidak
terikat pada loyalitas negara perusahaan jenis ini memiliki kemampuan
memindahkan perusahaan dari satu negara ke negara lain sehingga keberadaan
perusahaan tersebut tergantung pada iklim investasi yang paling menguntungkan
serta tersedianya pasar-pasar lokal seperti kasus perusahaan Nike dan sanyo di
indonesia yang pindah ke luar negeri karena dianggap iklim investasi di indonesia
tidak menguntungkan lagi dengan banyaknya karyawan yang berdemo.

Pihak yang paling dirugikan dengan adanya footlose industries tersebut


adalah karyawan karena menyangkut masa depan pekerjaan mereka dan negara
tidak dapat mencegah terjadinya pelarian modal tersebut keluar negeri di sini
posisi tawar pemerintah menjadi lemah dan untuk mencegah terjadinya pelarian
modal tersebut pemerintah mau tidak mau harus menciptakan iklim yang kondusif
bagi investasi antara lain dengan tingkat pajak yang rendah bagi perusahaan
tenaga kerja yang murah pasar yang selalu tersedia dan lain sebagainya.

Kekhawatiran terhadap globalisasi ekonom.Tidak hanya dialami oleh


negara-negara berkembang yang belum siap terhadap globalisasi, tetapi juga oleh

13
negara-negara maju. Mereka menganggap bahwa perusahaan multinasional dan
transnasional menyebabkan tingginya angka pengangguran di Eropa dan Amerika
Serikat, karena dengan investasi perusahaan ini ke luar negeri maka masyarakat
negara maju kehilangan peluang kerja. Selain itu, semakin terbukanya pasar, ada
kekhawatiran terjadinya invasi dari perusahaan negara maju lainnya dalam produk
yang sejenis. Misalnya, kekhawatiran Amerika Serikat terhadap produk-produk
dan Jepang yang mulai membanjiri pasar Amerika. Kekhawatiran tersebut
memunculkan fenomena yang unik di tengah masyarakat dunia, yaitu munculnya
regionalisasi ekonomi.
Globalisasi diambil dari kata global yang berarti universal, dan Islam
sebenarnya adalah agama yang universal, di mana kebenarannya melampaui
batas-batas suku, etnis, bangsa, dan bahasa. Dalam Alquran Allah SWT beriman:
”Wahai manusia .............. ” yang mencirikan globalisasi. Namun, globalisasi yang
menempatkan Allah Swt. sebagai pencipta dan juga sebagai pengatur. Konsep ini
berbeda dengan konsep globalisasi kapitalisme sekarang yang hanya
menempatkan Tuhan sebagai pencipta, bukan sebagai pengatur, sehingga hukum
untuk mengatur kehidupan manusia di dunia dapat dibuat oleh manusia. Dalam
globalisasi ini ada kebebasan yang membolehkan melakukan apa saja selama
dipandang baik oleh manusia.
Pada dasarnya, Islam juga mengenal perdagangan bebas karena prinsip
perdagangan dalam Islam sebenarnya adalah kebebasan. kebebasan dalam
melakukan transaksi antara penjual dan pembeli dengan berdasarkan keridhaan
(keikhlasan) serta tidak ada pemaksaan. Kebebasan Perdagangan tersebut dapat
dilihat dari tindakan Rasulullah yang melarang orang kota menjemput pedagang-
pedagang dari desa yang masih berada di luar kota untuk membeli barang dengan
harga murah di mana orang desa tersebut tidak diberi kebebasan atau kesempatan
untuk masuk kota untuk menjual barang dagangannya. Dan di sini jelas bahwa
sistem perdagangan bebas dalam Islam bertujuan untuk mempersingkat mata
rantai antara penjual dan pembeli.
Sistem perdagangan bebas sekarang, meskipun ada yang bertujuan untuk
mempersingkat rantai perdagangan, tetapi penuh dengan aturan dan ikatan.
Lembaga-lembaga perdagangan bebas. seperti AFTA, NAFTA. W'FO, dan lain

14
sebagainya memuat banyak aturan dan tidak membebaskan penjual dan pembeli
langsung melaksanakan transaksi.

2.3 Kebijakan Perdagangan dalam Islam

Kebijakan perdagangan luar negeri merupakan salah satu kebijakan


ekonomi makro yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka memengaruhi struktur
dan arah transaksi perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijakan
perdagangan internasional ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Melindungi kepentingan ekonomi nasional. misalnya dampak inflasi di
luar negeri terhadap inflasi di dalam negeri yang terjadi melalui impor,
efek resesi ekonomi dunia terhadap pertumbuhan ekonomi di dalam
negeri melalui pengaruh negatifnya terhadap pertumbuhan ekspor.
2. Untuk melindungi industri nasional dari persaingan barang-barang
impor.
3. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran yang sekaligus menjamin
persediaan cadangan valuta asing (valas) yang cukup, terutama untuk
kebutuhan pembayaran impor dan cicilan serta bunga utang luar negeri.
4. Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil
5. Melindungi atau meningkatkan lapangan kerja (employment)

Ada beberapa kebijakan perdagangan internasional yang biasanya dilakukan


oleh pemerintah dalam rangka mencapai tujuan di atas, di antaranya yaitu:

1. Kebijakan pengembangan ekspor.


2. Kebijakan impor, yang termasuk dalam kebijakan tersebut adalah
kebijakan tarif, kuota impor dan subsidi. Selain itu, kebijakan lain yang
dapat dilakukan adalah:
a.Subsidi kredit ekspor, yaitu semacam subsidi ekspor, namun
bentuknya merupakan pinjaman yang disubsidi kepada pembeli.
b. Pengadaan pemerintah (national procurement), yaitu pembelian-
pembelian oleh pemerintah atau perusahaan yang diatur secara ketat
dan diarahkan pada barang-barang yang diproduksi dalam negeri,

15
meskipun barang-barang tersebut lebih mahal dari barang yang
diimpor.
c.Hambatan-hambatan birokrasi (red tape barriers), yaitu hambatan
yang membatasi impor tanpa aturan formal, misalnya aturan dengan
menetapkan standar kesehatan, keamanan dan prosedur pabean
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sebagai penghambat
dalam perdagangan.

