Dalam segala kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia harus sesuai dengan ketentuan Allah,
baik dalam hal jual beli, pinjam meminjam maupun investasi.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (Al-Qasas: 77)
Daripada ayat di atas terdapat beberapa prinsip ekenomi Islam, di antaranya:
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara
keduanya dan semua yang di bawah tanah. (Taha: 6)
“Pedagang yang jujur lagi amanah adalah bersama-sama para nabi, para siddiqin dan para
syuhada’.” (Bukhari)
3. Bagian di Dunia Tidak Boleh Diabaikan dalam Mendapatkan Akhirat
Manusia tidak boleh mengabaikan bahagiannya di dunia ini. Manusia hendaklah bekerja sekuat-
kuatnya untuk mendapatkan kebaikan di dunia dengan cara yang paling adil dan dibenarkan oleh
undang-undang.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya. (Al-Maidah:87-88)
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang
mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. (Ar-Rum:38)
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah: 188)
Zakat merupakan harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah tercapai syarat yang diatur sesuai
aturan agama, zakat hanya bisa dikeluarkan kepada 8 aznaf penerima zakat. Menurut bahasa
"zakat" berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.
Makna tumbuh, berkembang, subur atau bertambah menunjukan bahwa mengeluarkan zakat
sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat itu
mengakibatkan pahala menjadi banyak.
Zakat juga berasal dari kata "Zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.
Dinamakan zakat karena, karena didalamnya terkandung harapan untuk memperoleh
keberkahan, membeersihkan jiwa, dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah,
Sayyid Sabiq:5).
Makna suci disini menunjukan bahwa zakat merupakan cara untuk mensucikan jiwa dari
kejelekan, kebatilan, dan pensuci dari dosa-dosa. Dalam Al-Qur'an disebutkan, “Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS.
at-Taubah [9]: 103).
Zakat hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim. Untuk zakat fitrah, setiap muslim wajib
mengeluarkan zakat sebagai pelengkap ibadah puasa dan mensucikan harta. Sedangkan zakat
maal wajib bagi setiap muslim yang mampu. Ukuran bagi seseorang dikatakan mampu adalah
mencapai nishab, yakni ukuran minimal seseorang mengeluarkan zakat. Nisab zakat pun
berbeda-beda sesuai dengan macam zakatnya
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah disebut juga dengan zakat Nafs (jiwa), yaitu zakat yang wajib dilakukan oleh
setiap muslim ketika menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Tujuan dari zakat fitrah ini
adalah untuk membersihkan diri dengan memberikan beras atau makanan pokok kepada yang
berhak atau membutuhkan.
Adapun ketentuan besar zakat yang dikeluarkan per jiwa adalah sebanyak satu sha' atau minimal
2,5 kilogram atau 3,5 liter makanan pokok di daerah tertentu. Misalnya, di Indonesia makanan
pokoknya adalah nasi, maka zakat fitrah dapat diberikan pada yang berhak yaitu dalam bentuk
beras sebanyak 3,5 liter atau 2,5 kg.
2. Zakat Maal
Zakat maal merupakan salah satu dari macam-macam zakat yang dapat dilakukan umat
Islam. Zakat maal (harta) adalah pemberian zakat dari pendapatan umat Islam, misalnya dari
perdagangan, pertanian, hasil laut, ternak, dan lain sebagainya. Setiap jenis penghasilan umat
Islam tersebut dihitung dengan cara tersendiri.
Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1998 Tentang Pengelolaan Zakat, pengertian zakat
maal adalah sejumlah harta seorang muslim atau organisasi milik muslim yang disisihkan kepada
orang yang membutuhkan sesuai ketentuan syariat Islam.
Zakat maal ada banyak macamnya, jika dibagi menurut objeknya, maka beberapa diantara zakat
maal sebagai berikut:
a. Emas dan perak
Emas dan perak termasuk harta yang berpotensi untuk berkembang. Nishab emas adalah
sebanyak 20 dinar atau setara dengan 85 gram emas. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu
Dawud, Rasulullah bersabda "Tidak ada kewajiban di atas kamu satupun yakni dalam emas
sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat
zakat 1/2 dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat harta kecuali
setelah satu haul".
Zakat emas diambil sebesar 2.5% atau 1/40. Contoh kasus dan perhitungannya sebagai berikut:
Pak Bahri memiliki 400 gram emas yang ia simpan dan sudah sampai satu tahun. Karena cukup
nishab dan haul, maka ia harus mengeluarkan zakat. Jadi 1/40 x 400 = 10 gram. Maka ia harus
mengeluarkan zakat sebanyak 10 gram emas.
Sedangkan untuk perak, nishab perak adalah 200 dirham atau setara dengan 595 gram. Zakat
perak diambil 2,5% dengan hitungan yang sama dengan zakat emas.
b. Binatang ternak
Masing-masing binatang ternak punya nishab yang berbeda. Ada tiga bintang ternak yang harus
dikeluarkan zakatnya, yakni unta, sapi, dan kambing/domba. Berikut hadits tentang ketentuan
zakat binatang ternak, dari hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik "Mengenai zakat pada
kambing yang digembalakan jika telah mencapai 40-120 ekor, dikenai zakat 1 ekor kambing".
Kemudian dalam hadits lain "Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkanku untuk
mengambil dari setiap 30 ekor sapi ada zakat dengan kadar satu ekor tabi'(sapi jantan umur satu
tahun) atau tabiah(sapi betina umur satu tahun) dan setiap 40 ekor sapi ada zakat dan kadar 1
ekor musinnah (sapi berumur dua tahun).
c. Hasil pertanian
Nishab hasil pertanian seperti bahan makanan pokok adalah 5 wasq atau setara dengan 750
kilogram. Namun dalam pendapat lain disebutkan bahwa untuk beras nishabnya sebesar 815
kilogram. Apabila dialiri dengan hujan, maka kadar zakatnya adalah 10%. Sedangkan jika
menggunakan irigasi, maka kadar zakatnya 5%.
d. Hasil perdagangan
Zakat perdagangan wajib dikeluarkan jika memenuhi dua ketentuan, yakni nilai barang
dagangannya mencapai nishab emas dan perak dan cukup haul. Cara menghitung zakat
perdagangan adalah menambahkan modal dan keuntungan, dikurangi kerugian, kemudian
dikalikan dengna 2,5 persen.
e. Rikaz (Harta karun atau harta temuan)
Harta temuan atau harta karun juga harus dikeluarkan zakatnya, yakni sebesar 20% atau 1/5 dari
harta. Hal ini sesuai dengan hadits, bahwa Rasulullah bersabda:
"Barang tambang (ma'dan) adlaah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati
sebesar 1/5(20%)
1. Fakir
Golongan masyarakat yang nyaris tidak memiliki apapun sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan utama dalam hidupnya.
2. Miskin
Golongan masyarakat yang hartanya sangat sedikit tapi masih dapat memenuhi
kebutuhan pokok hidupnya.
3. Amil
Orang-orang yang mengumpulkan zakat dan membagikannya kepada yang berhak.
4. Mu'alaf
Orang-orang yang baru memeluk agama Islam dan membutuhkan bantuan dalam
menyesuaikan kondisi hidupnya.
5. Gharimin
Orang-orang yang memiliki utang untuk mencukupi kebutuhannya di mana kebutuhan
tersebut halal tapi tidak sanggup untuk membayar utangnya tersebut.
6. Fisabilillah
Mereka yang berjuang di jalan Allah. Misalnya pendakwah, orang yang negaranya
mengalami peperangan, dan lainnya.
7. Ibnus Sabil
Orang-orang yang mengalami kehabisan uang dalam perjalanannya.
8. Hamba sahaya
Budak atau orang-orang yang ingin memerdekakan dirinya.
Terjemah Arti: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Infaq juga dapat diartikan mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan
untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Infaq diantaranya adalah infaq kepada
fakir miskin sesama muslim, infaq untuk bencana alam dll. Berbeda dengan zakat, dana infaq
dapat diberikan kepada siapapun meskipun tidak termasuk dalam delapan asnaf (golongan yang
berhak menerima zakat).
Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi
maupun rendah, baik di saat ia lapang maupun sempit. Untuk kata munfiq adalah orang-orang
yang mengeluarkan infaq yang diperuntukkan pada hal-hal yang berada di jalan Allah SWT.
B. Pengertian Shadaqah
Shodaqoh/Sedekah adalah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan, baik berupa barang
maupun jasa dari seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan suatu imbalan apapun selain
ridha Allah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 Shadaqah atau sedekah
merupakan harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum. Kita sebagai umat Islam bisa mendapatkan pahala sedekah dengan
melakukan kebaikan sekecil apapun.
Termasuk juga menurut Hadist Nabi, senyum yang tulus ikhlas dan kata-kata yang baik itu
juga sebagai salah satu bentuk shadaqah. Begitu juga dengan memberikan kebahagiaan kepada
orang lain dalam bentuk apapun yang diridhai Allah juga adalah salah satu perbuatan shadaqah.
Dengan demikian secara umum shadaqah bermakna semua kebajikan atau kebaikan yang
mengharap ridha Allah SWT. Mutashaddiq adalah orang yang mengeluarkan sedekah yang
diperuntukkan pada hal-hal yang berada di jalan Allah SWT.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ٌص َدقَة َ ك فِى َوجْ ِه َأ ِخي
َ َك ل
َ ك َ تَبَ ُّس ُم
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu“
Hukum dan ketentuan shodaqoh sama dengan ketentuan infaq. Hanya saja jika infak
berkaitan dengan materi. Shodaqoh/sedekah memiliki arti yang lebih luas. Termasuk pemberian
yang sifanya non materi, seperti memberi jasa, mengajarkan ilmu pengetahuan, dan memdoakan
orang lain.
1. Menyempurnakan Agama
Zakat merupakan bagian dari pondasi rukun islam yang keempat, setelah Syahadat, Sholat, dan
Puasa. Dengan menjalankan zakat, maka akan semakin sempurna ibadah seseorang dalam
menjalankan perintah agama. Hal ini tentunya merupakan suatu tujuan dari setiap muslim demi
mendapatkan ridho dari Allah SWT.
2.Mensucikan dan Menambah Harta
Kata Zakat sendiri memiliki makna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan.
Dapat diartikan dengan berzakat maka Allah SWT akan mensucikan harta dan jiwa kita dari
dosa. Selain itu zakat juga bermakna An-Numuw, atau tumbuh dan berkembang. Makna ini
semakin menegaskan bahwa orang yang menunaikan zakat, Insya Allah hartanya akan terus
bertambah dan berkembang sesusia
3.Ampunan Dosa
Sebagaimana tertulis dalam Alquran surat Al Maidah ayat 12, yang menyatakan Allah berjanji
mengampuni dosa-dosa hambanya yang mendirikan salat, menunaikan zakat, beriman kepada
rasul. Allah Berfirman :
"Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan
zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya
kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka
barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang
lurus.” (QS. Al Maidah: 12)
1. Membersihkan Harta
Hikmah berinfaq dan bersedekah yang pertama adalah membersihkan harta yang kamu
miliki. Setiap harta yang didapatkan ada sebagiannya adalah milik orang yang
membutuhkan. Oleh karena itu, dengan berinfaq kamu bisa membersihkan harta yang kamu
miliki dan menambah keberkahannya.
6. Menyempurnakan Ibadah
Di dalam surat Al Imran ayat 92 dijelaskan bahwa kebajikan atau ibadah yang kamu
kerjakan tidak akan sempurna jika kamu tidak berinfaq dan bersedekah. Hal ini tentu sudah
jelas bahwa infaq adalah penyempurna ibadah kamu. Jika sholat adalah ibadah yang
berhubungan kepada Allah maka infaq adalah ibadah yang berhubungan dengan sesama
manusia.
Inilah beberapa manfaat dan faidah dari zakat, infaq, dan shadaqah yang disebutkan
dalam Al-Qur'an dan Sunnah, kita memohon semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk
orang-orang yang senang berinfaq dan bershadaqah serta menunaikan zakat dengan ikhlas karena
mengharap wajah dan keridhaan-Nya, amin ya rabbal 'alamin.
