Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“ INTERNATIONAL TRADE THEORY “

Oleh :
KELOMPOK 4
DINI LORENZA C 201 19 041
DARMAWAN C 201 19 042
WIRANTO S.ABDULLAH C 201 19 043
RISMAHANI C 201 19 045
LISA ALFIRA C 201 19 046
IDA AYU DWI PUSPITASARI C 201 19 047
ARY SIGIT C 201 19 053
NI LUH AYU NIKELLY ENJELI C 201 19 095

MATA KULIAH BISNIS GLOBAL


MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis menyusun Makalah yang berjudul "INTERNATIONAL TRADE THEORY."

Penulisan Makalah ini diajukan guna memberikan informasi mengenai perdagangan


internasional. Informasi yang terbarui diharapkan mampu menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan pemahaman mengenai perdagangan internasional.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah ini masih jauh dari sempurna karena pengalaman
dan pengetahuan kelompok yang terbatas. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak
sangat diharapkan demi perbaikan Makalah di masa mendatang.

Palu, 30 September 2021

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdagangan internasional berperan penting untuk memenuhi kebutuhan negara di dunia.


Terjadinya perdagangan internasional, maka diperlukan devisa. Perdagangan internasional
diartikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang terdapat ekspor dan impor di
dalamnya (Tambunan, 2001:1).Perdagangan internasional menjadi hal yang penting bagi
perekonomian setiap negara guna mensejahterakan rakyatnya.Perdagangan internasional
memiliki peran yang penting karena suatu negara tidak dapat memenuhi semua kebutuhan
dalam negeri (Setiawan dan Sonia, 2016).Perdagangan internasional seperti kegiatan ekspor
dan impor dilakukan masyarakat di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya.Ekspor dan impor menjadi salah satu kegiatan penting dalam perekonomian negara.
Devisa yang dihasilkan dari kegiatan ekspor dipergunakan untuk membiayai kegiatan impor
bahan baku serta barang modal dalam proses produksi guna membentuk suatu nilai tambah.
Perdagangan Internasional dapat menjadi permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia
jika konsumsi akan barang atau jasa tersebut melebihi anggaran yang ditetapkan pemerintah
setiap tahunnya.Konsumsi akan barang-barang di luar negeri dan minimnya produksi yang
dilakukan Indonesia merupakan salah satu timbulnya masalah baru yang harus dihadapi
Indonesia (Ayu dan Sudirman, 2017).

Dengan adanya perdagangan internasional, maka setiap negara yang ada di dunia dapat
melakukan pertukaran sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing negara, dengan tujuan
agar tidak terdapat kelebihan ataupun kekurangan sumber daya di masing-masing negara di
dunia.Hubungan kerjasama antar negara yang dilakukan Indonesia diawali pada masa orde
baru yang ditandai dengan perdagangan antar negara.Teori modern menyatakan bahwa
adanya perbedaan relatif faktor-faktor pemberian dan intensitas penggunaan pada produksi
menyebabkan terjadinya perdagangan internasional (Boediono, 2000:52).Indonesia
merupakan salah satu negara yang melakukan perdagangan internasional dikarenakan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia.Harga barang-barang impor yang
meningkat pesat namun cadangan devisa dalam negeri mengalami penurunan serta kurs
rupiah terhadap Indonesia yang melemah menyebabkan pemerintah Indonesia semakin sulit
untuk melakukan impor sesuai dengan permintaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia,akan tetapi perdagangan internasional tetap menjadi solusi untuk
memecahkan permasalahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat karena dengan
melakukan perdagangan internasional suatu negara juga dapat memperoleh banyak
keuntungan seperti memungkinkan suatu negara berspesialisasi dalam menghasilkan barang
dan jasa yang berkualitas dengan harga yang rendah, baik dari segi biaya bahan baku maupun
produksinya, serta ketika suatu negara tidak mampu menghasilkan barang dan jasa dalam
memenuhi kebutuhan dalam negeri maka negara tersebut akan melakukan impor barang dan
jasa. Sistem yang dilakukan perdagangan internasional yaitu dengan cara menginput
barang-barang yang datang dari luar negeri menuju ke suatu negara yang bertujuan untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam negara tersebut merupakan pengertian
impor (Hutabarat, 1997:403).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan International Trade Theory ?
2. Apa saja teori dalam International Trade Theory ?
3. Jelaskan masing-masing teori dalam International Trade Theory.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi International Trade Theory

Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun
jasa-jasa. Adapun subjek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga
negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara
maupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000).

Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan
atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai
kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari sudut kepentingan
masing-masing dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak
(Boediono, 2000).

Suatu masyarakat dalam negara tentunya membutuhkan barang atau jasa yang tidak ada di
negara yang ditinggalinya. Dengan adanya perdagangan antar negara tentu memperlancar
pemenuhan kebutuhan untuk warga di masing masing negara yang melakukan perdagangan
ini. Misalnya saja, Indonesia membutuhkan mesin modern untuk pengolahan sawah, maka
negara luar menyediakan mesin tersebut.

Atas dasar kebutuhan dan saling menguntungkan kedua belah pihak tentunya perdagangan
antar negara ini sangat membantu dan bermanfaat. Bagi negara yang membutuhkan barang
atau jasa sudah terbantu pemenuhan kebutuhannya. Dan bagi negara yang menawarkan
barang serta jasa juga mendapat keuntungan secara finansial dari negara lain.

Inilah beberapa hal tentang perdagangan secara internasional yang bisa dipahami. Tentunya
siklus dagang internasional ini terjadi karena ada teori yang mendasari dan acuan yang
digunakan. Inilah yang perlu dipahami dalam dunia dagang internasional.
2.2 Teori yang Mendasari adanya International Trade Theory.

1. Merkantilisme

Merkantilisme adalah praktik dan teori ekonomi, yang dominan di Eropa abad 16 ke abad
ke-18, yang dipromosikan lewat peraturan ekonomi pemerintahan suatu negara untuk tujuan
menambah kekuasaan negara dengan mengorbankan kekuatan nasional saingannya. Ini
adalah mitra dari politik ekonomi absolutisme atau monarki absolut. Merkantilisme termasuk
kebijakan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mengumpulkan cadangan moneter melalui
keseimbangan perdagangan positif, terutama barang jadi. Secara historis, kebijakan tersebut
sering menyebabkan perang dan juga termotivasi untuk melakukan ekspansi kolonial. Teori
merkantilis bervariasi dalam penerapannya terkini dari satu penulis ke yang penulis lain dan
telah berkembang dari waktu ke waktu. Tarif tinggi, terutama pada barang-barang
manufaktur, merupakan fitur yang hampir universal dari kebijakan merkantilis. Kebijakan
lainnya termasuk:

● menciptakan koloni di luar negeri;


● melarang daerah koloni untuk melakukan perdagangan dengan negara-negara lain;
● memonopoli pasar dengan port pokok;
● melarang ekspor emas dan perak, bahkan untuk alat pembayaran;
● melarang perdagangan untuk dibawa dalam kapal asing;
● subsidi ekspor;
● mempromosikan manufaktur melalui penelitian atau subsidi langsung;
● membatasi upah;
● memaksimalkan penggunaan sumber daya dalam negeri; dan
● membatasi konsumsi domestik melalui hambatan non-tarif untuk perdagangan.

Atau dapat dikatakan suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu
negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang
bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat penting. Aset
ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral
berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara dan modal ini
bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah impor sehingga
neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan
bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan
terhadap perekonomiannya, dengan mendorong ekspor (dengan banyak insentif) dan
mengurangi impor (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan ekonomi
yang bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi
merkantilisme.

Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode
modern (dari abad ke-16 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul).
Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur
perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir.
Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong
terjadinya banyak peperangan di kalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya
dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring
dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The
Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu
adalah negara industri terbesar di dunia.

Istilah "sistem dagang" digunakan oleh kritikus terkemuka, Adam Smith, tetapi
"merkantilisme" telah digunakan sebelumnya oleh Mirabeau.