Penerapan kebijakan perdagangan tersebut di atas dalam era globalisasi sulit


dilakukan, terutama bagi negara yang telah bergabung dalam sebuah lembaga atau
perjanjian yang sejak semula telah bersepakat untuk melakukan perdagangan
bebas. Misalnya bagi negara yang bergabung dalam GATT (General Agreement
On Tariff and Trade). Di dalam GATT yang kemudian berubah menjadi WTO
(World Trade Organization), dalam penandatanganannya ada ketentuan:

1. Tidak boleh menerapkan subsidi impor, kecuali untuk produk-produk


pertanian.
2. Tidak boleh mengenakan kuota impor sepihak (unilateral), kecuali
impor terancam "kegagalan pasar" suatu ungkapan yang tidak dibatasi
yang biasanya diinterprestasikan untuk mendesak impor yang
mengancam sektor domestik yang tiba-tiba gulung tikar.
3. Suatu tarif baru atau kenaikan tarif harus diimbangi dengan penurun
tarif lainnya untuk mengkompensasikan negara-negara pengekspor
yang terkena pengaruhnya.

Dalam sejarah perjalanan umat Islam, sebenarnya Islam pernah


membuktikan eksistensinya dengan menetapkan kebijakan ekonomi Islam.
Selama 1400 tahun, khilafah tegak dan menjadi kekuatan politik, ekonomi, dan
militer serta menjadi pusat perdagangan dan investasi. Letak Khilafah
Utsmaniyah yang strategis, yaitu di jalur persimpangan Afrika, Asia dan Eropa
menjadikannya sebagai pusat perdagangan karena banyak rute penting
perdagangan yang melaluinya. Khilafah tidak anti perdagangan dan
mempersilakan para pedagang dari Eropa maupun dari negara lain untuk
mengakses pelabuhannya. Dan pada waktu itu khilafah menjadi sentra

16
pembangunan ekonomi karena banyak pedagang yang mendatangi khilafah
sehingga tidak terisolasi dari dunia luar, padahal khilafah memberlakukan
beberapa kebijakan perdagangan.

Kebijakan perdagangan yang dilakukan, antara lain (Ramdhan, 2005).

1. Mengenakan tarif bea masuk (bea cukai) kepada pedagang yang


mengakses pelabuhannya.
2. Mengontrol wilayah-wilayah perbatasan sehingga seluruh perdagangan
dapat dikontrol. Dan biasanya untuk mengawasi keluar masuknya
komoditi dari luar, pemerintah mendirikan masalih (tempat untuk
mengawasi) di daerah-daerah perbatasan.
3. Perdagangan yang dilakukan berlandaskan kewarganegaraan. bukan
berdasarkan asal-usul barang/jasa. Para pedagang yang berasal dari
negara-negara yang dalam status perang dengan khilafah tidak boleh
berdagang dengan khilafah, kecuali ada izin khusus bagi pedagangnya
atau barang-barangnya.
4. Para pedagang yang trlibat perjanjian khusus dengan khalifah akan
diperakukan sesui dengan perjanjian, sebagaimana Allah SWT.
Berfirman: “penuhilah akad-akad itu” (QS. Al-Ma’idah (5): 1).
Rasulullah saw. Juga bersabda: “orang-orang islam itu (terikat) disisi
syaratnya (akad—nya). (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim dari Abu
Hurairah).
5. Para pedagang yang menjadi bagian dari khalifah tidak boleh
mengekspor barang-barang yang startegis dan dibutuhkan oleh Negara.
Artinya khalifah memberlakukan proteksi dari praktik-praktik dumping.
6. Pedagangan hanya dilakukan dengan Negara-negara yang
menguntungkan Negara khalifah. Diisini khalifah akan tetap indepeden
dari system perdagangan global dan tidak akan terisolasi dari
perdagangan internasional.

Pengenaan tarif bea cukai yang ada dalam Islam hanya dikenakan kepada
para pedagang asing. Pengenaan tarif tersebut didasarkan pada ijma’ sahabat pada
masa kekhalifahan Umar, dimana pada masa itu diriwayatkan dari Abi Majaz

17
Lahiq bin Hamid, dia berkata “mereka bertanya kepada Umar: “apa yang kita
kenakan terhadap darul harbi, apabila mereka dating (memasukan barang) kepada
kita?” Umar balik bertanya: “apa yang mereka kenakan atas kalian, apabila kalian
memasukan (barang) kepada mereka?” mereka menjawab: “Usyur’ (10 persen)”,
umar berkata: “seperti itulah yang kita kenakan atas mereka.” Sedangkan untuk
warga Islam, Islam melarang pengenaan tarif terhadap mereka. Hal ini didasarkan
pada hadist dimana Raslullah saw. Bersabda: “tidak dapat masuk surga,
orangyang memungut bea cukai (excise tax). “HR.Abu Ahmad, Abu Dawud dan
Al-Hakim dari Uqbah bin Amir).

Jadi berdasarkan pada riwayatdiatas, hukum tarif bea cukai adalah mubah,
tarif pada waktu itu dikenakan kepada orang asing, karena pada waktu itu Negara-
negara asing mengenakan tarif tehadap para pedagang berwarga Negara Islam
yang keluar masuk negaranya. Dengan mubahnya hukum pengenaan tarif pada
orang asing maka dalam Islam sebenarnya Negara dapat membesarkan Negara
lain dari berbagai pungutan pajak (tarif) atas komoditinya. Hal ini tergantung pada
kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh para pemimpin Negara Islam, dengan
tetap mempertimbangkan kemaslahatan kaum muslimin.

Apabila diamati secara sepintas, kebijakan tersebut agak mirip dengan


perdagangan bebas. Akan tetapi sebearnya berbeda, perdagangan bebas yang
dimaksud sekarang adalah perdagangan yang terjadi tanpa adanya syarat apa pun
serta adanya pembebasan semau tarif bea cukai dan tanpa penghalang impor
komoditi, yang artinya meniadakan pengawasan Negara terhadap pedagangan
internasional. Sedangkan dalam Islam, meskipun ada pembebasan tarif, tetapi
tetap ada pengawasan Negara, terutama terhadap keluar masuknya komoditi.

