Anda di halaman 1dari 17

Nama : Sri Reski Yanti

Nim :2001046058
Kelas : Akuntansi Keuangan Islam Gab B

TUGAS BAB 4 PERTANYAAN


Soal :
1. Bagaiamana konsep islam mengenai harta?
2. Bagaiamana penggunaan harta yang sesuai dengan syariah?
3. Bagaiamana cara memperoleh harta yang sesuai dengan syariah?
4. Apa yang di maksud dengan akad?
5. Sebutkan jenis-jenis akad?
6. Jelaskan rukun dan syarat akad?
7. Sebutkan jenis transaksi yang di larang?
8. Apa yang di makksud dengan riba? Jelaskan tentang riba.
9. Mengapa undian melalui SMS untuk acara seperti ajang pencarian bakat di televisi di
haramkan?
10. Sesuai ilustrasi di awal bab, apakah pendapat mahasiswa yang sedang KKN itu benar?
Jelaskan alasannya
11. Jelaskan prinsip keuangan islam.
12. Sebutkan dan jelaskan instrument keuangan syariah
Jawaban:
1. Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah, di mana Allah telah
menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut sehingga orang tersebut
sah memiliki hartanya. Untuk itu, harta dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang
penting.

2. untuk penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun
di sisi lainnya juga harus cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala di
akhirat. Ketentuannya untuk penggunaan harta adalah:
a) Tidak boros dan tidak kikir.
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki)
masjid, makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan” QS 7:31)
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula)
engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti engkau menjadi tercela dan
menyesal” (QS 17:29). Disini, kita dapat melihat bahwa Allah SWT mengajarkan kita
konsep hidup “pertengahan” yang luar biasa, untuk hidup dalam batas-batas kewajaran,
tidak boros/berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.

b) Memberi infaq dan Shadaqah


Membelanjakan harta dengan tujuan untuk mencari ridho Allah dengan berbuat
kebajikan. Misalnya, untuk mendirikan tempat peribadatan, rumah yatim piatu,
menolong kerabat, memberikan pinjaman tanpa imbalan, atau memberikan bantuan
dalam bentuk apapun yang diperlukan oleh mereka yang membutuhkan. “Ingatlah,
kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan Allah.
Lalu diantara kamu ada orang yang kikir, dan barangsiapa yang kikir maka
sesungguhnya dia kikir kepada dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya, dan
kamulah yang membutuhkan (karunia-Nya). Dan jika kamu berpaling(dari jalan yang
benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan
(durhaka) seperti kamu” (QS 47:38). “Perumpamaan orang yang menginfakkan
hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada
setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki,
Dan Allah berjanji barangsiapa melakukan kebajikan akan dilipatgandakan pahalanya
dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui” QS 2:261). Allah SWT mendorong manusia
agar peduli kepada orang lain yang lebih membutuhkan sehingga akan tercipta saling
tolong menolong antar sesama. Sesungguhnya, uang yang diinfakkan adalah rezeki
yang nyata bagi manusia karena ada imbalan yang dilipat gandakan Allah (di dunia dan
di akhirat), serta akan menjadi penolong di hari akhir nanti, pada saat tidak ada sesuatu
pun yang dapat menolong kita, sebagaimana hadit ini: “Apabila anak Adam meninggal
dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah (infaq
dan shadaqah), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan,” HR Muslim
c) Membayar zakat sesuai ketentuan
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketentraman
jiwa bagi mereka, Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS 9:103). Setiap
manusia yang beriman memiliki harta melampaui ukuran tertentu, diwajibkan untuk
mengeluarkan sebagian hartanya (zakat) untuk orang yang tidak mampu, sehingga
dapat tercipta keadilan sosial, rasa kasih sayang dan rasa tolong menolong.

d) Memberikan pinjaman tanpa bunga(qardhul Hasan)


Memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang membutuhkan, dengan tidak
menambah jumlah yang harus dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini
bertujuan untuk mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak memberatkan
sehingga dapat menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal yang produktif
dan halal.

e) Meringankan kesulitan orang yang berhutang.