Sementara banyak negara menerapkan teori ini, satu contoh adalah Prancis, ekonomi negara
paling penting di Eropa pada saat itu. Raja Louis XIV dari Prancis mengikuti bimbingan Jean
Baptiste Colbert, umumnya pengendalian keuangan (1662-1683). Ditetapkan bahwa negara
harus memerintah di bidang ekonomi seperti yang terjadi di diplomatik, dan bahwa
kepentingan negara seperti yang diidentifikasi oleh raja yang unggul dari pedagang dan orang
lain. Tujuan dari kebijakan ekonomi merkantilis adalah untuk membangun negara, terutama
di usia perang gencarnya, dan negara harus mencari cara untuk memperkuat ekonomi dan
melemahkan musuh asing.

Saat ini, semua ahli ekonomi Eropa antara tahun 1500 sampai tahun 1750 dianggap sebagai
merkantilis meskipun ketika itu istilah 'merkantilis' belum dikenal. Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh Victor de Riqueti, marquis de Mirabeau pada tahun [1763], dan kemudian
dipopulerkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Pada kenyataannya, Adam Smith menjadi
orang pertama kali menyebutkan kontribusi merkantilis terhadap ilmu ekonomi dalam
bukunya yang berjudul The Wealth of Nations. Istilah merkantilis sendiri berasal dari bahasa
Latin mercari, yang berarti "untuk mengadakan pertukaran," yang berakar dari kata mrx,
berarti "komoditas." Kata merkantilis pada awalnya digunakan oleh para kritikus seperti
Mirabeau dan Smith saja, namun kemudian kata ini juga digunakan dan diadopsi oleh para
sejarawan.

2. Keunggulan Absolut
Teori keunggulan absolut merupakan teori yang dikemukakan oleh Adam Smith yang
menjelaskan tentang keunggulan suatu negara terhadap negara lain secara mutlak dalam hal
produksi. Konsep mengenai teori keunggulan mutlak dikemukakan secara lengkap oleh
Adam Smith pada tahun 1776 dalam karyanya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and
Causes on the Wealth of Nations. Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith
mengemukakan manfaat perdagangan internasional melalui keunggulan dalam pembagian
kerja. Teori keunggulan absolut dikembangkan berdasarkan doktrin pembagian kerja.
Dalam teori keunggulan mutlak, suatu negara akan mengungguli negara lain secara mutlak
dalam produksi barang jika mampu menghasilkan barang dengan biaya produksi yang lebih
murah. Keunggulan mutlak juga dapat diperoleh oleh suatu negara jika mampu menukar
barang dari negara lain yang jika diproduksi di dalam negeri hanya memberi laba yang
sedikit dan memerlukan biaya yang lebih mahal.[3] Selain itu, suatu negara dapat disebut
memiliki keunggulan mutlak dari negara lain jika negara tersebut memproduksi barang atau
jasa yang tidak dapat diproduksi oleh negara lain. Misalnya, Indonesia memproduksi keris
dan tidak memproduksi satelit pemancar. Sebaliknya, Jepang memproduksi satelit pemancar
dan tidak memproduksi keris. Dengan demikian, perdagangan internasional akan terjadi di
antara keduanya bila Indonesia dan Jepang bersedia bertukar satelit pemancar dan keris.

Teori keunggulan mutlak didasarkan pada beberapa asumsi pokok antara lain:

● Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja.


● Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama.
● Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.
● Biaya transport ditiadakan.
Teori keunggulan mutlak berkembang hingga ke pemikiran ekonomi internasional. Aspek
yang menerima teori keunggulan mutlak adalah pembagian kerja, spesialisasi produk dan
efisiensi produksi dalam ekonomi internasional. Pembagian kerja berkaitan dengan jumlah
waktu bekerja dalam kegiatan produksi. Pembagian kerja yang dikelola dengan baik dapat
mengurangi biaya operasional dalam kegiatan produksi. Penghematan biaya akan menambah
keuntungan pada penjualan produk. Kondisi ini menyebabkan keunggulan mutlak dari segi
penjualan barang dan biaya produksi. Spesialisasi jenis barang yang diproduksi juga akan
menambah keuntungan dari produksi dalam negeri. Keunggulan mutlak hanya terjadi ketika
suatu negara memproduksi barang yang sesuai dengan sumber daya yang ada di wilayahnya.
Sebaliknya, keuntungan mutlak juga terjadi jika negara hanya melakukan impor barang atas
barang dengan biaya produksi yang tinggi jika diproduksi di dalam negeri. Suatu negara akan
memperoleh keunggulan mutlak jika mampu memproduksi barang yang sama dengan negara
lain, tetapi dengan biaya yang lebih murah.
Teori keunggulan mutlak tidak memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan teori
perdagangan. Penyebabnya adalah perdagangan internasional lebih cenderung menerapkan
teori keunggulan komparatif. Dalam buku-buku teks ilmiah, teori keunggulan mutlak hanya
dijadikan sebagai pengantar dalam teori perdagangan baru. Teori keunggulan mutlak
dianggap sebagai bagian dari sejarah pemikiran ekonomi yang melandasi perkembangan teori
perdagangan lainnya.

3. Teori Keunggulan Komparatif


Teori keunggulan komparatif adalah teori yang menyatakan bahwa barang yang memiliki
nilai kegunaan pasti juga memiliki nilai penukaran. Pencetus teori ini adalah David Ricardo.
Melalui teori ini, penukaran barang berlaku selama barang yang ditukar masih dapat
digunakan. Perpaduan antara teori keunggulan komparatif dan teori kuantitas ruang
kemudian dimanfaatkan untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Teori ini
menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan oleh suatu negara melalui kerja
keras dalam melakukan penguasaan teknologi. Melalui perdagangan bebas, maka negara
yang memanfaatkan teknologi akan lebih diuntungkan dalam persaingan mancanegara
dibandingkan dengan negara yang hanya mengandalkan sumber daya alam saja. Selain itu,
penerapan teori keunggulan komparatif yang dilakukan melalui perdagangan internasional
akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi suatu negara.
Pada tahun 1786, Adam Smith mengemukakan konsep keunggulan bersaing yang dapat
diterapkan secara mutlak. Keunggulan mutlak dapat diperoleh oleh suatu negara jika
memiliki sumber daya unggulan atau teknologi unggulan yang memproduksi komoditas
dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Teori keunggulan mutlak
kemudian dikembangkan oleh Robert Torren dalam bukunya yang berjudul An Essay on the
External Corn Trade pada tahun 1815. Teori keunggulan komparatif kemudian muncul
sebagai perkembangan teori keunggulan bersaing. Teori ini digagas oleh David Ricardo
dalam bukunya yang berjudul On the Principles of Political Economy and Taxation tahun
1817. Secara rinci, teori keunggulan komparatif dikemukakan pada Bab 7 dengan tema
perdagangan luar negeri. Richardo menjelaskan bahwa kerugian mutlak oleh dua negara
dapat diatasi dengan melakukan produksi komoditas yang tidak diunggulkan oleh negara
yang diajak bekerja sama dalam perdagangan. Negara harus melakukan produksi dan ekspor
terhadap komoditas yang memiliki keunggulan mutlak yang lebih besar dan melakukan
impor terhadap komoditas yang memiliki keunggulan mutlak yang lebih kecil. Teori
keunggulan komparatif yang digagas oleh Richardo kemudian dikembangkan lagi oleh Eli
Heckscher (1919) dan Bertil Ohlin (1933). Menurut Heckscher-Ohlin, keunggulan
komparatif akan membuat suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain.
Keunggulan ini berupa kepemilikan faktor produksi dan teknologi produksi.
Perbedaan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara ditentukan oleh faktor
keunggulan suatu negara dibandingkan negara lainnya. Dua faktor keunggulan yang umum
yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Negara dengan keunggulan sumber daya
alam akan memiliki keunggulan komparatif pada produk primer dan produk padat sumber
daya alam. Sedangkan negara dengan keunggulan komparatif sumber daya manusia akan
memiliki keunggulan dalam produk padat teknologi dan produk padat modal sumber daya
manusia.Pola keunggulan komparatif yang menyebar antarnegara anggota perdagangan akan
memperbesar peluang perdagangan bebas. Sebaliknya, pola keunggulan komparatif yang
serupa antarnegara anggota akan memperbesar peluang terjadinya hambatan dalam
perdagangan.
Teori keunggulan komparatif telah menjadi dasar bagi teori perdagangan internasional.
Penekanan utamanya adalah pada keunggulan komparatif absolut dan relatif dalam produksi
komoditas dibandingkan dengan negara lain. Proses ekspor dilakukan oleh negara terhadap
komoditas dengan keunggulan komparatif yang tinggi. Komoditas dengan keunggulan
komparatif yang rendah diperoleh melalui impor. Perdagangan internasional dengan model
perdagangan bebas akan membuat sumber daya yang langka dapat dimanfaatkan secara tepat
guna. Setiap negara juga dapat melakukan perdagangan sesuai dengan keunggulan
komparatif yang dimilikinya pada bagian spesifikasi produksi. Keunggulan komparatif akan
memberikan peluang dalam meraih keuntungan untuk perusahaan yang menjadi spesialis jika
biaya yang ditetapkan berbeda. Keuntungan diperoleh ketika efisiensi produksi ditingkatkan.
Spesialisasi membuat keuntungan tetap ada meski tidak terjadi peningkatan produktivitas
pekerja secara individu.