Berbed dengan konsep Negara minimalis, dalam khalifah pelayanan


kesehatan dan pendidikan diberikan kepada semua rakyat. Dalam Islam
kepentingan bersama tidak dapat didasarkan pada sekelompk orang, karena
sebagaimana Nabi Muhammad saw. Bersabda: umat memiliki hak yang sama atas
3 (tiga) perkara: air, padang rumput, dan api. HR.Abu Dawud). Selain itu,
khalifs harus dapat memberikan batasan yang jelas antara sector swasta dan sector
public sehingga sector swasta merasa tidak termarginalkan, begitu pun sebaliknya,

18
Negara akan memastikan bahwa praktik-praktik antipasar seperti penetapan harga
dan praktik-praktik otor lainya (penimbunan barang di pasar) dikendalikan oleh
mekanisme penawaran dan permintaan pasar. Dan di masa khalifah tidak ada
system paten disana, Karen hal tersebut akan menghambat invensi dan inovasi.

Dalam ekonomi konvensional, pemerintah melakukan berbagai macam


kebijakan perdagangan dalam rangka melindungi dan menjaga kestabilan
ekonomi nasional mereka. Begitupun dalam ekonomi Islam. Meskipun banyak
kebijakan perdagangan dalam ekonomi konvensional seperti yang telah diuraikan
di atas, tetapi yang paling popular dalam menjadi bahan perbincangan da kalang
para ekonomi adalah tarif, kuota, dan subsidi. Disini kami akan mencoba untuk
menganalisis ketiga kebijakan tersebut dari sudut pandang Islam.

1. Tarif Impor
Tarif impor adalah pungutan terhadap barang-barang yang diimporkan dan
merupakan kebijakan perdaganan yang paling tua. Tarif dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Tarif spesifik, yaitu tarif yang dikenakan sebagai beban tetapi atas unit
barang yang diimpor.
b. Tarif ad valorem, yaitu pajak yang dikenakan aberdasarkan persentase
tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.
c. Tarif campuran atau sering disebut tarif specific ad valorem, yairu
kombinasi antara tarif spesifik dan tariff ad valoorem.
Perbedaan antara tarif spesifik dan ad volerem adalah bahwa tarif spesifik
bersifat represif yaitu jumlah biaya masuk yang dibayar semakin kecil apabila
barang yang diimpor semakin besar jumlahnya. Sedangkan tarif ad valorem
adalah bersifat proporsional dimana jumlah bea masuk yang dibayar akan
menigkat sesuai dengan peningkatan jumlah barang.
Ada beberapa efek yang dapat timbul dengan adanya tarif, diantaranya yaitu
a. Efek harga, yaitu harga barang impor dalam mata uang nasional
meningkat sebesar tariff yang dikenakan.
b. Efek konsumsi, yaitu, permintaan dipasar dalam negeri terrdapat
barang impor menurun karena eek harga tersebut.

19
c. Efek proteksi, yaitu produksi di dalam negeri akan naik akibat dari
peningkatan harga.
d. Efek pendapatan, yaitu hasil pajak impor merupakan pendapatan bagi
pemerintah.
e. Efek retrubusi, yaitu harga impor akan naik akibat dari adanya tarif.
Dalam hal ini akan mengakibatkan surplus konsumen hilang atau
berkurang dan di sisi yang lain akan mengakibatkan bertambahnya surplus
produsen dalam negeri sehingga keuntungannya meningkat. Dari sinilah terjadi
perpindahan surplus dari konsumen ke produsen.

Sebelum adanya sebesar t, pengenaan tarif, harga barang berada pada Pw,
namun setelah adanya tarif, pengimpor baru akan bersedia mengirim barang dari
luar negeri ke dalam negeri, jika ada selisih harga paling sedikt sebesar t. dengn
adanya sebesar t, maka harga barang domestic akan naik, sedangkan harga barang
di luar negeri akan segera turun, sampai perbedaan harga sebesar t. pengenaan
tarif tersebut mengakibatkan harga di kedua pasar mengalami perubahan tarif
meningkat harga domestic ke PT dan menurunkan harga di luar negeri ke P*T = pT
- t. Dengan adanya harga yang tinggi tersebut maka produsen domestic akan
meningkatkan penawarannya, sedangkan konsumen menurunkan permintaannya,
sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang. Di luar negeri, adanya
harga yang lebih rendah menyebabkan penawaran turun dan permintaan
meningkat, dank arena itu, penawaran untuk ekspor menjadi naik.

20
Dengan demikian pengenaan tarif impor mengakibatkan produksi domestik
akan meningkat sehingga impor menjadi turun. Namun di sisi lain, peningkatan
harga domestik dapat membebani masyarakat. Oleh karena itu, dalam Islam,
pengenaan tarid impor bersifat lebih felksibel (boleh dikenakan dan boleh tidak),
tergantung pada kondisi mana yang lebih menguntungkan masyarakat, sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Tarif impor dalam Islam baru akan
dikenakan kepada negara yang juga mengenakan tarif dalam melakukan
perdagangan internasionalnya.

2. Kuota Impor

Kuota impor adalah pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh
diimpor, di mana kebijakan tersebut dalam ekonomi konvensional dimaksudkan
untuk melindungi produsen dalam negeri. Dengan adanya pembatasan impor
maka pada tingkat harga semula sebelum ada pembatasan, permintaan untuk
barang yang bersangkutan akan lebih besar daripada penawaran domestik dan
impor, hal ini akan menyebabkan harga lebih tinggi sampai keseimbangan baru
tercapai, sehingga pembatasan impor akan meningkatkan harga dalam negeri.

Keseimbangan perdagangan sebelum adanya kuota impor berada pada titik


E, dengan garis penawaran Sm dan permintaan Dm. Jika ada kuota impor sebesar
Qm maka garis penawaran impor menjadi RS 1m sehingga kuantitas barang yang
diimpor turun dari Qm0 Qm1. Harga barang impor di negara pengimpor menjadi
naik dari Pmo menjadi Pm1, akibat kelangkaan barang, sedangkan harga di pasar

21
dunia akan turun menjadi Pm2. Garis P Pm1 Pm2FE1 merupakan keuntungan atau
laba dari kuota.

Prinsip perdagangan internasional dalam Islam adalah kebebasan dalam


melakukan transaksi antara penjual dan pembeli, tidak ada pembatasan jumlah
barang selama barang yang dijual tidak mengandung dharar dan bukan barang
yang strategis bagi negara. Kuota impor dalam Islam baru akan dilakukan apabila
kuota tersebut benar-benar dapat mendatangkan manfaat bagi warga negara, tidak
ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kuota tersebut, serta keuntungan
yang didapat dengan adanya kuota impor tidak hanya dinikmati oleh sebagian
kecil dari masyarakat, tetapi oleh besar warga negara. Misalnya kasus impor beras
di Indonesia, dalam hal ini perlu diadakan kuota impor, karena apabila impor
besar dalam jumlah besar dari Thailand terus dilakukan, maka akan mematikan
usaha sebagian besar warga Indonesia yang bermata pencaharian sebagai petani.

