PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika kita melihat sejarah bahwa Nabi Muhammad sendiri memilih profesi
pedagang di masa mudanya dan bekerja sebagai agen Khadijah, seorang wanita
kaya di Mekkah, yang merasa amat terkesan dengan kejujuran, kebenaran, dan
amanahnya, dan kemudian menjadi suaminya. Sahabatnya, Abu Bakar dan
Utsman Bin Affan berdagang pakaian sedangkan Umar bin Khattab berdagang
jagung. Nabi SAW menyuruh para pengikutnya untuk berlaku adil dan jujur
dalam transaksi komersial. Inilah yang menjadi dasar bahwa perdagangan itu
diperbolehkan dalam islam, sejarah mengajarkan kepada kita tentang bagaimana
praktik Nabi Muhammad ketika melakukan perdagangan, yang mana pada waktu
itu karena kejujuran, kebenaran, dan sifat amanahnya itu Nabi Muhammad
diperkenankan untuk menjualkan dagangan Khodijah dan membawa dagangan
Khadijah ke negeri Syam. Secara tidak sadar bahwa apa yang dilakukan Nabi
Muhammad mengajarkan kepada kita tentang perdagangan internasional. karena
nabi Muhammad pun melakukan perdagangan antar negara, tentu tak secanggih
pada zaman sekarang.
Perdagangan di awal peradaban manusia terlihat sangat sederhana. Saat itu
setiap kegiatan ekonomi dilakukan secara barter. Seiring dengan perkembangan
teknologi, terbentuknya spesialisasi, dan semakin banyaknya macam barang yang
dibutuhkan manusia, menimbulkan kondisi perdagangan semakin meluas. Hal itu
menjadikan perdagangan tidak hanya antar masyarakat di suatu daerah atau suatu
negara, tapi meluas pada perdagangan antar negara (perdagangan luar negeri)
yang dikenal dengan sebutan perdagangan internasional. In menyebabkan
meskipun negara itu masih dikatakan berkembang bahkan negara kecil sekalipun,
tetap harus mengikuti perkembangan perdagangan yang kini sudah mencapai
ranah internasional, dengan ikut andil melakukan perdaganga internasional dalam
hal ini yaitu ekspor dan impor. Maka negara tersebut akan bisa bersaing dengan
negara-negara lain yang sama-sama melakuan perdagangan internasional.
Data menyebutkan bahwa total perdagangan internasional yang dilakukan
oleh pemerintah Indonesia dalam bulan Januari sampai Agustus 2016 (dalam hal
1
ini ekspor dan impor) berturut-turut adalah 91,73 dan 87,35 dalam miliyar USD.4
Melihat data tersebut bisa ditarik sebuah konklusi bahwa pemerintah Indonesia
lebih banyak menjual komoditinya ke luar negeri dibandingkan mendatangkan
komoditi dari luar negeri. Sehingga pemerintan mempunyai surplus 4,38 milyar
USD.
Data tersebut merupakan salah satu bukti kinerja pemerintah Indonesia
untuk mencapai negara yang makmur, efisien dan efektif. Mustafa Edwin
Nasution Dkk dalam bukunya bahwa efisiensi dan efektivitas merupakan landasan
pokok dalam kebijakan pengeluaran pemerintah, yang dalam ajaran islam dipandu
oleh kaidah-kaidah syar’iyah dan penentuan skala prioritas.5 Tentunya kaidah-
kaidah tersebut menimbulkan perbedaanperbedaan yang signifikan terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah terkait masalah perdagangan internasional ini.
Disini penulis mencoba untuk mengkomparasaikan unsurunsur perdagangan
internasional yang dilakukan pemerintah ditinjau dari sudut pandang konvensional
dan islam (syari’ah). Sehingga akan didapatkan analisa perbedaan perdagangan
internasional dari sudut pandang konvensional dan Islam secara makro.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dimulainya era perdagangan bebas pada tahun 2003 oleh blok perdagangan
regional ASEAN melalui AFTA, yang kemudian diiringi oleh negara-negara maju
APEC pada tahun 2010, telah menjadikan globalisasi ekonomi suatu hal yang
penting dan tidak dapat dihindari oleh negara-negara yang ada di Dunia. Dalam
era globalisasi ini batas-batas perdagangan antar-negara bangsa menjadi sangat
tipis.