“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai
dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui” QS 2:280.

3. Al-Qur'an maupun hadis memberikan tuntunan cara memperoleh harta sebagai berikut:
Menguasai benda-benda mubah, melakukan akad transaksi perpindahan hak milik, melalui
warisan, hak syuf'ah, Iqtha' dan hak-hak pemberian kepada seseorang yang diatur oleh
agama. Adapun cara mengelola dan membelanjakan menurut al-Qur'an dan hadis adalah
sebagai berikut: Menentukan prioritas kebutuhan, berdasarkan prinsip halalan thayiban,
menghindari boros dan tabdzir, prinsip kesederhanaan, ada alokasi sosial dalam
pembelanjaan, mengelola harta untuk alokasi masa depan.
4. secara bahasa akad berarti ikatan atau persetujuan. secara istilah akad adalah mekanisme
tertentu yg dilaksanakan untuk sahnya sebuah perbuatan dengan ijab dan qobul. contoh :
akad jual beli, sewa menyewa, akad pernikahan dan sebagainya.
5. Murabahah, salam , istishna , mudharabah , musyarakah ,musyarakah mutanaqisah ,
wadi’ah , wakalah , ijarah , ju’alah , kafalah , hawalah , rahn , dan qardh.
6. Menurut mayoritas ulama, rukun akad ada tiga:
a) Shighat
Shighat adalah ijab dan qabul (serah terima), baik diungkapkan dengan ijab atau cukup
dengan ijab saja yang menunjukan qabul dari pihak lain (secara otomatis).
Syarat sighat :
Pertama, Maksud Shighat itu harus jelas dan bisa dipahami. Artinya ada keinginan niat
dan maksud pelaku akad untuk bertransaksi.
Kedua, Ada kesesuaian antara Ijab dan Qabul.
Ketiga, Ijab dan Qabul dilakukan berturut-turut. Artinya dilakukan dalam satu waktu
dan salah satu pihak tidak menyatakan ketidaksetujuan terhadap isi ijab.
Keempat, Keinginan untuk melakukan akad saat itu, bukan pada waktu mendatang.
b) Pelaku Akad ('Aqidan)
Pelaku akad yang dimaksud bisa satu orang atau lebih, bisa pribadi atau badan hukum,
baik sebagai pelaku langsung atau sebagai wakil dari pelaku akad.
Syarat pelaku akad :
 Pertama, Ahliyah (kompetensi) yaitu bisa melakukan kewajiban dan mendapatkan
hak sebagai pelaku akad. Terbagi dua, yaitu Ahliyah wujub, pelaku akad
berkompeten untuk menunaikan kewajiban dan mendapatkan hak. Ahliyah 'ada
yaitu berkompeten untuk melaksanakan akad sesuai syariah.
 Kedua, Wilayah yaitu kewenangan untuk melakukan transaksi menurut syar'i yaitu
sudah mukallaf (aqil baligh, berakal sehat, dan dewasa/cakap hukum).
c) Objek Akad (Ma'qud 'Alaihi)
Objek akad yatu harga atau barang yang menjadi objek transaksi.
Syarat objek akad :
 Pertama, Barang yang masyru' (legal)
 Kedua, Barang bisa diserahterimakan saat akad.
 Ketiga, Jelas diketahui oleh para pihak yang berakad.
 Keempat, Harus ada pada waktu akad.
7. Riba, Gharar, Maysir, Risywah, Ihtikar,Bay Najasy Terjadinya 2 in 1, Jual Beli Utang
Piutang (Bay Ad Dain) , Jual Beli ‘inah (Bay Al-‘inah), Dana / Objek Akad Yang Tidak
Halal.
8. Secara bahasa (etimologi), riba dalam bahasa Arab bermakna kelebihan atau tambahan (az-
ziyadah). Kelebihan atau tambahan ini konteksnya umum, yaitu semua tambahan terhadap
pokok utang dan harta. Untuk membedakan riba dengan tambahan keuntungan dari jual
beli, pokok utang dan harta (ra’sul mal) ini sendiri lantas dibagi menjadi dua yaitu: ribhun
(laba) dan riba. Ribhun (laba) didapatkan dari muamalah jual beli yang hukumnya halal.
Sedangkan riba adalah hasil dari adanya syarat tambahan pada kegiatan utang piutang
barang (kredit) yang waktu akhir pelunasannya tidak tentu. Secara makna istilah
(terminologi) riba adalah kelebihan/tambahan dalam pembayaran utang piutang/jual beli
yang disyaratkan sebelumnya oleh salah satu pihak. Hukum riba Pada Al-Qur’an surat Al-
Baqarah (2):275, Allah subhanahu wata’ala berfirman: “Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275). Riba dalam Islam hukumnya haram.