3. Subsidi Ekspor

Subsidi Ekspor adalah salah satu kebijakan dalam bentuk keringanan


pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit dengan biaya ringan, dan lain-lain pada
industri dalam negeri dengan tujuan meningkatkan produksi dalam negeri, agar
produksi dalam negeri dapat dijual dengan harga yang relatif murah sehingga
dapat meningkatkan daya saing terhadap barang-barang impor maupun dipasar
ekspor sekaligus dapat menguntungkan konsumen dalam negeri.

22
Pada awalnya, titik keseimbangan perdagangan internasional berada di
titik E, dimana kurva penawaran adalah Sx dan permintaan Dx dengan tingkat
harga ekspor pada Pxo dan kuantitas barang pada Qxo. Dengan adanya subsidi
ekspor, maka kurva penawaran akan bergerak ke bawah sehingga berada pada S 1x
dimana produsen dapat menjual barang menjadi lebih murah, maka permintaan
akan barang ekspor menjadi bertambah menjadi Qx1. Dengan kondisi ini harga
untuk pembeli domestik berubah dari Pxo menjadi Px1 karena terjadi kekurangan
barang yang dikonsumsi di dalam negeri, dan bidang E merupakan total
pengeluaran pemerintah dalam bentuk subsidi untuk perusahaan ekspor.

Dari uraian di atas, subsidi ekspor di satu sisi akan meningkatkan kuantitas
suatu barang yang diekspor, namun di sisi lain menyebabkan harga barang dalam
negeri meningkat akibat dari adanya keterbatasan barang yang ada di dalam
negeri. Disini berarti subsidi ekspor hanya menguntungkan warga (produsen)
yang mengekspor barangnya ke luar negeri, tetapi merugikan warga yang
mengkonsumsi barang tersebut di dalam negeri.

Dalam Islam, kebijakan perdagangan khususnya proteksi dilakukan oleh


pemerintah untuk melindungi semua warga negaranya, bukan hanya untuk
melindungi golongan tertentu, dengan cara yang adil. Dalam kasus subsidi ekspor
ini ada warga yang dirugikan, yaitu konsumen. Istilah subsidi sebenarnya ada
dalam islam, namun dalam konteksnya yang berlainan dengan subsidi ekspor,
yaitu subsidi silang antara yang kaya dan yang miskin lewat zakat, shadaqah,
maupun infaq yang diberikan kepada semua warga negara yang kurang mampu
melalui baitul mal.

2.4 Peran Perekonomian Islam dalam Perdagangan Global

Dengan memahami hakikat, isi, sejarah dan sejumlah persyaratan yang


diajukan lembaga-lembaga internasional yang menahkodai globalisasi, maka
dapat dikatakan bahwa globalisasi atau liberalisasi merupakan suatu gerakan
ingin membentuk satu otoritas baru dalam penguasaan aktivitas ekonomi di
seluruh dunia dengan rule of the game persaingan dan kerjasama secara ketat
tanpa mengenal adanya dukungan dan perlindungan politik tertentu.

23
Rule of the game dalam perdagangan bebas ini menjadi suatu tantangan
berat bagi umat Islam, terutama disoroti dari aspek hukum. Hal ini dikatakan
demikian lantaran selama ini umat Islam tidak pernah menghadapi persoalan
sepelik ini sungguhpun dalam Islam terdapat jargon Islam rahmantan lil’alamin.

Jargon tersebut dalam kondisi persaingan ekonomi global memerlukan


penterjemahan secara riel sehingga nilai-nilai Islam dapat lebih membumi dan
memainkan peran-peran artikulatifnya secara lebih riel dalam persaingan ekonomi
masyarakat global yang mengkalim diri bebas dari nilai dan kepentingan politik
tertentu.

Sebagai sebuah aturan main yang lahir dari kreasi manusia, kita tentu
merasa muskil dan tidak percaya begitu saja bahwa globalisasi ekonomi bebas
dari nilai dan kepentingan kelompok tertentu. Kehadirannya justru sarat dengan
nilai-nilai terntentu, yaitu nilai dan ideologi ekonomi liberal yang diwariskan oleh
Adam Smith dengan kolega lainnya.

Nilai dari ideologi kapitalisme ingin diterima oleh seluruh lapisan


masyarakat (global) merupakan salah satu vested interest yang tersembunyi dari
gerakan liberalisasi ekonomi dengan dasar ajaran mengutamakan kepentingan diri
sendiri (egoism). Hal ini tampak dari pernyataan Adam Smith berikut ini:

“kita bisa makan malam bukan karena kebaikan tukang roti atau
tukang daging, melainkan karena sifat diri sendiri di dalam diri mereka.
Kita bukan mengharap cinta mereka terhadap orang lain, melainkan cinta
mereka pada dirinya sendiri.”

Bagi umat Islam cara pandang tersebut sudah tentu dipandang sebagai
sebuah ajaran filsafat yang menyesatkan. Karena manusia dengan karakter
dasarnya sebagai makhluk madani dalam Islam sudah pasti saling memerlukan
satu dengan lain atas dasar landasan cinta. Nabi sendiri secara tegas mengatakan
bahwa “la yu’minu ahadukum hatta yuhibbu li akhihi kama yuhibbu linafsihi”,
tidaklah beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

24
Landasan tersebut pada prinsipnya memberikan satu penegasan bahwa
dalam muamalah terdapat aspek hukum yang mengatur dan melindungi identitas
anggota-anggotanya. Dalam konteks ekonomi global, penegasan Nabi tersebut
mengandung makna bahwa jika seseorang di antara manusia tidak mampu
bersaing sebagai prasyarat untuk memenuhi kebutuhannya karena keterbatasan
diri, maka yang mampu wajib memberikan dukungan dan perlindungan
kepadanya.

Islam dengan doktrin persaudaraan (al-ikhwan/brotherhood) tidak


membiarkan seseorang berseliweran dengan segala kekurangannya yang ada,
melainkan harus mendapat pertolongan dan kerja sama atas dasar kebajikan
(ta’awun) sosial (al ‘takafuli al ijtima’iyah).

