1
Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia mempengaruhi permintaan terhadap
produk-produk keuangan syariah. Pasar global di bidang industri halal sangat tinggi.
Peluang pengembangan industri halal di Indonesia sangat besar. Misalnya Sumatera
Barat, sebagian besar penduduknya adalah Muslim (98 persen berdasarkan data BPS
Sumbar). Kesadaran masyarakatnya untuk menggunakan produk halal juga tinggi. Belum
lama ini, provinsi tersebut meraih penghargaan sebagai destinasi kuliner halal terbaik
dalam ajang kompetisi World Halal Tourism Award (WHTA) 2016 di Abu Dhabi, Uni
Emirat Arab (UEA).
2) Jenis Akad
Akad dibagi menjadi dua yaitu akad tijarah/ mu’awaddah dan akad tabarru:
a. Akad tabarru (gratuitous contract) adl perjanjian yang merupakan transaksi yang
tidak ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini
adl tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Contohnya: 1) meminjamkan
uang dengan akad qardh, rahn dan hiwalah, 2) meminjamkan jasa dengan akad
wakalah, wadiah dan kafalah, 3) memberikan sesuatu kepada orang lain dengan
akad wakaf, hibah/ sedekah, hadiah.
2
b. Akad tijarah (compensational contract) adl akad yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan dimana dibagi menjadi 1) natural uncertainty contract yaotu kontrak
yang diturunkan dari teori pencampuran dimana pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan aset yang mereka miliki menjadi satu kemudian menanggung risiko
bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. 2) Natural certainty contract yaitu
kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran dimana kedua belah pihak saling
mempertukarkan aset yang dimilikinya sehingga objek pertukarannya (baik barang
maupun jasa) harus ditetapkan di awal akad dengan pasti terkait jumlah (quantity),
mutu (quality), harga (price), dan waktu penyerahan (time delivery).
3
sama dengan riba dan ahram secara syariat. Larangan riba tidak hanya berlaku di
agama Islam saja melainkan diharamkan oleh seluruh agama samawi selain Islam (Yahudi
dan Nasrani) sebagai berikut:
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu baik uang maupun bahan makanan atau
apapun yang dapat dibungakan” (Kitab Deuteronomy, Pasal 23 ayat 19)
“Jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah kamu bersikap
seperti orang yang mengutangkan, jangan kau meminta keuntungan untuk hartamu” (Perjanjian
lama, Kitab Keluaran Pasal 22 Ayat 25)
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau
apapun yang dapat dibungakan” (Perjanjian Lama, Kitab Ulangan Pasal 23 ayat 19)
4
“... yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan
dari Tuhan-Nya lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya
dan urusannya (terserah) kepada Allah...” (QS Al Baqarah: 275)
Jual Beli Riba
Dihalalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Diharamkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Harus ada pertukaran barang/ manfaat Tidak ada pertukaran barang dan
yang diberikan sehingga ada keuntungan/ keuntungan/ manfaat hanya diperoleh oleh
manfaat yang diperoleh pembeli dan penjual penjual
Karena ada yang ditukarkan, harus ada Tidak ada beban yang ditanggung oleh
beban yang ditanggung oleh penjual penjual
Memiliki risiko untung rugi, sehingga Tidak memiliki risiko sehingga tidak
diperlukan kerja/ usaha, kesungguhan dan diperlukan kerja/ usaha, kesungguhan dan
keahlian keahlian
Berdasarkan perbedaan tersebut, jual beli diperbolehkan karena ada ‘iwad (pengganti/
penyeimbang) yang menyebabkan penjual boleh mengambil tambahan sebagai keuntungan.
‘Iwad tersebut berupa:
1. Usaha yg harus dilakukan dalam rangka menambah nilai dari barang/ jasa (al-kharaj)
2. Risiko dalam menjalankan usaha (al-ghurm)
3. Beban yang harus ditanggung terkait pengadaan barang/ jasa atau yg disebut al-
dhaman
Dosa Riba
Hadits Riwayat Al-Hakim dari Ibnu Mas‟ud bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda: “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama
dengan seorang yang melakukan zina dengan ibunya”
Jabir berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mengutuk orang yang menerima
riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya dan dua orang saksinya
kemudian beliau bersabda, “mereka itu semua sama” (HR Muslim)
Jenis Riba
1. Riba Dayn (Riba dari Utang Piutang)
Riba yang terjadi karena utang-piutang dan dapat terjadi dalam segala jenis transaksi
kredit atau utang-piutang dimana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok
5
pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama apapun (bunga/
interest/ bagi hasil) dihitung dengan cara apapun (fixed rate/ floating rate) besar atau
kecil semuanya itu tergolong riba sesuai dengan QS Al baqarah: 278-280. Kelebihan
tersebut dapat berupa suatu tambahan/ tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang. Untuk kelebihan jenis ini ada yang menyebutkan riba qardh.