Ada banyak efek negatif dari riba yang dipraktikkan selama ini dalam kehidupan sehari-
hari. Bahkan, agama samawi semuanya melarang praktik riba. Mendapatkan keuntungan
dari riba dapat menghilangkan sikap tolong menolong, memicu permusuhan, dan sangat
menyusahkan apabila pemberi riba menentukan bunga yang sangat tinggi. Dalam salah
satu hadis Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Dari Jabir Ra. ia berkata:
“Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam telah melaknat orang-orang yang memakan riba,
orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang
menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu
semua sama saja.” (HR. Muttafaq Alaih). Para ulama sepakat bahwa riba adalah haram,
serta Islam tidak memperkenankan hal itu dipraktikkan dalam muamalah. Riba adalah
usaha mencari rezeki yang tidak dibenarkan serta dibenci Allah Subhanahu wata’ala.
9. Karena di duga ada pertaruhan di situ, karena orang membayar. Nah yang membayar itu
dijadikan hadiah jika ingin mendapatkan keuntungan dan mengejar hadiah menggiurkan
lewat SMS, maka hal tersebut terkategori judi. SMS berhadiah ini merupakan suatu model
pengiriman SMS yang disertai dengan janji pemberian hadiah baik melalui undian ataupun
melalui akumulasi jumlah atau frekuensi pengiriman yang paling tinggi. Sementara biaya
pengiriman SMS di luar ketentuan normal dan sumber hadiah tersebut berasal dari
akumulasi hasil perolehan SMS dari peserta atau sebagian dari sponsor.SMS berhadiah
yang diharamkan dapat berbentuk bisnis kegiatan kontes, kuis, olah raga, permainan,
kompetisi, dan berbagai bentuk lainnya yang menjanjikan hadiah yang diundi dari peserta
pengirim SMS baik dalam bentuk materi, natura, atau paket wisata.Hadiah yang
diharamkan berasal dari penerimaan SMS yang bertujuan mencari hadiah yang pada
umumnya menggunakan harga premium yang melebihi biaya normal dari jasa atau manfaat
yang diterima.Hukum haram bagi SMS berhadiah ini berlaku umum bagi pihak-pihak yang
terlibat baik bisnis penyelenggara acara, provider telekomunikasi, peserta pengirim,
maupun pihak pendukungnya.
10. Pendapa saya mahasiswa yang sedang KKN itu benar bahwa yang dilakukan oleh Bapak
Turman itu tidak sesuai dengan syariat Islam, yaitu membeli ijon hasil pertanian yang
belum dapat dipanen, yang mana hal tersebut termasuk jual beli yang mengandung unsur
gharar dan itu termasuk jual beli yang dilarang dan haram hukumnya.
11. Jelaskan prinsip keuangan Islam.Prinsip pengelolaan keuangan islam, terbebas dari
bunga/riba. Menerapkan prinsip bagi hasil (sharing) antara bank dengan nasabah. Sektor
yang dibiayai bukan sektor yang dilarang dalam syariah Islam. Investasi yang dilakukan
harus terjamin kehalalannya.
12. Instrumen keuangan syariah adalah aset-aset yang dapat diperdagangkan dalam bentuk
apapun dalam transaksi keuangan syariah. Aset-aset itu bisa berupa kas, bukti kepemilikan
dalam suatu entitas, atau hak kontraktual untuk menerima atau memberikan, uang tunai
atau instrumen keuangan lainnya. Dalam kegiatan ekonomi syariah ada berbagai jenis
instrumen keuangan. Instrumen keuangan syariah ini dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a) Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
Mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik
modal (shahibulmaal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)
untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang
diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya
ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh
mudharib. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam kontribusi 100% modal dari
pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