Dengan dasar ajaran tersebut, sebenarnya ekonomi Islam memiliki kekuatan


transformatif untuk memerankan artikulasi diri dalam percaturan global. Untuk itu
diperlukan prasyarat di antaranya adalah sumber daya manusia (SDM) yang
handal, yang memiliki wawasan integratif dalam memandang tujuan kegiatan
ekonomi global sebagai sarana untuk membagikan potensi diri, etos kerja dan
sarana membangun peradaban dunia yang luhur, berdasarkan nilai-nilai cinta dan
kasih sayang, tolong-menolong dan persaudaraan.

Islam mendorong umatnya untuk berkreasi secara positif. Dengan dukungan


nilai-nilai tersebut, ajaran Islam dalam bidang ekonomi mengakui adanya hak
kepemilikan individu, Islam memberikan kesempatan penyaluran dan
pengembangan harta dalam batas-batas tertentu, sesuai dengan tugas manusia
sebagai khalifah.

Tujuan batasan ini untuk mencegah terjadinya kedzaliman melalui harta dan
mengentaskan manusia dari kegelapan material yang dapat menutupi selaput
spiritualnya. Dengan kata lain, nilai-nilai ekonomi Islam yang bersifat universal
dapat diproyeksikan untuk memainkan peran mengentaskan manusia dari
kegelapan kompetitif menuju cahaya kebersamaan dan kemanusiaan di balik
transaksi ekonomi dan bisnis global.

25
Nilai-nilai Islam yang diartikulasikan dalam ekonomi harus mampu
memberi petunjuk dan pilihan yang tepat bagi pelaku bisnis dalam persaingan
global. Nilai-nilai Islam harus mampu menjawab tantangan yang ada di tengah-
tengah masyarakat, baik lokal maupun universal.

Dalam skala global lembaga ekonomi Islam yang turut berperan aktif dalam
percaturan ekonomi global, selain lembaga-lembaga donor dan organisasi
internasional, adalah lembaga ekonomi Islam, yaitu Islamic Development Bank
(IDB).

Lembaga ekonomi Internasional Islam yang lahir atas inisiatif dan prakarsa
umat Islam dari berbagai negara ini telah memainkan peran penting dalam
memutar roda ekonomi internasional. Sebagai responsi terhadap organisasi
perdagangan dunia (world trade organization) IDB telah membentuk unit IDB-
WTO pada tanggal 1 Januari 1998 yang berfungsi untuk:

1. Melayani segala urusan yang berkaitan dengan urusan WTO


2. Merawat hubungan dengan urusan WTO dan mengikuti semua
perkembangan baru yang berkaitan dengan dengan perdagangan dan
pembangunan, mengeluarkan laporan periodik, dan menjaga pihak
manajemen untuk selalu menerima
3. Bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang relevan untuk menyediakan
bantuan teknik bagi negara anggota yang berkaitan dengan urusan WTO
4. Menyokong negosiasinya dalam menyetujui perjanjian WTO dengan isi
yang lebih menguntungkan
5. Mengorganisasi pertemuan konsultatif dari negara anggota untuk
mengkoordinasikan posisi mereka pada urusan yang berkaitan dengan
WTO sebelum maju pada pertemuan tingkat Menteri WTO
6. Mewakili IDB dalam pertemuan WTO dan pertemuan Internasional,
nasional, konferensi, seminar, workshop dan lain-lain.

26
2.5 Pandangan Islam Terhadap Pertukaran Mata Uang

Berbeda dengan persepektif konvensional, Islam memandang uang sebagai


alat mengandung nilai-nilai amanah yang tidak boleh dipergunakan untuk tujuan-
tujuan lain kecuali hanya semata-mata sebagai alat tukar/bayar dan alat pengukur
nilai. Uang bukan juga sebagai alat penimbun nilai yang dapat menyukut
spekulasi yang dilarang dalam islam.

Pergeseran nilai uang sebagai amanah ini tidak lepas dari perjalanan sejarah
perputaran uang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga money changer. Lembaga
ini diperlukan untuk membantu menyeleksi dan memilah jenis-jenis uang maupun
keabsahannya. Karena uang yang beredar tidak lagi menggunakan standar emas
dan perak seperti yang pernah terjadi pada masa lalu, maka muncullah berbagai
macam jenis coin emas dan perak yang bermacam jenis dan nilai intrinsiknya.

Untuk memilah dan menyeleksi uang dan keabsahannya memerlukan


keahlian sehingga dibentuklah money change/jibhiz yang kita kenal sekarang ini,
sebagai tempat penitipan yang dipercayai masyarakat. Uang emas yang dititipkan
masyarakat selalu ada yang tersisa sehingga pengelola money changer
memanfaatkan uang titipan dengan cara meminjamkan kepada orang lain dengan
menarik bunga.

Berawal dari kegiatan peminjaman modal orang lain tanpa sepengetahuan


pemiliknya dicatat sebagai awal terjadinya penyimpangan penggunaan uang dari
amanah menjadi alat penarik bunga. Uang mulai dipandang sebagai money si the
root of evil, uang sebagai sumber kejahatan, kegiatan money changer menjadi
money lender.

Praktek-praktek seperti tersebut dalam ekonomi Islam tidak diperkenankan.


Islam memandang fungsi uang sebagai alat tukar yang mengandung nilai-nilai
amanah. Islam tidak mengenal konsep time value of money, melainkan
menggantinya dengan konsep economic value of time sehingga yang bernilai
adalah waktu itu sendiri.

27
Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari
harga tunai sebagaimana yang dipraktekkan Zaid bin Ali Zainal Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thablib, cicit Rasulullah SAW sebagai orang yang
pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tanggung bayar
(deferred payment) lebih tinggi dari pada harga tunai (cash).

Hal yang lebih menarik adalah bahwa diperbolehkannya penetapan harga


tanggung yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money,
namun karena semata-mata ditahannya hak si penjual barang. Demikian juga
semakin panjang waktu penagihan akan semakin banyak pula biaya yang
diperlukan bank untuk administrasi, collection, dan SDM yang
mengoprasionalkannya.

Dalam kaitannya dengan pertukaran mata uang hukum islam memandang


pertukran mata uang asing dengan mata uang dalam negeri sebagai transaksi yang
mengandung akad transaksi jual beli dan pertukaran mata uang. Pada keduanya
terdapat dua aktivitas yakni aktivitas pertukaran dan jual beli yang dikategorikan
sharf yang diperbolehkan.