Winarno (2004: 49) mengemukakan bahwa ada tiga hal penting yang
terdapat dalam globalisasi, yakni saling berhubungan, integrasi dan saling
berkaitan. Saling berhubungan dalam globalisasi menurut Lodge dalam Adi
(2005) merupakan suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa
menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek
kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun
lingkungan. Integrasi menurut Amal dalam Adi (2005) merupakan proses
munculnya masyarakat global, yaitu suatu dunia yang terintegrasi secara fisik
dengan melampaui batas-batas negara, baik ideologis dan lembaga-lembaga
politik dunia, sedangkan saling berkaitan mengandung pengertian bahwa sistem
ekonomi, khususnya moneter, dunia ini sangat tergantung satu sama lain. Dengan
adanya tiga hal tersebut dalam globalisasi, maka kebijakan-kebijakan dalam skala
Nasional tidak dapat lepas dari peristiwa-peristiwa di tingkat global.
3
mengimplementasikan berbagai strategi global yang menghubungkan dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan Internasional mereka di seluruh dunia.
4
“Semakin anda membuka, membiarkan kekuatan pasar berkuasa, dan
semakin anda membuka perekonomian anda bagi perdagangan bebas dan
kompetisi, perekonomian anda akan semakin efisien dan berkembang”.
5
Ternyata dalam kenyataannya, selain membawa dampak positif,
perdagangan bebas membawa beberapa dampak negatif, diantaranya yaitu sebagai
berikut. (Sukirno)
6
Dari uraian di atas, ternyata perdagangan di era globalisasi selain membawa
dampak positif ternyata juga berdampak negatif. Sebenarnya bagi negara maju,
perdagangan bebas tidak begitu menjadi masalah karena pada umumnya mereka
memiliki kemampuan bersaing, dan justru globalisasi merupakan peluang bagi
mereka untuk dapat memasarkan produk-produknya. Namun bagi negara
berkembang, khususnya negara-negara Islam, globalisasi merupakan pilihan yang
sangat sulit. Di satu sisi, kebijakan perdagangan dalam globalisasi terutama
penghapusan tarif, kuota impor, devaluasi mata uang dan penghapusan subsidi
akan mempersulit kehidupan rakyat serta mematikan industri dalam negeri karena
pada umumnya kondisi negara-negara tersebut masih miskin dan tidak begitu
mampu bersaing. Namun di sisi yang lain, apabila tidak ikut arus globalisasi maka
mereka akan terisolasi dari pergaulan dunia internasional.
Dari gambaran di atas sebenarnya apa yang salah, padahal negara Islam di
atas tidak mengasingkan diri dari globalisasi. Islam sebagai suatu syariat yang
universal dan komprehensif memandang bahwa bumi dan segala isinya
merupakan amanah dari Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah di muka
bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi umat manusia. Untuk
mencapai tujuan ini, Allah SWT memberi manusia petunjuk melalui Rasul-Nya
7
tentang segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik aqidah, akhlak, maupun
syariah. Perdagangan, khususnya perdagangan internasional, termasuk ke dalam
masalah syariah. Pembahasan ini akan mencoba untuk menguraikan pandangan
Islam terhadap perdagangan internasional, globalisasi dan perdagangan serta
bagaimana kebijakan perdagangan dalam Islam dari masa Rasulullah sampai masa
kekhalifahan ternyata mampu masalah-masalah yang timbul dalam kaitannya
dengan perdagangan internasional.
8
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisa (4):
29)
9
Berbeda dengan sistem kapitalis dan sosialis marxis, asas perdagangan
internasional dalam Islam dibangun bukan berdasar pada komoditinya, tetapi pada
pemilik komoditi, karena perdagangan masuk pada hukum jual beli.
Seebagaimana dalam Alquran, Allah Swt. Berfirman:
Yang dimaksud hukum halal dalam ayat ini adalah untuk pelaku jual beli
(manusia atau pedagang) dan bukan untuk harta komoditi yang di jual belikan.
