Anda di halaman 1dari 15

THE EFFECT OF EFFECTIVENESS SUPERVISION AND INTELLECTUAL

CAPITAL ON FINANCIAL DISTRESS


(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2015-2019)

Feli Dwi Oktari1, Madani Hatta2


Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas
Bengkulu Email: felidwi94@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to provide empirical evidence of the Effectiveness of Supervision and Intellectual
Capital on Financial Distress. This study was tested using logistic regression analysis with the SPSS 22
program. The sample used in this study were Manufacturing companies listed on the Indonesia Stock
Exchange in 2015-2019. The sample in this study was selected using purposive sampling method with a
total sample of 225 observations. The results showed that the effectiveness of supervision has no effect on
financial distress, but for intellectual capital variables affect financial distress.

Keywords: Financial Distress, Effectiveness of Supervision, Intellectual Capital

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris Pengaruh Efektivitas Pengawasan dan
Intellectual Capital terhadap Financial Distress. Financial Distress diukur menggunakan model
Z-score di modifikasi Altman. Efektivitas Pengawasan Efektifitas Dewan Komisaris diukur
menggunakan 17 kriteria dewan komisaris berdasarkan model Hermawan. Efektifitas Komite
Audit diukur menggunakan 11 kriteria komite audit berdasarkan model Hermawan. Intellectual
Capital diukur menggunakan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) model pulic.
Penelitian ini diuji menggunakan analisis regresi logistik dengan program spss 22. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2019. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode
purpossive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 225 observasi. Hasil penelitian
meununjukkan bahwa efektivitas pengawasan tidak berpengaruh terhadap financial distress,
namun untuk variabel intellectual capital berpengaruh terhadap financial distress.

Kata Kunci: Financial Distress, Efektivitas Pengawasan, Intellectual Capital

1. PENDAHULUAN
Saat ini dunia digemparkan dengan penyebaran wabah virus corona yang berawal dari
China. Perekonomian China ikut terpuruk akibat banyaknya perusahaan yang harus tutup.
Mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan mitra
dagang utama Indonesia, maka terganggunya perekonomian China akan memengaruhi
perekonomian dunia termasuk Indonesia. Tahun 2020 tepatnya pada awal bulan maret nama
indonesia masuk ke dalam negara yang terjangkit virus corona. Kejadian ini salah satu kendala
yang mampu menghambat perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala yang
dihadapi perusahaan dapat menyebabkan perusahaan akan gagal atau sukses dalam
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Kegagalan perusahaan dapat diindikasikan
dengan adanya financial distress. Menurut Platt & Platt, (2002) financial distress yaitu tahap
akhir penurunan kondisi keuangan yang amat signifikan sebagai awal mula masalah keuangan

1
yang lebih serius lagi seperti likuidasi atau kebangkrutan. Kerugian berturut-turut merupakan
wujud ketidakmampuan manajemen dalam mengelola perusahaan.
Untuk mengantisipasi kesalahan ataupun kecurangan yang dilakukan manajer yang
nantinya akan berujung pada financial distress maka diperlukannya pengawasan yang efektif
yang mampu meminimalisir kesalahan ataupun kecurangan yang dilakukan manajer.
Pengawasan dalam perusahaan dapat dilakukan melalui dewan komisaris dan komite audit.
Selain itu, pengelolahan intellectual capital yang efektif dalam perusahaan akan memberikan
nilai bagi perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan sehingga
memberikan keunggulan kompetitif atas perusahaan. Penelitian yang dilakukan Cenciarelli et
al., (2018) mendukung peran intellectual capital sebagai aset strategis dalam meningkatkan daya
saing perusahaan, nilai perusahaan, kapabilitas manajemen aset dan karenanya meminimalkan
risiko financial distress. Menurut Mustika dkk., (2018) pengelolaan intellectual capital yang
baik mengakibatkan kinerja perusahaan juga akan di nilai baik dan apabila pengelolaan
intellectual capital tidak berjalan dengan baik maka akan mengakibatkan kinerja perusahaan
dinilai buruk yang akan berdampak pada nilai perusahaan, sehingga akan terlihat pada sumber
daya yang ada di dalam perusahaan sedang mengalami penurunan kinerja yang akan berdampak
pada profit perusahaan. Apabila penurunan profit perusahaan dibiarkan maka akan berdampak
pada kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan.
Berdasarkan data dari sahamok, selama periode 2015-2019 jumlah perusahaan yang
terdelisting dari Bursa Efek Indonesia berjumlah 7 perusahaan manufaktur. Banyak faktor yang
menyebabkan perusahaan harus delisting dari Bursa Efek Indonesia dan terancam terkena
financial distress. Salah satu faktornya meliputi penurunan kinerja perusahaan yang ditandai
dengan ketidakcukupan modal, besarnya beban hutang dan bunga.
Terdapat empirical gap pada penelitian ini seperti hasil penelitian Mafiroh & Triyono,
(2018) yang menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi komisaris independen, maka akan
semakin meningkatkan monitoring atau evaluasi terhadap kinerja perusahaan sehingga akan
bermanfaat pada semakin rendahnya kemungkinan financial distress bagi perusahaan. Namun,
sebaliknya pendapat berbeda yang disampaikan oleh penelitian Cinantya & Merkusiwati, (2015)
bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap financial distress. Kemudian,
variabel komite audit sebelumnya pernah diteliti oleh Nuresa & Hadiprajitno, (2013) yang
menyatakan bahwa aktivitas pertemuan yang banyak oleh komite audit berpengaruh negatif
terhadap financial distress. Namun pendapat yang berbeda di sampaikan dalam penelitian
Rahmawati & Herlambang, (2018) yang menunjukkan bahwa efektivitas komite audit tidak
berpengaruh negatif terhadap financial distress. Kemudian variabel terakhir, intellectual capital
telah diteliti sebelumnya oleh Mustika dkk., (2018) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
intellectual capital yang dimiliki perusahaan maka semakin rendah perusahaan terkena resiko
kemungkinan financial distress, namun sebaliknya hasil yang berbeda yang disampaikan
Oktarina, (2018) membuktikan bahwa intellectual capital tidak memiliki pengaruh terhadap
financial distress.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh efektivitas pengawasan terhadap financial distress dan
apakah ada pengaruh intellectual capital terhadap financial distress. Tujuan dari penelitian ini
untuk memperoleh bukti empiris mengenai adanya pengaruh efektivitas pengawasan terhadap
financial distress dan adanya pengaruh intellectual capital terhadap financial distress.