Sharf dalam syari’at Islam adalah pertukaran harta atau uang dengan uang
lain, berupa emas atau perak, baik sejenis maupun tidak, dengan berat dan ukuran
yang sama atau berbeda. Praktek sharf ini bisa terjadi pada uang (nuqud)
sebagaimana terjadi pada emas dan perak dengan syarat kontan, barang riil
dengan barang riil.

Sharf ini diperoleh atas dasar hukum hadits Nabi yang menganjurkan untuk
menjual emas dengan perak dengan syarat harus kontan. Bahkan dalam hadits
yang diriwayatkan Ubadah bin Shamit dikemukakan:

Rasulullah saw melarang menjual emas dengan emas, dirham

dengan dirham, bur dengan bur (gandum), dan kurma dengan kurma,

kecuali sama antara yang satu dengan yang lainnya, dan secara kontan.

Beliau memerintahkan kami menjual emas dengan dirham, dirham

dengan emas, bur dengan syair secara kontan sesuka kami.

28
Pertukaran mata uang dua negara yang berbeda termasuk dalam kategori
sharf yang diperbolehkan dalam syari’at Islam, berdasarkan hadits di atas. Dengan
dasar itu pula Abdurrahman Al Maliki berargurmen bahwa pertukaran system
moneter yang berlaku di dunia, seperti menukar rupiah dengan dolar, dolar
dengan poun sterling, rubel dengan franc, adalah mubah menurut syariah Islam
dan tidak terdapat larangan di dalamnya.

2.6 Perdagangan Luar Negeri menurut Persepektif Islam

Sedangkan dalam prespektif islam. Praktik perdagangan internasional yang


telah berjalan selama ini pada umumnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
ekonomi islam karena tujuan perdagangan internasional antara lain: (1) menjaga
dan mendukung kepentingan ekonomi masyarakatnya sendiri dengan
memprioritaskan pemenuhan kebutuhan, (2) memastikan keadilan dan pemerataan
dari transaksi ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah, dan (3) menguatkan
umat dan melayani tujuan komunitas Islam untuk bekerja sama untuk mencapai
kesejahteraan di tingkat global.
Dikatakan tidak bertentangan karena dari ketiga tujuan tersebut
menunjukkan bahwa perdagangan internasional berkaitan langsung dengan
pencapaian kesejahteraan tingkat global. Lebih spesifik lagi, dengan melakukan
kerjasama perdagangan internasional negaranegara muslim dapat melakukan
kerjasama untuk saling membantu dan mengembangkan perekonomian yang
sejalan dengan pemikiran pemikiran islam. Sehingga, masing-masing negara
mampu berperan dalam perbaikan ekonomi dunia dari kemiskinan atau membantu
poor development countries, baik secara individu maupun secara kolektif melalui
institusi seperti OKI dan IDB.
Tujuan perdagangan internasional tersebut dikuatkan dengan batasan
batasan yang terdapat dalam nilai-nilai islam, diantaranya yaitu:
1. Belanja pemerintah harus senantiasa mengikuti kaidah maslahah.
2. Menghindari masyaqqah kesulitan dan mudharat harus dilakukan dari pada
melakukan pembenaham.
3. Yang mendapatkan manfaat harus siap menaggung beban (yang ingin
untung harus siap menanggung kerugian).

29
4. Sesuatu hal yang wajib ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor
penunjang lainnya tidak dapat dibangun, maka faktor penunjang tersebut
wajib hukumnya.

Jika kaidah-kaidah diatas digunakan oleh pemerintah indonesia maka akan


mewujudkan efektivitas dan efisiensi pembelanjaan pemerintah dalam islam.
Sehingga tujuan-tujuan pembelanjaan pemerintah terpenuhi. Menurut pandangan
islam, ketika pemerintah melakukan perdagangan internasional maka batasan-
batasan yang dilakukan harus batasan-batasan yang sesuai islam.
Diantara tujuan pembelanjaan dalam pemerintah islam adalah:

a. Pengeluaran yang dilakukan demi memenuhi kebutuhan masyarakat.


b. Pengeluaran sebagai redistribusi kekayaan.
c. pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
d. Pengeluaran yang menekan tingkat inflasi dengan kebijakan intervensi
pasar.

Dalam belanja yang dilakukan oleh negara (perdagangan internasional) yang


mengacu pada kaidah dan tujuan-tujuan diatas mengandung arti bahwa kebijakan
belanja yang dilakukan harus sesuai dengan azas kemaslahat umum, tidak boleh
dikaitkan dengan kemaslahatan dan kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Juga tidak berpihak pada kelompok yang kaya dalam pembelanjaannya, karena
kalau berpihak kepada yang kaya dan tingkat pembelanjaannya tinggi, maka
hanya yang mempunyai capital yang tinggi saja yang bisa menikmati. Tentunya
perdagangan internasional dalam islam ini harus berpegang teguh pada prinsip-
prinsip dan dengan mengutamakan skala prioritas syariah, dimulai dali yang
wajib, sunnah, mubah. Seiring dengan itu prinsip efisiensi dalam perdagangan
internasional harus direalisasikan. Sehingga perdagangan internasional yang
dilakukan pemerintah jauh dari sifat mubadzir.

Jadi jika ditarik garis besar tujuan perdagangan internasional prespektif


konvensional dan prespektif islam mempunyai persamaan yaitu untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi suatu negara sehingga pemerataan kesejahteraan dalam suatu

30
negara bisa tercapai. Disamping itu pendapatan negara juga akan mengalami
peningkatan dari spesialisasi yang diukur dari efisiensi dan surplus produksi. Serta
memperluas pasar hingga ke luar negeri. Oleh katena itu diharapkan dari aktifitas
perdagangan internasional ini bisa menambah kesejahteraan penduduk suatu
negara.

