Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AGAMA

HIBAH DAN SEDEKAH


DISUSUN OLEH ;
 EKI NURROCHMANINGSIH
 RAHAYU NINGTYAS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantisa tercurah pada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Pembuatan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Adapun
judul makalah kami adalah “Hibah Dan Sedekah”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya dapat lebih baik. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kami
pada khususnya dan reka-rekan pada umumnya. Amin.

Makassar, 03 Oktober 2016

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

Salah satu dari anjuran agama Islam adalah tolong-menolong antara sesama muslim ataupun
non muslim.

Bentuk tolong-menolong itu bermacam-macam, bisa berupa benda, jasa, jual beli, dan lain
sebagainya.

Salah satu di antaranya adalah hibah, atau disebut juga pemberian cuma-cuma tanpa
mengharapkan imbalan.

‫ ( الهبة‬hibah) adalah dengan huruf ha di-kasrah dan ba tanpa syiddah berarti memberikan
(tamlik) sesuatu kepada orang lain pada waktu masih hidup tanpa meminta ganti.

Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh
seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan
jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan
yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.
BAB II

PEMBAHASAN

A. HIBAH

1. Pengertian Hibah

Kata "hibah" berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau
menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memeberi kepada
tangan orang yang diberi.

Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta
milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Sedangkan
Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa hibah adalah memberuikan zat dengan tidak ada
tukarnya dan tidak ada karenanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah merupakan suatu pemberian yang
bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tnpa da kontra prestasi dari pihak penerima
pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang
membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal
dunia).

Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini dinamakan juga dengan perjanjian sepihak
(perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).

2. Dasar Hukum Hibah

Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani hadits Nabi Muhammad SAW antara lain hadits
yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda yang artinya sebagai berikut : "Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya
yang bukan karena mengharap-harapkan dan meminta-minta, maka hendaklah ia menerimanya
dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang diberi Allah kepadanya".

3. Rukun Dan Syarat Sahnya Hibah

Rukun hibah adalah sebagai berikut :

1. Penghibah , yaitu orang yang memberi hibah


2. Penerima hibah yaitu orang yang menerima pemberian

3. Ijab dan kabul.


4. Benda yang dihibahkan.

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu hibah sah adalah :

1. Syarat-Syarat Bagi Penghibah

1. Barang yang dihibahkan adalah milik si penghibah; dengan demikian tidaklah sah
menghibahkan barang milik orang lain.

2. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan

3. Penghibah adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang
akal).

4. Penghibah tidak dipaksa untuk memnerikan hibah.

2. Syarat-Syarat Penerima Hibah

Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar ada pada waktu hibah dilakukan.
Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada ialah orang tersebut (penerima hibah) sudah
lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah dia anak-anak, kurang akal, dewasa. Dalam hal ini berarti
setiap orang dapat menerima hibah, walau bagaimana pun kondisi fisik dan keadaan mentalnya.
Dengan demikian memberi hibah kepada bayi yang masih ada dalam kandungan adalah tidak
sah.

3. Syarat-Syarat Benda Yang Di Hibahkan

a) Benda tersebut benar-benar ada;

b) Benda tersebut mempunyai nilai;

c) Benda tersebut dapat dimiliki zatnya, diterima peredarannya dan pemilikannya dapat
dialihkan;

d) Benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan diserahkan kepada penerima hibah.

Adapun mengenai ijab kabul yaitu adanya pernyataan, dalam hal ini dapat saja dalam bentuk
lisan atau tulisan. Menurut beberapa ahli hukum Islam bahwa ijab tersebut haruslah diikuti
dengan kabul, misalnya : si penghibah berkata : "Aku hibahkan rumah ini kepadamu", lantas si
penerima hibah menjawab : "Aku terima hibahmu".

Sedangkan Hanafi berpendapat ijab saja sudah cukup tanpa harus diikuti oleh kabul, dengan
pernyataan lain hanya berbentuk pernyataan sepihak. Adapun menyangkut pelaksanaan hibah
menurut ketentuan syari'at Islam adalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga penyerahan barang yang
dihibahkan.
2. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan.

3. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama sekali oleh si pemberi
hibah.

4. Penghibahan hendaknya dilaksanakan di hadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunat),


hal ini dimaksudkan untuk menghindari silang sengketa dibelakang hari.

4. Hibah Orang Sakit Dan Hibah Seluruh Harta

Apabila seseorang menghibahkan hartanya sedangkan ia dalam keadaan sakit, yang mana
sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum hibahnya tersebut sama dengan hukum
wasiatnya, maka apabila ada orang lain atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah
menerima hibah maka hibahnya tersebut dipandang tidak sah. Sedangkan menyangkut
penghibahan seluruh harta, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq, bahwa menurut jumhur
ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada orang lain.

Muhammad Ibnu Hasan (demikian juga sebagian pentahqiq mazhab Hanafi) berpendapat
bahwa: Tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun di dalam kebaikan. Mereka
menganggap orang yang berbuat demikian itu sebagai orang yang dungu dan orang yang dungu
wajib dibatasi tindakannya.

5. Penarikan Kembali Hibah

Penarikan kembali atas hibah adalah merupakan perbuatan yang diharamkan meskipun
hibah itu terjadi antara dua orang yang bersaudara atau suami isteri. Adapun hibah yang boleh
ditarik hanyalah hibah yang dilakukan atau diberikan orang tua kepada anak-anaknya.

Dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, An- Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-tarmidzi yang artinya berbunyi
sebagai berikut : "Dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Tidak halal bagi seorang lelaki untuk memberikan pemberian atau menghibahkan suatu hibah,
kemudian dia mengambil kembali pemberiannya, kecuali hibah itu dihibahkan dari orang tua
kepada anaknya. Perumpamaan bagi orang yang memberikan suatu pemberian kemudian dia
rujuk di dalamnya (menarik kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang makan,
lalu setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah itu kembali.

6. Hikmah dalam Amalan Hibah


Hibah disyari’atkan dalam Islam dengan galakan yang mendalam adalah untuk memaut hati
kalangan masyarakat Islam itu sendiri sesama mereka dan memperdekatkan perasaan kejiwaan
sesama manusia yang hidup dalam masyarakat Islam atau di luar masyarakat Islam.
Keistimewaan hibah ini ialah ianya boleh dilakukan kepada orang yang bukan Islam sekali pun,
bahkan kepada musuh-musuh yang membenci Islam apabila diketahui lembut hatinya apabila
di’beri’kan sesuatu. Hibah ini merupakan salah satu aktiviti kemasyarakatan yang berkesan
memupuk rasa hormat, kasih sayang, baik sangka, toleransi, ramah mesra dan kecaknaan dalam
kehidupan sosial sesebuah negara. Secara ringkasnya, hikmah hibah ini boleh dirumuskan dalam
perkara berikut (tanpa menghadkan kepada perkara di bawah) :

a) Melunakkan hati sesama manusia


b) Menghilangkan rasa segan dan malu sesama jiran, kawan, kenalan dan ahli masyarakat
c) Menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama anggota masyarakat
d) Menimbulkan rasa hormat, kasih sayang, mesra dan tolak ansur sesama ahli setempat.
e) Meningkatkan citarasa kecaknaan dan saling membantu dalam kehidupan
f) Memudahkan aktiviti saling menasihati dan pesan-memesan dengan kebenaran dan
kesabaran
g) Menumbuhkan rasa penghargaan dan baik sangka sesama manusia
h) Mengelak perasaan khianat yang mungkin wujud sebelumnya
i) Meningkatkan semangat bersatu padu dan bekerjasama
j) Dapat membina jejambat perhubungan dengan pihak yang menerima hibah.

7. Firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah 177) yang artinya: “Bukanlah kebaikan itu engkau
mengarahkan wajahmu menghadap timur dan barat. Akan tetapi kebaikan itu adalah orang
yang beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, para nabi, memberikan harta yang
disukainya kepada kerabat dekatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang
meminta-minta dan untuk membebaskan budak.”

8. Firman Allah SWT QS Al-Baqarah 261 : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui.

B. SEDEKAH

1.Pengertian Sedekah
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh
seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan
jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan
yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh
para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara spontan dan sukarela).

Di dalam Alquran banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa
memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya:
''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang
yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian
di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah,
maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS An Nisaa [4]: 114). Hadis
yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya.

Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah, berpahala bila dilakukan
dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Di samping sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi
haram yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang bakal
menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada
kalanya juga hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu dengan
orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia
mempunyai makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi
wajib jika seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.

Menurut fuqaha, sedekah dalam arti sadaqah at-tatawwu' berbeda dengan zakat. Sedekah
lebih utama jika diberikan secara diam-diam dibandingkan diberikan secara terang-terangan
dalam arti diberitahukan atau diberitakan kepada umum. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi
SAW dari sahabat Abu Hurairah. Dalam hadits itu dijelaskan salah satu kelompok hamba Allah
SWT yang mendapat naungan-Nya di hari kiamat kelak adalah seseorang yang memberi sedekah
dengan tangan kanannya lalu ia sembunyikan seakan-akan tangan kirinya tidak tahu apa yang
telah diberikan oleh tangan kanannya tersebut.

Sedekah lebih utama diberikan kepada kaum kerabat atau sanak saudara terdekat sebelum
diberikan kepada orang lain. Kemudian sedekah itu seyogyanya diberikan kepada orang yang
betul-betul sedang mendambakan uluran tangan. Mengenai kriteria barang yang lebih utama
disedekahkan, para fuqaha berpendapat, barang yang akan disedekahkan sebaiknya barang yang
berkualitas baik dan disukai oleh pemiliknya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang
artinya; ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai...'' (QS Ali Imran [3]: 92).

Pahala sedekah akan lenyap bila si pemberi selalu menyebut-nyebut sedekah yang telah ia
berikan atau menyakiti perasaan si penerima. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya
yang berarti: ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah
[2]: 264). (dam/disarikan dari buku Ensiklopedi Islam)

 Hikmah Shadaqah.

a) Shadaqah dapat menjauhkan kita dari bencana, baik yangsipemberi maupun sipenerima.

b) Dapat membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu dan dapat mencegah saudara-
saudara kita dari kemudharatan.

c) Shadaqah juga dapat mengikat tali persaudaraan yang lebih erat diantara kita.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan
musababnya) tnpa da kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu
dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan
wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia).
2. Rukun hibah, yaitu : penghibah , penerima hibah, ijab dan kabul, dan benda yang
dihibahkan.

3. Syarat-syarat hibah itu meliputi syarat penghibah, penerima hibah dan benda yang
dihibahkan.

4. Penghibahan harta yang dilakukan oleh orang sakit hukumnya sama dengan wasiat.
Menurut jumhur ulama seseorang dapat / boleh menghibahkan semua apa yang
dimilikinya kepada orang lain.

Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian yang diberikan oleh
seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan
jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan
yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, H SH MH, 2004, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo.

Pasaribu, H. Chairuman Drs dan Suhrawardi K. Lubis SH, 1996, Hukum Perjanjian Dalam
Islam, Jakarta: sinar Grafika.

Rasyid, Sulaiman, 1990, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru.

Sabiq, Sayid, 1988, Fikih Sunnah Jilid 14, Bandung: PT. Al-Ma'arif.

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 14,Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1988, hlm. 167.

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm. 305

Sayid Sabiq, Op. Cit, hlm. 173

H. Abdurrahman SH MH, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo, 2004

Anda mungkin juga menyukai