Disusun oleh:
1. Gayuh Umbara (1706040004)
2. Ibnu Numarullah (1706040015)
3. Rizkyan Hidayat (1706040017)
Jual beli adalah salah satu transaksi tukar menukar barang yang mempunyai nilai, yang
dimana salah satu pihak menjual barang tersebut, dan pihak lain membelinya sesuai dengan
kesepakatan. Di dalam jual beli pasti ada yang namanya kesepakatan antara penjual dan
pembeli yang disebut dengan akad. Ketika melakukan akad biasanya antara penjual dan
pembeli melakukan kontrak yang tujuannya mengatur hak dan kewajiban para pihak dan
menjadikannya alat bukti jika terjadi sengketa karena para pihak telah membubuhkan tanda
tangan mereka dalam perjanjian, maka mereka dianggap setuju terhadap isinya dan karenanya
saling terikat.
Mengenai kontrak jika dibagi lagi akan menjadi beberapa macam kontrak, tetapi disini
penulis hanya akan membicarakan yaitu tentang hukum kontrak bisnis syariah saja. Tentunya
jika jabarkan lagi mengenai hukum kontrak bisnis syariah akan muncul berbagai jenis akad
pertukaran di dalamnya seperti akad pertukaran murabahah, ijarah, mudarabah dan lain
sebagainya. Dari berbagai macam akad pertukaran yang tadi penulis sebutkan penulis hanya
membahas tentang akad pertukaran ijarah. Mengenai materi yang akan dibahas diantaranya
yaitu pengertian ijarah, dasar hukum ijarah, rukun dan syarat, ketentuan dalam ijarah, skema
pembiayaan ijarah, aplikasi kontrak pembiayaan ijarah. Kemudian mengenai penjelasan-
penjelasannya akan di tampilkan di slide selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Menurut bahasa
Sewa-menyewa dalam bahasa arab di istilahkan dengan “Al Ijarah” ,
menurut pengertian islam sewa menyewa di artikan sebagai “ suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian” (Sayid Sabiq, 13, 1988 : 15).
2. Menurut istilah
Menurut Pasal 404 KUH Perdata Islam, pengertian sewa menyewa adalah
“harga yang dibayarkan untuk menggunakan manfaat suaru barang.”
B. Dasar hukum
1. Al Qur’an
شتَ ُه ۡم فِي ۡٱل َح َي ٰوةِ ٱلد ُّۡنيَ َۚا َو َرفَعۡ نَا َ َت َر ِب َۚ َك ن َۡح ُن ق
َ س ۡمنَا َب ۡي َن ُهم َّم ِعي َ أَ ُه ۡم يَ ۡق ِس ُمونَ َر ۡح َم
س ۡخ ِريٖا َو َر ۡح َمتُ َربِ َك ُ ۡض ُه ۡم فَ ۡوقَ بَعۡ ضٖ دَ َر ٰ َجتٖ ِليَت َّ ِخذَ بَع
ُ ض ُهم َبعۡ ضٖا َ ۡبَع
“خ َۡيرٖ ِم َّما
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Az Zukhruf : 32)
“Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan
jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya” (QS. Ath Thalaq : 6)
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah disyaratkan telah balig dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang
belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila ijarahnya tidak sah.
Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang
berakad itu tidak harus mencapai usia balig. Oleh karenanya, anak yang baru
mummayiz pun boleh melakukan akad al-ijarah, hanya pengesahannya perlu
persetujuan walinya.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad al-
ijarah. Apabila salah seorang di antaranya terpaksa melakukan akad ini. Maka akad
al-ijarah nya tidak sah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. An-Nisa:29
ٓ َّ ٰ َيٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ََل ت َ ۡأ ُكلُ ٓواْ أ َ ۡم ٰ َولَ ُكم َب ۡينَ ُكم ِب ۡٱل ٰ َب ِط ِل ِإ
َ ً َل أَن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرة
ٖعن ت َ َراض
٢٩ ٱَّللَ َكانَ ِب ُك ۡم َر ِحيمٖا َّ س ُك َۡۚم ِإ َّنَ ُِمن ُك َۡۚم َو ََل ت َ ۡقتُلُ ٓواْ أَنف
Wahai orang-orang yang berima, janganlah kamu saling memakan harta kamu
dengan cara yang bathil kecuali melalui suatu perniagaan yang berlaku suka sama
suka...