2.7 Sistem Perdagangan Internasional dalam Islam


Perdagangan memainkan peran penting dalam memperoleh harta, baik itu
dilakukaan dalam skala kecil atau dalam skala besar (internasional/ekspor dan
impor). Terdapat banyak ayat al-Quran yang menjelaskan secara implisit tentang
diperbolehkannya perdagangan salah satunya seperti dalam surat an-Nisa’

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29)”

Pada perdagangan internasional terjadi pertukaran antar negara. Banyak


sekali proses yang harus ditempuh untuk melakukan perdagangan internasional,
tentunya hambatan-hambatanpun akan muncul, seperti hambatan politik, tarif bea
cukai, administrasi, kuota dan hambatan kebijakan lain yang semua negara
memilikinya secara berbeda-beda. Seperti yang ditulis oleh Asfia Murnih dalam
bukunya bahwa proteksionisme adalah salah satu kebijakan yang disengaja
sebagai usaha untuk membentuk hambatan-hambatan perdagangan, seperti tarif
(tariffs) dan kuota (quotas) dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari
persaingan luar negeri. Tentunya dalam perdagangan baik dalam negeri maupun
luar negeri akan selalu terjadi persaingan. Adanya hambatan-hambatan itu
merupakan aksi negara dalam menjaga persaingan perdagangan internasional. Jika
tanpa proteksi maka impor akan banyak masuk ke dalam negeri, sehingga industri
dalam negeri akan terancam keberlangsungannya, karena dimungkinkan barang
impor lebih bagus dan banyak diminati oleh pasar.

31
Sistem kurs mata uang dalam kapitalisme adalah sistem kurs mata uang
mengambang bebas (floating exchange rates). Sistem kurs mata uang
mengambang bebas adalah system devisa dimana kurs suatu mata uang dengan
mata uang yang lain dibiarkan untuk ditentukan secara bebas oleh tarik menarik
kekuatan pasar. Pada sistem ini keterkaitan sistem harga antar negara terbentuk,
karena kurs beban dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan nilai
mata uang dalam negeri yang dinyatakan dalam emas.

Sedangkan dalam prespektif islam, memandang bahwa perdagangan


internasional sebagai aktifitas jual beli, sehingga akan memberikan sangsi
terhadap yang melanggarnya. Negara di dunia ini terbagi menjadi dua bagian,
daarul Islam dan daarul harby. Posisi negara dalam perdagangan luar negeri yaitu
menjalankan fungsi supervisi secara umum. Dasar dari terjadinya perdagangan
luar negeri bukan hanya pada komoditi yang diperdagangkan, tetapi memandang
pedagang yang memiliki komoditi tersebut. Maka asas dalam perdagangan bukan
komoditi. Sebab aktifitas perdagangan itu dilakukan oleh dua pihak, sebagai
penjual dan pembeli. Sekalipun dalam pandangan islam bukan komoditi sebagai
asas perdagangan. Hukum asal komoditi mengikuti pedagangnya. Dan dari sisi
kepemilikan barang maka komoditi yang diperdagangkan adalah komoditi yang
termasuk dalam kategori kepemilikan individu, bukan komoditi kepemilikan
umum dan juga bukan kepemilikan negara. Disamping itu ada beberapa komoditi
yang dilarang diperdagangkan berdasarkan hukum syara’.

Tarif yang sering kita kenal dengan bea cukai (excise tax) tidak boleh
diambil dari warga negara islam atas komoditi impor atau ekspor. Diriwayatkan
dari Uqbah bin Amir bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak akan masuk surga, orang yang memungut bea cukai.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan Hakim dari Ukhbah bin Amir). Sedangkan terhadap selain warga
negara Islam yaitu pedagang-pedagang asing maka di kenakan atas mereka
sebagaimana mereka mengenakan atas pedagang-pedagang warga negara Islam,
baik mereka muslim maupun non muslim. Diriwayatkan dari Abi Majaz Lahiq bin
Hamid, dia berkata : “mereka bertanya kepada Umar : Apa yang kita kenakan atas

32
penduduk darul harbi, apabila mereka datang (memasukan barang) kepada kita?
Umar bail bertanya : Apa yang mereka kenakan atas kalian, apabla kalian
memasukan (barang) kepada mereka?’ mereka menjawab: Usyur.’ (10%). Umar
berkata: seperti itulah yang kita kenakan atas mereka.” Memungut bea cukai dari
orang asing itu hukumnya mubah.

Selanjutnya perdagangan internasional telah membentuk interaksi uang


antar negara. Karena negara harus membayar harga barang-barang komoditi
dengan mata uang negara yang menjualnya atau dengan mata uang yang bisa
diterima oleh negara tersebut. Maka terbentuklah interaksi uang antar negara.
Dalam pandangan Islam, uang yang digunakan dalam perdagangan internasional
adalah uang yang distandarisasi dengan emas dan perak.

Dalam aktifitas perdagangan internasional prespektif islam terdapat


beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendasari apakah transaksi kita sudah
sesuai kaidah-kaidah dalam Islam atau malah menyebrang ke konvensional?.
Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Pilihlah barang yang benar-benar dibutuhkan untuk diimpor maupun ekspor.
Hindari mengimpor barang-barang yang dapat diproduksi lokal. Hal ini agar
industri lokal tetap berkembang dan tidak terjadi ketergantungan terhadap
barang impor.
2. Pilihlah produk buatan kaum Muslimin selama hal itu memungkinkan.
Niatkan sebagai ta’awun ‘alal birri wat taqwa , sehingga Anda akan
mendapat pahala lebih.
3. Jika terpaksa mengimpor produk orang kafir, jangan mengimpor dari negara
yang jelasjelas menunjukkan permusuhannya terhadap Islam dan kaum
Muslimin. Pilihlah negara-negara yang bersifat “netral” dan tidak terkenal
dengan sentimen anti-Islam. Jepang misalnya.
4. Jika terpaksa mengimpor makanan produk orang kafir, pastikan tidak
mengandung barang haram (babi, khamer, darah, atau binatang yang
disembelih tanpa menyebut nama Allah). Kalau ada yang berdalih:
bukankah makanan (sembelihan) ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) halal bagi

33
kita? Maka jawabnya, yang masih mengindahkan aturan penyembelihan
yang benar sehingga sembelihannya tetap halal, hanyalah kaum Yahudi.
Ada pun kaum Nasrani hari ini mayoritasnya adalah orang liberal yang tidak
mengindahkan aturan agama mereka lagi. Oleh karena itu, janganlah
mengimpor daging sembelihan dari negara kafir, kecuali setelah dipastikan
bahwa penyembelihannya telah memenuhi kriteria syariat.
5. Perhatikan pula fungsi barang yang hendak diimpor. Adakah barang
tersebut mengandung dampak negatif atau sering disalahgunakan? Jika ya,
urungkan saja. Kecuali jika Anda hanya menjualnya kepada pihak yang
tidak menyalahgunakannya, seperti impor senjata.
6. Jangan mengimpor barang-barang yang mendorong kaum Muslimin untuk
menyerupai
7. orang kafir.
8. Hindari cara pembayaran yang bersifat ribawi.