 Musyarokah, yang merupakan akad kerjasama yang terjadi antara para pemilik
modal (mitra masyarakat) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha
secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara porposional sesuai dengan
kontribusi modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa
dana, barang dagangan (trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship), keahlian
(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau hak paten (intangible
asset), kepercayaan atau reputasi (credit-worthiness), dan lainnya.
 Sukuk, ataubiasa disebut dengan obligasi syariah, merupakan surat utang yang
berprinsip syariah.
 Saham syariah, dimana produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya adalah
perusahaan tersebut memiliki piutang dagang relatif lebih kecil dibandingkan total
asetnya (dow jones Islamic: kurang dari 45%), perusahaan tersebut memiliki utang
yang kecil dibandingkan nilai kapitalisasi pasar (dow jones Islamic: kurang dari
33%), perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil (dow jones Islamic: kurang
dari 5%).
b) Akad jual beli atau sewa menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk
certainty contract. Instrumen keuangan syariah yang termasuk kelompok akad ini
adalah sebagai berikut:
 Murabahah, adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Harga
disepakati antara pembeli dan penjual pada saat transaksi dan tidak boleh berubah.
Salam, yaitu transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara
tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
 Istishna’, sistem istishna’ ini mirip dengan salam, namun dalam
istishna’pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali (termin)
atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya istishna’ diaplikasikan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan kontrak pembelian barang
melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen (al sani’) untuk
menyediakan al-mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi yang disyaratkan
pembeli (al-mustasni’) dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
 Ijarah, adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
c) Akad lainnya
Akad-akad lainnya dalam ekonomi syariah meliputi:
 Sharf, adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual
beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang
yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
 Wadiah, adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang
kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil
pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang atau barang titipan
tersebut. Wadiah terbagi dua yaitu Wadiah Amanah di mana uang atau barang yang
dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak didayagunakan, sedangkan yang kedua
adalah Wadiah Yadhamanah di mana uang atau barang yang dititipkan boleh
didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak terdapat kewajiban untuk
dibagihasilkan oleh pemberi titipan.
 Qardhul Hasan, adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan,
waktu pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima
pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk
dibebankan kepada peminjam.
 Al-Wakalah, adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak kepihak lain. Untuk
jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
 Kafalah, adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran
utang satu pihak pada pihak lain.
 Hiwalah, adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil)
kepada pihak lain (al-muhal’ailah) atas dasar saling mempercayai.
 Rahn, merupakan sebuah perjanjian dengan jaminan aset. Berupa penahanan harta
milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya.

