KOMPENSASI
A. Hibah
Hibah atau pemberian merupakan perilaku ekonomi yang berkaitan dengan pemberian
sesuatu kepada orang lain saat pemberi itu masih hidup. Secara konseptual, hibah
dijelaskan sebagai berikut.
1. Konsep Dasar Hibah
Pada dasarnya, istilah hibah, sedekah, dan hadiah, secara bahasa, nyaris memiliki
pengertian yang sama. Menurut Ali Anshif (1993: 171 Juz II), pengertian hibah identik
dengan ‘hadiah, pemberian, anugerah, dan sedekah’. Tapi, pada sedekah ada titik tekannya
kepada orang fakir, sekalipun istilah lainnya dapat juga menerima titik tekan tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Zuhaily (1989: 5), perbedaan peristilahan tersebut
dipaparkan sebagai berikut.
a. Jika pemberian kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah
S.W.T., dan diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan
pengganti pemberian tersebut dinamakan sedekah.
b. Jika pemberian tersebut dimaksudkan untuk mengagungkan atau karena rasa cinta
dinamakan hadiah.
c. Jika diberikan tanpa maksud yang ada pada sedekah dan hadiah dinamakan hibah.
d. Jika hibah tersebut diberikan seseorang kepada orang lain sat ia sakit menjelang
kematiannya dinamakan ’athiyah.
Secara konseptual, hibah mencakup hadiah dan sedekah. Menurut Asy-Syarbini (tt:
396), pengertian hibah menurut terminologi syariah Islam adalah akad yang menjadikan
kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela.
Menurut ulama Hanabilah, “Memberikan kepemilikan atas barang yang dapat ditasarufkan
berupa harta yang jelas atau tidak jelas karena adanya uzur untuk mengetahuinya,
berwujud, dapat diserahkan tanpa adanya kewajiban, ketika masih hidup, tanpa adanya
pengganti, yang dapat dikategorikan sebagai hibah menurut adat dengan lafadz hibah atau
tamlîk (menjadikan milik)”.
2. Landasan Hukum Hibah
Hibah disyariatkan dalam Islam dan dihukumi sunah (mandhûb) berdasarkan Al-
Qur’an, sunah, dan ijma’.
Dalam Al-Qur’an, Allah S.W.T. berfirman :
ٗ ٓ َّ ٗ ٓ َ ُ ُ ُ َ ٗ ۡ َ ُ ۡ ۡ َ َ ۡ ُ َ َ ۡ َ ٗ َ ۡ َّ َٰ َ ُ َ َ ٓ َ
ِّ َو َءاتُواْْٱلنِّسا ْءْصدقتِّ ِّهن
ْ ٤ْْاْم ِّريْاِْْنلةْۚٗفإِّنْطِّۡبْلكمْعنَْش ٖءْمِّنهْنفساْفُكوهْهنِّي
ُ ُ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ َّ ُ ُ ۡ ُ َ َ ۡ َّ ُ
ْ ١ْْٱّللَْيكمْماْي ِّريد
ْ ُْم َِِّّلْٱلصي ِّْدْوأنتمْحرمٌْۗإِّن
B. Sedekah
Sedekah merupakan perilaku ekonomi dalam rangka membantu orang lain. Dengan
tujuan mencari pahala Allah S.W.T.
1. Hukum Sedekah
Sedekah dibolehkan pada setiap waktu dan disunahkan berdasarkan Al-Qur’an dan
Sunah, di antaranya:
ُ ۡ ُ َّ َ ٗ َ َ ٗ َ ۡ َ ٓ ُ َ ُ َ َٰ َ ُ َ ٗ َ َ ً ۡ َ َ َّ ُ ۡ َّ َ
ْٱّللْْ َيقبِّض
ْ ل ْۥْْأضعافاْ كثِّۡيةْۚٗ ْو ْ َّْْمنْْذاْْٱَّلِّيْْ ُيق ِّرض
ْ ْْٱّللْْقرضاْ حسناْ فيض ِّعف ْهۥ
َ َ ُۡ َۡ ُ ُ َۡ َ
ْ ٢٤٥ْْج ُعونويبصطِْإَوَلهِّْتر
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 245)
Sabda Rasulullah S.A.W.: “Barang siapa memberi makan orang lapar, Allah
S.W.T. akan memberinya makan dari buah-buah surga. Barang siapa memberi
minum orang dahaga, Allah S.W.T. akan memberinya minum pada hari kiamat
dengan wangi-wangian yang dicap. Barang siapa yang memberi pakaian orang
yang telanjang, Allah S.W.T. akan memakaikan pakaian surga yang berwarna
hijau”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).