10
3. Negara tidak mendapatkan keuntungan dari kesepakatan kesepakatan
dengan negara di mana komoditas digunakan sebagai asas perdagangan
selain kemudahan dalam memasarkan produknya ini dapat terjadi karena
setiap orang tanpa kecuali musuh negara dapat dengan bebas membeli dan
memasarkan komoditas yang diperbolehkan dengan mengambil untung
yang tinggi.
"Setiap bagian dari bagian yang sesuatu yang mubah apabila padanya
terdapat kerusakan maka bagian itu saja yang dilarang sedang sesuatu itu tetap
mubah."
Dalam kaitannya dengan ekspor dan impor dengan negara non muslim islam
memperbolehkan nya selama barang yang diekspor bukan barang yang strategis
dan tidak digunakan untuk memerangi kaum muslimin sebab dahulu rasulullah
pernah meminta tsunamah untuk mengirim makanan pada penduduk makkah
11
padahal mereka adalah musuh rasulullah dan pada waktu itu kaum muslimin dan
para sahabat keluar masuk negara lain negara non muslim untuk berdagang
begitupun dengan impor selama barang tersebut diperlukan dan untuk
kemaslahatan masyarakat maka tidak ada larangan.
12
adanya pasar global menjadikan perusahaan ekspansi ke luar negeri untuk
menyaingi perusahaan sejenis.
13
negara-negara maju. Mereka menganggap bahwa perusahaan multinasional dan
transnasional menyebabkan tingginya angka pengangguran di Eropa dan Amerika
Serikat, karena dengan investasi perusahaan ini ke luar negeri maka masyarakat
negara maju kehilangan peluang kerja. Selain itu, semakin terbukanya pasar, ada
kekhawatiran terjadinya invasi dari perusahaan negara maju lainnya dalam produk
yang sejenis. Misalnya, kekhawatiran Amerika Serikat terhadap produk-produk
dan Jepang yang mulai membanjiri pasar Amerika. Kekhawatiran tersebut
memunculkan fenomena yang unik di tengah masyarakat dunia, yaitu munculnya
regionalisasi ekonomi.
Globalisasi diambil dari kata global yang berarti universal, dan Islam
sebenarnya adalah agama yang universal, di mana kebenarannya melampaui
batas-batas suku, etnis, bangsa, dan bahasa. Dalam Alquran Allah SWT beriman:
”Wahai manusia .............. ” yang mencirikan globalisasi. Namun, globalisasi yang
menempatkan Allah Swt. sebagai pencipta dan juga sebagai pengatur. Konsep ini
berbeda dengan konsep globalisasi kapitalisme sekarang yang hanya
menempatkan Tuhan sebagai pencipta, bukan sebagai pengatur, sehingga hukum
untuk mengatur kehidupan manusia di dunia dapat dibuat oleh manusia. Dalam
globalisasi ini ada kebebasan yang membolehkan melakukan apa saja selama
dipandang baik oleh manusia.
Pada dasarnya, Islam juga mengenal perdagangan bebas karena prinsip
perdagangan dalam Islam sebenarnya adalah kebebasan. kebebasan dalam
melakukan transaksi antara penjual dan pembeli dengan berdasarkan keridhaan
(keikhlasan) serta tidak ada pemaksaan. Kebebasan Perdagangan tersebut dapat
dilihat dari tindakan Rasulullah yang melarang orang kota menjemput pedagang-
pedagang dari desa yang masih berada di luar kota untuk membeli barang dengan
harga murah di mana orang desa tersebut tidak diberi kebebasan atau kesempatan
untuk masuk kota untuk menjual barang dagangannya. Dan di sini jelas bahwa
sistem perdagangan bebas dalam Islam bertujuan untuk mempersingkat mata
rantai antara penjual dan pembeli.
Sistem perdagangan bebas sekarang, meskipun ada yang bertujuan untuk
mempersingkat rantai perdagangan, tetapi penuh dengan aturan dan ikatan.