2
2. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Agency Theory
Jensen dan Meackling (1976) mengemukakan hubungan keagenan di dalam teori agensi
(agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara
pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan
pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Jensen, agency problem timbul karena adanya
seseorang yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan konflik terjadi saat 2 orang atau lebih
yang mempunyai kepentingan berbeda bertemu dalam aktivitas yang sama. Pemilik yang tidak
mampu mengelola perusahaannya sendiri menyerahkan tanggung jawab operasional
perusahaannya kepada manajer sesuai dengan kontrak kerja. Manajer sebagai agent bertanggung
jawab menjalankan perusahaan sebaik mungkin untuk menjalankan kegiatan operasi dan
meningkatkan laba perusahaan Sementara pihak principal melakukan kontrol terhadap kinerja
manajer untuk memastikan operasional perusahaan dikelola dengan baik. Menurut Fama &
Jensen, (1983) tidak adanya prosedur pengawasan yang efektif, manajemen kemungkinan akan
melakukan penyimpangan yang merugikan pemegang saham. Misalnya dengan memperlihatkan
beberapa kondisi perusahaan seolah-olah target tercapai. Sehingga pemegang saham merasa
manajemen melakukan kegiatan dengan baik dan menghasilkan laba. Namun karena tidak
adanya pengawasan efektif dari pemegang saham sehingga manajemen terus-menerus
memberikan keterangan palsu pada pemegang saham yang akhirnya dapat muncul permasalahan
pada perusahaan seperti financial distress.

2.2 Knowledge Based Theory


Sumber daya perusahaan adalah semua aset yang dimiliki oleh perusahaan (Barney, 1991)
baik yang berwujud maupun tidak berwujud (Penrose, 1959). Sumber daya yang tidak berwujud
bisa dimasukkan dalam kategori sumber daya insani yakni manajer dan karyawan, sehingga
kolaborasi kedua sumber daya ini menghasilkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan
(sustainable competitive advantage). Seiring meningkatnya pemahaman mengenai keberadaan
karyawan sebagai aset penting organisasi maka terciptalah pandangan berbasis pengetahuan
perusahaan. Knowledge based theory (KBT) adalah ekstensi baru dari pandangan berbasis
sumber daya perusahaan/ resources based theory (RBT) yang memberikan pemahaman teoritis
yang kuat dalam mendukung intellectual capital. KBT berasal dari RBV dan menunjukkan
bahwa pengetahuan dalam berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya (Grant, 2002).
Dalam pandangan berbasis pengetahuan, perusahaan mengembangkan pengetahuan baru yang
penting untuk membangun competitive advantage dari kombinasi unik yang ada pada
pengetahuan karena kembali mengingat bahwa peran teori resource based theory bahwa
perusahaan harus unik sehingga sulit untuk disaingi dan ditiru. Dewasa ini perusahaan bersaing
dengan mengembangkan pengetahuan baru yang lebih cepat daripada kompetitor . Hal tersebut
melibatkan peran sumber daya manusia (human capital) dalam organisasi untuk
mengembangkan pengetahuan khususnya modal intelektual untuk menghasilkan sesuatu yang
unik sebagai ciri khas organisasi yang sulit ditiru pesaing.

2.3 Financial Distress


Menurut Platt & Platt (2002), financial distress yaitu tahap akhir penurunan kondisi
keuangan yang amat signifikan sebagai awal mula masalah keuangan yang lebih serius lagi
seperti likuidasi atau kebangkrutan. Financial distress dimulai dari ketidakmampuan dalam
memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk
kewajiban likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Menurut
Hartianah & Sulasmiyati (2017) kondisi financial distress dapat dilihat dari beberapa hal berikut
ini: kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan, ketidakmampuan perusahaan dalam
melunasi kewajiban-kewajibannya, tidak terdapatnya pembagian dividen kepada para pemegang
saham, adanya permasalahan arus kas pada perusahaan, kesulitan dalam hal likuiditas,
pemberhentian tenaga kerja oleh perusahaan, corporate governance yang buruk, kenaikan indeks
harga saham gabungan, inflasi dan nilai tukar.

Menurut Lizal (2002), ada tiga teori yang mendasari terjadinya financial distress. Ketiga
model tersebut yaitu :
1. Neoclassical model, kebangkrutan jika alokasi sumber daya tidak tepat. Prediksi
financial distress dilakukan dengan menggunakan data neraca dan laporanlaba rugi. Misalnya
ukuran profitabilitas berupa return on assets dan ukuran solvabillitas berupa debt to assets ratio.
2. Financial Model, financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang
salah dan menyebabkan batasan likuiditas (liquidity constrains). Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, namun demikian perusahaan tersebut
harus bangkrut juga dalam jangka pendek.
3. Corporate governance model, financial distress disebabkan bauran aktiva dan struktur
keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan
menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam corporate governance yang
terpecahkan.

