Anda di halaman 1dari 6

1. Bagaimana konsep islam mengenai harta ?

Jawab :

Konsep Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah
ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan
amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7).
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:

‘Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk
apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan
dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’.

Kedua, status harta yang dimiliki manusia adlah sebagai berikut :

1. harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang
amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya


dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta
sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).

3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)

4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan melaksanakan


muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan sedekah.(at-Taubah
:41,60; Ali Imran:133-134).

Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian
(Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)

‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja


keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di
jalan Allah’’ (HR Ahmad).

‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani)

‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan
sempat mencari rezki’’ (HR Thabrani).
Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-
Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan
sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok
orang kaya saja (al-Hasyr: 7)

Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-
Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91), mencuri
merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifin: 1-6),
melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan melalui suap
menyuap (HR Imam Ahmad).

2. Bagaimana penggunaan harta yang sesuai dengan syariah?


Jawab :

Ketentuannya untuk penggunaan harta adalah:

1. Tidak boros dan tidak kikir.

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan” QS 7:31)

“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula)
engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti engkau menjadi tercela dan
menyesal” (QS 17:29)

Disini, kita dapat melihat bahwa Allah SWT mengajarkan kita konsep hidup
“pertengahan” yang luar biasa, untuk hidup dalam batas-batas kewajaran, tidak
boros/berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.

2. Memberi infaq dan Shadaqah.

Membelanjakan harta dengan tujuan untuk mencari ridho Allah dengan berbuat
kebajikan. Misalnya, untuk mendirikan tempat peribadatan, rumah yatim piatu, menolong
kerabat, memberikan pinjaman tanpa imbalan, atau memberikan bantuan dalam bentuk
apapun yang diperlukan oleh mereka yang membutuhkan.

“Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan
Allah. Lalu diantara kamu ada orang yang kikir, dan barangsiapa yang kikir maka
sesungguhnya dia kikir kepada dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya, dan
kamulah yang membutuhkan (karunia-Nya). Dan jika kamu berpaling(dari jalan yang
benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan
(durhaka) seperti kamu” (QS 47:38)

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan
bagi siapa yang dia kehendaki, Dan Allah berjanji barangsiapa melakukan kebajikan akan
dilipatgandakan pahalanya dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui” QS 2:261)

Allah SWT mendorong manusia agar peduli kepada orang lain yang lebih membutuhkan
sehingga akan tercipta saling tolong menolong antar sesama. Sesungguhnya, uang yang
diinfakkan adalah rezeki yang nyata bagi manusia karena ada imbalan yang dilipat
gandakan Allah (di dunia dan di akhirat), serta akan menjadi penolong di hari akhir nanti,
pada saat tidak ada sesuatu pun yang dapat menolong kita, sebagaimana hadit ini:

“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga
perkara: shadaqah jariyah (infaq dan shadaqah), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh
yang mendoakan,” HR Muslim

3. Membayar zakat sesuai ketentuan

“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa
bagi mereka, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS 9:103)

Setiap manusia yang beriman memiliki harta melampaui ukuran tertentu, diwajibkan
untuk mengeluarkan sebagian hartanya (zakat) untuk orang yang tidak mampu, sehingga
dapat tercipta keadilan sosial, rasa kasih sayang dan rasa tolong menolong.

4. Memberikan pinjaman tanpa bunga(qardhul Hasan)

Memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang membutuhkan, dengan tidak


menambah jumlah yang harus dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini
bertujuan untuk mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak memberatkan
sehingga dapat menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal yang produktif dan
halal.

5. Meringankan kesulitan orang yang berhutang.

“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia
memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui” QS 2:280
3. Bagaimana cara memperoleh harta yang sesuai dengan syariah?
Jawab :

Berikut adalah cara atau etika mencari harta yang sesuai dengan syariah:

a. Bekerja dengan ikhlas karena Allah Subhanahuwataala.