4. Teori Heckser-Ohlin

Model Heckscher–Ohlin adalah model matematis perdagangan internasional yang


dikembangkan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin. Model ini didasarkan dari teori
keunggulan komparatif David Ricardo dan memprediksi pola perdagangan dan produksi
berdasarkan jumlah faktor (factor endowment) suatu negara. Model ini pada intinya
menyatakan bahwa suatu negara akan mengekspor produk yang menggunakan faktor yang
murah dan berlimpah dan mengimpor produk yang menggunakan faktor langka.

Asumsi-asumsi dalam model ini adalah:

● Kedua negara yang berdagang memiliki teknologi produksi yang identik


● Output produksi harus memiliki skala hasil (return to scale) yang konstan
● Mobilitas faktor
● Persaingan sempurna

Implikasi dari model ini adalah

● Teorema Heckscher–Ohlin: ekspor negara yang memiliki sumber daya modal yang
berlimpah akan berasal dari industri yang menggunakan sumber daya modal secara
intensif, dan negara yang memiliki sumber daya buruh yang berlimpah akan
mengimpor barang tersebut dan mengekspor barang yang menggunakan tenaga buruh
secara intensif sebagai gantinya.
● Teorema Rybczyński: ketika jumlah satu faktor produksi meningkat, produksi barang
yang menggunakan faktor produksi tersebut secara intensif akan meningkat relatif
kepada peningkatan faktor produksi (karena model H-O mengasumsikan persaingan
sempurna, yang di dalamnya harga sama dengan biaya faktor produksi). Teorema ini
mampu menjelaskan efek imigrasi, emigrasi, dan investasi modal asing.
● Teorema Stolper–Samuelson: liberalisasi perdagangan mengakibatkan faktor yang
berlimpah, yang digunakan secara intensif dalam industri ekspor, memperoleh
keuntungan sementara faktor yang langka, yang digunakan secara intensif dalam
industri yang harus berkompetisi dengan barang impor, mengalami kerugian.
● Penyetaraan harga faktor: perdagangan bebas dan kompetitif akan mengakibatkan
penyetaraan harga faktor bersamaan dengan harga barang yang didagangkan.

Namun, pada tahun 1954, Professor Wassily W. Leontief menemukan bahwa Amerika
Serikat, negara yang sumber daya modalnya berlimpah, mengekspor komoditas yang
menggunakan buruh secara intensif dan mengimpor komoditas yang menggunakan modal
secara intensif, sehingga bertentangan dengan model ini. Permasalahan ini dijuluki sebagai
paradoks Leontief.