Lembaga-lembaga perdagangan bebas. seperti AFTA, NAFTA. W'FO, dan lain
14
sebagainya memuat banyak aturan dan tidak membebaskan penjual dan pembeli
langsung melaksanakan transaksi.
15
meskipun barang-barang tersebut lebih mahal dari barang yang
diimpor.
c.Hambatan-hambatan birokrasi (red tape barriers), yaitu hambatan
yang membatasi impor tanpa aturan formal, misalnya aturan dengan
menetapkan standar kesehatan, keamanan dan prosedur pabean
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sebagai penghambat
dalam perdagangan.
16
pembangunan ekonomi karena banyak pedagang yang mendatangi khilafah
sehingga tidak terisolasi dari dunia luar, padahal khilafah memberlakukan
beberapa kebijakan perdagangan.
Pengenaan tarif bea cukai yang ada dalam Islam hanya dikenakan kepada
para pedagang asing. Pengenaan tarif tersebut didasarkan pada ijma’ sahabat pada
masa kekhalifahan Umar, dimana pada masa itu diriwayatkan dari Abi Majaz
17
Lahiq bin Hamid, dia berkata “mereka bertanya kepada Umar: “apa yang kita
kenakan terhadap darul harbi, apabila mereka dating (memasukan barang) kepada
kita?” Umar balik bertanya: “apa yang mereka kenakan atas kalian, apabila kalian
memasukan (barang) kepada mereka?” mereka menjawab: “Usyur’ (10 persen)”,
umar berkata: “seperti itulah yang kita kenakan atas mereka.” Sedangkan untuk
warga Islam, Islam melarang pengenaan tarif terhadap mereka. Hal ini didasarkan
pada hadist dimana Raslullah saw. Bersabda: “tidak dapat masuk surga,
orangyang memungut bea cukai (excise tax). “HR.Abu Ahmad, Abu Dawud dan
Al-Hakim dari Uqbah bin Amir).
Jadi berdasarkan pada riwayatdiatas, hukum tarif bea cukai adalah mubah,
tarif pada waktu itu dikenakan kepada orang asing, karena pada waktu itu Negara-
negara asing mengenakan tarif tehadap para pedagang berwarga Negara Islam
yang keluar masuk negaranya. Dengan mubahnya hukum pengenaan tarif pada
orang asing maka dalam Islam sebenarnya Negara dapat membesarkan Negara
lain dari berbagai pungutan pajak (tarif) atas komoditinya. Hal ini tergantung pada
kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh para pemimpin Negara Islam, dengan
tetap mempertimbangkan kemaslahatan kaum muslimin.
18
Negara akan memastikan bahwa praktik-praktik antipasar seperti penetapan harga
dan praktik-praktik otor lainya (penimbunan barang di pasar) dikendalikan oleh
mekanisme penawaran dan permintaan pasar. Dan di masa khalifah tidak ada
system paten disana, Karen hal tersebut akan menghambat invensi dan inovasi.
1. Tarif Impor
Tarif impor adalah pungutan terhadap barang-barang yang diimporkan dan
merupakan kebijakan perdaganan yang paling tua. Tarif dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Tarif spesifik, yaitu tarif yang dikenakan sebagai beban tetapi atas unit
barang yang diimpor.
b. Tarif ad valorem, yaitu pajak yang dikenakan aberdasarkan persentase
tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.
c. Tarif campuran atau sering disebut tarif specific ad valorem, yairu
kombinasi antara tarif spesifik dan tariff ad valoorem.
Perbedaan antara tarif spesifik dan ad volerem adalah bahwa tarif spesifik
bersifat represif yaitu jumlah biaya masuk yang dibayar semakin kecil apabila
barang yang diimpor semakin besar jumlahnya. Sedangkan tarif ad valorem
adalah bersifat proporsional dimana jumlah bea masuk yang dibayar akan
menigkat sesuai dengan peningkatan jumlah barang.
Ada beberapa efek yang dapat timbul dengan adanya tarif, diantaranya yaitu
a. Efek harga, yaitu harga barang impor dalam mata uang nasional
meningkat sebesar tariff yang dikenakan.
b. Efek konsumsi, yaitu, permintaan dipasar dalam negeri terrdapat
barang impor menurun karena eek harga tersebut.
