PENDAHULUAN
Harta di katakan halal dan baik apabla niatnya benar, tujuannya benar
dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-
rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan as-sunah.
1
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat akad.
4. Untuk mengetahui hal yang termasuk dalam transaksi yang dilarang.
5. Untuk menetahui prinsip sistem keuangan syariah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika Rasulullah ditanya oleh Rafi bin Khudaij: Dari Malik bin
Anas r.a “Wahai Rasulullah pekerjaan apakah yang paling baik?”
Rasulullah menjawab "pekerjaan orang dengan tangannya sendiri
dan jual beli yang mabrur”. (HR Ahmad dan Al Bazzar At
Thabrani dari Ibnu Umar)
3
2.1.2 Konsep Kepemilikan
Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh
dengan cara yang sah dan benar (legal and fair), serta dipergunakan
dengan dan untuk hal yang baik-baik di jalan Allah SWT (Nurhayati
dan Wasilah, 2017: 51)
Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di
dunia ini (QS S7:2). sedangkan manusia adalah wakil (khalifah) Allah
di muka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya.
Sudah seharusnya, sebagai pihak yang diberi amanah (titipan),
pengelolaan harta titipan tersebut disesuaikan dengan keinginan dari
pemilik mutlak atas harta kekayaan yaitu Allah SWT. Untuk itu, Allah
telah menetapkan ketentuan syariah sebagai pedoman bagi manusia
dalam memperoleh dan membelanjakan/menggunakan harta kekayaan
tersebut, dan di hari akhir nanti manusia akan diminta
pertanggungjawabannya.
Jadi, menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia
terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di
dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal,
kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli
warisnya. sesuai ketentuan syariah.
4
tanda-tanda (kebesaran Allah ) bagi orang-orang yang berfikir.”
(QS 45:13)
5
1. Tidak boros dan tidak kikir
6
Memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang
membutuhkan, dengan tidak menambah jumlah yang harus
dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini, bertujuan
untuk mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak
memberatkan sehingga dapat menggunakan modal pinjaman
tersebut untuk hal-hal yang produktif dan halal.
2.2 Akad/Kontrak/Transaksi
Akad dalam bahasa Arab ’al-’aqd, jamaknya al-’uqud, berarti ikatan
atau mengikat (al-rabth). Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah
pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan
oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. (Ghufron
Mas’adi, 2002). Menurut Abdul Razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatul 'aqdi,
akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan
kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-
pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan
tersebut. (Ghufron Mas'adi, 2002)
Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh
diingkari. “Wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad)-mu....” (QS
5:1)
7
1. Akad Tabarru' (Gratuitous Contract) adalah perjanjian yang
merupakan transaksi yang tidak ditujukan untuk memperoleh laba
(transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah tolongmenolong
dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru' berasal dari kata birr dalam
bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru', pihak
yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan
apa pun kepada pihak lainnya karena ia hanya mengharapkan
imbalan dari Allah SWT dan bukan dari manusia. Namun, tidak
mengapa bila pihak yang berbuat kebaikan tersebut meminta
sekadar menutupi biaya yang ditanggung atau dikeluarkan untuk
dapat melakukan akad tabarru' tersebut, sepanjang tidak mengambil
laba dari akad tabarru' itu.
a. Meminjamkan Uang
Meminjamkan uang termasuk akad tabarru' karena tidak boleh
melebihkan pembayaran atas pinjaman yang kita berikan, karena
setiap kelebihan tanpa 'iwad adalah riba. Ada minimal 3 (tiga)
jenis pinjaman, yaitu sebagai berikut.
b. Meminjamkan jasa
8
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk
akad tabarru' Ada minimal 3 (tiga) jenis pinjaman, yaitu sebagai
berikut.
c. Memberikan Sesuatu
Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain.
Ada minimal 3 (tiga) bentuk akad ini.
Akad tabarru' tidak bisa dipindahkan menjadi akad tijarah, dan tidak
juga bisa digunakan untuk mpetoleh laba. Karena sifatnya yang khas
seperti itu.
9
2. Akad Tijarah (Compensational Contract) merupakan akad yang
ditujukan untuk memperoleh keuntimgan. Dari sisi kepastian hasil
yang diperoleh, akad ini dapat dibagi 2 (dua), yaitu sebagai berikut.
10
majikan, shahibul maal dan mudharib, mitra dengan mitra
dalam musyarakah, dan lain sebagainya).
Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi
syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan orang yang
sehat akalnya.
2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada
dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli
adalah barang dagangan, Objek mudharabah dan musyarakah
adalah modal dan kerja, objek sewa-menyewa adalah manfaat
atas barang yang disewakan dan seterusnya.
3. Ijab kabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan
menunjukkan mereka saling rida. Tidak sah suatu transaksi
apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya (QS
4:29), dan oleh karenanya akad dapat menjadi batal. Dengan
demikian bila terdapat penipuan (tadlis), paksaan (ikhrah) atau
terjadi ketidaksesuaian objek akad karena kesemuanya ini
dapat menimbulkan ketidakrelaan salah satu pihak maka akad
dapat menjadi batal walaupun ijab kabul telah dilaksanakan.
11
janganlah membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang
kepadamu.”
12
yang relevan. Sistem keuangan syariah merupakan aliran sistem keuangan
yang didasarkan pada etika Islam. Sistem keuangan syariah tidak sekedar
memperhitungkan aspek return (keuntungan) dan risiko, namun juga ikut
mempertimbangkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
13
keuangan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau
digunakan bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh
laba.
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela
(antaraddim minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la
tazhh'muna wa la ruzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi
al dhaman). dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi).
a. Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di
mana pemilik modal (shahibul maal) memercayakan sejumlah modal
14
kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut
kesepakatan di muka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya
ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau
kelalaian oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam
kontribusi 100% modal dan' pemilik modal dan keahlian dari
pengelola.
b. Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik
modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan
melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan
nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana,
barang dagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship),
kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau
hak paten/goodwill (intangible asset), kepercayaan atau reputasi
(credit-worthiness), dan lainnya.
2. Akad jual beli sewa-menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan
bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut.
15
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan
biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara
penjual dan pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual
pada saat transaksi dan tidak boleh berubah.
a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan
baik dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan
rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau
sebaliknya).
16
kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan
kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua: (1) Wadiah
Amanah di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh disimpan
dan tidak boleh didayagunakan. (2) Wadiah Yadhamanah di mana
uang/barang yang dititipkan boleh didayagunakan dan hasil
pendayagunaan tidak terdapat kewajiban untuk dibagihasilkan pada
pemberi titipan.
d. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain.
Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai
imbalan.
f. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-
muhil) kepada pihak lain (al-muhal 'alaih) atas dasar saling
memercayai.
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2014. Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 4. Jakarta:
Salemba Empat
Soemitra, Andri. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
19