2.4 Penelitian Sebelumnya dan Pengembangan Hipotesis


2.4.1 Efektifitas Pengawasan dan Financial Distress
Dalam teori agensi, untuk menghindari terjadinya masalah agensi maka perusahaan perlu
menerapkan good corporate governance . Salah satu peran dewan komisaris dalam corporate
governance adalah untuk mengawasi dewan direksi. Rapat dewan komisaris berfungsi sebagai
sarana komunikasi dan koordinasi antar anggota dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pengawas manajemen. Semakin sering dewan komisaris mengadakan rapat, maka akses
informasi juga akan semakin merata di antara sesama komisaris, sehingga keputusannya semakin
baik yang berdampak pada kinerja perusahaan yang lebih baik. Penelitian dari Oseit & Ntim,
(2011) menjelaskan bahwa semakin banyak rapat dewan komisaris lebih sering cenderung
menghasilkan kinerja keuangan yang lebih tinggi. Didasarkan pada teori agensi yang
menunjukkan bahwa dewan komisaris yang lebih sering mengadakan rapat memiliki
peningkatan kapasitas yang secara efektif dalam memberikan saran, mengawasi, dan
mendisiplinkan manajemen yang secara langsung dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hal
ini mengindikasikan dewan komisaris merespon kinerja buruk perusahaan dengan meningkatkan
aktivitas komisaris sehingga berpengaruh terhadap kinerja tahun berikutnya.
Pada dasarnya komite audit juga memainkan peranan penting dalam berusaha
memberikan informasi yang relevan dan andal kepada pemegang saham (Sarawana, 2015).
Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris, yang bekerja berfungsi untuk membantu Dewan
Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite Audit bersifat independen baik dalam
pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggungjawab langsung kepada Dewan
Komisaris. Komite Audit adalah pihak yang menjadi penghubung antara pihak eksternal auditor
dan manajemen perusahaan sehingga Komite Audit dituntut harus independen dalam
menjalankan tugasnya tersebut.
Aktivitas komite audit dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pembuatan keputusan oleh manajemen karena aktivitas pengendalian internal
perusahaan dilakukan secara terus menerus dan terstruktur sehingga setiap permasalahan dapat
cepat terdeteksi dan diselesaikan dengan baik oleh manajemen. Dengan pertemuan yang lebih
sering dilakukan oleh komite audit maka dalam membahas kinerja perusahaan akan lebih baik
dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Sehingga mekanisme pengawasan dan
pemantauan yang dilakukan komite audit akan lebih efektif. Dengan adanya efektifitas
pengawasan dan pemantauan maka kemungkinan perusahaan mengalami financial distress akan
lebih kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Nuresa & Hadiprajitno, (2013) dan Yanuar, (2018)
membuktikan bahwa dengan aktivitas pertemuan yang banyak oleh komite audit berpengaruh
negatif terhadap financial distress.
Komite audit dengan anggota yang memiliki pengetahuan di bidang akuntansi dan
keuangan diharapkan akan menjadi lebih efektif. Hal itu dikarenakan dengan adanya keberadaan
personal yang memenuhi syarat sebagai anggota komite audit diharapkan dapat mengadopsi
standar akuntabilitas dan tingkat prestasi yang tinggi, dapat menyediakan bantuan dalam peran
mengontrol dan pengawasan serta berusaha keras untuk citra dan kinerja perusahaan yang lebih
baik sehingga komite audit dengan kompetensi yang baik dapat mengurangi jumlah perusahaan
yang mengalami financial distress. Keberadaan komite audit dimaksudkan untuk memantau
perilaku manajemen yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, sehingga dalam hal ini
keberadaan komite audit diharapkan dapat memperkecil upaya agent untuk memanipulasi
masalah data-data yang berkaitan dengan keuangan dan prosedur akuntansi, sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja agent dan jajarannya. Kinerja agent yang optimal dan efektif diharapkan
dapat mencegah adanya konflik keagenan dalam perusahaan yang dapat menyebabkan financial
distress dalam perusahaan. Penelitian yang dilakukan Rahmat et al., (2009) mengungkapkan
jika latar belakang pendidikan di bidang akuntansi dan keuangan berpengaruh negatif terhadap
financial distress. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Nuresa & Hadiprajitno,
(2013), yang bependapat serupa dengan penelitian Rahmat et al., (2009). Berdasarkan hasil
penelitian terdahulu dan teori, maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Efektivitas pengawasan berpengaruh negatif terhadap financial distress.