Misalnya: Bank sebagai kreditor memberikan pinjaman dan mensyaratkan pembayaran
bunga yang besarnya ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (sebagai kelebihan
dari pokok pinjamannya) bunga inilah yang termasuk dalam jenis riba nasi’ah. Demikian
juga bunga yang dibayarkan bank atas deposito atau tabungan nasabahnya.
pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Atas kelebihannya ada yang menyebut
riba jahiliyyah misalnya pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak
dibayar penuh tagihannya/ tidak dibayar pada waktu yang ditetapkan/ denda atas
utang yang tidak dibayar tepat waktu.
2. Riba Fadhl
Riba yang muncul karena transaksi pertukaran/ barter. Riba jenis ini dapat terjadi
apabila terdapat kelebihan/ penambahan pada salah satu dari barang ribawi/ barang
sejenis yang dipertukarkan, baik pertukaran yang dilakukan dari tangan ke tangan
(tunai) maupun kredit. Contoh, menukar perhiasan perak seberat 40gr dengan uang
perakh (dirham) senilai 3gr. Selain itu riba fadl juga dapat terjadi akibat pertukaran/
barter barang tidak sejenis secara non tunai. Contoh, transaksi jual beli valuta asing yang
tidak dilakukan dengan cara tunai (spot). Para ahli fikih (fuqaha) sepakat bahwa
terdapat tujuh macam barang ribawi sebagaimana tertuang pada teks hadits yaitu
emas, perak, jenis gandum, kurma, zabib/ tepung, anggur kering dan garam.
Apabila pertukran barang sejenis (barang ribawi) tidak dilakukan secara tunai, maka
akan muncul riba nasi’ah. Misalnya, menukar 1 juta dolar dengan kurs Rupiah tetapi
penyerahannya baru dilakukan nanti maka, transaksi ini dinamakan riba nasi’ah. Contoh
riba nasi’ah adalah transaksi forward, yaitu melakukan transaksi saat ini tetapi
penyerahan barangnya baru dilakukan di kemudian hari.
Penipuan (Tadlis)
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak
lain dan dapat terjadi dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. Penipuan
kualitas misalnya mencampur barang baik dengan yang buruk atau barang yang dijual
memiliki cacat tapi disembunyikan. Penipuan dalam kuantitas, misalnya mengurangi
timbangan. Penipuan dalam harga (ghaban) misalnya menjual barang dengan harga yang
6
terlalu tinggi pada orang yang tidak mengetahui harga wajar barang tersebut. Penipuan
dalam waktu misalnya seorang penyedia jasa menyanggupi menyelesaikan pesanan pada
waktu tertentu sementara dia sangat sadar bahwa dengan sumber daya dan kendala yang
dimilikinya tidak mungkin dapat menyelesaikan pada waktu yang dijanjikan.
Perjudian (Maysir)
Berjudi adalah memperoleh sesuatu atau mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa
kerja keras. Transaksi perjudian adl transaksi yang melibatkan dua pihak/ lebih dimana
mereka menyerahkan uang/ harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan
tertentu baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola atau media lainnya.
Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para
pesertanya sebaliknya, bila undian itu kalah maka uangnya pun harus direlakan untuk
diambil oleh pemenang.
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban (untuk
berhala) dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilan perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung”
Semua bentuk perjudian itu dilarang, dengan nama apapun misalnya lotre, kuis sms, taruhan
maupun bentuk spekulasi lainnya.
7
“Bagaimana pendapatmu jika Allah mecegah biji itu untuk menjadi buah, sedang salah seorang
dari kamu menghalalkan (mengambil) harta saudaranya” (HR Bukhari)
Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang (ihtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya dilakukan
dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar
agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.