TUGAS KOMPREHENSIF BAB 4

1. Tidak setuju, karena Dalam Riba dan bunga bank terdapat 2 pandangan yaitu pandangan
pragmatis dan pandangan konservatif. Dalam pandangan pragmatis riba berbeda dengan
bunga bank. Karena di dalamnya bunga bank tidak ada unsur penambahan keuntungan
yang berlipat ganda atau melampaui batas. Selama keuntungan dari hasil pinjaman dengan
menggunakan transaksi perbankan tidak ada unsur tersebut, maka hal itu tidak dapat
dikatakan dengan riba. Pandangan paragmatis sangat berbeda dengan pandangan
konservatif, dalam pandangan ini riba sama seperti bunga bank. Karena di dalamnya
terdapat unsur penambahan. Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya
terdapat unsur tersebut, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit
maupun banyak.
2. Tidak Sesuai dengan Syariah Islam, karena Short Selling mengandung ba’i al-ma’dum.
Ba’i al-ma’dum adalah menjual barang yang belum ada pada si penjual sebagaimana yang
dijelaskan Nabi Muhammad SAW "la tabi' maa laisa indak" Oleh karena itu, short selling
dilarang didalam hukum ekonomi syariah
3. Tidak sesuai dengan Syariah, karena itu mempersulit pihak pemasok dana dalam masalah
pembayaran yang dilakukan oleh pihak PT tersebut dimana di dalam syariah islam sendiri
tidak ada yang memberatkan kedua belah pihak dalam melakuka kegiatan Muamalah.
4. Jual beli borongan adalah jual beli suatu barang yang masih ada dalam bentuk tumpukan,
atau bahkan belum dipetik sama sekali dari pohonnya. Barang yang dijual adalah barang
yang berwujud sebagaian dari tumpukan itu, atau bahkan total semua barang yang ada
namun tidak diketahui kadarnya. Di dalam literatur fiqih, akad jual beli tebasan/borongan
ini dikenal dengan istilah bai’u shabratin atau bai’u jazafin. Dalam kitab Al-Mahally ‘ala
Minhâji al-Thâlibîn, Syekh Jalaluddin Al-Mahally menjelaskan hukum dari jual beli
borongan ini sebagai berikut:
‫ويصح بيع صاع من صربة تعلم صيعانها للمتعاقدين ل ز رش ويب عل اإلشاعة فإذا علما أنها ة رش‬
‫ع آصع فالمبيع ها ع فلو تلف بقدره من المبيع‬

Artinya: “Sah jual beli satu sha’ di antara tumpukan barang yang diketahui wujud
tumpukannya oleh dua orang yang berakad sehingga barang dipandang secara global saja.
Misalnya, diketahui bahwa tumpukan itu terdiri dari 10 sha’, sementara barang yang dijual
hanya 1/10-nya (1 sha’), meskipun sebagian dari barang itu ada yang rusak.” (Syekh
Jalaluddin al-Mahally, Al-Mahally ‘ala Minhâji al-Thâlibîn, Kediri: Pesantren Petuk, tt:
156).

Maksud dari ibarat di atas adalah bahwa sah melakukan jual beli sebagian dari barang
sejenis yang masih berwujud tumpukan, meskipun di antara tumpukan itu ada barang yang
rusak wujudnya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar jual beli ini menjadi sah,
yaitu:

a) Wujud barang yang ditumpuk adalah berupa barang sejenis dan tidak bercampur
dengan barang lain. Misalnya: tumpukan gandum, berarti seluruh dari isi tumpukan ini
terdiri atas gandum.
b) Kedua orang yang berakad harus mengetahui wujud tumpukannya. Untuk syarat kedua
ini sebenarnya bukan syarat baku, karena meskipun ada barang yang rusak di antara
tumpukan itu, asalkan barangnya sejenis, maka masih sah untuk diperjualbelikan,
dengan syarat diketahui kebutuhan takaran yang dikehendaki oleh pembeli.
c) Kedua orang yang berakad menentukan jumlah takaran yang hendak dibelinya.
Takaran ini bisa berwujud takaran kilogram, liter dan sejenisny. Jika syarat ini kita tarik
dalam jual beli tebasan di lahan, maka syarat mutlak yang harus dipenuhi agar jual beli
tebasan menjadi sah, adalah:
 Kedua orang yang berakad harus mengetahui wujud tanaman yang hendak
diborongnya.
 Tanamannya harus seragam (sejenis)
 Pemborong harus menentukan besar takaran yang hendak dibelinya karena ada
kemungkinan sebagian dari barang ada yang rusak. Dari ketiga syarat ini, syarat
yang ketiga sering dilewatkan oleh kedua orang yang sedang bertransaksi di
lapangan. Syarat itu adalah berupa jumlah takaran yang hendak diborong atau
dibutuhkan oleh si pemborong. Pada umumnya, para pemborong tebasan adalah
ingin mengambil untung dari kelebihan takaran barang yang ditebasnya, dan hal ini
menurut qaul yang paling shohih dari madzhab Syafi’i adalah tidak diperbolehkan
karena adanya unsur gharar yang tersimpan.

5. Prinsip normal dari musyarakah yaitu bahwa setiap mitra bisa memiliki hak untuk ikut
serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha patungan ini. Tetapi, para mitra dapat juga
sepakat bahwa manajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan
mitra lain tidak akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah tersebut namun setiap
pembagian keuntungan harus sesuai dengan kesepakatan

6. Biasanya kelebihan itu dianggap sebagai upah karena dia telah menukarkan uang di
bank. Dia harus ngantri, harus bawa modal, dst. jadi layak dapat upah. Dan apakah
pembayaran upah tersebut dapat ditetapkan layaknya jasa ptong rambut atau jasa
transportasi? Sehingga upah bagi sipenukar uang tersebut dapat distandarkan. Sebelum nya
maka perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana fenomena penukarang uang receh di
masyarakat, Maka Jelas ini alasan yang tidak benar. Karena yang terjadi bukan
mempekerjakan orang untuk menukar uang di bank. tapi yang terjadi adalah transaksi uang
dengan uang. Dan bukan upah penukaran uang. Upah itu ukurannya volume kerja, bukan
nominal uang yang ditukar.
TUGAS PERTANYAAN BAB 6

Soal :

1. Apakah perbedaan mendasar antara Perbedaan antara PSAK syariah dan AAOIFI
dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah yaitu?
2. Siapakah Pengguna laporan keuangan yaitu ;

3. jelaskan asas dan transaki syariah


4. jelaskan bentuk laporan keungan syariah menurut PSAK dsn AAOIFI
5. jelaskan asumsi dasar, karakteristik kualitatif, dan kendala laporan keuangan menurut
PSAK
6. jelaskan ukuran untuk unsure laporan keuangan menurut PSAK
7. jelaskan tujuan akuntansi dan laporan keuangan menurut AAOIFI
8. jelaskan bentuk laporan keuangan menurut AAOIFI
9. jelaskan tentang syarat kualitatif laporan keuangan menurut AAOIFI
10. bagaimana bentuk laporan keuangan syariah di masa depan menurut pemikir akuntansi
islam.
Jawaban :
1. kerangka pada PSAK berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh
entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor swasta
sedangkan kerangka pada AAOIFI untuk lembaga keuangan syariah dengan cara
mengambil seluruh pemikiran akuntansi kontemporer yang berlaku kemudian
melakukan tes dan analisis.
2. Penggunaan Laporan yaitu:
a) Investor sekarang dan investor potensial
b) Pemilik dan qardh
c) Pemilik dana syirkah temporer
d) Pemilik dana titipan
e) Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf
f) Pengawas syariah
g) Karyawan
h) Pemasok dan mitra usaha lainnya
i) Pelanggan
j) Pemerintah serta lembaga-lembaganya
k) Masyarakat

3. Asas transaksi syariah, yaitu:

a) Persaudaraan (ukhuwah) yaitu transaksi syariah menjunjung tinggi nilai


kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh
mendapatkan keuntungan di atas kerugian orang lain.
b) Keadilan (‘adalah) yaitu selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan
sesuai dengan posisinya.
c) Kemaslahatan (maslahah) yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
d) Keseimbangan (tawazun) yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual,
antara aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis
dan sosial serta antara aspek pemanfaatan serta pelestarian.
e) Universalisme (syumuliyah) yaitu dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan
dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras
dan golongan sesuain dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Karakteristik transaksi syariah, yaitu:
 Berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida
 Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib)
 Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai
 Tidak mengandung unsur riba
 Tidak mengandung unsur kezaliman
 Tidak mengandung unsur masyir
 Tidak mengandung unsur gharar
 Tidak mengandung unsur haram
 Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang
 Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar
 Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy)
 Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap-menyuap (risywah)
4. Bentuk laporan syariah menurut PSAK, yaitu:
a) Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan
informasi tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas
dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
b) Informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang
mungkin dikendalikan di masa depan.
c) Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah, yang dapat disusun
berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja,
asset likuid atau kas.
d) Informasi lain, seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas
syariah.
e) Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan
yang relevan termasuk pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang
memengaruhi entitas.
Bentuk laporan syariah menurut AAOIFI, yaitu:
 Laporan perubahan posisi keuangan
 Laporan laba rugi
 Laporan perubahan ekuitas atau laporan perubahan saldo laba
 Laporan arus kas
 Laporan perubahan investasi yang dibatasi dan ekuivalennya
 Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sumbangan
 Laporan sumber dan penggunaan dana Qard Hasan
5. Asumsi dasar ada 2, yaitu:
a) Dasar akrual, yaitu pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian
dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan
pada periode yang bersangkutan.
b) Kelangsungan usaha (Going Concern), yaitu laporan keuangan yang disusun
berdasarkan asumsi kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan
usahanya di masa depan.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan ada 4, yaitu:
 Dapat dipahami, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam
laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan
bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai
tertentu.
 Relevan, relevan berarti harus berguna untuk peramalan (predictive) dan
penegasan (confirmatory) atas transaksi yang berkaitan sau sama lain. Relevan
juga dipengaruhi oleh hakikat dan tingkat materialitasnya.
c) Keandalan
agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut;
 Menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
 Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai
dengan prinsip syariah dan bukan hanya bentuk hukumnya.
 Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu
saja.
 Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian
peristiwa dan keadaan tertentu.
 Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.
d) Dapat dibandingkan, pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan
entitas syariah antarperiode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan
kinerja keuangan.
Kendala laporan keuangan menurut PSAK, yaitu; Tepat waktu. Jika terdapat
penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang
dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Keseimbangan antara biaya dan manfaat.
Secara substansi, evaluasi biaya dan manfaat merupakan suatu proses
pertimbangan.
6. Unsur-unsur laporan keuangan menurut PSAK, yaitu;
a) Biaya historis (historical cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban
atau dalam keadaan tertentu, dalam jumlah kasyang diharapkan akan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.
b) Biaya kini (current cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau
setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas yang tidak
didiskontokan yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban
sekarang.
c) Nilai realisasi/penyelesaian (orderly disposal)
Aset dinyatakan dalam jumlah kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual
aset dalam pelepasan normal. Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesain yaitu
jumlah kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk
memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
7. Tujuan akuntansi keuangan menurut AAOIFI :
a) Untuk menentukan hak dan kewajiban dari pihak yang terlibat dengan lembaga
keuangan tersebut
b) Untuk menjaga aset dan hak-hak lembaga keuangan syariah
c) Untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas dari lembaga
keuangan syariah
d) Untuk menyiapkan informasi laporan keuangan yang berguna kepada pengguna
laporan keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut AAOIFI
a) Memberikan informasi tentang kepatuhan lembaga keuangan syariah terhadap
syariah Islam
b) Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban lembaga
keuangan syariah
c) Memberikan informasi kepada pihak yang terkait dengan penerimaan dan
penyaluran zakat pada lembaga keuangan syariah
d) Memberikan informasi untuk mengestimasi arus kas yang dapat direalisasikan,
waktu realisasi dan risiko yang mungkin timbul dari transaksi dengan lembaga
keuangan syariah
e) Memberikan informasi agar pengguna laporan keuangan dapat menilai dan
mengevaluasi lembaga keuangan syariah apakah telah menjaga dana serta
melakukan investasi dengan tepat.
f) Memberikan informasi tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial dari lembaga
keuangan syariah
8. Bentuk laporan keuangan menurut AAOIFI
a) Laporan perubahan posisi keuangan
b) Laporan laba rugi
c) Laporan perubahan ekuitas atau laporan perubahan saldo laba
d) Laporan arus kas
e) Laporan perubahan investasi yang dibatasi dan ekuivalennya
f) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sumbangan
g) Laporan sumber dan penggunaan dana Qard Hasan
9. Syarat kualitatif laporan keuangan menurut AAOIFI
a) Relevan. Syarat ini berhubungan dengan proses pengambilan keputusan sebagai
alasan utama disusunnya laporan keuangan
b) Dapat diandalkan. Syarat ini berhubungan dengan tingkat keandalan informasi
yang disajikan. Dalam syarat ini, harus memiliki penyajian yang wajar, objektif,
dan netral sesuai dengan perintah Allah
c) Dapat dibandingkan. Informasi keuangan dapat dibandingkan antara lembaga
keuangan syariah dan di antara dua periode akuntansi yang berbeda bagi lembaga
keuangan yang sama
d) Konsisten. Metode yang akan digunakan untuk perhitungan dan pengungkapan
akuntansi yang sama untuk dua periode penyajian laporan keuangan
e) Dapat dimengerti. Informasi yang disajikan dapat dimengerti dengan mudah bagi
rata-rata pengguna laporan keuangan
10. Ada sebagian pemikir akuntansi Islam yang mengusulkan terobosan pemikiran yang
agak berbeda, diantaranya :
a) Neraca yang menggunakan nilai saat ini, untuk mengatasi kelemahan dari historical
cost yang kurang cocok dengan pola perhitungan zakat yang mengharuskan
perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang.
b) Laporan nilai tambah sebagai pengganti laporan laba atau sebagai laporan
tambahan atas neraca dan laporan laba rugi.
TUGAS KOMPREHENSIF BAB 6

