AKUNTANSI SYARIAH
DOSEN PENGAMPUH
OLEH
EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis haturkan kepada Tuhan Allah SWT, atas limpahan berkah,
rahmat serta hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan
tepat waktu. Tugas ini membahas tentang “Sistem Keuangan Syariah” guna tugas
mingguan, matakuliah “Akuntansi Syariah.”
Terima kasih, atas arahan dan bantuan Ibu Zuliana Roviqoh, M.E.I. selaku
dosen pembimbing mata kuliah “Akuntansi Syariah” dan semua pihak yang telah
membantu penulis menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang berguna dan makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua. Semoga apa yang Anda berikan mendapat balasan dari
Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................1
C. TUJUAN............................................................................................................1
B. AKAD/KONTRAK/TRANSAKSI...................................................................7
A. KESIMPULAN................................................................................................22
B. SARAN.............................................................................................................22
C. MANFAAT/IBRAH........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem keuangan syariah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi islam, yang tujuannya sebagaimana dianjurkan oleh para ulama
adalah memperkenalkan sistem nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan
ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi
kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memenuhi dan melengkapi tugas Akuntansi Syariah
2. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai materi sistem
keuangan syariah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Memelihara harta bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh
dan digunakan sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan
sesuai dengan keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah
SWT.
1. Anjuran Bekerja atau Berniaga
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan
menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia
memerlukan harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi
sebagian perintah Allah seperti infak, zakat, pergi haji, perang (jihad), dan
sebagainya.
”... Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi:
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.” (QS 62:10)
Ketika Rasulullah ditanya oleh Rafi bin Khudaij: Dari Malik bin Anas r.a
“Wahai Rasulullah, pekerjan apakah yang Paling baik?” Rasulullah menjawab
“Pekerjaan orang dengan tangannya sendiri dan jual beli yang mabrur”. (HR.
Ahmad dan Al Bazzar At Thabrani dari Ibnu Umar)
2. Konsep Kepemilikan
Harta yang baik harus memiliki dua kriteria, yaitu diperoleh dengan
cara yang sah dan benar (legal and fair), serta digunakan dengan dan untuk hal
yang baik-baik dijalan Allah SWT. Allah SWT adalah pemilik mutlak segala
sesuatu yang ada didunia ini (QS 57:2), sedangkan manusia adalah wakil
(khalifah) Allah dimuka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya.
2
Sudah seharusnya, sebagai pihak yang diberi amanah (titipan),
pengelolaan harta titipan tersebut disesuaikan dengan keinginan dari pemilik
mutlak atas harta kekayaan yaitu Allah SWT. Untuk itu, Allah telah
menetapkan ketentuan syariah sebagai pedoman bagi manusia dalam
memperoleh dan membelanjakan/menggunakan harta kekayaan tersebut, dan di
hari akhir nanti manusia akan diminta pertanggungjawabannya.
3. Perolehan Harta
Kaidah fikih ini berlandaskan pada firman Allah dan Hadis berikut ini.
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu...”(QS
2:29)
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada dilangit dan apa yang ada di
bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang berfikir.”(QS 45:13)
“Yang halal ialah apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, dan yang
haram ialah apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya, sedang apa yang
didiamkan oleh-Nya bearti dimaafkan (diperkenankan) untukmu.”(HR. At-
Tirmidzi & Ibnu Majah)
Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara
atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu
yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan as-sunnah.
3
Misalnya, uang untuk mendirikan rumah yatim piatu yang diperoleh dari
mencuri adalah harta haram. Walaupun tujuannya benar, yaitu untuk
membantu yatim piatu, namun cara memperolehnya salah (haram), sehingga
tidak dibolehkan oleh syariah. Contoh lain adalah membeli (menadah) barang
curian. Jual belinya halal. Namun, karena objeknya tidak halal maka transaksi
ini pun tidak diperbolehkan oleh syariah. Jadi walaupun harta digunakan untuk
kebaikan namun apabila diperoleh dengan cara yang tidak baik tetap tidak
bernilai di sisi Allah.
Islam tidak memisahkan ekonomi dengan agama (lihat bab 1), sehingga
manusia tetap harus merujuk kepada ketentuan syariah dalam beraktivitas
ekonomi, termasuk dalam memperoleh harta kekayaan .
“Katakanlah (Muhammad), “Tidak sama yang buruk dan yang baik meskipun
banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah
wahai orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.”(QS 5:100)
4
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepada dirimu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”(QS 28:77)
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.(QS 7:31)
Di sisi kita dapat melihat bahwa Allah SWT sebagai sang pencipta
mengajarkan kepada kepada kita sesuatu konsep hidup “perlengkapan” yang
luar biasa, untuk hidup dalam batas-batas kewajaran, tidak boros/berlebih-
lebihan dan tidak kikir.
5
“Perumpamaan orang yang menginfak hartanya di jalan Allah seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada
seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki, Dan
Allah berjanji barang siapa melakukan kebajikan akan dilipatgandakan
pahalanya dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”(QS 2:261)
Allah SWT mendorong manusia agar peduli kepada orang lain yang
lebih mebutuhkan sehingga akan tercipta saling tolong-menolong antar
sesama. Sesungguhnya, uang yang diinfakkan adalah rezki yang nyata bagi
manusia karena ada imbalan yang dilipatgandakan Allah (di dunia dan di
akhirat), serta akan menjadi penolong di hari akhir nnti pada saat di mana
tidak ada sesuatu pun yang dapat menolong kita, sebagaimana bunyi hadis
berikut.
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang
waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan,
itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”(QS 2:280)
65
B. AKAD/KONTRAK/TRANSAKSI
Akad dalam bahas Arab al-‘aqd, jamaknya al-‘uqud, berarti ikatan atau
mengikat (al-rabth). Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian
antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah,
yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. (Ghutron Mas’adi, 2002).
Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh
diingkari. “Wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad)mu....” (QS. 5:11)
1. Jenis Akad
Akad dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fikih muamalat
membagi lagi akad menjadi dua bagian, yaitu:
1) Meminjamkan Uang
7
Rahn, merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam
bentuk atau jumlah tertentu
Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang
dari pihak lain
2) Meminjamkan Jasa
3) Memberikan Sesuatu
8
Akad tabarru' tidak bisa dipindahkan menjadi akad tijarah, dan tidak
juga bisa digunakan untuk memperoleh laba. Karena sifatnya yang khas
seperti itu.
9
2. Rukun dan Syarat Akad
Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada 3 (tiga), yaitu sebagai
berikut.
a. Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli,
penyewa dan yang menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul maal dan
mudharib, mitra dengan mitra dalam musyarakah, dan lain sebagainya).
Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu: merdeka,
mukalaf dan orang yang sehat akalnya.
“hai orang-orang yang beriman, jangan kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar) kecualai dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di anata kamu. Dan janganlah membunuh dirimu.
Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Jadi transaksi bisnis harus didasarkan kepada prinsip kerelaan antara kedua
belah pihak , dan tidak bathil yaitu tidak ada menzalimi dan dizalimi, sehingga
jika ingin memperoleh hasil harus mau mengeluarkan biaya, dan jika ingin untung
harus mau menanggungrisiko .
10
Hal yang termasuk dilarang dalam transaksi yang dilarang yaitu:
1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah
2. riba
3. Penipuan
4. Perjudian
5. Gharar
6. Ikhtikar
7. Monopoli
8. Bai’an Najsy
9. Suap
10. Tha’alluq
11. Bai al inah
12. Talaqqi al-rukban
11
2. Riba
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).”
12
c. Tahap 3 (Q.S Ali-Imran :130)
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al-Baqarah
2:280)
Ayat tersebut adalah ayat terakhir dalam tahap riba yaitu ketetapan
yang ditetapkan dengan tegas dan jelas bahwa semua prektik riba itu
dilarng (haram), tidak perduli dengan besar kecilnyatambahan yang
diberikan karena Allah hanya membolehkan pengembalian sebesar
pokoknya saja. Bagi yang memungut riba, ada ancaman yang sangat keras
yaitu Allah dan Rasul-Nya akan memeranginya.
Karena bahaya riba begitu besar sampai sampai ada suatu hadis
yang diriwayatkan AL-Hakim dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah
bersabda:
13
Bedasarkan ayat tersebut Allah melaknat semua pihak yang terlibat
dalam akad riba, melaknat orang yang mengambil dan memberi utang
dengan riba, penulis yang mencatatnya dan saksi saksinya. Konsekuensi
atas orang yang terlibat dalam riba adalah termasuk dosa besar.
1) Jenis Riba
Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah adalah riba yang muncul karena utaag piutang, riba Nasi’ah
dapat terjadi dalam segala jenis transaksi kredit atau utang-piutang dimana
satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok pinjamannya.
Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau
barter. Riba Fadhl bisa terjadi apabila ada kelebihan/penambahan pada
salah satu dari barang ribawi/barang sejenis yang pertukarkan baik
pertukaran dilakukan dari tangan ke tangan atau kredit.
14
tidak diperbolehkan menurut kasih sayang dari Allah yang maha
penyayang.
3) Perbedaan Riba dan Jual Beli
3. Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak mengetahui informasi yang
diketahui pihak lain dan dapat terjadi dalam empat hal yakni kuantitas,
kualitas, harga, dan waktu penyerahan.
Penipuan dalam kualitas misalnya dengan mencampur adukkan
barang baik denga yang buruk atau barang yang dijual memiliki cacat yang
disembunyikan. Penipuan dalam kuantitas misalnya mengurangi timbangan.
Penipuan dalam harga misalnya menjual barang dengan harga yag terlalu
tinggi pada orang yang tidak mengetahui harga wajar barang tersebut.
Penipuan dalam waktu misalnya seorang penyedia jasa menyanggupi
penyelesaian pesanan pada waktu tertentu, sementara dia sangat adar bahwa
dengan sumber daya dan kendala yang dimilikinya tidak mungkin dapat
menyelesaikannya pada waktu yang dijanjikan.
Al-A’raf:85
Dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yang saudara mereka,
Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada
Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang
15
nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi
sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika
betul-betul kamu orang-orang yang beriman".
An-Nahl:105
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang
pendusta.”
4. Perjudian
Berjudi/maisir dalam bahasa arab arti harfiahnya adalah memperoleh
sesuatu atau mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras.
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua belah pihak
atau lebih, dimana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainya,
kemudia mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu
ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media lainnya. Pihak yang
menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para
peertanya. Sebaliknya bila dalam undian kalah maka uangnya harus direlakan
untuk diambil oleh yang menang.
“wahai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi
berkurban (untuk berhala) dan mengundi nasip dengan anak panah, adalah
perbuata keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuata-
perbuatan itu agar kamu beruntung. (Q.S Al-maidah :90)
Semua bentuk perjudian itu dilarang dengan nama apapun misalnya
lotre, kuis sms, taruhan maupun bentuk spekulasi lainnya.
16
b. Ketidakjelasan dalam kualitas misalnya membeli kuda yang masih dalam
rahim induknya
c. Ketidakpastian dalam harga misalnya saya menjual baju dengan harga Rp
100.000 kalau ayar tunai tetapi kalau bayarnya satu bulan lagi maka
harganya Rp.120.000
d. Ketidakpastian dalam waktu misalnya menjual cincin berlian yang hilang
dengan harga Rp.1.000.000 dan penyerahannya nanti setelah cincin
berlian ditemukan
e. Ketidakpastian dalam akad terjadi jika satu transaksi diwadahi oleh dua
akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakjelasan mengenai akad mana yang
harus digunakan atau diberlakukan. Hal ini terjadi apabila ada dua akad
yang dapat memenuhi ketiga faktor berikut yaitu objek akad yang sama
karna ada ketidakjelasan akad mana yang berlaku, akad beli atau akad
sewa
6. Penimbunan Barang/ihtikar
Penimbunan adlah membeli susuatu yang dibutuhkan masyarakat,
kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan
mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena
dapat merugikan orang lain dengankelangkaannya/sulit didapat dan harganya
yang tinggi. Dengan kata lain penimbunnan mendapatkan keuntungan besar
dia atas penderitaan ornag lain.
7. Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang
(ihtikar). Monopoli biasanya dilakukan dengan membuat penghalang masuk,
untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi
pemain tunggal di pasar dan mendapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.
9. Suap
Suap dilarang karena dapat merusak sistem yang ada di dalam
masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan
perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan
yang tidak membayar.
17
“...dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim...” (QS
2:188)
11. Pembelian Kembali oleh Penjual dari Pihak Pembeli (Bai’al Inah)
Misalnya A menjual secara tunai pada B kemudian A membeli
kembali barang yang sama dari B secara kredit. Dari contoh ini, kita lihat ada
dua pihak yang seolah-olah melakukan jual beli, namun tujuannya bukan
untuk mendapatkan barang melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan
uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau
pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak
mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya sementara
pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan
memanfaatkan ketidaktahuan mereka. Cara ini tidak diperbolehkan secara
syariah sesuai dengan sabda Rasulullah:
18
D. PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARIAH
Sistem keuangan syariah bukan hanya berbicara mengenai larangan riba yang
juga telah dilarang pada agama samawi seperti agama Yahudi dan Kristen. Sistem
ini juga mengatur menganai larangan tindakan penipuan, pelarangan tindaka
spekulasi, larangan suap, larangan transaksi yang melibatkan brang haram,
larangan menimbun barang (ihtikar), dan larangan monopoli.
Filosofi sistem keuangan syariah “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya
melihat reaksi antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperti yang dikenal
pada sistem keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangan
berbagai umur etika, moral, sosial dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan
pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang sejahtera secara menyeluruh.
Melihat sistem kerja sama bagi hasil maka akan ada pembagian risiko. Risiko
yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya ditanggung penerima modal
atau pengusaha saja, namun juga akan diterima oleh pemberi modal. Pemberi
modal maupun penerima modal harus saling berbagi risiko secara adil dan
proposional sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam sistem keuangan syariah
pemberi dana lebih dikenal dengan investor daripada kreditur, oleh karena itu
pemberi modal juga harus menanggung risiko yang biasanya dengan modal yang
ditambahkan. Sebagai investor, pemberi modal dan tidak hanya memberikan
pinjaman saja lalu menerima pengembalian pinjamn dari aktivas perdagangan.
19
Akan tetapi, antara investor dan pengusaha secara bersama-sama bertanggung
jawab atas kelancaran aktivitas perdangangan untuk mencapai tingkat
pengembangan pengembalian yang optimal.
Berikut ini adalah prinsip sistem keuangan Islam sebagaimana diatur diatur
melalui Al-Quran dan As-Sunah.
20
dengan kontrak harus dilakukan. Hal ini akan mengurangi risiko atas informasi
yang asimetri dan timbulnya moral hazard.
6. Aktivitas Usaha Harus Sesuai Syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut harus
merupakan kegiatan yang yag diperbolehkan menurut syariah. Dengan
demikian, usaha seperti minuman keras , jadi, peternakan babi yang haram juga
tuidak boleh dilakukan.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama ela
(antaraddin minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al
dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).
21
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Sistem keuangan syariah diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik dalam
mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan bunga dalam sistem keuangan
syariah memiliki dampak yang sangat signifikan, karena bukan hanya prinsip
investasi langsung saja yang harus bebas dari bunga, namun investasi tak
langsung juga demikian.
C. IBRAH/ MANFAAT
22
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 4. Jakarta:
Salemba Empat.
23