2. Sedekah Rahasia
Sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi lebih utama daripada sedekah yang
diberikan secara terang-terangan. Akan tetapi, zakat lebih utama bila diberikan terang-
terangan. Allah S.W.T. berfirman:
َ َ ۡ ُ َّ ٞ ۡ َ َ ُ َ َ ٓ َ َ ُ ۡ َ ُ ۡ ُ َ َ ُ ۡ ُ َ ِّ تْفَنِّعِّ َّم َ َّ ُ
ْْويُكفِّْ ُراْهَِْۖإَونُْتفوهاْوتؤتوها ْٱلفقرا ْءْفهوْخۡيْلك ۚٗم ِّْ َٰ ٱلص َدقْإِّن ْت ۡب ُدوا
َ َ ُ َ َّ َ ۡ ُ َ َ ُ َع
ْ ٢٧١ْْٞٱّللْب ِّ َماْت ۡع َملونْخبِّۡي
ُْ ْوْ ٌۗنكمْمِّنْس ِّيْات ِّكم
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika
kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari
kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 271)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dinyatakan bahwa di antara
orang yang mendapat naungan Allah S.W.T. di bawah naungan Arsy Allah S.W.T. pada
hari yang tidak ada naungan, kecuali naungan Allah S.W.T., yaitu seorang laki-laki yang
memberikan sedekah, kemudian menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. Dalam hadits lain yang diriwayatkan
oleh Imam Thabrani dinyatakan: “Sedekah sembunyi-sembunyi mematikan murka Tuhan”.
(H.R. Thabrani).
Sedekah yang diberikan pada bulan Ramadhan lebih baik daripada sedekah yang
diberikan pada bulan lainnya. Dari Annas r.a. bahwa Rasulullah S.A.W. ditanya tentang
sedekah yang paling utama. Beliau menjawab, sedekah pada bulan Ramadhan”. (H.R.
Tirmidzi).
Menurut Zuhaily (1989: 916), sedekah lebih utama apabila diberikan pada hari-hari
mulia, seperti Dzulhijjah. Juga lebih utama apabila diberikan pada tempat-tempat yang
mulia, seperti Mekah dan Madinah.
Sementara menurut Asy-Syarbani (tt: 121-123), harta yang paling utama disedekahkan
adalah yang paling dibutuhkan oleh manusia, dan juga yang diberikan pada waktu manusia
membutuhkannya.
3. Sedekah Seluruh Harta
Dalam bersedekah dibolehkan menyedekahkan seluruh hartanya jika ia yakin mampu
hidup sabar, tawakal atas apa yang dideritanya. Jika tidak sanggup berlaku demikian,
perbuatan itu dimakruhkan (Zuhaily, 1989: 122). Diriwayatkan oleh Umar r.a., “Rasulullah
S.A.W. menyuruh kami untuk memberikan sedekah, kemudian aku mengukur hartaku, dan
aku berkata, ‘Pada hari ini aku dapat mendahului Abu Bakar jika mampu mendahuluinya’.
Lalu aku menyedekahkan setengah dari hartaku. Rasulullah S.A.W. bersabda, ‘Apa yang
engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku jawab, ‘Aku sisakan bagi mereka seperti apa yang
aku sedekahkan’. Kemudian datang Abu Bakar dan menyedekahkan semua hartanya.
Rasulullah S.A.W. bertanya kepadanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Ia
menjawab, ‘Allah S.W.T. dan Rasul-Nya.’ Aku berkata, ‘Aku tidak dapat mendahului atas
sesuatu pun setelahnya’”. (H.R. Tirmidzi).
Hadits di atas menunjukkan keutamaan Abu Bakar atas kesabaran dan kesempurnaan
imannya.