2.4.2 Intellectual Capital dan Financial Distress


Berdasarkan Knowledge Based Theory (KBT) perusahaan mengembangkan pengetahuan
baru yang penting untuk membangun competitive advantage dari kombinasi unik yang ada pada
pengetahuan. Menurut Penrose, (1959) berpendapat bahwa perusahaan merupakan integrasi dari
sumber daya manusia dan non manusia dimana sumber daya manusia berperan penting dalam
mengelola yaitu merencanakan, mengorganisir, mengkoordinir, dan mengevaluasi serta
mengorkestrasi sumber daya lainnya. Knowledge Based Theory (KBT) juga menjelaskan bahwa
salah satu sumber daya yang perlu dimanfaatkan oleh perusahaan adalah intellectual capital.
Penting bagi suatu perusahaan untuk dapat memanfaatkan intellectual capital secara efektif
karena intellectual capital memiliki peranan penting dalam mencapai keunggulan kompetitif,
peningkatan nilai perusahaaan dan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang nantinya
dapat meminimalisir terjadinya financial distress pada perusahaan. Hasil penelitian yang
dilakukan Chen et al., (2005), Tan et al., (2007), Mustika et al., (2018) dan Ulum, (2008) telah
membuktikan bahwa intellectual capital mempunyai pengaruh positif pada kinerja keuangan
perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa jika pengelolaan intellectual capital yang semakin
baik maka mengakibatkan kinerja perusahaan akan semakin baik pula. Sedangkan sebaliknya
apabila pengelolaan intellectual capital didalam perusahaan tidak dikelola dengan baik maka
akan mengakibatkan kinerja dari perusahaan itu sendiri dinilai tidak baik atau menurun.
Sehingga akan terlihat pada sumber daya yang ada di dalam perusahaan tersebut sedang
mengalami penurunan kinerja. Penurunan kinerja akan berujung pada profit perusahaan yang
dapat dilihat pada laporan keuangan. Penurunan kinerja perusahaan berdampak pada
kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu dan teori, maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H2 : Intellectual Capital berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Efektivitas Pengawasan (X1)
H1
Intellectual Capital (X2)
H2
Ukuran Perusahaan
Financial Distress (Y)

Return on Assets

Leverage
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2015 hingga 2019 . Pengambilan sampel dilakukan melalui metode purposive
sampling yaitu sampel dipilih sesuai dengan tujuan penelitian dan kriteria tertentu.

Kriteria Sampel Jumlah Jumlah


Perusahaa Observasi
n Selama 5 tahun
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
181 905
Bursa Efek Indonesia tahun 2019
Perusahaan manufaktur yang laporan
keuangannya dari tahun 2015-2019 tidak (42) (210)
dapat diakses atau tidak tersedia di
website
Perusahaan manufaktur yang delisting pada
(7) (35)
tahun 2015 – 2019
Perusahaan manufaktur yang tidak
menggunakan mata uang rupiah dalam (40) (200)
laporan keuangannya
`Perusahaan yang terkategori grey area (26) (130)

`Perusahaan yang tidak menyajikan informasi (21) (105)


yang `diperlukan untuk pengujian variabel
Jumlah perusahaan yang memiliki kriteria 45 225
penelitian dan dijadikan sampel penelitian
dengan observasi selama 5 tahun
Sumber : Data diolah (2021)

3.2 Jenis Penelitian dan Pengukuran Variabel


Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplanatori, yaitu penelitian bertujuan untuk
menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau bahkan menolak teori atau hipotesis
hasil penelitian yang sudah ada. Variabel dependen yang digunakan adalah financial distress.
Variabel independen yang digunakan adalah efektivitas pengawasan dan intellectual capital.
Financial distress diukur dengan menggunakan model z-score altman. Efektivitas pengawasan
diukur menggunakan pengukuran efektivitas dewan komisaris dan efektivitas komite audit
pengukuran diperoleh dari daftar pertanyaan (cheklist) yang disusun berdasarkan karakteriktik
yang dimiliki dewan komisaris dan komite audit, yaitu independensi, aktivitas, ukuran, dan
kompetensi. Intellectual capital diukur menggunakan VAICTM.

3.3 Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini dilakukan pengujian variabel-variabel dengan
menggunakan analisis regresi logistik dengan bantuan aplikasi SPSS. Regresi logistik (logit)
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik
atau biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategori.
Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi statistik deskriptif, uji
normalitas,uji multikolinearitas, overall model fit,koifisien determinasi dan pengujian
hipotesis.
Adapun model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : Z-scoreit = β0 + β1(EP)it + β2(IC)it+ β3(SIZE) it + β4(LEV)it + β5(ROA)it + εit
Dimana :
Z-scoreit = Financial distress perusahaan i pada tahun t
EP = Efektifitas pengawasan perusahaan i pada tahun
t IC = Intellectual Capital perusahaan i pada tahun t
SIZE = Ukuran perusahaan perusahaan i pada tahun t
LEV = Leverage perusahaan i pada tahun t
ROA = Return on assets perusahaan i pada tahun
t β0 = Konstanta.
βi = Koefisien regresi logistik dari variabel independen
εit = Error term (tingkat kesalahan perusahaan i pada tahun t)

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Statistik Deskriptif

Tabel 1. Statistik Deskriptif


Variabel N Minimum Maximum Rata-rata Std. Deviasi
FD 225 0 1 0,231111 0,4224832
EP 225 0,5238 0,9167 0,800733 0,0744805
IC 225 -43,7519 3,3322 0,064077 3,3931256
SIZE 225 25,2156 32,2010 28,530687 1,7673891
LEV 225 0,0184 24,9000 0,825664 2,3671864
ROA 225 -1,2200 7,7500 0,195299 0,8129268
Sumber: data sekunder diolah, 2021.
Nilai rata-rata efektivitas pengawasan (EP) sebesar 0,800733 yang dikategorikan fair
berdasarkan penelitian Hermawan (2009), angka ini merupakan angka yang cukup baik karena
berdasarkan penelitian Hermawan (2009) yang dilakukan kategori tingakat efektifitas
pengawasan di bedakan menjadi tiga yaitu poor (<0,50), fair (>0,50 - 0,80) dan good ( >0,80-
1,00). Nilai maksimum dari variabel efektivitas pengawasan (EP) sebesar 0,9167 yaitu nilai
efektivitas pengawasan (EP) yang terdapat pada PT Voksel Electric (VOKS) pada tahun 2019
yang berarti bahwa perusahaan ini memiliki tingkat efektivitas pengawasan terkategorikan good .
Nilai minimum dari variabel efektivitas pengawasan (EP) sebesar 0,5238 yaitu nilai efektivitas
pengawasan (EP) yang terdapat pada PT KMI Wire and Cable (KBLI) pada tahun 2016 yang
berarti bahwa perusahaan memiliki tingkat efektivitas pengawasan yang terkategorikan fair,
angka ini merupakan angka yang cukup baik namun hampir mendekati angka yang terkategori
poor.
Nilai rata-rata intellectual capital (IC) sebesar 0,064077. Berdasarkan hasil statistik
deskriptif secara rata-rata perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
memiliki nilai intellectual capital yang kecil.Nilai maksimum dari variabel intellectual capital
(IC) bernilai positif sebesar 3,3322 yaitu intellectual capital (IC) yang terdapat pada PT Gudang
Garam (GGRM) pada tahun 2019 yang berarti bahwa perusahaan memiliki nilai intellectual
capital yang lebih besar. Nilai minimum dari variabel intellectual capital (IC) bernilai negatif -
43,7519 yaitu nilai intellectual capital (IC) yang terdapat pada PT Intikeramik Alamasri Industri
(IKAI) pada tahun 2017 yang berarti bahwa perusahaan memiliki nilai intellectual capital yang
lebih kecil.
Variabel SIZE memiliki nilai rata-rata sebesar 28,5306 merupakan hasil logaritma natural
rata-rata aset perusahaan sebesar Rp. 2.501.132.856.219. Berdasarkan hasil statistik deskriptif
secara rata-rata perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel dalam penelitian ini termasuk
kedalam golongan perusahaan yang besar, sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan
Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00001/BEI/01-2014 yang mengkategorikan
perusahaan dikatakan besar apabila memiliki total aset bersih paling kurang Rp.
100.000.000.000. Nilai maksimum dari variabel SIZE sebesar 32,2010 yaitu pada PT Indofood
Tbk (INDF) tahun 2018 dengan total aset sebesar Rp. 96.537.796.000.000. Nilai minimum dari
variabel SIZE sebesar 25,2156 yaitu pada PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA) tahun
2017 dengan total aset sebesar Rp. 89.327.328.853.
Variabel LEV memiliki nilai rata-rata sebesar 0,825664 yang mengindikasikan bahwa rata-
rata perusahaan pada sampel penelitian ini memiliki total hutang sebesar 82,56% dari total aset
yang dimiliki artinya secara rata-rata perusahaan pada sampel pada penelitian ini banyak
menggunakan pendanaan melalui hutang. Nilai maksimum dari variabel LEV sebesar 24,9000
yaitu pada PT Astra Graphia Tbk (ASGR) tahun 2019 yang menunjukkan bahwa dalam
penelitian ini perusahaan tersebut memiliki rasio hutang yang paling tinggi atau perusahaan yang
paling banyak menggunakan pendanaan melalui hutang. Nilai minimum dari variabel LEV
sebesar 0,0184 yaitu pada PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP)
tahun 2018 yang menunjukkan bahwa dalam penelitian ini perusahaan tersebut memiliki rasio
hutang yang paling rendah atau perusahaan yang paling sedikit menggunakan pendanaan melalui
hutang.

Variabel ROA memiliki nilai rata-rata sebesar 0,195299 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata dari perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki rasio kemampuan dalam
menghasilkan laba dari penggunaan aset perusahaan sebesar 19,52% artinya bahwa rata-rata dari
perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki kemampuan yang rendah dalam
penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan laba. Nilai maksimum dari variabel ROA
adalah sebesar 7,7500 yaitu pada PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) pada tahun 2017 yang
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan terbesar dalam menghasilkan
laba dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai minimum dari variabel ROA adalah bernilai
negatif sebesar -1,2200 yaitu pada PT Star Pacific Tbk (LPLI) pada tahun 2017 yang
menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian serta kemampuan dari penggunaan aset
perusahaan belum mampu untuk menghasilkan laba.
4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
4.2.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan unstandarized residual dengan nilai Kolmogorov-smirnov
yang diperoleh sebesar 0,354 dengan nilai asymp.sig.(2-tailed) sebesar 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi tidak normal, karena hasil
Kolmogorov-smirnov yang diperoleh sebesar 0,354 dan nilai asymp. sig (2-tailed) sebesar 0,000.
Nilai asymp. sig (2-tailed) yang diperoleh tersebut menandakan bahwa data yang terdistribusi
tidak normal karena nilainya kurang dari 0,05. Menurut Ghozali (2018) regresi logistik tidak
memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya, meskipun screening data outliers tetap
dapat dilakukan. Dengan demikian secara garis besar dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian terdistribusi tidak normal sehingga pengujian regresi logistik dapat dilakukan.

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas


Variabel Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) Keterangan
Unstandardized Residual 0,349 0,000 Data Tidak Normal

Sumber : Data sekunder diolah, 2021


4.2.2. Hasil Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikoliniearitas menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang memiliki
tolerence <0,10 dan nilai VIF >10. Hal tersebut berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada gejala multikoliniearitas antar variabel
independen dalam model regresi pada penelitian ini.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa

Variabel Collinearity Statistics Keterangan


Tolerance VIF
EP 0,855 1,170 Bebas Multikoliniearitas
IC 0,938 1,066 Bebas Multikoliniearitas
SIZE 0,880 1,137 Bebas Multikoliniearitas
LEV 0,872 1,147 Bebas Multikoliniearitas
ROA 0,870 1,149 Bebas Multikoliniearitas
Sumber : data sekunder diolah, 2021
4.3 Hasil Uji Statistik
4.3.1 Hasil Uji Keseluruhan Model (Overall Fit Model)
Berdasarkan hasil regresi logistik mengenai pengaruh efektivitas pengawasan dan
intellectual capital terhadap financial distress, pada model awal (-2 log likehood intercept only)
menunjukkan nilai sebesar 243,277 dan pada model akhir menunjukkan nilai sebesar 205,367.
Berdasarkan hasil tersebut nilai -2LL menunjukkan terjadi penurunan nilai dibawah 5% sehingga
disimpulkan bahwa keseluruhan model yang digunakan merupakan model yang signifikan (fit).
Tabel 4. Hasil Uji Keseluruhan Model (Overall Fit Model)
Model -2 Log Chi-Square Df Sig.
Likelihood

Intercept Only 243,277


Final 205,367 37,910 5 ,000

Sumber : data sekunder diolah, 2021.


4.3.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Nilai Nagelkerke R Square diperoleh sebesar 0,241. Hal ini menunjukan bahwa variabel
efektivitas pengawasan (EP), intellectual capital (IC), ukuran perusahaan (SIZE), leverage
(LEV), dan return on assets (ROA) dalam model ini berpengaruh sebesar 24,1% terhadap
financial distress sebagai variabel dependennya dan sisanya diperjelas oleh variabel lain.
Tabel 5. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Step -2 Log Likelihood Cox & Snell R Square Negelkerke R
Square
1 204,206a 0,159 0,241

Sumber: data sekunder diolah,2021.


4.3.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efektivitas pengawasan dan
intellectual capital terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia dari tahun 2015-2019. Untuk membuktikan hal tersebut, terdapat dua
hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini. Hipotesis penelitian ini diuji dengan
menggunakan analisis regresi logistik dengan bantuan software Statictical Package for the
Social Sciences (SPSS) versi 22. Adapun hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini disajikan
pada tabel 4.7 dibawah ini :
Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis
Variabel Koefisien Sig. thitung Hasil
Constant 0,631 0,626 2,267 -
EP -0,034 0,165 -1,492 H1 ditolak
IC -0,523 0,034 -2,468 H2 diterima
SIZE -0,020 0,962 -0,828 Tidak Berpengaruh
LEV 0,582 0,004 3,329 Berpengaruh
ROA -2,398 0,023 -2,542 Berpengaruh
Sumber : Data sekunder diolah, 2021
4.4 Pembahasan

4.4.1 Efektivitas Pengawasan dan Financial Distress


Variabel efektivitas pengawasan (EP) menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,034 dengan
nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa variabel efektivitas pengawasan (EP)
tidak berpengaruh terhadap financial distress. Untuk rata-rata efektivitas pengawasan pada
penelitian ini mencapai 80%, yang didalam nya termasuk beberapa komponen yang menjadi
kriteria efektifitas dewan komisaris dan komite audit yaitu independensi, ukuran dewan
komisaris dan komite audit, aktivitas dewan komisaris dan komite audit, serta kompetensi dewan
komisaris dan komite audit, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan bahwa
informasi pemenuhan kriteria efektifitas dewan komisaris yang dilaporkan dalam annual report
masih sebatas pemenuhan regulasi, sehingga belum bisa membantu peningkatan financial
distress. Berdasarkan hasil penelitian efektivitas pengawasan terhadap financial distress, hasil
penelitian ini tidak bisa membuktikan teori agensi yang menyatakan bahwa penerapan
monitoring cost melalui pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dan komite audit
dapat meminimalisir dan mengurangi permasalahan keagenan dalam perusahaan yang nantinya
dapat membantu meminimalisir terjadinya financial distress pada perusahaan. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cinantya & Merkusiwati, (2015) dan
Rahmawati & Herlambang, (2018), yang menyata’kan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara efektivitas pengawasan dewan komisaris dan komite audit terhadap financial distress.
4.4.2 Intellectual Capital dan Financial Distress
Variabel intellectual capital (IC) menunjukkan nilai koefisien sebesar -0,523 dengan nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,034 menunjukkan bahwa variabel intellectual
capital (IC) berpengaruh terhadap financial distress dengan arah pengaruh negatif. Perusahaan
yang memiliki intellectual capital dan mengelolanya dengan baik, maka akan memberikan value
added bagi perusahaan yang nantinya akan meningkatkan profit perusahan sehingga perusahaan
tidak akan mengalami kondisi financial distress. Intellectual capital (IC) merupakan sumber
daya yang berharga untuk keunggulan kompetitif, dimana intellectual capital (IC) akan
berkontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang baik
akan meningkatkan nilai perusahaan sehingga perusahaan tidak sampai mengalami financial
distress. Sebagaimana menurut Appuhami, (2007) bahwa semakin besar nilai intellectual capital
semakin efisien penggunaan intellectual capital, sehingga akan menciptakan value added bagi
perusahaan. Dan nantinya akan meningkatkan kinerja perusahaan sehingga memberikan
keunggulan kompetitif atas perusahaan. Hasil penelitian ini dapat mengkonfirmasi knowledge
based theory yang dijelaskan oleh Penrose, (1959) yaitu bahwa perusahaan merupakan integrasi
dari sumber daya manusia dan non manusia dimana sumber daya manusia berperan penting
dalam mengelola yaitu merencanakan, mengorganisir, mengkoordinir, dan mengevaluasi serta
mengorkestrasi sumber daya sehingga perusahaan akan unggul dalam persaingan usaha dan
mendapatkan kinerja keuangan yang baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Mustika dkk., (2018) dan Puspitasari & Srimindarti, (2014) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi intellectual capital yang dimiliki perusahaan maka semakin rendah perusahaan
terkena resiko kemungkinan financial distress.
4.4.3 Pembahasan Variabel Kontrol
Variabel kontrol ukuran perusahaan (size) terhadap financial distress menunjukkan nilai
koefisien yaitu sebesar -0.020 dengan tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar
0,962 menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan (size) tidak berpengaruh terhadap
financial distress. Variabel kontrol ukuran perusahaan (size) tidak dapat membuktikan bahwa
perusahaan yang memiliki total aset yang besar akan mudah melakukan diversifikasi dan
cenderung lebih kecil mengalami kebangkrutan,. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Cinantya & Merkusiwati, (2015) yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress, artinya besar kecilnya
ukuran perusahaan pada periode tertentu tidak berhubungan dengan financial distress.
Variabel kontrol tingkat hutang (leverage) terhadap financial distress menunjukkan
nilai koefisien sebesar 0,582 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,004
menunjukkan bahwa variabel tingkat hutang (leverage) berpengaruh terhadap financial distress
dengan arah pengaruh positif. Perusahaan yang mengalami kondisi financial distress pada
umumnya memiliki jumlah utang yang hampir sama besar dengan total aktivanya dan bahkan
ada perusahaan yang memiliki jumlah utang lebih besar daripada total aktivanya pada umumnya
memiliki ekuitas yang negatif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pawitri & Alteza, (2020), dan Fathonah, (2016) yang menyatakan tingkat hutang (leverage)
berpengaruh positif terhadap financial distress. Penelitian ini sesuai dengan teori agency, apabila
kegiatan operasional perusahaan lebih banyak dibiayai menggunakan pinjaman dari pihak ketiga
maka leverage perusahaan tersebut cenderung besar. Apabila penggunaan pinjaman terus-
menerus berlanjut dan tidak dikelola dengan baik, maka hutang perusahaan akan bertambah
semakin besar.
Variabel kontrol return on assets (ROA) terhadap financial distress menunjukkan nilai
koefisien yaitu sebesar -2,398 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar
0,026 menunjukkan bahwa variabel return on assets (ROA) berpengaruh terhadap financial
distress dengan arah pengaruh negatif. Dengan adanya keefektivitas dan efisiensi dari
penggunaan asset yang dimiliki perusahaan yang optimal, maka juga akan menghasilkan laba
yang maksimal akan memiliki kecukupan dana untuk menutup biaya dan menjalankan usahanya.
Dengan adanya kecukupan dana tersebut, maka akan lebih kecil kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress. Hasil penelitian yang dilakukan konsisten dengan hasil penelitian
yang dilakukan Aisyah dkk., (2017) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi return on assets
perusahaan atau semakin tinggi laba yang dihasilkan dari asset yang dimiliki, maka akan
semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress. Penelitian ini sesuai dengan teori
agency yang menjelaskan hubungan kontraktual antara pemegang saham dan manajemen.
Pemegang saham akan memberikan pendanaan dan melakukan pengawasan terhadap manajemen
dalam menjalankan tugasnya sehingga perusahaan memperoleh laba yang tinggi.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa efektivitas pengawasan (EP) yang
diukur menggunakan pengukuran yang disusun berdasarkan karakteristik yang dimiliki dewan
komisaris dan komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap financial distress Dan Intellectual
capital (IC) yang dukur menggunakan VAICTM (Value Added Intellectual Coefficient) terbukti
memiliki pengaruh terhadap financial distress yang diukur menggunakan z-score. Implikasi