1. Hal ini didasarkan bahwa Bank Syariah hanya mengelola dana yang halal. Laporan sumber
dan penggunaan dana kebajikan sendiri bersumber dari infaq,sedekah, pendapatan non
Halal dan denda. sedangkan penggunaannya biasanya untuk kegiatan sosisal. Dari unsur
“sumber” terlihat jelas, pendapatan non halal hanya ada pada laporan dana kebajikan,maka
dapat disimpulkan laporan laba rugi dan dividen yang dibagikan kepada pemegang saham
berasal dari hal-hal yang halal.

2. Dana Syirkah Temporer disajikan di kolom passiva pada neraca/laporan posisi keuangan,
terpisah dengan liabilitas (kewajiban) dan ekuitas (modal). Ada perbedaanya Laporan
keuangan syariah adalah laporan keuangan yang bentuk pe nyajiannya sesuai dengan
entitas atau kaidah-kaidah syariah. Sedangkan Laporan keuangan konvensional adalah
laporan keuangan yang memberikan informasi kuantitatif tentang posisi keuangan dan
perubahannya serta hasil yang dicapai pada periode tertentu. Laporan keuangan
konvensial dan syariah sejatinya merupakan jenis laporan yang memuat sebagian besar
hal-hal yang sama dan intinya melaporkan kinerja perusahaan sembari memperlihatkan
posisi perusahaan saat ini terkait dengan kekayaan dan kewajiban. Namun ada beberapa
perbedaan yang menjadikan keduanya merupakan laporan keuangan yang berbeda.

3. Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari individu individu yang ada di
masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah
tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta
asing, bagi sebagian besar bank, dana masyarakat adalah merupakan dana terbesar yang
mereka dimiliki. Perbedaan utama penyaluran dana pada bank syariah dan bank
konvensional, pada bank konvensional berbentuk kredit dengan system bunga, sedangkan
bank syariah menggunakan prinsip-prinsip bagi hasil, perinsip jual-beli menggunakan
margin keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai