DOSEN PENGAMPU
HAYET, S.E, M.E.I
OLEH KELOMPOK 5
Fitri Anisa Nusa Putri : B1061171020
Utin Kenanga S : B1061171031
Utin Anya Bastian : B1061171041
Nurul Alifah : B1061171042
Windi Kurniasari : B1061171046
EKONOMI ISLAM
ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
RAHN (GADAI)
1
Mujahiddin, Akhmad. Hukum Perbankan Syariah. Depok: Rajawali Pers. Hal: 185
2
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah. Bandung: PT. Alma’arif, 1987, Hal: 13
3
Moh Rifa’I. 2002. Konsep Perbankan Syari’ah. Semarang: CV. Wicaksana. Hal: 89
2
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian…”
Hadits
Dari Aisyah berkata: “Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi dengan cara menangguhkan pembayarannya, lalu beliau
menyerahkan baju besi beliau sebagai jaminan”. (shahih muslim)
Dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW bersabda: "Tidak terlepas
kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia
memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.”4
Hukum Positif
1. UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah juga
telah mengatur Rahn.
2. Fatwa No: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas
C. RUKUN DAN SYARAT SYAH GADAI
Muhammad Anwar dalam buku fiqh Islam menyebutkan rukun dan syarat
perjanjian gadai adalah sebagai berikut :
1. Ijab qabul (sighot): dapat dilakukan baik dalam bentuk tertulis maupun
lisan, asalkan terkandung maksud adanya perjanjian gadai antar para pihak.
2. Orang yang bertransaksi (Aqid)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu
rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) adalah:
(a) Telah dewasa (b) Berakal (c) Atas keinginan sendiri.
3. Adanya barang yang digadaikan (marhun)
Syarat yang harus dipenuhi:
4
https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html (diakses pada 29 Sept, pukul 13.55)
3
(a) Dapat diserahterimakan (b) Bermanfaat (c) Milik rahin (orang yang
menggadaikan) (d) Jelas (e) Tidak bersatu dengan harta lain (f) Harta yang
tetap atau dapat dipindahkan.
4. Marhun bih (utang): Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiyah syarat utang
yang dapat dijadikan alas gadai adalah:
(a) Merupakan utang yang tetap dan wajib dibayar oleh raahin (b) utang
harus mengikat keduabelah pihak (c) jumlah, ukuran dan sifat utang harus
jelas diantara para pihak yang berakad.
D. RAHN DALAM PERBANKAN SYARIAH
Aplikasi Rahn dalam perbankan syariah ada dua macam:
Sebagai Produk Pelengkap: yaitu sebagai akad tambahan (jaminan)
terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah
Sebagai Produk Tersendiri: sebagai alternative dari pegadaian konvensional
yang mengenakan bunga, sedangkan biaya rahn ditetapkan di muka.5
E. Akad Perjanjian Transaksi Rahn
Qardh al-hasan: digunakan rahin untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu
rahin akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai
(marhun) oleh pegadaian (murtahin). Seperti emas, barang elektronik, dan
lain sebagainya.
Mudharabah: Diberikan bagi rahin yang ingin memperbesar modal
usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif. Berupa
barang bergerak maupun barang tidak bergerak dan keuntungan dibagi
setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.
Ba’i Muqayyadah: Diberikan kepada rahin untuk keperluan yang bersifat
produktif. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli
untuk barang atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin.
Ijarah: Objek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu. Bentuknya
adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.6
5
Muhammad Anwar. Fiqh Islam. Bandung: PT. Almu’arif, 1998, Cet. Ke-2
6
Ojk. Industri Jasa Keunangan PDF. Hal: 209
4
F. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GADAI KONVEN DAN SYARIAH
Persamaan Gadai (Hukum Perdata) dengan Rahn (Hukum Islam) adalah
sebagai berikut :
a. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang.
b. Adanya agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang.
c. Tidak boleh mengambil mengambil manfaat barang yang digadaikan.
d. Biaya barang yang digadaikan ditanggung pemberi gadai.
e. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan
boleh dijual atau dilelang.
Perbedaan Gadai Konvensional dan Gadai Syariah:
Gadai Syariah Gadai Konvensional
Dilakukan dengan prinsip tolong
Dilakukan secara suka rela tanpa mencari
menolong tetapi juga mencari
keuntungan
keuntungan dengan menarik bunga
Berlaku pada seluruh harta (benda
Berlaku pada benda yang bergerak
bergerak dan benda tidak bergerak)
Dilaksanakan tanpa melalui suatu Dilaksanakan melalui suatu lembaga
lembaga (Perum Pegadaian)
Tidak menggunakan sistem bunga Menggunakan sistem bunga
G. SKEMA GADAI
5
dipungut biaya dalam bentuk bunga yang dapat berakumulasi dan berlipat
ganda, sedangkan dalam gadai syariah nasabah hanya dipungut biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran (ujrah).
H. BERAKHIRNYA AKAD GADAI
Dapat disimpulkan bahwa akad rahn berakhir dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya.
2. Rahn membayar hutangnya.
3. Dijual dengan perintah hakim atas perintah rahin.
4. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan
dari pihak rahin.
7
Murtadho Muthahari, Terj. Irwan Kurniawan. 1995. “Asuransi dan Riba”. Bandung: Pustaka Hidayah.
Hal: 219.
6
B. DASAR HUKUM SHARF
AL-QUR’AN
Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Al-
Baqarah: 276)
HADITS
Hadis riwayat Muslim, yang diriwayatkan oleh Abi Sa’id Al-Khudry
dari Abu Hurairah dan hadis Abu Ubadah bin al-Shamid, ia berkata
bersabda Rasulullah SWA “emas (hendaklah dibayar) dengan emas perak
dengan perak, bur dengan bur, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma
dan garam dengan garam, sama dan sejenis, haruslah dilakukan secara
kontan (yad bi yad), maka apabila berbeda jenisnya jualah sekehendak
kalian dengan syarat kontan.”