19
c. Efek proteksi, yaitu produksi di dalam negeri akan naik akibat dari
peningkatan harga.
d. Efek pendapatan, yaitu hasil pajak impor merupakan pendapatan bagi
pemerintah.
e. Efek retrubusi, yaitu harga impor akan naik akibat dari adanya tarif.
Dalam hal ini akan mengakibatkan surplus konsumen hilang atau
berkurang dan di sisi yang lain akan mengakibatkan bertambahnya surplus
produsen dalam negeri sehingga keuntungannya meningkat. Dari sinilah terjadi
perpindahan surplus dari konsumen ke produsen.
Sebelum adanya sebesar t, pengenaan tarif, harga barang berada pada Pw,
namun setelah adanya tarif, pengimpor baru akan bersedia mengirim barang dari
luar negeri ke dalam negeri, jika ada selisih harga paling sedikt sebesar t. dengn
adanya sebesar t, maka harga barang domestic akan naik, sedangkan harga barang
di luar negeri akan segera turun, sampai perbedaan harga sebesar t. pengenaan
tarif tersebut mengakibatkan harga di kedua pasar mengalami perubahan tarif
meningkat harga domestic ke PT dan menurunkan harga di luar negeri ke P*T = pT
- t. Dengan adanya harga yang tinggi tersebut maka produsen domestic akan
meningkatkan penawarannya, sedangkan konsumen menurunkan permintaannya,
sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang. Di luar negeri, adanya
harga yang lebih rendah menyebabkan penawaran turun dan permintaan
meningkat, dank arena itu, penawaran untuk ekspor menjadi naik.
20
Dengan demikian pengenaan tarif impor mengakibatkan produksi domestik
akan meningkat sehingga impor menjadi turun. Namun di sisi lain, peningkatan
harga domestik dapat membebani masyarakat. Oleh karena itu, dalam Islam,
pengenaan tarid impor bersifat lebih felksibel (boleh dikenakan dan boleh tidak),
tergantung pada kondisi mana yang lebih menguntungkan masyarakat, sehingga
tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Tarif impor dalam Islam baru akan
dikenakan kepada negara yang juga mengenakan tarif dalam melakukan
perdagangan internasionalnya.
2. Kuota Impor
Kuota impor adalah pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh
diimpor, di mana kebijakan tersebut dalam ekonomi konvensional dimaksudkan
untuk melindungi produsen dalam negeri. Dengan adanya pembatasan impor
maka pada tingkat harga semula sebelum ada pembatasan, permintaan untuk
barang yang bersangkutan akan lebih besar daripada penawaran domestik dan
impor, hal ini akan menyebabkan harga lebih tinggi sampai keseimbangan baru
tercapai, sehingga pembatasan impor akan meningkatkan harga dalam negeri.
21
dunia akan turun menjadi Pm2. Garis P Pm1 Pm2FE1 merupakan keuntungan atau
laba dari kuota.
3. Subsidi Ekspor
22
Pada awalnya, titik keseimbangan perdagangan internasional berada di
titik E, dimana kurva penawaran adalah Sx dan permintaan Dx dengan tingkat
harga ekspor pada Pxo dan kuantitas barang pada Qxo. Dengan adanya subsidi
ekspor, maka kurva penawaran akan bergerak ke bawah sehingga berada pada S 1x
dimana produsen dapat menjual barang menjadi lebih murah, maka permintaan
akan barang ekspor menjadi bertambah menjadi Qx1. Dengan kondisi ini harga
untuk pembeli domestik berubah dari Pxo menjadi Px1 karena terjadi kekurangan
barang yang dikonsumsi di dalam negeri, dan bidang E merupakan total
pengeluaran pemerintah dalam bentuk subsidi untuk perusahaan ekspor.
