Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mila Failasufa

Nim : 01031482225022
Mata Kuliah : Akuntansi Syariah
Dosen : Muhammad Farhan,S.E.,M.Si.

Konsep Harta, Hutang, Modal Dan Laba Dalam Bisnis Syariah


 Konsep Harta Dalam Bisnis Syariah
Harta merupakan segala sesuatu yang dimanfaatkan secara legal menurut hukum syara’
(hukum Islam) dan merupakan urat nadi kegiatan ekonomi. Menurut Islam harta pada
hakikatnya adalah hak milik Allah. Namun karena Allah telah menyerahkan kekuasaannya
atas harta tersebut kepada manusia, maka perolehan seseorang terhadap harta itu sama
dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan
harta. Sebab, ketika seseorang memiliki harta, maka esensinya dia memiliki harta tersebut
hanya untuk dimanfaatkan dan terikat dengan hukum-hukum syara’, bukan bebas mengelola
secara mutlak.
Konsep kepemilikan harta perspektif ekonomi syari’ah adalah diakuinya hak milik
individu dan hak milik umum. Dimana kedua hak tersebut tidaklah bersifat mutlak. Hal ini
menunjukkan bahwa hak milik terkait erat dengan prinsip bahwa manusia adalah pemegang
amanah Allah SWT. Untuk itu manusia tidak mempunyai hak untuk menguasai sesuatu hal
tanpa mempertimbangkan dampaknya. Dalam hal ini dilarang adanya penindasan terhadap
hak orang lain, melalui harta yang dimilikinya, karena didalam harta tersebut terdapat
sebagian hak orang lain yang harus dipenuhi. Islam membolehkan setiap individu untuk
memiliki hak milik pribadi tapi harus sesuai dengan ketentuan syari’at, sehingga hak milik
pribadi dapat bermanfaat bagi orang lain.
Kedudukan atau status harta berdasarkan al-Quran adalah sebagai berikut:
A. Harta sebagai titipan, karena manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada menjadi
ada. Oleh karena itu, wajib bagi manusia untuk menginfakkan harta yang diperolehnya.
B. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat menikmatinya dengan
baik dan tidak berlebih-lebihan. (QS. Ali- Imran; 14).
C. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. (QS. Al- Anfal; 28).
D. Harta sebagai bekal atau sarana beribadah. Menurut pandangan Islam, harta bukanlah
tujuan, namun hanya sebagai sarana untuk memperoleh ridha Allah SWT. yakni untuk
melaksanakan kegiatan zakat, infak, dan sedekah. Hal ini dicatumkan di dalam al-Quran
surat at- Taubah; 14 dan QS. 134 (Aravik, 2016: 6-8).
Konsep Hutang Dalam Bisnis Syariah
Utang piutang merupakan salah satu dari sekian banyak jenis kegiatan ekonomi yang
dikembangkan dan berlaku di masyarakat. Sebagai kegiatan ekonomi masyarakat, utang
piutang bisa berlaku pada seluruh tingkatan masyarakat baik masyarakat kuno maupun
masyarakat modern. Berdasarkan pemikiran ini, utang piutang dapat diperkirakan telah ada
dan dikenal oleh masyarakat yang ada di bumi ini ketika mereka berhubungan antara satu
orang dengan orang lainnya mempunyai sisi-sisi sosial yang sangat tinggi.
Dalam konsep Islam, utang piutang merupakan akad (transaksi ekonomi) yang
mengandung nilai ta‟awun (tolong menolong). Dengan demikian utang piutang dapat
dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam juga mendapatkan porsi
tersendiri. Utang piutang juga memiliki nilai luar biasa terutama guna bantu membantu antar
sesama yang bagi yang tidak mampu secara ekonomi atau sedang membutuhkan. Keinginan
yang begitu baik, maka tujuan utang piutang tolong menolong, transaksi ini terlepas dari
unsur komersial dan usaha yang berorientasi pada keuntungan. Kata utang dalam
penyebutanya terdapat dua buah kata, yakni kata dayn dan kata qardh. Dalam tulisan ini
penulis akan mencoba membahas beberapa permasalahan yang menyangkut tentang utang
dengan melampirkan dalil AlQuran dan Hadis sebagai penguat dalam pembahasannya.
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan disyariatkannya utang piutang ialah sebagaimana
berikut ini: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al Maidah/5: 2)
Ayat ini memerintahkan manusia agar saling tolongmenolong sesama manusia, hal ini
dikarenakan manusia tidak akan dapat hidup tanpa bantuan orang lain dan selalu
membutuhkan orang lain. Niat tolong-menolong yang begitu baik dan ikhlas terkadang akan