3. Manfaat yang menjadi objek al-ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul
perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek tidak jelas,
maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan
menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu di tangan
penyewanya.
4. Objek al-ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan tidak ada
cacatnya. Oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat, bahwa tidak boleh menyewakan
sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.
Misalnya, seseorang menyewa rumah, maka rumah itu dapat langsung diambil
kuncinya dan dapat langsung boleh ia manfaatkan.
5. Objek al-ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu, para ulama
fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk menyantet orang
lain, menyewa seorang untuk membunuh orang lain, demikian juga tidak boleh
menyewakan rumah untuk dijadikan tempat-tempat maksiat.
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya menyewa
orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa atau menyewa orang yang
belum haji untuk menggantikan haji penyewa. Para ulama fiqh sepakat mengatakan
bahwa akad sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat dan haji merupakan
kewajiban penyewa itu sendiri.
7. Objek al-ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan seperti, rumah,
kendaraan, dan alat-alat perkantoran. Oleh sebab itu tidak boleh dilakukan akad
sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa sebagai
sarana penjemur pakaian. Karena pada dasarnya akad untuk sebatang pohon bukan
dimaksudkan seperti itu.
8. Upah atau sewa al-ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang memiliki nilai
ekonomi.( Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah hlm. 181-182)
D. Ketentuan dalam pembiayaan ijarah
1. Ujrah boleh berupa uang, manfaat barang,jasa, atau barang yang boleh
dimanfaatkan menurut syariah (mutaqawwam) dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Kuantitas dan/atau kualitas uirah harus jelas, baik berupa angka nominal,
prosentase tertentu, atau rumus yang disepakati dan diketahui oleh para pihak
yang melakukan akad.
3. Ujrah boleh dibayar secara tunai, bertahap/angsur, dan tangguh berdasarkan
kesepakatan sesuai dengan syariah dan/atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Ujrah yang telah disepakati boleh ditinjau-ulang atas manfaat yang belum
diterima oleh Mustallr sesuai kesepakatan. (Fatwa DSN MUI; Ijarah No.112).
E. Skema pembiayaan ijarah
Objek sewa
2 4
1
Bank Nasabah
3
5
Keterangan :
1. Nasabah mendatangi bank syariah memohon pembiayaan penyewaan sebuah
rumah selama setahun, secara cicilian (bulanan) dan mereka negosiasi tentang harga.
2. Bank menyewa rumah tersebut Rp 10 juta setahun dibayarcash di muka.
3. Bank selanjutnya menyewakan rumah itu secara cicilan per bulan Rp 1 juta dengan
akad ijarah (Di sini dilaksanakan pengikatan/kontrak).
4. Rumah dimanfaatkan (digunakan) oleh nasabah.
5. Nasabah mencicil biaya sewa setiap bulan kepada bank.
Pada fatwa tentang ijarah yang dikeluarkan MUI. Para ulama memberikan
definisi ijarah sebagai transaksi pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa disertai dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Sehingga jika rental mobil digunakan sebagai contoh transaksi ijarah. Maka
penyewa mobil hanya memiliki hak guna atas barang, bukan hak milik. Sehingga harus
segera mengembalikan mobil, ketika masa sewa berahir.
1. Ijarah Multimanfaat
Sesuai arahan fatwa DSN-MUI no. 09 tahun 2000, akad ijarah ini dapat
digunakan untuk pembelian manfaat barang, seperti sewa mobil, ruko ataupun
peralatan. Dan juga manfaat jasa, berupa upah. Seperti biaya pendidikan dan
pengobatan.