teoritis dalam penelitian ini memberikan bukti bahwa knowledge based theory yang menyatakan
yaitu bahwa perusahaan merupakan integrasi dari sumber daya manusia dan non manusia dimana
sumber daya manusia berperan penting dalam mengelola yaitu merencanakan, mengorganisir,
mengkoordinir, dan mengevaluasi serta mengorkestrasi sumber daya sehingga perusahaan akan
unggul dalam persaingan usaha dan mendapatkan kinerja keuangan yang baik. Hal ini
menunjukkan bahwa sebuah perusahaan harus mampu mendapatkan, mengidentifikasi, dan
mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien apabila ingin memiliki
keunggulan kompetitif anfaat praktis bagi perusahaan manufaktur. Implikasi praktis hasil
penelitian ini diharapkan dapat berimplikasi akan meningkatkan pengelolaan intellectual capital
(IC) pada perusahaan sehingga perusahaan memiliki kemampuan menciptakan value added
yang nantinya dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan dapat meminimalisir terjadinya
financial distress.
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, diantaranya
yaitu sampel pada penelitian ini kurang representatif dan mengakibatkan hasil penelitian
mungkin menjad kurang maksimal, dalam penelitian ini variabel efektivitas pengawasan,
intellectual capital,ukuran perusahaan, leverage dan ROA dalam menjelaskan variabel financial
distress hanya sebesar 24,1 %. Hal ini menunjukkan masih ada variabel lain yang dapat
mempengaruhi financial distress dan teori yang digunakan dalam penelitian belum bisa secara
maksimal menggambarkan bagaimana keterkaitan antar variabel. Adanya keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki penelitian ini, maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk
memperluas populasi pengamatan yang lebih luas dari perusahaan manufaktur sehingga akan
lebih banyak mendapatkan sampel yang nantinya dapat membantu memaksimalkan hasil
penelitian selanjutnya atau dengan memperpanjang masa pengamatan, menambahkan variabel
lain yang dapat mempengaruhi financial distress yang tidak terdapat dalam penenlitian ini seperti
likuiditas, dan sales growth dan menelaah lebih dalam mengenai bagaimana keterkaitan antar
variabel berdasarkan teori.
REFERENSI
Aisyah, N. N., Kristanti, F. T., & Zultilisna, D. (2017). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio
Aktivitas, Rasio Profitabiltas, dan Rasio Leverage Terhadap Financial Distress (Studi pada
Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015).
E- Proceeding Of Management, 4(1), 411–419.
https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/management/article/view/4419
Appuhami, B. a R. (2007). The Impact of Intellectual Capital on Investors ’ Capital Gains on
Shares : An Empirical Investigation of Thai Banking , Finance & Insurance Sector.
Management Review, 3(2), 14–25.
Cenciarelli, V. G., Greco, G., & Allegrini, M. (2018). Does Intellectual Capital Help Predict
Bankruptcy? In Journal of Intellectual Capital (Vol. 19, Issue 2).
https://doi.org/10.1108/JIC-03-2017-0047
Chen, M. C., Cheng, S. J., & Hwang, Y. (2005). An Empirical Investigation of the Relationship
Between Intellectual Capital and Firms’ Market Value and Financial Performance. Journal
of Intellectual Capital, 6(2), 159–176. https://doi.org/10.1108/14691930510592771
Fathonah, A. N. (2016). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Financial
Distress. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 1(2), 133–150. https://doi.org/10.23887/jia.v1i2.9989
Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25 (Edisi 9).
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Grant, R. M. (2002). Contemporary Strategy Analysis: Concepts, Techniques, Applications (Vol.
4). https://doi.org/10.1016/0024-6301(96)85321-0
Hartianah, D., & Sulasmiyati, S. (2017). Pengaruh Aspek Operasional,Corporate Governance,
dan Makro Ekonomi Terhadap Financial Distress Studi pada Perusahaan Agrikultur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015). Jurnal Administrasi Bisnis S1
Universitas Brawijaya, 47(2), 65–73.
Jensen, M., & Meckling, W. (1976). Theory Of The Firm : Manajeril Behavior, Agency
Cost And Ownership Sructure. Journal of Accounting and Economics, 3(4), 305–360.
Lizal, L. (2002). Determinants of Financial Distress: What Drives Bankruptcy in a Transition
Economy? The Czech Republic Case. SSRN Electronic Journal, 451.
https://doi.org/10.2139/ssrn.307224
Mafiroh, A., & Triyono, T. (2018). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014). Riset Akuntansi Dan Keuangan
Indonesia, 1(1), 46–53. https://doi.org/10.23917/reaksi.v1i1.1956
Mustika, R., Rangga Putra Ananto, Surya, F., Felino, F. Y., & Sari1, T. I. (2018). Pengaruh
Modal Intelektual Terhadap Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Pertambangan Dan
Manufaktur). Jurnal Ekonomi & Bisnis Dharma Andalas, 20(1), 120–130.
Nuresa, A., & Hadiprajitno, B. (2013). Pengaruh Efektivitas Komite Audit Terhadap Financial
Distress. Diponegoro Journal Of Accounting, 2(2), 1–10.
https://doi.org/10.1002/9781118785317.weom040039
Oktarina, D. (2018). Prediksi Financial Distress Menggunakan Rasio Keuangan,Sensitivitas
Makroekonomi dan Intellectual Capital. Ultima Accounting, 10(2), 96–109.
Pawitri, A. I., & Alteza, M. (2020). Analisis Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas, Leverage,
Operating Capacity, Dan Biaya Agensi Manajerial Terhadap Financial Distress. Jurnal
Fokus Manajemen Bisnis, 10(2), 149. https://doi.org/10.12928/fokus.v10i2.2443
Penrose. (1959). The Theory of the Growth of the Firm. 1–8.
https://doi.org/DOI:10.1093/0198289774.001.0001
Platt, H. D., & Platt, M. B. (2002). Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on
Choice-Based Sample Bias. Journal of Economics and Finance, 26(2), 184–199.
https://doi.org/10.1007/bf02755985
Rahmat, M. M., Iskandar, T. M., & Saleh, N. M. (2009). Audit Committee Characteristics in
Financially Distressed and Non-Distressed Companies. Managerial Auditing Journal,
24(7), 624–638. https://doi.org/10.1108/02686900910975350
Rahmawati, E., & Herlambang, P. (2018). Pengaruh Efektifitas Komite Audit Terhadap
Financial Distress. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 8(1), 53.
https://doi.org/10.22219/jrak.v8i1.26
Sarawana, S. dan D. N. (2015). Pengaruh Mekanisme Tata Kelola Perusahaan, Pendanaan
Hutang Perusahaan, Deviden serta Ukuran Perusahaan Terhadap Kualitas Laba. Jurnal
Bisnis Dan Akuntansi, 17(2), 156–167.
Tan, H. P., Plowman, D., & Hancock, P. (2007). Intellectual capital and financial returns of
companies. Journal of Intellectual Capital, 8(1), 76–95.
https://doi.org/10.1108/14691930710715079
Ulum, I. (2008). Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di Indonesia. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan, 10(2), 77–84. https://doi.org/10.9744/jak.10.2.PP.77-84
Yanuar, Y. (2018). Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage Keuangan, Operating Income dan
Efektivitas Komite Audit Terhadap Financial Distress. Scientific Journal Of Reflection:
Economic, Accounting, Management and Business, 1(4), 471–480.
https://doi.org/10.5281/zenodo.1437018

Anda mungkin juga menyukai