5. Teori Siklus Hidup Produk

Siklus hidup produk (bahasa Inggris: Product life cycle) adalah siklus suatu produk/
organisasi dengan tahapan-tahapan proses perjalanan hidupnya mulai dari peluncuran awal
(soft launching), peluncuran resmi (grand launching), perubahan dari target awal, lalu mulai.
berkompetisi dengan produk-produk yang sejenis, hingga melewati persaingan dan kompetisi
produk memiliki tingkat penerimaan/ penjualan/ distribusi yang luas dan tersebar.

Dalam konteks organisasi siklus hidup suatu organisasi menjadi organisasi yang dihargai dan
memiliki kredibilitas yang tinggi.

Setelah mencapai puncaknya maka produk akan turun dengan alamiah. Perubahan citra
produk/ organisasi lalu dilakukan untuk mendukung inovasi dan menghindari penurunan
drastis akibat kejenuhan produk. Jangka waktu titik jenuh tidak saja ditentukan dari jenis
produk tetapi bisa dilihat menggunakan indikator seperti penjualan produk, komplain yang
tidak tertangani, distribusi dll.

Untuk memperpanjang siklus hidup produk dapat dilakukan upaya-upaya seperti: mendidik
pasar, beriklan, menjaganya dengan penjualan dsb. Ada juga istilah daur ulang siklus produk
yang diterapkan untuk menarik proyek dari penurunan dengan memperbaiki atau dengan
perubahan lainnya, seperti pengemasan ulang dan pemotongan harga.

Dalam perjalanan hidup sebuah produk, terdapat lima tingkatan sebagai berikut:

1. Pembentukan Produk. Sebuah produk mulai direncanakan mulai dari sebuah ide.
Kemudian produk mulai dibuat dan diciptakan dalam bentuk nyata.
2. Perkenalan Produk. Tahap kedua adalah perkenalan produk dengan cara mulai
melakukan pemasaran ke target pasar yang dituju.
3. Pertumbuhan Produk. Dalam tahap ini, terjadi peningkatan penjualan. Umumnya
dalam tahap ini terdapat kompetitor yang mulai memasuki pasar.
4. Pematangan Produk. Produk yang berhasil sukses diterima oleh pasaran, akan
bertahan dalam fase ini. Namun, seorang manajer produk harus selalu melakukan
inovasi untuk mempertahankan penjualan dan eksistensi produk.
5. Penurunan Produk. Dalam tahap ini, terjadi penurunan angka penjualan. Hal ini
dapat disebabkan oleh produk yang kalah bersaing dengan kompetitor.

Beberapa produk dirancang dengan siklus tertentu.

● Barang-barang mode (fashion) mungkin memiliki siklus selama lima bulan, tetapi
mobil (dengan sedikit modifikasi) memiliki siklus sepuluh tahun
● Produk minuman seperti Guinness dan Coca-Cola memiliki siklus hidup yang tak
terbatas.

6. Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru adalah kumpulan model ekonomi dalam perdagangan internasional
yang berfokus pada peran peningkatan skala pengembalian dan eksternalitas jaringan, yang
dikembangkan pada akhir 1970-an dan awal 1980-an. Ahli teori perdagangan baru
melonggarkan asumsi skala hasil konstan, dan beberapa berpendapat bahwa menggunakan
langkah-langkah proteksionis untuk membangun basis industri besar di industri tertentu
kemudian akan memungkinkan sektor-sektor tersebut mendominasi pasar dunia.
Bentuk-bentuk yang kurang kuantitatif dari argumen "industri bayi" serupa yang menentang
perdagangan bebas total telah dikemukakan oleh para ahli teori perdagangan setidaknya sejak
1791 (lihat: Sejarah perdagangan bebas).

Nilai proteksi "industri bayi" telah dipertahankan setidaknya sejak abad ke-18; misalnya,
Alexander Hamilton mengusulkan pada tahun 1791 bahwa ini menjadi dasar bagi kebijakan
perdagangan AS. Apa yang "baru" dalam teori perdagangan baru adalah penggunaan
ekonomi matematis untuk memodelkan skala pengembalian yang meningkat, dan terutama
penggunaan eksternalitas jaringan untuk menyatakan bahwa pembentukan industri penting
bergantung pada jalur dengan cara industri perencanaan dan bea yang bijaksana dapat
dikendalikan.

