ABSTRACT
This study aims to provide empirical evidence of the Effectiveness of Supervision and Intellectual
Capital on Financial Distress. This study was tested using logistic regression analysis with the SPSS 22
program. The sample used in this study were Manufacturing companies listed on the Indonesia Stock
Exchange in 2015-2019. The sample in this study was selected using purposive sampling method with a
total sample of 225 observations. The results showed that the effectiveness of supervision has no effect on
financial distress, but for intellectual capital variables affect financial distress.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris Pengaruh Efektivitas Pengawasan dan
Intellectual Capital terhadap Financial Distress. Financial Distress diukur menggunakan model
Z-score di modifikasi Altman. Efektivitas Pengawasan Efektifitas Dewan Komisaris diukur
menggunakan 17 kriteria dewan komisaris berdasarkan model Hermawan. Efektifitas Komite
Audit diukur menggunakan 11 kriteria komite audit berdasarkan model Hermawan. Intellectual
Capital diukur menggunakan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC™) model pulic.
Penelitian ini diuji menggunakan analisis regresi logistik dengan program spss 22. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2019. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode
purpossive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 225 observasi. Hasil penelitian
meununjukkan bahwa efektivitas pengawasan tidak berpengaruh terhadap financial distress,
namun untuk variabel intellectual capital berpengaruh terhadap financial distress.
1. PENDAHULUAN
Saat ini dunia digemparkan dengan penyebaran wabah virus corona yang berawal dari
China. Perekonomian China ikut terpuruk akibat banyaknya perusahaan yang harus tutup.
Mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan mitra
dagang utama Indonesia, maka terganggunya perekonomian China akan memengaruhi
perekonomian dunia termasuk Indonesia. Tahun 2020 tepatnya pada awal bulan maret nama
indonesia masuk ke dalam negara yang terjangkit virus corona. Kejadian ini salah satu kendala
yang mampu menghambat perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala yang
dihadapi perusahaan dapat menyebabkan perusahaan akan gagal atau sukses dalam
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Kegagalan perusahaan dapat diindikasikan
dengan adanya financial distress. Menurut Platt & Platt, (2002) financial distress yaitu tahap
akhir penurunan kondisi keuangan yang amat signifikan sebagai awal mula masalah keuangan
1
yang lebih serius lagi seperti likuidasi atau kebangkrutan. Kerugian berturut-turut merupakan
wujud ketidakmampuan manajemen dalam mengelola perusahaan.
Untuk mengantisipasi kesalahan ataupun kecurangan yang dilakukan manajer yang
nantinya akan berujung pada financial distress maka diperlukannya pengawasan yang efektif
yang mampu meminimalisir kesalahan ataupun kecurangan yang dilakukan manajer.
Pengawasan dalam perusahaan dapat dilakukan melalui dewan komisaris dan komite audit.
Selain itu, pengelolahan intellectual capital yang efektif dalam perusahaan akan memberikan
nilai bagi perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan sehingga
memberikan keunggulan kompetitif atas perusahaan. Penelitian yang dilakukan Cenciarelli et
al., (2018) mendukung peran intellectual capital sebagai aset strategis dalam meningkatkan daya
saing perusahaan, nilai perusahaan, kapabilitas manajemen aset dan karenanya meminimalkan
risiko financial distress. Menurut Mustika dkk., (2018) pengelolaan intellectual capital yang
baik mengakibatkan kinerja perusahaan juga akan di nilai baik dan apabila pengelolaan
intellectual capital tidak berjalan dengan baik maka akan mengakibatkan kinerja perusahaan
dinilai buruk yang akan berdampak pada nilai perusahaan, sehingga akan terlihat pada sumber
daya yang ada di dalam perusahaan sedang mengalami penurunan kinerja yang akan berdampak
pada profit perusahaan. Apabila penurunan profit perusahaan dibiarkan maka akan berdampak
pada kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan.
Berdasarkan data dari sahamok, selama periode 2015-2019 jumlah perusahaan yang
terdelisting dari Bursa Efek Indonesia berjumlah 7 perusahaan manufaktur. Banyak faktor yang
menyebabkan perusahaan harus delisting dari Bursa Efek Indonesia dan terancam terkena
financial distress. Salah satu faktornya meliputi penurunan kinerja perusahaan yang ditandai
dengan ketidakcukupan modal, besarnya beban hutang dan bunga.
Terdapat empirical gap pada penelitian ini seperti hasil penelitian Mafiroh & Triyono,
(2018) yang menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi komisaris independen, maka akan
semakin meningkatkan monitoring atau evaluasi terhadap kinerja perusahaan sehingga akan
bermanfaat pada semakin rendahnya kemungkinan financial distress bagi perusahaan. Namun,
sebaliknya pendapat berbeda yang disampaikan oleh penelitian Cinantya & Merkusiwati, (2015)
bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap financial distress. Kemudian,
variabel komite audit sebelumnya pernah diteliti oleh Nuresa & Hadiprajitno, (2013) yang
menyatakan bahwa aktivitas pertemuan yang banyak oleh komite audit berpengaruh negatif
terhadap financial distress. Namun pendapat yang berbeda di sampaikan dalam penelitian
Rahmawati & Herlambang, (2018) yang menunjukkan bahwa efektivitas komite audit tidak
berpengaruh negatif terhadap financial distress. Kemudian variabel terakhir, intellectual capital
telah diteliti sebelumnya oleh Mustika dkk., (2018) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
intellectual capital yang dimiliki perusahaan maka semakin rendah perusahaan terkena resiko
kemungkinan financial distress, namun sebaliknya hasil yang berbeda yang disampaikan
Oktarina, (2018) membuktikan bahwa intellectual capital tidak memiliki pengaruh terhadap
financial distress.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh efektivitas pengawasan terhadap financial distress dan
apakah ada pengaruh intellectual capital terhadap financial distress. Tujuan dari penelitian ini
untuk memperoleh bukti empiris mengenai adanya pengaruh efektivitas pengawasan terhadap
financial distress dan adanya pengaruh intellectual capital terhadap financial distress.
2
2. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Agency Theory
Jensen dan Meackling (1976) mengemukakan hubungan keagenan di dalam teori agensi
(agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara
pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan
pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Jensen, agency problem timbul karena adanya
seseorang yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan konflik terjadi saat 2 orang atau lebih
yang mempunyai kepentingan berbeda bertemu dalam aktivitas yang sama. Pemilik yang tidak
mampu mengelola perusahaannya sendiri menyerahkan tanggung jawab operasional
perusahaannya kepada manajer sesuai dengan kontrak kerja. Manajer sebagai agent bertanggung
jawab menjalankan perusahaan sebaik mungkin untuk menjalankan kegiatan operasi dan
meningkatkan laba perusahaan Sementara pihak principal melakukan kontrol terhadap kinerja
manajer untuk memastikan operasional perusahaan dikelola dengan baik. Menurut Fama &
Jensen, (1983) tidak adanya prosedur pengawasan yang efektif, manajemen kemungkinan akan
melakukan penyimpangan yang merugikan pemegang saham. Misalnya dengan memperlihatkan
beberapa kondisi perusahaan seolah-olah target tercapai. Sehingga pemegang saham merasa
manajemen melakukan kegiatan dengan baik dan menghasilkan laba. Namun karena tidak
adanya pengawasan efektif dari pemegang saham sehingga manajemen terus-menerus
memberikan keterangan palsu pada pemegang saham yang akhirnya dapat muncul permasalahan
pada perusahaan seperti financial distress.
Menurut Lizal (2002), ada tiga teori yang mendasari terjadinya financial distress. Ketiga
model tersebut yaitu :
1. Neoclassical model, kebangkrutan jika alokasi sumber daya tidak tepat. Prediksi
financial distress dilakukan dengan menggunakan data neraca dan laporanlaba rugi. Misalnya
ukuran profitabilitas berupa return on assets dan ukuran solvabillitas berupa debt to assets ratio.
2. Financial Model, financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang
salah dan menyebabkan batasan likuiditas (liquidity constrains). Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, namun demikian perusahaan tersebut
harus bangkrut juga dalam jangka pendek.
3. Corporate governance model, financial distress disebabkan bauran aktiva dan struktur
keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan
menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam corporate governance yang
terpecahkan.
Return on Assets
Leverage
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2015 hingga 2019 . Pengambilan sampel dilakukan melalui metode purposive
sampling yaitu sampel dipilih sesuai dengan tujuan penelitian dan kriteria tertentu.
Variabel ROA memiliki nilai rata-rata sebesar 0,195299 yang mengindikasikan bahwa
rata-rata dari perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki rasio kemampuan dalam
menghasilkan laba dari penggunaan aset perusahaan sebesar 19,52% artinya bahwa rata-rata dari
perusahaan yang menjadi sampel penelitian memiliki kemampuan yang rendah dalam
penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan laba. Nilai maksimum dari variabel ROA
adalah sebesar 7,7500 yaitu pada PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) pada tahun 2017 yang
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan terbesar dalam menghasilkan
laba dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai minimum dari variabel ROA adalah bernilai
negatif sebesar -1,2200 yaitu pada PT Star Pacific Tbk (LPLI) pada tahun 2017 yang
menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian serta kemampuan dari penggunaan aset
perusahaan belum mampu untuk menghasilkan laba.
4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
4.2.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan unstandarized residual dengan nilai Kolmogorov-smirnov
yang diperoleh sebesar 0,354 dengan nilai asymp.sig.(2-tailed) sebesar 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi tidak normal, karena hasil
Kolmogorov-smirnov yang diperoleh sebesar 0,354 dan nilai asymp. sig (2-tailed) sebesar 0,000.
Nilai asymp. sig (2-tailed) yang diperoleh tersebut menandakan bahwa data yang terdistribusi
tidak normal karena nilainya kurang dari 0,05. Menurut Ghozali (2018) regresi logistik tidak
memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya, meskipun screening data outliers tetap
dapat dilakukan. Dengan demikian secara garis besar dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian terdistribusi tidak normal sehingga pengujian regresi logistik dapat dilakukan.