Pengertian Jual Beli dalam Islam
Dalam bahasa Arab, jual beli disebut dengan al-bai’, dari segi bahasa berarti memindahkan hak
milik terhadap benda dengan akad saling mengganti (Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2010),
atau menukar suatu barang dengan barang yang lain (barter). Sedangkan menurut istilah, al-
bai’ memiliki banyak pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para ulama:
Pertama:Imam Hanafi (Mazhab Hanafi); jual beli ialah pertukaran suatu harta dengan harta yang
lain menurut cara tertentu.
Kedua:Imam Syafi’i (Mazhaab Syafi’i); jual beli ialah pertukaran sesuatu harta benda dengan
harta benda yang lain, yang keduanya boleh di-tasharruf-kan (dikendalikan), dengan ijab dan
qabul menurut cara yang diizinkan oleh syari’at.
Ketiga:Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini; jual beli adalah; kontrak pertukaran harta benda
yang memberikan seseorang hak memiliki sesuatu benda atau manfaat untuk selama-lamanya.
Keempat:Al-Qlayubi; akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan
terhadap satu benda atau manfaat untuk tempo waktu dan selamanya dan bukan untuk
bertaqarrub kepada Allah (bukan Hibah, Sadaqah, Hadiah, wakaf).
Defiinisi jual beli sebagaimana dikemukakan oleh para ulama di atas memberikan suatu
pengertian sekaligus penekanan bahwa istilah jual beli merupakan gabungan dari kata al-
bai’ (menjual) dan syira’ (membeli) – karena adanya keterlibatan aktif antara dua belah pihak
yang melakukan transaksi jual beli. Atau dengan kata lain, jual beli merupakan aktifitas yang
melibatkan dua belah pihak atau lebih untuk melakukan pertukaran barang dengan cara tertentu,
baik pertukaran barang dengan barang (barter) maupun dengan alat tukar (uang).
Dalam definisi tersebut juga terkandung nilai, bahwa jual beli merupakan salah satu proses al-
taghayyur al-milkiyah (perubahan kepemilikan) dari pihak penjual kepada pihak pebeli yang
bersifat permanen. Oleh sebab itu, jual- beli yang syar’i adalah jual beli secara lepas atau tidak
diikat dengan syarat tertentu seperti menjual dalam waktu satu bulan, satu tahun dan lainnya,
atau menjual barang dengan syarat si pembeli harus menjual kembali barang tersebut kepada
pihak penjual pertama pada waktu yang sudah mereka tentukan.
1. Dalil al-Qur’an
َ ِالَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ الرِّ بَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ َذل
ك بَِأنَّهُ ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع
ار هُ ْم فِيهَا ِ َّك َأصْ َحابُ الن َ َو َح َّر َم ال ِّربَا فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَا ْنتَهَى فَلَهُ َما َسلَفَ َوَأ ْم ُرهُ ِإلَى هَّللا ِ َو َم ْن عَا َد فَُأولَِئ
275 :البقرة – َخَالِ ُدون
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 275)”
اض ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما ْأ
ٍ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اَل تَ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر
29 :النساء –
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu” [An-Nisaa : 29]
Pertama: Larangan menawar barang yang sedang diitawar oleh orang lain.
Salah satu hikmah larangan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain adalah untuk
menghindari munculnya kekecewaan (gelo), perkelahian dan pertentangan di antara sesama.
Sebab orang yang menawar (membeli) suatu barang umumnya dilatarbelakangi oleh keinginan
untuk memiliki dan kebutuhkannya terhadap barang tersebut. Namun karena diambil oleh pihak
lain (pada saat terjadinya tawar menawar), menyebabkan hal tersebut tidak didapatkannya.
Akibatnya, muncul rasa kecewa, marah, bahkan kebencian di antara mereka.
