Anda di halaman 1dari 5

Macam-Macam Mu’amalah

JUAL BELI
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk
memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai
dengan firman Allah Swt. berikut ini:
ۗ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْال َبي َْع َو َحرَّ َم الرِّ ٰب‬
‫وا‬
Artinya:”... dan Allah Swt. telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...” (Q.S. al-Baqarah/2: 275).

A. Syarat syarat jual beli

1)Penjual dan pembelinya haruslah:

a) ballig
b) berakal sehat,
c) atas kehendak sendiri.

2) Uang dan barangnya haruslah:

a) halal dan suci. Haram menjual arak ,bangkai, begitu juga babi dan
b) berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;
c) bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama
d) dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros.
e) c)Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang
f) yang tidak dapat diserahterimakan.
g) d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
h) e) Milik sendiri, sabda Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang
dimliki."HR.Abu Daud dan Tirmidzi)

3) Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.”
Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli
itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)

B. Khiyar

1) Pengertian Khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau
membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyar karena
jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada unsur paksaan
sedikit pun.

2) Macam-Macam Khiyar
a) Khiyar Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di
tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar. Rasulullah
saw. bersabda, “Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan
meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b) Khiyar Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli.
Misalnya penjual mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga
sekian dengan syarat khiyar tiga hari.” Rasulullah saw.
bersabda kepada seorang lelaki, “Engkau boleh khiyar pada segala
barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (HR. Baihaqi
dan Ibnu Majah)

c) Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang


yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau
nilai barang tersebut.

C. Riba

1) Pengertian Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang.
Riba, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Diterangkan dalam hadis yang
diriwayatkan bahwa,
“Rasulullah mengutuk orang yang mengambil riba, orang yang mewakilkan,
orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim).
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas
atau perak dengan perak ditetapkan syarat:

a) Sama timbangan ukurannya; atau


b) Dilakukan serah terima saat itu juga,
c) Tunai.

Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya,
namun tetap harus secara tunai dan diserahterimakan saat itu juga.

2) Macam-Macam Riba

a) Riba Fadli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya,
cincin emas 22 karat seberat 10 gram ditukar dengan emas 22 karat namun seberat 11
gram.
b) Riba Qordi, adalah pinjam meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat
mengembalikannya. Misal si A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp100.000,00 asal si B
bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00.
c) Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan
pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang atau ketela
yang masih di dalam tanah.
d) Riba Nasi'ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.
Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan
setelah besar-besar atau setelah layak dipetik.
UTANG PIUTANG
Utang piutang adalah menyerahkan harta dan benda pada orang lain dengan perjanjian
akan dikembalikan di masa depan.

Harta dan benda tersebut tidak berubah keadaannya saat dikembalikan. Misal utang 100
perak harus dikembalikan 100 perak juga.

Rukun utang piutang ada 3 yakni

1) Ada yang berpiutang dan yang berutang


2) Ada harta atau barang
3) Ada lafaz kesepakatan. Contoh: “Saya utangkan 100 perak kepadamu," lalu yang
berutang menjawab “Ya, saya utang dulu, dua hari lagi saya bayar atau jika sudah
punya saya lunasi."

Proses utang piutang sebaiknya dicatatkan dan ada saksinya. Jika yang berutang kesulitan
membayar maka berikan tenggang waktu sampai ia mendapat rejeki. Allah berfirman:

“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia
memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagi mu, jika kamu
mengetahui.." (Q.S. al-Baqarah/2: 280).

Jika dalam pengembalian itu yang berhutang memberi kelebihan tanpa diminta, maka
kelebihan itu halal bagi pemberi hutang diterima.

Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan
yang lebih baik," (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

SEWA-MENYEWA
a. Pengertian Sewa-menyewa
Sewa-menyewa dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus
diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan
tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.

Dasar hukum ijarah dalam firman Allah Swt.:

“...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut..” (Q.S. al-Baqarah/2: 2)

“...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka


berikanlah imbalannya kepada mereka...”(Q.S.at-Talaq/65:6)
b. Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
1) Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah ballig dan berakal sehat.
2) Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3) Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewa-kan, atau walinya.
4) Ditentukan barangnya serta keada-an dan sifat-sifatnya.
5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas ole
kedua belah pihak. Misalnya, ada orang akan menyewa
sebuah rumah. Si penyewa harus menerangkan secara jelas kepada
pihak yang menyewakan, apakah rumah tersebut mau ditempati
atau dijadikan gudang. Dengan demikian, si pemilik rumah
akan mempertimbangkan boleh atau tidak disewa. Sebab risiko
kerusakan rumah antara dipakai sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai
sebagai gudang. Demikian pula jika barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan
dipergunakan untuk apa saja.
6) Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7) Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta
disepakati bersama.

Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara
jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
1) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
2) Berapa lama masa kerja.
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan
ataukah borongan?
4) Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.
Kelompok 1
-Rehulina Kharimah
-Sabila Nur Aita
-Salsabila

PENGERTIAN MU’AMALAH
Mu’amalah dalam kamus Bahasa
Indonesia artinya hal-hal yang ter-masuk urusan kemasyarakatan (per -gaulan, perdata, dan
sebagainya).

Sementara dalam fiqh Islam berarti tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah,
pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.

Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-


piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti

berikut.
1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak boleh dengan cara-cara zalim (aniaya).
4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.

Anda mungkin juga menyukai