Anda di halaman 1dari 4

1

Tiga Catatan di Akhir Ramadhan

“Siapa yang tidak mampu meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta (waktu berpuasa),
maka Allah tidak membutuhkan lapar dan hausnya.” (HR. Al-Bukhari)

Maha Agung Allah Yang menggantikan malam kepada siang. Siang pun kembali menuju
malam. Hari-hari beriring membentuk bulan. Dan bulan-bulan pun beredar menjadi tahun.
Semua nikmat dan berkah-Nya seperti berkumpul pada satu puncak bulan: Ramadan. Kini
“madu” Ramadhan tahun ini sudah sampai di tetes terakhir untuk kita nikmati. Ada tiga
catatan yang patut kita garis bawahi selama menikmati Ramdhan tahun ini,

Pertama, seliar apa pun nafsu kita, ia bisa didewasakan.

Momentum Ramadan menyediakan tarbiyah khusus buat nafsu kita. Mungkin, nafsu bisa
mendikte apa pun di luar Ramadan. Di balik tuntutan lapar, ia bisa saja menciptakan seribu
satu dalih agar orang mengambil hak orang lain. Ia juga bisa mengelabui orang hingga
terjebak pada perbuatan maksiat. Dan di balik tuntutan istirahat, ia pun mampu mengungkung
orang menjadi penyantai dan pemalas.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, QS YUSUF:53

              
   

“…sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. 12: 53)

Di luar Ramadan, pintu-pintu aliran energi nafsu kerap terbuka lebar. Ia bebas mondar-
mandir. Bisa bertingkah seperti apa pun menurut seleranya. Kekuatan nafsu kian berkembang
bersama energi yang diperoleh tubuh dari makan, minum, dan lain-lain. Bayangkan jika
pintu-pintu itu tak pernah tertutup. Nafsu jadi kian liar.

Allah swt. menghadiahi shaum agar seorang mukmin bisa mendewasakan nafsu. Bisa
menutup-buka pintu-pintu energinya. Hingga, nafsu tidak lagi seperti anak kecil yang bisa
dapat apa pun ketika merengek dan menuntut. Nafsu harus dipaksa. Agar, ia bisa dewasa.
Semoga tarbiyah Rabbaniyah di bulan Ramadhan ini telah memdewasakan nafsu kita.
Sehingga, pasca Ramadhan nanti kita bisa mengendalikan diri.

Kedua, sekotor apa pun jiwa kita, ia bisa dibersihkan.

Jangan pernah membayangkan kalau yang di dalam tak tersentuh kotoran. Alur hidup persis
seperti aliran air dalam pipa-pipa. Ada yang masuk, mengalir dan berproses hingga menjadi
keluaran. Kian kotor masukan, makin banyak endapan yang melekat pada bagian dalam pipa.
Suatu saat, pipa bisa keropos. Ini akan berpengaruh pada keluaran yang dihasilkan.
2

Selama sebelas bulan, saringan-saringan masukan boleh jadi begitu longgar. Bahkan
mungkin, tidak ada sama sekali. Semua bisa masuk. Mulai dari yang samar, kotor, bahkan
beracun. Kalau saja tidak dipaksa ada saringan, proses pengeroposan menjadi sangat cepat.
Jiwa-jiwa yang keropos akan membutakan mata hati. Allah berfirman surat Al Hajj : 46:

           
            

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami? Atau, telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi hati yang di dalam dada.”
(QS. 22: 46)

Jika aliran yang masuk melalui pipa mata, telinga, mulut, pikiran, dan rasa bisa tersaring
jernih; tidak akan ada endapan. Tidak akan ada tumpukan racun si pembuat keropos.
Otomatis, keluaran pun menjadi bersih. Ibadah yang sebelumnya berat menjadi ringan.
Sangat ringan!

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, dalam surat Asy-Syams :7-9 :

            
    

“dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntung yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh
merugi yang mengotorinya.” (QS. 91: 7-10)

Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung karena telah berusaha membersihkan jiwa
kita selama sebulan di Ramdhan tahun ini.

Ketiga, sepicik apa pun ego kita, ia bisa dicerdaskan.

Kadang manusia bangga berdiri di atas egonya. Seolah ia mengatakan, “Inilah saya!” Nalar
berikutnya pun bilang, pusatkan semua kekuatan diri demi kepuasan ego. Walau sebenarnya,
keakuan itu sudah melabrak nilai-nilai ketinggian Islam.

Karena ego, orang bisa menganggap kalau dirinyalah yang terbaik. Tak perlu masukan dan
sumbang saran. Karena ego pula, orang menjadi tak perlu berjamaah. Ego menghias
kepicikan diri menjadi prestasi besar.

Ramadan memaksa ego untuk tunduk dengan kenyataan. Bahwa, yang ego banggakan
ternyata tak sekuat yang dibayangkan. Dan kelemahannya begitu sederhana. Semua ada pada
energi yang dihasilkan dari nasi, ikan, telur, dedaunan, dan air. Selebihnya, ego tak punya
apa-apa.

Dalam bentuk yang lain, ego bisa ditundukkan dengan memperbanyak sujud. Itulah di antara
makna qiyamul lail. Ketika sendiri, kemuliaan ego melalui simbol kepala secara terus-
3

menerus disejajarkan dengan bumi. Suatu tempat di mana di situ ada kotoran, tempat berpijak
kaki-kaki hewan, dan tempat berkumpul kotoran manusia. Ego dipaksa untuk melihat
kenyataan diri. Bahwa, ia hanya seorang hamba.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, qs : Al Bayyinah ayat 5 :

          
      

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Semoga tarbiyah Rabbaniyah di Ramadhan tahun ini telah mengembalikan kita kepada
kesadaran bahwa kita hanyalah seorang hamba yang tugas utamanya adalah menyembah
Allah. Tidak lebih.

Inilah momentum Ramadan yang begitu mahal. Persis seperti kucuran hujan buat para petani.
Kumpulan airnya akan berlalu begitu saja jika tidak segera dibendung, dialirkan, dan
dimanfaatkan. Agar, benih-benih kebaikan baru bisa tumbuh, besar, dan berbuah. Semoga
kita bukan petani yang lalai menampung hujan rahmat di Ramadhan tahun ini.

Jamaah jumah rahimakumullah!

1. Jika malam Ramadhan berakhir, seluruh makhluk-makhluk besar,


di segenap langit, dan bumi, beserta malaikat ikut menangis

Dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Jika malam Ramadhan
berakhir, seluruh makhluk-makhluk besar, di segenap langit, dan bumi,
beserta malaikat ikut menangis. Mereka bersedih karena bencana yang
menimpa umat Muhammad SAW. Para sahabat bertanya, bencana apakah
ya Rasul? Jawab Nabi. Kepergian bulan Ramadhan. Sebab di dalam bulan
Ramadhan segala doa terkabulkan. Semua sedekah diterima. Dan amalan-
amalan baik dilipatgandakan pahalanya, penyiksaan sementara di hapus.”
kalau Nabi Muhammad SAW saja bersedih hati ketika Ramadhan
berakhir, lalu kenapa kita malah bersuka-ria ?

2. Setiap muslim di ujung ramadhan mendapati dirinya pada dua dilema yang
selalu berulang setiap tahunnya. Kita pasti bersedih karena akan
kehilangan momentum pahala dan keberkahan yang berlipat-lipat di bulan
ramadhan, namun pada saat yang sama kita juga harus bergembira dengan
datangnya hari raya Idul Fitri. Dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda
tentang kebahagiaan di hari raya : “ Sesungguhnya setiap kaum itu
mempunyai hari raya, dan sungguh inilah hari kegembiraan bagi kita “ (HR
Bukhori).
4

3. Nah, bagaimana agar kita tetap bisa "habis-habisan" hingga


Ramadhan berakhir?
a. Andai Ini Ramadhan Terakhir

Coba bayangkan, sob. Andai ini Ramadhan terakhir kita, sudahkah rasanya kita melakukan amalan
yang terbaik? Untuk memotivasi diri kita, bayangkan saja ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidup
kita, dalam artian kita belum tentu bertemu dengan Ramadhan tahun depan. Akankah kita menyia-
nyiakannya? Mari lakukan yang terbaik dan menangkan Ramadhan tahun ini!

b. Ingat Kematian

Ya, seperti yang Rasulullah SAW sabdakan, "cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat." Tak perlu
kita menerawang terlalu jauh, coba pikirkan kematian dan bagaimana persiapan kita untuk
menghadapinya. Ramadhan merupakan moment yang tepat untuk mempersiapkan bekal kematian
sebanyak-banyaknya.

4. Maka akhirnya kita berdo`a

‫اللهم تقبل منا صيامنا وقيامنا وركوعنا وسجودنا وتخشعنا وتصرعنا وتالوتنا وتصدثنا‬
‫وتمم تقصيرنا برحمتك يا أرحم الراحمين‬
“Ya Allah terimalah puasa kami, qiyam kami, ruku’ kami, sujud kami, kekhusyuan kami, ibadah kami,
tilawah kami, sedekah kami dan sempurnakanlah segala kekurangan kami wahai Zat yang Maha
Kasih dari yang mengasihi”.

Anda mungkin juga menyukai