A. Sistem Persewaan
Dalam memanfaatkan suatu barang dapat menggunakan barang milik sendiri atau dapat
pula dengan sistem menyewa kepada orang lain. Berkaitan dengan sistem sewa
dikonsepsikan sebagai berikut.
1. Konsep Dasar Sewa-menyewa
Sewa (ijârah) berasal dari kata al-ajru artinya ‘ganti, upah atau menjual manfaat’.
Zuhaily (1989: 729) mengatakan, transaksi sewa (ijârah) identik dengan jual beli, tetapi
dalam sewa (ijârah) pemilikan dibatasi dengan waktu.
Secara istilah syariah, menurut ulama fikih, antara lain disebutkan oleh Al-Jazairi
(2005: 523) sewa (ijârah) dalam akad terhadap manfaat untuk masa tertentu dengan harga
tertentu. Menurut Sabiq (1983: 194), sewa adalah suatu jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan jalan penggantian.
Pendapat lain dikemukakan oleh Zuhaily (1989: 729), ia mengatakan bahwa sewa
(ijârah) adalah transaksi pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu
tertentu melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan hak pemilikan
atas barang. Selanjutnya, Zuhaily (1989: 732) mengemukakan pendapat mazhab Hanafiyah
bahwa sewa (ijârah) adalah transaksi atas manfaat atas adanya transaksi atas kompensasi
tertentu. Malikiyah mengatakan, sewa (ijârah) adalah pemindahan pemilikan manfaat
tertentu yang diperbolehkan dalam waktu tertentu dengan kompensasi tertentu.
2. Landasan Hukum Sewa-menyewa
Sewa (ijârah) dalam hukum Islam diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil sebagai
berikut. Allah berfirman :
َ وه َما فَ َو
ُ ضي ُفَ ُ َ ْ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ ٓ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ َ َ ٓ َ ٰٓ َ َ َ َ َ ى
ج َد ٗارا
ِ ا َ ج َدا ف
ِيه ِ فٱنطلقا حَّت إِذا أتيا أهل قري ٍة ٱستطعما أهلها فأبوا أن ي
ٗ ۡ َ َۡ َ َ ۡ َ ُ ُ َ َ َ ى َََ َ ُ َ َ َۡ ۡ َ َى
٧٧ ي ِريد أن ينقض فأقامهۥ قال لو شِئت َلخذت عليهِ أجرا
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya”. (QS. Al-Qashash [28]: 26)
ۡ َ َ َ ٰ َ َ َ ُ ۡ َ َ ٰٓ َ َ ۡ َ ٰ َ َ َ
ك إِ ۡح َدى ۡٱبنَ ََّتى
ُ َۡ ُ ُ
ٓ ِ ِقَ َال إ
ي لَع أن تأجر ِِن ثم ِِن حِججٖۖ فإِن ِ هت كحِ ّن أ ِريد أن أن
ُ ّن إن َشا ٓ َء ى
َٱّلل مِن ٓ ُك َستَجد َ َۡ َ َُ ى َۡ ُ ُ ََٓ َ ۡ َ ٗ ۡ َ َ ََۡۡ
ِ ِ ِ َۚ أشق علي أتممت عۡشا ف ِمن عِندِك وما أ ِريد أن
َ ح
٢٧ ي ٰى
ِ ِٱلصل
ُ ُوه ىن أ َ َ ۡ َ ُ ْ َٰ َ ۡ َ َ ُ ْ َ َ ۡ ى َ ى ٰ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ُ ى
ُ َۡرض ۡع َن ل
َ َ ك ۡم
ُ ُفات
ور ُه ىن
َ ج ت َحل فأنفِقوا علي ِهن حَّت يضعن َحلهنَۚ فإِن أ ِ أول
ٰ َ ۡ ُ ٓ َُ ُ ُۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ ُ ۡ َ ُ َ ۡ َ ْ ُ ََۡ
٦ ضع لۥ أخرى ِ وأت ِمروا بينكم بِمعروفٖۖ ِإَون تعاَستم فسُت
B. Sistem Pengupahan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia itu melakukan kegiatan, ada yang bisa dilakukan
sendiri, ada juga yang harus dilakukan melalui kegiatan orang lain. Berkaitan dengan
kegiatan melalui orang lain inilah yang harus diberi imbalan dalam bentuk upah atas
dengan imbalan dalam bentuk lain. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.
1. Konsep Dasar Pengupahan
Pengupahan (ju’âlah) menurut bahasa ialah ‘apa yang diberikan kepada seseorang
karena sesuatu yang dikerjakannya’, sedangkan pengupahan (ju’âlah) menurut syariah, Al-
Jazairi (2005: 525 – 526) menyebutkan hadiah atau pemberian seseorang dalam jumlah
tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus, diketahui atau tidak diketahui.
Misalnya, seseorang berkata, “Barang siapa membangun tembok ini untukku, ia berhak
mendapatkan uang sekian”. Maka, orang yang membangun tembok untuknya berhak atas
hadiah (upah) yang ia sediakan, banyak atau sedikit. Istilah lain dari pengupahan adalah
ijârah. Penggunaan kedua istilah ini sesuai dengan teks dan konteksnya.
2. Landasan Hukum Ju’âlah
Pengupahan (ju’âlah) diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil berikut.
Firman Allah SWT. :
َ ۡ َۡۡ
َ ك ٰ ِفر
٢٨٦ ين ِ ٱلقو ِم ٱل
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya”. (QS. Al-Qashash [28]: 26)
Ayat ini merupakan kisah dari perjalanan Nabi Musa A.S bertemu dengan kedua putri
Nabi Ishaq, salah seorang putrinya meminta Nabi Musa untuk direkrut sebagai pekerja
guna menggembalakan kambing atau domba. Kemudian Nabi Ishaq bertanya tentang
alasan putrinya tersebut. Putri Nabi Ishaq menyampaikan bawah Nabi Musa mampu
mengangkat batu yang hanya bisa diangkat oleh sepuluh orang. Bahkan mengatakan karena
“Sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk pekerja adalah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya”. Ayat berikutnya bercerita tentang bagaimana Nabi Musa harus
bekerja dan sistem remunerasi yang akan diterimanya (Ibnu Katsir: 615 Juz III).
Cerita ini menggambarkan tentang proses rekrutmen pekerja bagaimana jenis, sifat,
beban pekerjaan, waktu, dan sistem pengupahannya. Dalam kaidah ushul fikih sebuah
cerita dalam surat qashash bisa dijadikan sebagai landasan tentang sesuatu. Praktik ijârah
di bidang ketenagakerjaan disyariatkan pada masa Nabi Musa dan hal itu merupakan syar’u
man qablanâ, bisa juga menjadi aturan syariah bagi kita sepanjang syariah tersebut tidak
dihapus (manshûkh).
Mengenai sistem pengupahan ada sebuah hadits yang memberikan penjelasan,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW.: “Barang siapa yang memperkerjakan pekerja
berikanlah upahnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdul Ar-Razzq dari Abu Hurairah dan Said Al-Khudri
menerangkan keabsahan akad ijârah di bidang ketenagakerjaan dan memberikan cara
bagaimana kita melakukan sewa kontrak pekerjaan antara pemberi kerja dan tenaga kerja,
hal ini untuk mencegah terjadinya perselisihan atau konflik Industrial.
Sabda Rasulullah SAW. yang lain: “Berilah upah sebelum keringatnya kering”. (HR.
Ibnu Majah).
Hadits ini merupakan dalil lain yang membolehkan akad ijârah. Menurut Ibnu Hajar,
kedudukan hadits ini adalah lemah. Hadits ini memerintahkan orang yang memanfaatkan
jasa kerja untuk memberikan upah sebelum keringatnya kering (Zuhaily:1989: 730, Juz
IV).
Dalam hadits ini juga menunjukkan etika dalam melakukan akad dalam bidang
ketenagakerjaan dengan memberikan upah secepatnya. Relevansinya dalam kontrak kerja
pada saat sekarang ini adalah adanya keharusan untuk melakukan pembayaran yang sesuai
dengan sistem pengupahan yang berlaku sesuai dengan standar kompetensinya.