4. Harta Paling Utama untuk Sedekah
Harta yang paling utama yang boleh disedekahkan adalah kelebihan dari usaha dan
hartanya untuk kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, jika memberikan sedekah dari harta
yang masih dikategorikan kurang untuk memenuhi sendiri dipandang dosa.
Dalam hadits disebutkan: “Sedekah yang paling baik adalah sesuatu yang keluar dari
orang kaya dan yang telah mencukupi kebutuhannya”. (Muttafaq Alaih).
“Kaya” pada hadits di atas tidak berarti kaya dalam materi, tetapi kaya hati, yakni sabar
atas kefakiran. Rasulullah S.A.W. bersabda: “Cukup bagi seseorang dikatakan dosa
apabila menghilangkan makanan pokoknya”. (H.R. Abu Dawud dan A-Nasa’i dari Abu
Hurairah).
5. Sedekah dengan Sesuatu yang Tidak Memberatkan
Disunahkan memberikan sedekah dengan sesuatu yang tidak memberatkan diri sendiri,
walaupun kelihatannya sedikit dan sederhana, sebab dalam pandangan Allah S.W.T., hal
itu banyak dan akan mendapat berkah-Nya.
Allah S.W.T. berfirman:
َ َّ َ َ َ ۡ
ٗ ۡ ْخ َ
ْ ٧ْْۡياْيَ َرْهُۥ ل َهاْيَ ۡو َمئ ِّ ٖذْمِّثقالْذر ٍة
َ ۡ َۡ َ ُ َّ َ ُ َ َ َّ ۡ َ َٰ َ َ َ ُ ۡ َ َّ ٗ ۡ َ ُ َ َ َ َ
َْ ٱّللَّْل َْي ۡهدِّيْٱلق ۡو َْمْٱلكَٰفِّ ِّر
ْ ٢٦٤ْْين ْ ْو ْ فَت ْكهۥْصۡلاََّْۖلْيقدِّرونْلَعَْش ٖءْمِّماْكسب ٌۗوا
َ َ َّ َّ َ ٓ ُ َ ۡ َ ُ ۡ ُ َ ٓ َّ َ َ َ ُ ُ ُ ۡ َ َۡ َ
نْي
ْ ِّ ٱّللْغ
ْ ْْوٱعلمواْْأن ِّ ْول ۡستُمْأَِب
ْ ِّخذِّيهِّْإَِّّلْأنْتغ ِّمضواْفِّيه ْ ِّتيَ َّم ُمواْْٱۡلب
يثْمِّنهْتنفِّقون
َ
ْ ٢٦٧َْْحِّيد
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 267)
Sebaliknya, disunahkan memberikan sedekah dengan harta yang paling disukai dan
dicintai.
َ َّ َّ َ ۡ َ
ٞ ٱّللْبهِّۦْ َعل ُ ُ َ َ َ ُّ ُ َّ ُ ُ َٰ َّ َ َّ ۡ ُ َ َ َ
ْ ٩٢ِّْْيم ِّ ْ ْونْوماْتنفِّقواْمِّنَْش ٖءْفإِّن
ْٗۚ َّتْتنفِّقواْمِّماُْتِّب بْح
ْ ِّ لنْتنالواْٱل
C. Hadiah
Hadiah merupakan perilaku sosial ekonomi bahwa seseorang memberikan sesuatu pada
orang lain dalam rangka menghormati pada orang yang bersangkutan.
1. Landasan Hukum Memberi Hadiah
Berbagai ayat dalam Al-Qur’an dan hadits yang menganjurkan untuk berbuat baik dan
tolong menolong antara lain sebagai berikut.
Firman Allah S.W.T.:
ُ ٱّللْ َشد
َّ َّ َ َّ ُ َّ ۡ ۡ ۡ َ َ ُ َ َ َ َ َ َٰ َ ۡ َّ َ ۡ َ َ ُ َ َ َ َ
ِّْيد َْ ْٱّللَْۖإِّن ِّْ َٰٱۡلث ِّْمْ َْوٱل ُع ۡد َو
ْ ْْنْ َْوٱتقوا ِّ ْىَْۖوَّلْتعاونواْلَع
ْ بْ ْوٱتلقو
ِّْ ِّ وتعاونواْلَعْٱل
َ ۡ
ْ ٢ْْاب
ِّْ ٱلعِّق