Dari uraian di atas, subsidi ekspor di satu sisi akan meningkatkan kuantitas
suatu barang yang diekspor, namun di sisi lain menyebabkan harga barang dalam
negeri meningkat akibat dari adanya keterbatasan barang yang ada di dalam
negeri. Disini berarti subsidi ekspor hanya menguntungkan warga (produsen)
yang mengekspor barangnya ke luar negeri, tetapi merugikan warga yang
mengkonsumsi barang tersebut di dalam negeri.
23
Rule of the game dalam perdagangan bebas ini menjadi suatu tantangan
berat bagi umat Islam, terutama disoroti dari aspek hukum. Hal ini dikatakan
demikian lantaran selama ini umat Islam tidak pernah menghadapi persoalan
sepelik ini sungguhpun dalam Islam terdapat jargon Islam rahmantan lil’alamin.
Sebagai sebuah aturan main yang lahir dari kreasi manusia, kita tentu
merasa muskil dan tidak percaya begitu saja bahwa globalisasi ekonomi bebas
dari nilai dan kepentingan kelompok tertentu. Kehadirannya justru sarat dengan
nilai-nilai terntentu, yaitu nilai dan ideologi ekonomi liberal yang diwariskan oleh
Adam Smith dengan kolega lainnya.
“kita bisa makan malam bukan karena kebaikan tukang roti atau
tukang daging, melainkan karena sifat diri sendiri di dalam diri mereka.
Kita bukan mengharap cinta mereka terhadap orang lain, melainkan cinta
mereka pada dirinya sendiri.”
Bagi umat Islam cara pandang tersebut sudah tentu dipandang sebagai
sebuah ajaran filsafat yang menyesatkan. Karena manusia dengan karakter
dasarnya sebagai makhluk madani dalam Islam sudah pasti saling memerlukan
satu dengan lain atas dasar landasan cinta. Nabi sendiri secara tegas mengatakan
bahwa “la yu’minu ahadukum hatta yuhibbu li akhihi kama yuhibbu linafsihi”,
tidaklah beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
24
Landasan tersebut pada prinsipnya memberikan satu penegasan bahwa
dalam muamalah terdapat aspek hukum yang mengatur dan melindungi identitas
anggota-anggotanya. Dalam konteks ekonomi global, penegasan Nabi tersebut
mengandung makna bahwa jika seseorang di antara manusia tidak mampu
bersaing sebagai prasyarat untuk memenuhi kebutuhannya karena keterbatasan
diri, maka yang mampu wajib memberikan dukungan dan perlindungan
kepadanya.
Tujuan batasan ini untuk mencegah terjadinya kedzaliman melalui harta dan
mengentaskan manusia dari kegelapan material yang dapat menutupi selaput
spiritualnya. Dengan kata lain, nilai-nilai ekonomi Islam yang bersifat universal
dapat diproyeksikan untuk memainkan peran mengentaskan manusia dari
kegelapan kompetitif menuju cahaya kebersamaan dan kemanusiaan di balik
transaksi ekonomi dan bisnis global.
25
Nilai-nilai Islam yang diartikulasikan dalam ekonomi harus mampu
memberi petunjuk dan pilihan yang tepat bagi pelaku bisnis dalam persaingan
global. Nilai-nilai Islam harus mampu menjawab tantangan yang ada di tengah-
tengah masyarakat, baik lokal maupun universal.
Dalam skala global lembaga ekonomi Islam yang turut berperan aktif dalam
percaturan ekonomi global, selain lembaga-lembaga donor dan organisasi
internasional, adalah lembaga ekonomi Islam, yaitu Islamic Development Bank
(IDB).
Lembaga ekonomi Internasional Islam yang lahir atas inisiatif dan prakarsa
umat Islam dari berbagai negara ini telah memainkan peran penting dalam
memutar roda ekonomi internasional. Sebagai responsi terhadap organisasi
perdagangan dunia (world trade organization) IDB telah membentuk unit IDB-
WTO pada tanggal 1 Januari 1998 yang berfungsi untuk:
26
2.5 Pandangan Islam Terhadap Pertukaran Mata Uang
Pergeseran nilai uang sebagai amanah ini tidak lepas dari perjalanan sejarah
perputaran uang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga money changer. Lembaga
ini diperlukan untuk membantu menyeleksi dan memilah jenis-jenis uang maupun
keabsahannya. Karena uang yang beredar tidak lagi menggunakan standar emas
dan perak seperti yang pernah terjadi pada masa lalu, maka muncullah berbagai
macam jenis coin emas dan perak yang bermacam jenis dan nilai intrinsiknya.