menimbulkan permasalahan dikemudian hari, Allah telah memberikan peringatan dalam
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar,
dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan
ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki di antaramu. jika tak ada dua oang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu. Tulislah mu'amalahmu
itu, kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka
tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan
yang demikian, maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Ayat ini menjelaskan, bahwa dalam bertransaksi yang dilaksanakan idealnya harus tercatat
agar ada pegangan diantara pihak yang bertransaksi sebagai bukti etintik. Pada era sekarang
ini, sering terjadi permasalahan dikarenakan tidak ada bukti tertulis, sehingga pihak yang
bertransaksi saling menyangkal, hal ini memungkinkan karena memiliki nilai yang
menguntungkan pada salah satu pihak sehingga ada pihak yang dirugikan.
Konsep Modal Dalam Bisnis Syariah
Pengertian ra'sul-maal dalam konsep ekonomi Islam ialah semua harta yang bernilai dalam
pandangan syar'i, yang aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya
dengan tujuan pengembangan. Tidaklah harus membatasi istilah ra'sul-maal pada hartaharta
ribawi saja, tetapi ia juga meliputi semua jenis harta yang bernilai yang terakumulasi selama
proses aktivitas perusahaan dan pengontrolan perkembangan pada periode-periode yang lain.
Pengertian Menurut Para Pakar :
o Dr. Isa Abduh berpendapat bahwa ra'sul-maal itu ialah kekayaan untuk produksi dan
sebagai sarana produksi yang bersumber dari gabungan unsur usaha dan tanah.
o Dr. Rifat al-'Awwadh berpendapat bahwa kapital itu ialah tsarwah (kekayaan) yang
digunakan untuk memproduksi kekayaan yang baru.
o Sya'ban Fahmi berkata bahwa kapital ialah semua kekayaan yang bernilai secara syar'i
yang disertai usaha manusia dalam memproduksinya dengan tujuan pengembangan.
Pendapat ahli tafsir dan ulama fiqih tentang pemeliharaan modal (rasul-maal) :
o Imam ar-Razi berkata, "Yang diinginkan oleh seorang saudagar dari usahanya ialah dua
hal: keselamatan modal dan laba."
o Imam an-Nasafi berkata, "Sesungguhnya tuntutan dagang itu ialah selamatnya modal dan
adanya laba."
o Ibnu Qudamah berkata. "Laba itu ialah hasil pemeliharaan terloadnp modal."
o At-Thabari berkata, "Urang yang beruntung dalam perdagangannya ialah orang yang
menukar barang yang dirnilikinya dengan suatu tukaran yang lebih berharga dari
hutangnya semula."
Konsep Laba Dalam Bisnis Syariah
Laba adalah selisih hasil penjualan dari harga pokok dan biaya operasi. Kalangan ahli
ekonomi mendefinisikannya sebagai selisih antara total penjualan dengan total biaya. Total
penjualan adalah harga barang yang dijual, dan total biaya operasional adalah seluruh biaya
yang dikeluarkan dalam penjualan yang terlihat dan tersembunyi. al-Zamakhsari
mendefinisikan keuntungan yaitu, )‫) امالل رأس على الفضل‬atau sebagai kelebihan dari modal
pokok setelah ada unsur usaha perdagangan .
Dalam al-Qur‟an terdapat beberapa makna keuntungan atau laba yang tidak hanya terbatas
pada sisi material saja, akan tetapi lebih menyangkut kepada keuntungan atau falah di dunia
dan akhirat. Di antaranya:
1. Keuntungan berarti harta yang dibelanjakan di jalan Allah.
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah”. (QS. Al-Lail: 5-7).
2. Keuntungan berarti sikap bersyukur terhadap nikmat.
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh-Dhuha: 11).
3. Keuntungan berarti beriman, beramal shaleh, dan berdakwah.
“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benarbenar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-„Ashr: 1-3) .
4. Keuntungan berarti menjaga kesucian diri.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”. (QS. Ays-Syams: 9).
5. Keuntungan berarti bersabar.
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah, supaya
kalian beruntung”. (QS. Ali „Imran: 200).
6. Keuntungan berarti petunjuk dari Allah.
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-
orang yang beruntung”. (QS. Al-Baqarah: 5).
7. Keuntungan berarti kebajikan.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung”. (QS. Ali „Imran: 104).

Anda mungkin juga menyukai