Secara bahasa kata sedekah berasal dari bahasa Arab shadaqah yang
secara bahasa berarti tindakan yang benar.
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ” (Qs:2/280)
Pada dasarnya sedekah dapat diberikan kapan dan dimana saja tanpa
terkait oleh waktu dan tempat. Namun, ada waktu dan tempat tertentu yang
lebih diutamakan yaitu lebih dianjurkan pada bulan Ramadhan. Dijelaskan juga
dalam kitab Kifayat al-Akhyar, sedekah sangat dianjurkan ketika sedang
menghadapi perkara penting, sakit atau bepergian, berad di kota Mekkah dan
Madinah, peperangan, haji, dan pada waktu-waktu yang utama seperti sepuluh
hari dibulan Zulhijjah, dan hari raya.[3]
Maka jika barang itu statusnya milik bersama atau orang lain, maka tidak
sah benda itu disedekahkan karena barang yang disedekahkan harus didasari
oleh keihklasan dan kerelaan dari pemiliknya.
Dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 60, secara tegas ada beberapa
golongan yang berhak menerima sedekah.
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta
dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan
kekurangan.
4. Mualaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru
masuk Islam yang imannya masih lemah.
6. Orang berutang: orang yang berutang karena untuk kepentingan yang bukan
maksiat dan sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutan untuk
memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat,
walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan
kaum muslimin, diantara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah
itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan
sekolah, dan rumah sakit.
F. Bentuk-Bentuk Sedekah
Dalam Islam sedekah memiliki arti luas bukan hanya berbentuk materi
tetapi mencakup semua kebaikan baik bersifat fisik maupun non fisik.
Berdasarkan hadis, para ulama membagi sedekah menjadi :
4. Membantu orang lain yang akan menaiki kendaraan yang akan ditumpangi.
10. Membimbing orang buta, tuli, dan bisu serta menjuluki orang yang meminta
petunjuk tentang sesuatu seperti alamat rumah.
Dari uraian di atas tentang sedekah maka ada beberapa perbedaan antara
sedekah dan zakat dilihat dari tiga aspek:
Sedekah dianjurkan kepada semua orang beriman baik yang memiliki harta
atau tidak karena bersedekahtidak mesti harus yang berharta sedangkan
zakat diwajibkan kepada mereka yang memiliki harta.
G. Hikmah Sedekah
Sedekah memiliki nilai sosial yang sangat tinggi. Orang yang bersedekah
dengan ikhlas ia buka hanya mendapatkan pahala tetapi juga memeiliki
hubungan sosial yang baik. Hikmah yang dapat dipetik:
“Tidaklah seorang laki-laki berada di pagi hari kecuali dua malaikat berdoa,
Ya Allah berilah ganti orang yang menafkahkan (menyedekahkannya)
hartanya dan berikanlah kehancuran orang yang menahan hartanya.” (HR.
Bukhari Muslim).
2. HIBAH
Secara bahasa kata hibah berasal dari bahasa arab al-Hibah yang berarti
pemberian atau hadiah dan bangun (bangkit). Kata hibah terambil dari
kata “hubuubur riih” artinya muruuruha (perjalanan angin).[6] Kemudian,
dipakailah kata hibah dengan maksud memberikan kepada orang lain baik
berupa harta ataupun bukan. Kata hibah yang bentuk amr-nya hab terdapat
dalam al-Qur’an Ali-Imran ayat 38:
“Zakari berkata, Ya Tuhan-ku berilah aku dari sisi engkau seorang anak yang
baik. Sesungguhnya engkau mendengar doa.” (Qs:3/38)
“Akad yang mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan oleh
seorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.”[7]
Dari defenisi diatas dapat diambil pengertian bahwa hibah merupakan
pemberian harta kepada orang lain tanpa imbalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut.
Artinya, harta menjadi hak milik orang yang diberi. Jika orang yang memberikan
hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak sebagai hak milik
maka itu disebut I’aarah (pinjaman). Jika pemberian itu disertai dengan imbalan
maka yang seperti itu namanya jual beli.
1. Sedekah yaitu pemberian harta kepada orang lain tanpa mengganti dan hal
ini dilakukan semata angin memperoleh ganjaran (pahala) dari Allah swt.
4. Hadiah yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya
pengganti dengan maksud memuliakan.
Para ulama fiqh sepakat bahwa hukum hibah itu sunah. Hal ini didasari
oleh nash al-Qur’an dan hadis Nabi.
a. Dalil al-Qur’an
b. Dalil al-hadis
“Seandainya aku diberi hadiah sepotong kaki binatang tentu aku akan
menerimanya. Dan seandainya aku diundang untuk makan sepotong kaki
binatang tentu aku akan mengabulkan undangan tersebut.” (HR. Ahmad an
Tirmidzi).
3. Lafal hibah
Syarat-syarat Hibah
2. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya artinya orang yang cakap
dan bebas bertindak menurut hukum.
Orang yang diberi hadiah benar-benar ada pada waktu diberi hibah, bila
tidak ada atau diperkirakan keberadaannya misalnya masih dalam bentuk
janin maka itu tidak sah hibah. Jika orang yang diberi hibah itu ada pada
waktu pemberian hibah, akan tetapi ia masih kecil atau gila maka hibah itu
harus diambil oleh walinya, pemeliharanya, atau orang yang mendidiknya
sekalipun ia asing.[9]
1. Benar-benar benda itu ada ketika akad berlangsung. Maka benda yang
wujudnya akan seperti anak sapi yang masih dalam perut ibunya atau
buah yang belum muncul dipohon maka hukumnya batal. Para ulama
mengemukakan kaidah tentang harta yang dihibahkan “Segala sesuatu
yang sah untuk dijual-belikan sah pula untuk dihibahkan.”
2. Harta itu memiliki nilai (manfaat). Maka menurut pengikut Ahmad bin
Hambal sah menghibahkan anjing piaraan dan najis yang dapat
dimanfaatkan.
3. Dapat dimiliki zatnya artinya benda itu sesuatu yang biasa untuk
dimiliki, dapat diterima bendanya, dan dapat berpindah dari tangan ke
tangan lain. Maka tidak sah menghibahkan air disungai, ikan di laut,
burung di udara masjid, atau pesantren.
4. Harta yang akan dihibahkan itu bernilai harta menurut syara’ maka tidak
sah menghibahkan darah dan minuman keras.
6. Menurut Hanfiah, jika barang itu berbentuk rumah maka harus bersifat
utuh meskipun rumah itu boleh dibagi. Tetapi ulama Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hanabilah membolehkan hibah berupa sebagian rumah.
7. Harta yang dihibahkan terpisah dari yang lainnya, tidak terkait dengan
harta atau hak lainnya. Karena pada prinsipnya barang yang dihibahkan
dapat digunakan setelah akad berlangsung. Jika orang menghibahkan
sebidang tanah tetapi didalamnya ada tanaman milik orang yang
menghibahkan, atau ada orang yang menghibahkan rumah, sedangkan
rumah itu ada benda milik yang menghibahkan, atau menghibahkan
sapi sedang hamil, sedangkan yang dihibahkan itu hanya induknya
sedangkan anaknya tidak. Maka, ketiga bentuk hibah seperti tersebut
diatas hukumya batal atau tidak sah.
Nabi dan keluarganya tidak boleh menerima sedekah tetapi kalau itu
berbentuk hibah hukumnya boleh. Hal ini didasari oleh hadis tentang Barirah
(hambah Siti Aisyah) yang diberi sedekah kurma. Lalu kurma itu dibawakan
kepada Nabi saw. untuk dijamu. Maka Rasulullah diingatkan oleh Siti Aisyah
bahwa kurma itu adalah sedekah orang untuk Barirah. Oleh karena, Barirah
menjamu Nabi dengan kurma itu, maka kurma itu sekarang menjadi hadiah atau
hibah dari Barirah untuk Rasulullah. Sebelum ini kurma itu memang sedekah
bagi Barirah tetapi sekarang menjadi hadiah dari Barirah. Dalam hadis lain yang
diriwayatkan oleh Abu Huraira, dikatakan. “Jika Nabi dibawakan makanan nabi
bertanya, jika dikatakan hadiah beliau mau memakannya dan jika dikatakan
sedekah beliai tidak memakannya.”