Kedua: Sesuatu yang diperjual belikan adalah sesuatu yang mubah (boleh) dan bukan
sesuatu yang diharamkan
Dalam hadis Nabi saw. banyak dijelaskan tentang larangan menjual sesuatu yang diharamkan
oleh agama. Larangan menjual barang yang diharamkan tersebut tidak hanya secara zat (benda)
nya saja (bai’ an-najas), tetapi juga larangan memakan hasil penjualannya. Hal ini dapat
ditemukan penjelasannya dalam beberapa ayat dan hadis Nabi saw.sebagai berikut;
ت َعلَ ْي ِه ُم ال ُّشحُوْ ُم فَبَا ُعوْ هَا َو َأ َكلُوْ َأ ْث َمانِهَا َوِإ َّن هللاَ ِإ َذا َح َّر َم
ْ لَ َعنَ هللاُ ْاليَهُوْ َد ُح ِّر َم:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل
َ س َأ َّن النَّبِ َي
ٍ ع َِن ا ْب ِن َعبَّا
رواه أحمد و أبو داود – .َُعلَى قَوْ ٍم ْك َل َش ْيٍئ َح َّر َم َعلَ ْي ِه ْم ثَ َمنَه َأ
“Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melkanat orang-orang Yahudi, karean telah
diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan
hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu kaum memakan
sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
B. Bahaya-Bahaya Riba
Riba sudah dilarang bahkan sebelum Islam datang serta pelarangan riba tidak hanya
dalam islam, tetapi di agama-agama lain juga ada. Islam sangat melarang pelaksanaan
riba dalam kegiatan muamalah (hubungan manusia dalam interaksi sosial) dan riba
termasuk ke dalam salah satu dosa besar.
Karena kebaikan Allah SWT, Allah SWT memerintahkan pengharaman riba secara
bertahap, yaitu 4 tahap.
Tahap-Tahap Pengharaman Riba :
1. Tahap Pertama
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).” (Q.S Ar-Rum[30]:39)
2. Tahap Kedua
3. Tahap Ketiga
4. Tahap Keempat
اَلَّ ِذ ۡينَ يَ ۡا ُكلُ ۡونَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُ ۡو ُم ۡونَ اِاَّل َك َما يَقُ ۡو ُم الَّ ِذ ۡى يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ۡي ٰطنُ ِمنَ ۡال َمسِّ ؕ ٰذ لِكَ بِاَنَّهُمۡ قَالُ ۡۤوا اِنَّ َما ۡالبَ ۡي ُع
ِؕ ِم ۡث ُل الرِّ ٰبوا ۘ َواَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم الر ِّٰبوا ؕ فَ َم ۡن َجٓا َء ٗه َم ۡو ِعظَةٌ ِّم ۡن َّرب ِّٖه فَ ۡانتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسلَفَ ؕ َواَمۡ ر ُٗۤه اِلَى هّٰللا
ُّتؕ َوهّٰللا ُ اَل يُ ِحب ِ صد َٰق َّ ق هّٰللا ُ ال ِّر ٰبوا َوي ُۡربِى ال
ُ يَمۡ َح ﴾2:275﴿ َارۚ هُمۡ فِ ۡيهَا ٰخلِد ُۡون ِ َّص ٰحبُ الن ۡ َك ا َ ولٓـِئ
ٰ ُ َو َم ۡن عَا َد فَا
ت َواَقَا ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتَ ُوا ال َّز ٰكوةَ لَهُمۡ اَ ۡج ُرهُمۡ ِع ۡن َد ّ ٰ اِ َّن الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا َو َع ِملُوا ال ﴾2:276﴿ ار اَثِ ۡي ٍم
ِ صلِ ٰح ٍ َُّك َّل َكف
ٓ هّٰللا ٰ ۤ
ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ا َمنُوا اتَّقُوا َ َو َذر ُۡوا َما بَقِ َى ِمنَ الرِّ ٰبوا اِ ۡن ﴾2:277﴿ َف َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل هُمۡ يَ ۡحزَ نُ ۡون ٌ َربِّ ِهمۡ ۚ َواَل خَ ۡو
ُ ُ ۡ هّٰللا
ب ِّمنَ ِ َو َرس ُۡولِ ٖهۚ َواِن تُ ۡبتُمۡ فَلَـكمۡ ُر ُء ۡوسُ اَمۡ َوالِكمۡ ۚ اَل ۡ ُ ۡ
ٍ فَاِن لمۡ تَف َعل ۡوا فَا َذنُ ۡوا بِ َح ۡر ﴾2:278﴿ َُك ۡنتُمۡ ُّم ۡؤ ِمنِ ۡين
َّ ۡ
2:279﴿ َ﴾ت َۡظلِ ُم ۡونَ َواَل تُ ۡظلَ ُم ۡون
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.(275) Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah . dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa (276) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman
(278) Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah,
bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya(279).” (Q.S Al-Baqarah[2]:275-279)
Bahaya-Bahaya Riba :
1)Haram Hukumnya
Seperti dalam Q.S Ar-Rum[30]:39
2)Mendapat Siksa yang Pedih
Seperti dalam Q.S An-Nisa[4]:169
3)Dilarang Allah SWT
Seperti dalam Q.S Ali-Imran[3]:130
4)Sejalan dengan Syaiton
Seperti dalam Q.S Al-Baqarah[2]:275
5)Kekal di Dalam Neraka
Seperti dalam Q.S Al-Baqarah[2]:276
6)Membinasakan Umat Manusia
“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan. …memakan riba…”(H.R Muslim)
7)Semua yang Berperan Turut Berdosa
“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis
transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.” (H.R Imam Muslim)
8)Mendapat Azab Berat
Lelaki yang di pinggir sungai melempar batu ke mulutnya hingga berdarah dan kembali seperti
semula. Aku (Rasulullah) bertanya, apa ini? salah seorang lelaki yang bersamaku menjawab,
yang engkau lihat dalam sungai darah itu adalah pemakan riba”. (HR Imam Al Bukhari)
9)Dosa Lebih Besar dari Zina
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui
bahwa di dalamnya adalah hasil riba, dosanya itu lebih besar dari melakukan perbuatan zina
sebanyak 36 kali”. (HR Ahmad)
10) Kufur Bagi yang Menghalalkan
“Sekali kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka”. (QS Al-Muthaffifin[83]:14)
11) Menimbulkan Sifat Tamak
Jelas bahwa riba memang memberikan keuntungan yang besar bagi pihak yang memiliki
modal, hal tersebut akan menimbulkan sifat tamak karena orang ingin mendapatkan
keuntungan yang lebih banyak lagi. Sifat tamak tersebut nantinya akan menimbulkan sifat
buruk lain seperti sifat kikir, sifat sombong, dan menggunakan harta hasil riba tersebut untuk
segala kenikmatan duniawi.
12) Menyusahkan Orang Lain
Jelas bahwa riba akan menyusahan orang lain karena menambah beban, misalnya ialah riba
yang berhubungan dengan pinjaman uang, tentu orang yang meminjam berada dalam kondisi
susah dan membutuhkan pertolongan berupa pinjaman uang, tetapi keadaan tersebut justru
menjadi sarana untuk menambah beban yang dialami.
13) Menularkan Keburukan
Riba menularkan keburukan karena semua yang terlibat ikut menanggung dosanya seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa semua yang terlibat seperti saksi, pencatat, dan lain lain
yang berhubungan walaupun memiliki peran yang kecil, tetap saja terkena dosa sehingga riba
akan menularkan keburukan kepada sekitarnya.
14) Harta Tidak Berkah
“Daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka”. (HR
At Tirmidzi)
15) Tidak Mendapat Pahala Jika Diamalkan
Amalan berupa sedekah atau memberi bantuan kepada seseorang yang membutuhkan yang
hartanya didapatkan dari riba maka tidak akan diterima oleh Allah, Allah tidak menerima amal
perbuatan yang berasal dari harta walaupun amalan tersebut dilakukan dengan keinginan dan
niat yang baik. sehingg amal perbuatannya sia sia.
16) Tidak Memilki Iman
Orang yang melakukan riba berarti tidak memiliki iman di hatinya karena melanggar perintah
Allah. Riba ialah perbuatan dosa yang memiliki banyak pintu keburukan.
17) Do’a Tidak Dikabulkan
“Makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan
oleh yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan Allah?” (HR Muslim)