HUKUM POSITIF
Fatwa (DSN) NO.28/DSN MUI/III/2002 tentang transaksi jual beli
mata uang (Al-Sharf)8
C. RUKUN DAN SYARAT SHARF
Rukun Al-Sharf:
1. Serah terima sebelum iftirak (berpisah)
Transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak
berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama
maupun yang berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak harus melakukan
serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi
dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya.
2. Al-Tamatsul (sama rata)
8
https://tafsirweb.com/1042-surat-al-baqarah-ayat-276.html (diakses, 30 Agt 2019. Pukul 14.35)
7
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram,
syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis.
Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan.
3. Pembayaran Dengan Tunai
Tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang
terdapat penundaan pembayaran, baik berasal dari satu pihak atau
disepakati oleh kedua belah pihak.
4. Tidak Mengandung Akad Khiyar Syarat
Tidak sah apabila terdapat khiyar syarat baik syarat tersebut dari sebelah
pihak maupun dari kedua belah pihak. Sebab salah satu syarat sah transaksi
adalah serah terima, sementara khiyar syarat menjadi kendala untuk
kepemilikan sempurna.
Adapun syarat Al-Sharf menurut DSN MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002
Tentang Jual Beli Mata Uang sebagai berikut:
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
b. Ada Kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis, maka nilainya
harus sama dan tunai (taqabbudl).
d. Apabila berlainan jenis, maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat bertransaksi dan secara tunai.9
D. MACAM-MACAM SHARF
a) Transaksi spot adalah pembelian dan penjualan valuta asing untuk
penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling
lambat dalam jangka waktu dua hari.
b) Transaksi forward disebut juga dengan transaksi berjangka yang pada
prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dengan sejumlah
mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang.
9
Al Sharf Dalam Hukum Islam.PDF. Hal: 25-27
8
c) Transaksi swap adalah transaksi pembelian dan penjualan bersamaan
sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang
berbeda.
d) Transaksi option yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.10
E. MEKANISME SHARF
Teknis penerapan akad sharf sebagai produk perbankan syariah di bidang jasa
dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tertanggal 17 Maret 2008. Di dalam
SEBI disebutkan bahwa persyaratan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pemberian jasa pertukaran mata uang atas dasar akad sharfsebagai berikut:
a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima penukaran maupun
pihak yang menukarkan uang dari atau kepada nasabah;
b. Transaksi pertukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta asing) hanya
dapat dilakukan dalam bentuk transaksi spot; dan
c. Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap matauang berlainan
jenis dalam kegiatan money changer, maka transaksi harus dilakukan secara tunai
dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan.
10
M.Sulhan. Transaksi Valuta Asing (Valas) dalam Prespektif Islam. PDF. Hal: 4-5
9
dalam kegiatan penghimpunan dana maupun penyaluran pembiayaan, sebagai
berikut; Pertama, ekspansi jaringan kantor perbankan syariah mengingat kedekatan
kantor dan kemudahan akses menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan
nasabah dalam membuka rekening di bank syariah. Kedua, gencarnya program
edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk dan layanan
perbankan syariah semakin meningkatkan kesadaran dan minat
masyarakat. Ketiga, upaya peningkatan kualitas layanan (service
excellent) perbankan syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan perbankan
konvensional, yakni pemanfaatan akses teknologi informasi, seperti layanan
anjungan tunai mandiri (ATM), mobile banking maupun internet banking.
Faktor keempat adalah pengesahan beberapa produk perundangan yang
memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah,
seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun
2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan
Jasa. Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari
sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun 2009-
2010.
Sedangkan menurut Abdul Ghofur Anshori, pelaksanaan sistem syariah pada
perbankan syariah dapat dilihat dari 2 (dua) prespektif yakni perspektif mikro dan
perspektif makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa
semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan
integritas tinggi dan sangat hati-hati. Yang meliputi:
1) Shiddiq, yaitu memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan
moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Nilai ini mencerminkan
bahwa pengelolaan dana dilakukan dengan mengedepankn cara-cara yang
diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (shubhat)
terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
10
2) Tabligh, dimana secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan
mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan
syariah.
3) Amanah, artinya menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran
dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal)
sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan pengelola dana
investasi (mudharib);
4) Fathanah, yaitu memastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan secara
profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum
dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank termasuk didalamnya adalah
pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesantunan (ri’ayah) serta
penuh rasa tanggung jawab (masuliyah).
Sedangkan dari perspektif makro, nilai-nilai syariah menghendaki perbankan
syariah harus berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan memenuhi hal-
hal, sebagai berikut:
1) Kaidah zakat, mengkondisikan perilaku masyarakat yang lebih menyukai
berinvestasi dibandingkan hanya menyimpan hartanya.
2) Kaidah pelarangan riba, menganjurkan pembiayaan bersifat bagi hasil (equity
based financing) dan melarang riba
3) Kaidah pelarangan judi atau maisir tercermin dari kegiatan bank yang melarang
investasi yang tidak memiliki kaitan dengan sektor riil.
4) Kaidah pelarangan gharar (uncertainty), mengutamakan transparansi dalam
bertransaksi dan kegiatan operasi lainnya dan menghindari ketidakjelasan
Berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah tersebut, sistem perbankan syariah yang
ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern,
yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali.
Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai “lebih dari sekedar bank”
(beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan
yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi.
11