27
Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari
harga tunai sebagaimana yang dipraktekkan Zaid bin Ali Zainal Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thablib, cicit Rasulullah SAW sebagai orang yang
pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tanggung bayar
(deferred payment) lebih tinggi dari pada harga tunai (cash).
Sharf dalam syari’at Islam adalah pertukaran harta atau uang dengan uang
lain, berupa emas atau perak, baik sejenis maupun tidak, dengan berat dan ukuran
yang sama atau berbeda. Praktek sharf ini bisa terjadi pada uang (nuqud)
sebagaimana terjadi pada emas dan perak dengan syarat kontan, barang riil
dengan barang riil.
Sharf ini diperoleh atas dasar hukum hadits Nabi yang menganjurkan untuk
menjual emas dengan perak dengan syarat harus kontan. Bahkan dalam hadits
yang diriwayatkan Ubadah bin Shamit dikemukakan:
dengan dirham, bur dengan bur (gandum), dan kurma dengan kurma,
kecuali sama antara yang satu dengan yang lainnya, dan secara kontan.
28
Pertukaran mata uang dua negara yang berbeda termasuk dalam kategori
sharf yang diperbolehkan dalam syari’at Islam, berdasarkan hadits di atas. Dengan
dasar itu pula Abdurrahman Al Maliki berargurmen bahwa pertukaran system
moneter yang berlaku di dunia, seperti menukar rupiah dengan dolar, dolar
dengan poun sterling, rubel dengan franc, adalah mubah menurut syariah Islam
dan tidak terdapat larangan di dalamnya.
29
4. Sesuatu hal yang wajib ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor
penunjang lainnya tidak dapat dibangun, maka faktor penunjang tersebut
wajib hukumnya.
30
negara bisa tercapai. Disamping itu pendapatan negara juga akan mengalami
peningkatan dari spesialisasi yang diukur dari efisiensi dan surplus produksi. Serta
memperluas pasar hingga ke luar negeri. Oleh katena itu diharapkan dari aktifitas
perdagangan internasional ini bisa menambah kesejahteraan penduduk suatu
negara.
31
Sistem kurs mata uang dalam kapitalisme adalah sistem kurs mata uang
mengambang bebas (floating exchange rates). Sistem kurs mata uang
mengambang bebas adalah system devisa dimana kurs suatu mata uang dengan
mata uang yang lain dibiarkan untuk ditentukan secara bebas oleh tarik menarik
kekuatan pasar. Pada sistem ini keterkaitan sistem harga antar negara terbentuk,
karena kurs beban dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan nilai
mata uang dalam negeri yang dinyatakan dalam emas.
Tarif yang sering kita kenal dengan bea cukai (excise tax) tidak boleh
diambil dari warga negara islam atas komoditi impor atau ekspor. Diriwayatkan
dari Uqbah bin Amir bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak akan masuk surga, orang yang memungut bea cukai.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan Hakim dari Ukhbah bin Amir). Sedangkan terhadap selain warga
negara Islam yaitu pedagang-pedagang asing maka di kenakan atas mereka
sebagaimana mereka mengenakan atas pedagang-pedagang warga negara Islam,
baik mereka muslim maupun non muslim. Diriwayatkan dari Abi Majaz Lahiq bin
Hamid, dia berkata : “mereka bertanya kepada Umar : Apa yang kita kenakan atas
32
penduduk darul harbi, apabila mereka datang (memasukan barang) kepada kita?
Umar bail bertanya : Apa yang mereka kenakan atas kalian, apabla kalian
memasukan (barang) kepada mereka?’ mereka menjawab: Usyur.’ (10%). Umar
berkata: seperti itulah yang kita kenakan atas mereka.” Memungut bea cukai dari
orang asing itu hukumnya mubah.