Jadi terdapat perbedaan dalam sistem perdagangan internasional prespekti


konvesional dan islam, yaitu dari segi proteksi dan sistem kurs atau transaksi uang
yang digunakan dalam perdagangan internasional. Proteksi dalam hal tarif ini
diperbolehkan oleh ekonomi konvensional dan negara yang mengatur seberapa
besar terif yang diberlakukan. Sedangkan dalam ekonomi islam, negara islam
dilarang untuk mengambil tarif kepada sesame negara islam. Jika transaksi
perdagangan internasional itu dilakukan oleh negara islam dan negara non islam
maka diberlakukan tarif sebesar Usyr atau 10%. Sistem kurs dalam transaksi
perdagangan internasional prespektif konvensional mengacu pada kurs mata uang
mengambang bebas (floating exchange rates). Sedangkan dalam islam mengacu
pada emas dan perak atau dinar dan dirham.

Persamaan dan Perbedaan Perdagangan Internasional Prespektif


Konvensional dan prespektif
Islam
a. Persamaan Perdagangan Internasional Prespektif Konvensional dan
prespektif Islam

34
Dari segi pandangan umum bahwa Perdagangan internasional dalam
pandangan konvensional dan pandangan islam mempunyai persamaan yaitu sama-
sama sebagai aktivitas jual beli suatu produk barang atau jasa ke pasar di luar
negeri. Perdagangan internasional sangat penting untuk menyeimbangkan neraca
perdagangan karena impor harus dibiayai dengan nilai yang sama dari ekspor
untuk mempertahankan keseimbangan neraca perdagangan. Dengan perdagangan
internasional pula, maka negara akan bisa memenuhi kebutuhan penduduknya.

Selanjutnya dari segi tujuan adanya transaksi perdagangan internasional jika


ditarik garis besar tujuan perdagangan internasional prespektif konvensional dan
prespektif islam mempunyai persamaan yaitu sama-sama untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi suatu negara sehingga pemerataan kesejahteraan dalam suatu
negara bisa tercapai. Disamping itu pendapatan negara juga akan mengalami
peningkatan dari spesialisasi yang diukur dari efisiensi dan surplus produksi. Serta
memperluas pasar hingga ke luar negeri. Oleh katena itu diharapkan dari aktifitas
perdagangan internasional ini bisa menambah kesejahteraan penduduk suatu
negara.
b. Perbedaan Perdagangan Internasional Prespektif Konvensional dan
prespektif Islam
Perdagangan internasional prespektif konvensional dan prespektif islam
juga mempunyai perbedaan. Penulis memandandang bahwa perbedaan terletak
pada system perdaganagn internasioanl dan komoditasnya Diantaranya sebagai
berikut:
Konvensional Islam
Sistem Proteksi Memberlakukan Proteksi Sedangkan dalam ekonomi
dalam hal tarif ini islam, negara islam dilarang
diperbolehkan oleh ekonomi untuk mengambil tarif
konvensional dan negara kepada sesame negara
yang mengatur seberapa islam. Jika transaksi
besar tarif yang perdagangan internasional
diberlakukan. itu dilakukan oleh negara
islam dan negara non islam
maka diberlakukan tarif

35
sebesar Usyr atau 10%.
Sistem Pembayaran Sistem kurs dalam transaksi Sedangkan dalam islam
perdagangan internasional mengacu pada emas dan
prespektif konvensional perak atau dinar dan dirham
mengacu pada kurs mata
uang mengambang bebas
(floating exchange rates).
Komoditas Dalam ekonomi Komoditas harus tidak
konvensional, transaksi mengandung barang haram,
Tidak memandang halal atau komoditasnya harul
haram barang halal

36
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1. Terdapat beberapa perbedaan yang membedakan perdagangan internasional
menurut konvensional dan islam, tapi dalam konteks kenegaraan, konsep
perdagangan islam membatasi perdagangan internasional yang dilakukan negara
selain batasan-batasanseperti pemberlakuan tarif, kuota, hambatan perdagangan
bukan tarif, dan pembatasan penggunaan valuta asing. Ini adalah batasan batasan
yang ditetapkan oleh negara untuk mengatur perekonomian negara, disamping itu,
islam membatasi bahwa barang atau komoditi yang yang diperdagangkan harus
bersih dari unsur-unsur keharaman. Inilah yang menjadi pembeda yang
fundamental antara perdagangan internasional menurut konvensional dan islam.
2. Adapun perbedaannya antara konvensional dan islam jika dilihat dari
sistemnya, perdagangan internasional konvensional tidak memandang sistem
pembayaran yang diberlakukan tetapi dalam islam yaitu menghindari cara
pembayaran yang bersifat ribawi. Jika dilihat dai fungsinya, perdagangan
internasional konvensional tidak meperhatikan fungsi barang yang hendak
diperdagangkan. Karena mementingkan keuntungan, tetapi dalam Islam
memperhatikan fungsi barang yang hendak diperdagangkan. Adakah barang
tersebut mengandung dampak negatif atau sering disalahgunakan. Jika dilihat dari
tujuannya, maka perdagangan internasional konvensional hanya berkonsentrasi
pada keuntungan dunia semata. Tetapi dalam islam bertujuan pada prinsip
maslahah agar tercapai “falah” atau keuntungan di dunia dan akhirat.

3.2. Saran
Sebagaimana kita telah mengetahui kebijakan perdagangan luar negeri atau
internasional secara seksama. Ada kalanya lebih baik kita bisa menerapkan
peraturan yang sudah berlaku sejak dulu sesuai dengan syariat Islam. Menjauhkan
kita dari mudharat dan masalah yang besar terhadap bangsa kita. Dengan

37
DAFTAR PUSTAKA

Chaudhry, Muhammad Sharif. 2012. Sistem Ekonomi Islam : Prinsip Dasar.


Jakarta: Kencana.

Sadono Sukirno 2010. Makroekonomi Teori Pengantar . Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Putong, Iskandar. 2003 Economics Pengantar Mikro dan Makro Edisi 5.


Jakarta: Mitra Wacana Kencana.

Prof. Jusmaliani, M.E., dkk. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara

Muhammad. 2007. Aspek Hukum Dalam Muamalat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

38

Anda mungkin juga menyukai