Ini merupakan landasan terpenting bagi seseorang yang berkerja. Maksudnya
ketika berkerja niatan utamanya berkerja hanya karena Allah. Kita sadar bahwa
berkerja merupakan suatu kewajiban dalam islam yang harus dilakukan oleh setiap
hamba Allah. Kita juga mengetahui dengan berkerja Kita dapat menjalankan
kewajiban umat islam yang lainnya. Seperti sodaqoh, zakat dan yang lainnya.

b. Tekun dan sungguh-sungguh.


Dalam berkerja kita sadar bahwa kita harus datang tepat waktu ditempat kita
berkerja, menyelesaikan apa yang telah menjadi tanggungan kita dan juga tidak
menunda pekerjaan.

c. Amanah dan jujur.


Karena pekerjaan yang kita kerjakan merupakan suatu amanah dari atasan atau
pemilik usaha, dan juga akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah atas pekerjaan
yang telah dikerjakannya. Amanah dan jujur dalam berkerja yang dimaksud disini
adalah tidak curang dalam berkerja objektif dalam menilai dan lain sebagainya.

d. Menjaga etikanya bagi seorang muslim.


Berkerja juga harus memerhatikan etika apalagi kita adalah seorang mulslim
seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum,
berhadapan dengan customer, rapat, dan lain sebagainya. Karena etika atau akhlak ini
merupakan ciri kesempurnaan iman bagi seorang muslim. Dan dalam berkerja
seorang dituntut untuk berbicara yang sopan, menunjukan sikap yang terpuji dan
yang lainnya.yang menunjukan jatidirinya sebagai seorang muslim yang baik.

e. Tidak melanggar hukum-hukum syariat.


Kita tidak boleh melanggar hukum-hukum syariah dalam pekerjaan yang kita
lakukan. seperti memporduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan
(seperti pornografi dan permusuhan), riba, dan lain sebagainya. Dan dari sisi
penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti tidak menutup aurat,
ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, tidak sehat dalam bersaing dan lain
sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran dalam hukum-hukum syariah, selain
mengakibatkan dosa dan menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan
pahala kita dalam bekerja.

f. Menghindari yang syubhat (suatu yang kurang jelas atau samar hukumnya).
Didalam berkerja biasanya kita dihadapkan dengan yang syubhat atau suatu yang
kurang jelas hukum kehalalan dan keharamannya seperti unsur dari pihak luar.
4. Apa yang dimaksud dengan akad ?
Jawab :

Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah
akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan
orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad jual
beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.

5. Sebutkan jenis-jenis akad


Jawab :

 Akad Mudharabah Menghimpun Dana.


 Akad Mudharabah Pembiayaan.
 Akad Musyarakah.
 Akad Murabahah.
 Akad Wadi'ah.
 Akad Salam.
 Akad Istishna.
 Akad Qardh
 Akad Ijarah
 Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik

6. Jelaskan rukun dan syarat akad


Jawab :
Rukun-rukun akad
1. ‘Aqid, adalah orang yang berakad terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu
orang, terkadang terdiri dari beberapa beberapa orang.

2. . Ma’qud alaih, ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang


dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), gadai, utang yang
dijamin seseorang dalam akad kafalah.

3. . Maudhu’ al-‘aqd, yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda
akad maka berbedalah tujuan pokok akad.

4. Shighat al-aqd, ialah ijab Kabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan
akad. Kabul ialah perkataam yang keluar dari pihak yang berakad pula yang
diucapkan setelah adanya ijab.
Syarat-syarat akad
Syarat-syarat ang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam
berbagai akad\

1. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang tidak cakap
(orang gila, orang yang berada dibawah pengampuan (mahjur) karena boros dan lainnya
akadnya tidak sah.

2. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.


3. Akad itu diijinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya, walaupun dia bukan akid yang memiliki barang.
4. Akad bukan jenis akad yang dilarang.
5. Akad dapat memberi faedah.
6. Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dibatalkan sebelum
adanya qobul.
7. Ijab dan qobul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum
terjadinya qobul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah.

Syarat-syarat yang bersifat khusus,


yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini juga
disebut dengan idhofi (tambahan) yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti
syarat adanya saksi dalam pernikahan

Anda mungkin juga menyukai