Misal, biaya kuliah per semester sebesar Rp. 5 Juta, sehingga total biaya kuliah
selama 8 semester atau 4 tahuan adalah sebesar Rp. 40 Juta. Maka, total jasa yang
digunakan nasabah adalah sebesar Rp. 40 Juta, dan bank menetapkan ujroh atau upah
yang mereka inginkan. Misal, Rp. 8 juta. Sehingga, nasabah wajib membayar sewa
setiap bulannya, sebesar Rp. 1 juta per bulannya, selama 48 tahun.
Akad yang dikenal juga dengan nama akad ijarah wa iqtina, merupakan
perjanjian sesuai syariah, untuk mengantikan praktek sewa-beli ribawi. Seperti yang
sering dipraktekkan pada lembaga leasing dan perbankan konvensional.
Pada skema IMBT, para pihak yang melakukan akad IMBT harus melakukan dua
perjannjian di awal perjanjian pembiayaan.
Contoh akad ijarah dalam transaksi lain di perbankan adalah perjanjian sewa
yang terdapat dalam skema pembiayaan mengunakan akad musyarakah mutanaqisah
(MMQ). Sederhananya akad MMQ adalah kebalikan dari akad IMBT. Jika pada akad
akad IMBT kepemilikan oleh nasabah baru terjadi pada akhir masa sewa, setelah
nasabah melunasi uang sewanya. Maka pada akad KPR Syariah mengunakan skema
MMQ, Kepemilikan nasabah terjadi sejak awal pembiayaan. Namun, kepemilikan
tersebut masih merupakan kepemilikan bersama dengan bank. Sehingga produk KPR
syariah mengunakan akad MMQ, sering juga disebut sebagai KPR syariah kongsi.
Adapun transaksi ijarah terjadi ketika aset yang dibeli dengan akad MMQ tersebut,
disewakan oleh bank kepada nasabah selama jangka waktu pembiayaan.
Contoh transaksi ijarah mengunakan akad musyarakah mutanaqisah ini biasa digunakan
untuk pembelian aset yang sudah ada wujudnya. Misal, untuk produk KPR tanpa riba
hunian yang sudah siap dibangun.
Transaksi ijarah berikut terjadi karena praktik sewa menyewa yang mengunakan
pola pemesanan barang atau jasa berdasarkan spesifikasi yang disepakati, sering disebut
juga sewa-inden.
Oleh karena itu, MUI melalui fatwa Dewan Syariah Nasional no 102 tahun 2016
menerbitkan fatwa mengenai sewa-inden untuk produk KPR inden bank syariah.
Sehingga, jika sebelumnya hunian yang akad dibeli nasabah harus siap terlebih
dahulu, baru kemudian dilakukan pembiayaan mengunakan akad ijarah mutahiyyah
bittamlik dan musyarakah mutanaqisah.
Maka, sewa atas rumah yang belum siap atau masih akan dibangun, dapat
dilakukan mengunakan akad ijarah maushufah fi al-dzimmah ini. Dengan syarat
memenuhi syarat ketentuan berlakunya.
Terdapat dua model pembayaran ijarah yang lazim digunakan di industri keuangan
syariah :
1. Contingent to performance : pembayaran tergantung pada kinerja objek sewa, contoh
: andi akan mengatakan akan memberi uang sebesar Rp. 500.000 bagi yang menemukan
KTP milik andi yang hilang di rental komputer.
2. Not Contingent to performnace : pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek sewa,
contoh Sewa Safe Deposit Box selama 2 bulan tarif Rp. 100.000/bulan . setelah akad
bilamana nasabah hanya mempergunakan SDB selama 1½ bulan , maka nasabah tetap
bayar untuk sewa 2 bulan yaitu sebesar Rp. 200.000.
Dalam hal lain , dinyatakan bahwa ujroh akan wajib dibayar oleh mustajir dan dapat
dimiliki oleh mu’jir jika :