Model-model yang dikembangkan memprediksikan spesialisasi nasional demi industri yang


diamati di dunia industri (film di Hollywood, jam tangan di Swiss, dll.). Model tersebut juga
menunjukkan bagaimana konsentrasi industri yang bergantung pada jalur terkadang dapat
mengarah pada persaingan monopolistik atau bahkan situasi oligopoli.

Beberapa ekonom, seperti Ha-Joon Chang, berpendapat bahwa kebijakan proteksionis telah
memfasilitasi pengembangan industri otomotif Jepang pada 1950-an, ketika kuota dan
peraturan mencegah persaingan impor. Perusahaan Jepang didorong untuk mengimpor
teknologi produksi asing tetapi diharuskan memproduksi 90% suku cadang di dalam negeri
dalam waktu lima tahun. Konsumen Jepang menderita dalam jangka pendek karena tidak
mampu membeli kendaraan superior yang diproduksi oleh pasar dunia, tetapi akhirnya
memperoleh keuntungan dengan memiliki industri lokal yang dapat bersaing dengan pesaing
internasional mereka.

7. Keunggulan Kompetitif Nasional

Keunggulan kompetitif atau keunggulan bersaing (competitive advantage) adalah


kemampuan yang diperoleh melalui karakteristik dan sumber daya suatu perusahaan untuk
memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain pada industri atau pasar
yang sama. Istilah ini berasal dari judul buku Michael Porter, Competitive Advantage (1985),
yang dibuat sebagai jawaban atas kritik terhadap konsep keunggulan komparatif. Porter
merumuskan dua jenis keunggulan kompetitif perusahaan, yaitu biaya rendah atau
diferensiasi produk.

Keunggulan kompetitif diperkenalkan pertama kali sebagai konsep pada tahun 1985 oleh
Michael E. Porter dalam tulisannya berjudul "Competitive Advantage: Creating and
Sustaining Superior Performance." Menariknya, Porter telah lebih dulu menggunakan istilah
strategi kompetitif pada tahun 1980 melalui tulisannya berjudul "Competitive Strategy:
Techniques for Analyzing Industries and Competitors". Porter (1980) dalam tulisan
sebelumnya mengusulkan strategi-strategi generik untuk keunggulan kompetitif.[2] Kemudian
pada tahun 1985, barulah Porter memberikan gambarannya tentang keunggulan kompetitif
sebagai berikut:

"Keunggulan kompetitif adalah jantung dari kinerja perusahaan dalam pasar yang kompetitif
..Keunggulan kompetitif adalah tentang bagaimana sebuah perusahaan benar-benar
menempatkan strategi-strategi generik ke dalam praktik." (Porter, 1985, p.xv) [1]

Lebih lanjut menurut Porter (1985, p. 3), keunggulan kompetitif bertumbuh secara
fundamental dari nilai yang memungkinkan perusahaan untuk menciptakan nilai itu bagi para
pembelinya melebihi biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menciptakannya.

Fred David mendefinisikan keunggulan kompetitif sebagai “apa pun yang perusahaan
lakukan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan saingan”. Ketika perusahaan
dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan perusahaan saingan atau memiliki
sesuatu yang diinginkan perusahaan saingan, maka itu dapat merepresentasikan keunggulan
kompetitif (David, 2011, p. 9).
PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam perdagangan internasional (International Trade Theory) terdapat 7 sub bagian yang
mendorong adanya perdagangan internasional mulai teori klasik merkantilisme, absolut, dan
komparatif, teori modern Heckscher-Ohlin, siklus hidup baru, perdagangan baru, dan kompetitif
nasional yang mana saling melengkapi mulai dari teori paling awal hingga paling kini yang
memungkinkan terjadinya perdagangan internasional yang terstruktur dan terproteksi namun
fleksibel dalam kebijakan-kebijakan yang diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai