PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan sebagai rahmat bagi seluruh
alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau selalu berbuat baik
dengan amalan sholeh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Zakat
adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan karena bagian dari rukun Islam, demikian
pula shodaqoh karena islam menganjurkan untuk bershodaqoh dengan tujuan menolong
saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk mendapat ridho Allah SWT. Shodaqoh
bisa berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam
pengertian luas, shodaqoh bisa berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan
jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun.1[1]
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang
diperintahkan agama Islam seperti pemberian hadiah, hibah dan shodaqoh. Maka pada
makalah yang singkat ini penulis akan sedikit menguraikan hal tersebut dalam bab
selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas terdapat masalah yang akan dibahas penulis dalam
bab selanjutnya yaitu:
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah:
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hibah
Secara bahasa hibah adalah pemberian (athiyah), sedangkan menurut istilah hibah
yaitu:2[2]
Didalam syara’ sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti akad yang pokok
persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu dia hidup, tanpa
adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk
dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan maka harta tersebut disebut
i’aarah (pinjaman).3[3]
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan dawud dari Aisyah ra.
berkata:
علَ ْي َها ُ ى ص م َي ْق َب ُل ْال َه ِديَّةَ َويُ ِني
َ ْب ُّ َكانَ النَّ ِب
Artinya:
“Pernah Nabi saw. menerima hadiah dan balasannya hadiah itu.”
Adapun barang yang sudah dihibahkan tidak boleh diminta kembali kecuali hibah orang
tua kepada anaknya yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a , Nabi saw.
bersabda:4[4]
ُى ْال َع ِطيَّةَ ث ُ َّم يَ ْر ِج ُع فِ ْي َها ِإ َّل ْال َوا ِلدَفِ ْي َمايَ ْع ِطى َولَدَه
َ َل َي ِح ٌل ِل َر ُج ٍل ُم ْس ِل ٍم ا َ ْن يُ ْع ِط
Artinya:
“Haram bagi seorang Muslim memberi sesuatu kepada orang lain kemudian memintanya
kembali, kecuali pembayaran ayah kepada anaknya.”
C. Rukun Hibah
Menurut jumhur ulama’ rukun hibah ada empat:
1. Wahib (Pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang menghibahkan barang miliknya kepada orang lain.
3. Mauhub
Mauhub adalah barang yang di hibahkan.
D. Syarat-Syarat Hibah
Hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi hibah, dan sesuatu yang
dihibahkan.
1. Syarat-syarat penghibah
Disyaratkan bagi penghibah syarat-syarat sebagai berikut:5[5]
a. Benar-benar ada
b. Harta yang bernilai
c. Dapat dimiliki dzatnya, yakni bahwa yang dihibahkan itu adalah apa yang bisa
dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah tangan.
Maka tidak sah menghibahkan air di sungai, ikan di laut, burung di udara,
masjid-masjid atau pesantren-pesantren.
d. Tidak berhubungan dengan tempat pemilik hibah, seperti menghibahkan
tanaman, pohon, atau bangunan tanpa tanahnya.
e. Dikhususkan, yakni yang dihibahkan itu bukan untuk umum, sebab
pemegangan dengan tangan itu tidak sah kecuali bila ditentukaan
(dikhususkan) seperti halnya jaminan.
8[8]Musthafa Dib Al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah terj. Fiqh Al-Mu’awadhah,Cet. I,
(Bandung: Mizan Media Utama, 2010) , h. 105
10[10]Ibid
11[11]Ibid, h. 107
penerima dan membebaskannya untuk memanfaatkannya. Ini termasuk kategori ariyah
(pinjaman).12[12]
12[12]Ibid
15[15]Ibid
16[16]Ibid
Ketiga mazhab di atas berbeda karena perbedaan tolak ukur yang dipakai. Hanafi
bertolak ukur pada keutuhan benda pemberina, Maliki bertolak ukur kepada pihak yang
membatalkan dan adat, Syafi’I menggunakan kaidah umum bahwa pemberian itu sama
dengan pemberian yang berimbalan, yakni boleh diminta kembali bila imbalannya belum
sesuai dengan yang diharapkan. Adapun hadis yang dijadikan alasan adalah hadis riwayat
Imam Ahmad dan ibnu Majah dari Ibnu Abbas ra.17[17]
E. Hikmah Hibah
Saling membantu dengan cara memberi, baik berbentuk hibah, shadaqah, maupun
hadiah dianjurkan oleh Allah dan rasul-Nya. Hikmah atau manfaat disyari’atkannya hibah
adalah sebagai berikut:18[18]
a. Memberi atau hibah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang terdapat
dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan. Hibah dilakukan sebagai penawar racun
hati, yaitu dengki. Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Tirmidzi dari Abi
Hurairah r.a. Nabi saw. bersabda:
صد ِْر ُ نَ َهاد ُ ْوافَا َِّن ْال َه ِديَّةَ ت ُ ْذ ِه
َّ ب َو َح َرا
Artinya:
“Beri-memberilah kamu, karena pemberian itu dapat menghilangkan sakit hati (dengki).
b. Pemberian atau hibah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai dan
menyayangi.
c. Hadiah atau pemberian dapat menghilangkan rasa dendam.
17[17]Ibid, h. 218
18[18]Ibid
BAB III
PENUTUP
Simpulan:
Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan
musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu
dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang membedakannya dengan
wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia). Rukun hibah, yaitu
: penghibah, penerima hibah, ijab dan kabul, dan benda yang dihibahkan. Sedangkan syarat-
syarat hibah itu meliputi syarat penghibah, penerima hibah dan benda yang dihibahkan.
Penghibahan harta yang dilakukan oleh orang sakit hukumnya sama dengan wasiat. Menurut
jumhur ulama seseorang dapat/ boleh menghibahkan semua apa yang dimilikinya kepada
orang lain. Adapun hikmah atau manfaat disyari’atkannya hibah adalah menghilangkan
penyakit dengki, dapat mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai dan menyayangi,
serta juga dapat menghilangkan rasa dendam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bugha, Musthafa Dib, Buku Pintar Transaksi Syariah terj. Fiqh Al-Mu’awadhah,Cet. I,
Bandung: Mizan Media Utama, 2010.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 14, terj: Mudzakir, Cet. XX, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987.
Salim, Muhammad, Hibah, Hukum dan Syaratnya,
http://serbamakalah.blogspot.com/2013/05/hibah-hukum-dan-syaratnya.html diakses Jumat,
25 April 2014.
Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Edisi I, Cet. V, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Makalah
Hibah
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Nuhda
Eti
Juli
Dinda novita sari