33
kita? Maka jawabnya, yang masih mengindahkan aturan penyembelihan
yang benar sehingga sembelihannya tetap halal, hanyalah kaum Yahudi.
Ada pun kaum Nasrani hari ini mayoritasnya adalah orang liberal yang tidak
mengindahkan aturan agama mereka lagi. Oleh karena itu, janganlah
mengimpor daging sembelihan dari negara kafir, kecuali setelah dipastikan
bahwa penyembelihannya telah memenuhi kriteria syariat.
5. Perhatikan pula fungsi barang yang hendak diimpor. Adakah barang
tersebut mengandung dampak negatif atau sering disalahgunakan? Jika ya,
urungkan saja. Kecuali jika Anda hanya menjualnya kepada pihak yang
tidak menyalahgunakannya, seperti impor senjata.
6. Jangan mengimpor barang-barang yang mendorong kaum Muslimin untuk
menyerupai
7. orang kafir.
8. Hindari cara pembayaran yang bersifat ribawi.
34
Dari segi pandangan umum bahwa Perdagangan internasional dalam
pandangan konvensional dan pandangan islam mempunyai persamaan yaitu sama-
sama sebagai aktivitas jual beli suatu produk barang atau jasa ke pasar di luar
negeri. Perdagangan internasional sangat penting untuk menyeimbangkan neraca
perdagangan karena impor harus dibiayai dengan nilai yang sama dari ekspor
untuk mempertahankan keseimbangan neraca perdagangan. Dengan perdagangan
internasional pula, maka negara akan bisa memenuhi kebutuhan penduduknya.
35
sebesar Usyr atau 10%.
Sistem Pembayaran Sistem kurs dalam transaksi Sedangkan dalam islam
perdagangan internasional mengacu pada emas dan
prespektif konvensional perak atau dinar dan dirham
mengacu pada kurs mata
uang mengambang bebas
(floating exchange rates).
Komoditas Dalam ekonomi Komoditas harus tidak
konvensional, transaksi mengandung barang haram,
Tidak memandang halal atau komoditasnya harul
haram barang halal
36
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1. Terdapat beberapa perbedaan yang membedakan perdagangan internasional
menurut konvensional dan islam, tapi dalam konteks kenegaraan, konsep
perdagangan islam membatasi perdagangan internasional yang dilakukan negara
selain batasan-batasanseperti pemberlakuan tarif, kuota, hambatan perdagangan
bukan tarif, dan pembatasan penggunaan valuta asing. Ini adalah batasan batasan
yang ditetapkan oleh negara untuk mengatur perekonomian negara, disamping itu,
islam membatasi bahwa barang atau komoditi yang yang diperdagangkan harus
bersih dari unsur-unsur keharaman. Inilah yang menjadi pembeda yang
fundamental antara perdagangan internasional menurut konvensional dan islam.
2. Adapun perbedaannya antara konvensional dan islam jika dilihat dari
sistemnya, perdagangan internasional konvensional tidak memandang sistem
pembayaran yang diberlakukan tetapi dalam islam yaitu menghindari cara
pembayaran yang bersifat ribawi. Jika dilihat dai fungsinya, perdagangan
internasional konvensional tidak meperhatikan fungsi barang yang hendak
diperdagangkan. Karena mementingkan keuntungan, tetapi dalam Islam
memperhatikan fungsi barang yang hendak diperdagangkan. Adakah barang
tersebut mengandung dampak negatif atau sering disalahgunakan. Jika dilihat dari
tujuannya, maka perdagangan internasional konvensional hanya berkonsentrasi
pada keuntungan dunia semata. Tetapi dalam islam bertujuan pada prinsip
maslahah agar tercapai “falah” atau keuntungan di dunia dan akhirat.
3.2. Saran
Sebagaimana kita telah mengetahui kebijakan perdagangan luar negeri atau
internasional secara seksama. Ada kalanya lebih baik kita bisa menerapkan
peraturan yang sudah berlaku sejak dulu sesuai dengan syariat Islam. Menjauhkan
kita dari mudharat dan masalah yang besar terhadap bangsa kita. Dengan
37
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Jusmaliani, M.E., dkk. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara
38