Memelihara harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan digunakan
sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan keinginan pemilik
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan
meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai
alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk memenuhi sebagian perintah
Allah seperti infak, zakat, pergi haji, perang (jihad), dan sebagainya.
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS 62:10)1
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”.2
Harta yang paling baik menurut Rasulullah, adalah yang diperoleh dari hasil kerja atau
“Harta yang paling baik adalah harta yang diperoleh oleh tangannya sendiri...” (HR. Bazzar
At Thabrani)3
“Barang siapa membuka bagi dirinya satu pintu meminta-minta (yakni membiasakan
diri meminta-minta meski belum benar-benar terpaksa) niscaya Allah akan membukakan
baginya tujuh puluh pintu kemiskinan”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)4
Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan
benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah
SWT.
Menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan
kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak.5
Islam mengatur setiap aspek kehidupan ekonomi penuh dengan pertimbangan moral,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan, dalam pengunaan harta, manusia tidak boleh
mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun disis lain juga harus cerdas dalam mengunakan
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS
9:103)
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia
berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
Memperoleh harta adalah aktivitas ekonomi yang masuk dalam kategori ibadah muamalah.
Kaidah fiqih dari muamalah adalah semua halal dan boleh dilakukan kecuali yang
”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu
semua (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya, dalam hal yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.” (QS 45:13)
”Yang halal ialah apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya, dan apa yang haram
ialah apa yang diharamkan Allah di dalam kitabNya; sedangkan apa yang didiamkan oleh
Nya berarti dimaafkan (diperkenakan) untukmu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majab)
Dapat disimpulkan bahwa hukum dasar muamalah adalah boleh, karena tidak mungkin Allah
menciptakan segala sesuatu dan menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu
yaitu segala macam perjanjian yang menyangjut transaksi nibala (not for profit
transaction). Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat
kebaikan
adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi untuk laba (for profit
transaction). Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akat tijarah dapat dibagi
a. Natural uncertainty contract, adalah satu jenis kontrak transaksi yang secara alamiah
b. Natural certainty contract, adalah satu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang
memiliki kepastian keuntungan dan pendapatnya, baik dari segi jumlah dan waktu
Dalam akad harus memenuhi ketentuan rukun dan syarat sahnya suatu akad ada tiga yaitu:
1. Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad. Pihak yang melakukan akad harus
memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan orang yang sehat akalnya.
2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu
transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah dan
musyarakah adalah mudal dan kejasama, objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang
rida.10
1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan Allah
Aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa
yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan, narkoba, dan
sebagainya.
(hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa terpaksa
(memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka Allah
2. Riba
Dalam Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang riba.
Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari QS 30:39,
Larangan riba sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama Islam, melainkan juga
diharamkan oleh seluruh agama samawi selain Islam. Yahudi melarang pengambilan bunga
(riba). Baik dalam Old Testament (Perjanjian Lama) maupun undand-undang Talmud. Dan
dalam kalangan Kristiani dalam Kitab Perjanjian Baru dalam ayat Lukas 6:34-35 merupakan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui pihak lain dan dapat terjadi di
dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.
”Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dan kebathilan, dan (janganlah) kamu
4. Perjudian
Transaksi penjudian adalah teransaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka
”Wahai orang-orang yang beriman, sesunguhnya minuman keras, berjudi, berkorban (untuk
berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. (QS 5:90)
Gharar terjadi terdapat incomplete information, sehingga ada ketidak pastian antara duabelah
”Bagaimana pendapatmu jika Allah mencegah biji untuk menjadi buah, sedang salah seorang
6. Ikhtikar/penimbunan barang
Ikhtikar dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan melangkannya/sulit didapat dan
harganya yang tinggi. Dengan ikhtikar orang dapat memperoleh keuntungan yang besar
dibawah penderitaan orang lain. “Tidak menimbun barang kecuali orang yang berdosa”. (HR
7. Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli biasanya dilakukan
dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar
agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.
”Wahai Rasulullah saw, harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami. Rasulullah lalu
menjawab: Allah yang sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang dan pemberi
rizeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah, tak ada seorangpun yang meminta padaku
tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta.” (HR. Ashabus sunan)
An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan (tadlis), karena merekayasa permintaan, di mana
satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar calon
pembeli tertari dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
”Janganlah kamu sekalian melakukan penawaran barang tanpa maksud untuk membeli.” (HR.
Tirmidzi)
9. Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada dalam masyarakat, sehingga
menimbulkan ketidak adilan sosial dan permasalahan perlakuan. Pihak yang membayar suap
”... dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim ...” (QS 2:188)
10. Ta’alluq/penjual bersyarat
Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaidkan di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (suatu
Misalnya, A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama
dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan jual
beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang melainkan A mengharapkan untuk
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang
perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang
yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan
"Janganlah kamu mencegat kafilah/rombongan yang membawa dagangan di jalan, siapa yang
melakukan itu dan membeli darinya, maka jika pemilik barang tersebut tiba di pasar
Prinsip-prinsip sistem keunagan Islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-Sunah
2. Pemberian risiko. Hal ini konsekuensi logis dari pelanggaran riba yang menetapkan hasil
bagi pemberi modal di muka. Sedang melalui pembagian risiko maka pembagian hasil akan
dilakukan di belakang yang besarnya tergantung dari hasil yang diperoleh. Hal ini juga
membuat kedua belah pihak akan saling membantu untuk bersama-samamemperoleh laba,
3. Tidak menganggap uang sebagai modal pontensial. Sistem keungan Islam memandang
uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan bersamaan dengan sumber daya yang
4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif. Hal ini sama dengan pelangaran untuk transaksi
yang memiliki tingkat ketidak pastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki
5. Kesucian kontrak. Islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi nilainya sehingga
seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus dilakukan.
6. Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan
Jadi, prinsip keuangan syariah mengacu kepada prinsip rela sama rela (antaraddim munkum),
tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun), hasil usaha
muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung bersama risiko (al ghunmu bi al
ghurni).15
G. Instrumen Keungan Syariah
1. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract.
- Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, di mana pihak pemilik
modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut
kesepakatan di muka, sedang apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana
- Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara pemilik modal untuk
mengabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan
nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedang kerugian ditanggung secara proporsional
- Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Akad jual beli/sewa menyewa yang merupakan jenis akat tijarah dengan bentuk certainty
- Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan biaya perolehan dan keuntungan
- Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang dijual belikan belum ada.
- Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’ pembayaran
dapat dolakukan di muka cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan dalam
- Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
- Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
- Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang
menima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib
- Al-Wakalah adalah jangka pemberian kuasa dari satu pihak kepihak yang lain.
- Kaflah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang atas
- Hiwalah adalah pengalian utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) kepada pihak
1 Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat. 2008).
hal. 66
2 Ismail Nawawi. Ekonomi Islam. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara. 2009). hal. 108
3 Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat. 2008).
hal. 66
4 Ismail Nawawi. Ekonomi Islam. (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara. 2009). hal. 122
5 Sri Nurhayati dan Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat. 2008).
hal. 67
6 Ibid
8 Ibid, hal. 69
12 Sofian Syafri Harahap. Akuntansi Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2001), hal. 121
13 Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. (Jakarta: Gemi Insani. 2001), hal.
43-45
14 Sri Nurhayati dan Wasilah .Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba Empat. 2008).
hal.. 79-83