Dari Anar Radhiallahu „anhu berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, harga-
harga naik, tentukanlah harga untuk kami, Rasulullah lalu menjawab: “Allah lah yang
sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang, dan pemberi rezeki. Aku berharap agar
bertemu dengan Allah, tak ada seorang pun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman
dalam urusan darah dan harta” (HR Ashabus Sunan)
8
“Janganlah kamu sekalian melakukan penwaran barang tanpa maksud untuk membeli” (HR
Tirmidzi)
Suap (Riswah)
Suap dilarang karena dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat sehingga
menimbulkan ketidakadilan sosail dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap
pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
“...dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim...” (QS Al Baqarah: 188)
“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang akan
menyaksikan penyuapan” (HR Ahmad, Thabrani, Al Bazar dan Al Hakim)
“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah saht (haram) dan suap yang diterima
hakim adalah kufur”
9
maka jika pemilik barang tersebut tiba di pasar (mengetahui harga), ia boleh berkhiar” (HR
Muslim)
10
2. SEJARAH STANDAR AKUNTANSI SYARIAH
Akuntansi bukanlah suatu profesi baru, dalam bentuk yang sangat sederhana telah dilakukan
pada zaman sebelum masehi. Luca Paciolli dengan bukunya 1494M berjudul Summa de
Arithmetica Geometria Proportionalita (A review of Arithmetic Geometry and proportions)
menerangkan mengenai double entry book keeping sehingga ditetapkan sebagai penemu
akuntansi modern, walaupun ia mengatakan bahwa hal tersebut telah dilakukan lebih dari
satu abad yang lampau. Dari hasil penelusuran pemikir Islam, ditemukan bahwa ada
hubungan antara para pedagang Italia dan pedagang muslim yang membuka kemungkinan
bahwa akuntansi modern tersebut diperoleh Paciolli dari hubungannya dengan pedagang
muslim.
Bukti-bukti yang digunakan Paciolli juga sama dengan apa yang dilakukan oleh para
pedagang muslim. Selain itu, ketika daulah Islam mulai berkembang, telah dikembangkan
juga sistem akuntansi yang cukup maju dan dapat dijadikan dasar bahwa klaim muslim turut
dalam pengembangan akuntansi modern.
Akuntansi Syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang
sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga ketika
mempelajari akuntansi syariah dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai akuntansi
sekaligus juga tentang syariah Islam.
11
Kriteria Akuntansi Syariah Akuntansi Konvensional
Dasar Hukum Hukum etika yg bersumber dari Alquran & sunnah Hukum bisnis modern
Dasar Tindakan Keberadaan hukum Allah – keagamaan Rasionalisme ekonomis –sekuler
Tujuan Keuntungan yg wajar Maksimalisasi keuntungan
Orientasi Kemasyarakatan Individual/ Kepada pemilik
Tahapan Dibatasi & tunduk pada ketentuan syariah Tidak dibatasi, kecuali
Operasional pertimbangan ekonomis
12
a. Murabahah, yaitu transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Harga yang
disepakati antara penjual dan pembeli pada saat transaksi dan tidak boleh
berubah.
b. Salam, yaitu transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara
tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas,
harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
c. Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam. Namun dalam istishna,
pembayaran dapat dilakukan dimuka, cicilan dalam beberapa kali (termin) atau
ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya istishna’ diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan kontruksi dengan kontrak pembelian barang melalui
pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsesn (al-sani’) untuk menyediakan
barang pesanan (al-mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli (al-
mustasni’) dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
d. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
3. Akad lainnya. Yaitu:
a. Sharf, yaitu perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli
mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesam amata uang
yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya
rupiah dengan dolar atau sebaliknya).
b. Wadiah, merupakan akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/ barang
kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak
penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/ barang titipan tersebut. Wadiah
terbagi dua: 1) Wadiah amanah dimana uang/ barang yang dititipkan hanya boleh
disimpan dan tidak boleh didayagunakan. 2) Wadiah yadhamanah dimana uang/
barang yang dititipkan boleh didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak
terdapat kewajiban untuk dibagihasilkan pada pemberi titipan.
c. Qardshul hasan yaitu pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu
pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
Biaya administrasi dalam jumlah yang terbatas diperkenankan untuk dibebankan
kepada peminjam.
d. Al-Wakalah, yaitu jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain. Untuk jasanya
itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
13
e. Kafalah, yaitu perjanjian pemberian pinjaman atau penanggungan atas pembayaran
utang satu pihak pada pihak lain.
f. Hiwalah, yaitu pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) kepada
pihak lain (al-muhal ‘alaih) atas dasar saling memercayai.
g. Rahn, yaitu sebuah perjanjain pinjaman dengan jaminan aset. Berupa penahanan
harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya
4. Wa’ad meliputi berikut ini:
a. Repo Syariah, yaitu janji dari pembeli untuk menjual kembali kepada penjual
pertama.
b. Forward Agreement, yaitu janji dari calon pembeli untuk membeli valuta asing dalam
jumlah dan kurs tertentu dari calon pembeli.
c. Transaksi Pasar Uang Antarbank Syariah merupakan janji dari calon pembeli untuk
membeli surat berharga dalam berbagai akad dari pihak penjual pertama.
14