AKAD IJARAH
A. Definisi Ijarah
Ijarah secara etimologis adalah mashdar dari kata ياجر-( اجرajara-ya’jiru)
Yaitu upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Menurut M. Rawas
Qal’aji, ijarah berasal dari kata اجارة- ياجر- اجرjamaknya اجورyang berarti sesuatu
yang engkau berikan kepada orang lain berupa upah daam pekerjaan.
Kalimat االجر – االجارةmaknanya sama sebagaimana telah disebutkan. Akan
tetapi, kalimat االجرmaknanya dikenal dengan balasan yang berasal dari Allah SWT.
Kepada hamba-Nya yang beramal shalih. Sedangkan االجارةmakananya dikenal
dengan balasan yang berasal dari manusia kepada sesamanya, yang disebut dengan
( االجيةkaryawan).
Sedangkan secara terminologi, sebagaimana teah dikemukaakan oleh para
fukaha dengan redaksi yang berbeda-beda sebagai berikut :
Hanafiyah :
عقد على المنافع بعوض
“Akad terhadap manfaat dengan adanya kompensasi/imbalan”
Dalil-dalil hukum Islam tentang landasan yuridis keabsahan akad ijarah adalah Al-
Quran, Hadist, dan Ijma’. Adapun dalil-dalil Al-Quran yang menunjukan keabsahan akad
ijarah adalah sebagai berikut :
َ فَإِ ْن أ َ ْر
ض ْعنَ لَ ُك ْم فَآتُو ُهن
“.....kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada
mereka upahnya...” [QS. At-Thalaq : 6]
Adapun dalil-dalil tentang keabsahn akad ijarah dalam hadist Nabawi adalah
sebagai berikut :
َسل َم قَا َل قَا َل هللا ﺛَﻼَﺛَة أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْم َ علَ ْي ِه َو
َ صلى هللاَ ِ ع ْن الن ِبي
َ
،ُ وَرَجُل بَاﻉَ حُرًا فَأَكَلَ ﺛَمَنَه،َ رَجُل أَعْطَى بِي ﺛُمَ غَدَر: ِالقِيَامَة
ُوَرَجُل اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْﻂِ أَجْرَه
“Tiga orang, saya yang akan menjadi musuhnya pada hari kiamat: Orang yang
berjanji dengan menyebut nama-Ku lalu dia melanggar janji, Orang yang menjual
orang yang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut, dan Orang
yang mempekerjakan orang lain, namun setelah orang tersebut bekerja dengan baik
upahnya tidak dibayarkan” (HR. Bukhari).
ع ِن َ علَ ْي ِه َو
َ سل َم نَ َهى َ صلى اللهم َ س ِعيد ْال ُخ ْد ِري ِ أَن الن ِبي َ ع ْن أَ ِبي َ
ْ ُير َحتى يُبَينَ لَهُ أَ ْج ُره
ُاخبَ َرنَاه ِ ار ْاْل َ ِج
ِ ا ْستِئْ َج
"Sesungguhnya Nabi melarang mempekerjakan buruh sampai ia menjelaskan
besaran upahnya" (HR. Baihaqi)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan memberi upah kepada tukang
bekam. Andai itu haram, tentu beliau tidak akan memberi upah.” (HR. Bukhari).
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَهِ صَلَى اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ وَأَبُو بَكْر رَجُلًا مِنْ بَنِي
الدِيلِ هَادِيًا خِرِيتًا وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَارِ قُرَيْﺶ فَدَفَعَا إِلَيْهِ رَاحِلَتَيْهِمَا
وَوَاعَدَاهُ غَارَ ﺛَوْر بَعْدَ ﺛَلَاﺙِ لَيَال بِرَاح َِلتَيْهِمَا صُبْﺢَ ﺛَلَاﺙ فَأَتَاهُمَا
ُبِرَاحِلَتَيْهِمَا صَبِيحَةَ لَيَال ﺛَلَاﺙ فَارْتَحَﻼَ وَانْﻂَلَﻖَ مَعَهُمَا عَامِرُ بْن
فُهَيْرَةَ وَالدَلِيلُ الدِيلِيُ فَأَخَذَ بِهِمْ أَسْفَلَ مَكَةَ وَهُوَ ﻃَرِيﻖُ السَاحِل
“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar menyewa seorang dari suku Ad-
Dil kemudian dari suku 'Abdi bin 'Adiy sebagai petunjuk jalan dan yang mahir
menguasai seluk beluk perjalanan yang sebelumnya dia telah diambil sumpahnya
pada keluarga Al 'Ash bin Wa'il dan masih memeluk agama kafir Quraisy. Maka
keduanya mempercayakan kepadanya perjalanan keduanya lalu keduanya meminta
kepadanya untuk singgah di gua Tsur setelah perjalanan tiga malam. Lalu orang itu
meneruskan perjalanan keduanya waktu shubuh malam ketiga, maka keduanya
melanjutkan perjalanan dan berangkat pula bersama keduanya 'Amir bin Fuhairah
dan petunjuk jalan suku Ad-Diliy tersebut. Maka petunjuk jalan tersebut mengambil
jalan dari belakang kota Makkah yaitu menyusuri jalan laut. " (HR Bukhari)
» عى ْالغَن ََمَ ث َّللاُ نَبِيًّا إِال َرَ َسل َم قَا َل َما بَع َ علَ ْي ِه َو
َ صلى هللا َ ِ ع ْن النبِي َ
ﻂ ْل َ ْه ِل
َ علَى قَ َر ِاريَ عاهَا َ ت فَقَا َل « نَ َع ْم ُك ْنتُ أَ ْر َ ص َحابُهُ َوأ َ ْن
ْ َ فَقَا َل أ.
َۖمكة َ
“Tidak ada Nabi kecuali pernah menjadi penggembala kambing.” Mereka para
sahabat bertanya, “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Iya,
saya telah menggembala dengan imbalan beberapa qirath (mata uang dinar, pen.)
dari penduduk Mekah.” (HR. Bukhari)
َسل َم فَقَ َرأَ علَ ْي ِه َو
َ ُصلى َّللا ُ عتْ َبةَ بْنَ الند ِر َيقُو ُل ُكنا ِع ْندَ َر
َ ِسو ِل َّللا ُ
سل َمَ علَ ْي ِه َوَ ُصلى َّللا َ سى َ سى قَا َل إِن ُمو َ طس َحتى ِإذَا بَلَ َغ قِصةَ ُمو
ْ َطعَ ِام ب
طنِ ِه َ علَى ِعف ِة فَ ْر ِج ِه َوَ ع ْش ًراَ ي ِسنِينَ أَ ْو َ آ َج َر نَ ْف
َ ِسهُ ﺛ َ َمان
“Utbah bin An Nudar berkata, "Ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau membaca surat Thaa Siin. Dan ketika bacaan beliau
sampai kisah Musa, beliau bersabda: "Sesungguhnya Musa memperkerjakan
dirinya selama delapan tahun atau sepuluh tahun demi menjaga kehormatan
kemaluannya dan makanan untuk ia makan." (HR. Ibn Majah)
سو ُل ُ َجلَبْتُ أَنَا َو َم ْخ َرفَةُ ْالعَ ْبدِي بَ ًّزا ِم ْن َه َج َر فَأَتَ ْينَا بِ ِه َمكةَ فَ َجا َءنَا َر
سل َمَ علَ ْي ِه َو
َ ُصلى َّللاَ ِس َرا ِوي َل فَبِ ْعنَاهُ َوﺛَم َر ُجل َّللا َ َْمشِي ف
َ ِس َاو َمنَا ب
سل َم ِز ْن َوأَ ْر ِج ْﺢ
َ علَ ْي ِه َو
َ ُصلى َّللا َ ِسو ُل َّللا ُ يَ ِز ُن ِب ْاْل َ ْج ِر فَقَا َل لَهُ َر
"Aku dan Makhramah menyambut jenis pakaian dari sutera yang datang dari Hajar
menuju Mekkah, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi
kami dengan berjalan kaki kemudian beliau menawar beberapa celana panjang dari
kami kemudian kami menjualnya kepada beliau, dan disana terdapat tukang
penimbang yang melakukan penimbangan dengan diberi diupah. Kemudian beliau
berkata kepada tukang penimbang tersebut: "Timbanglah dan penuhilah
(sempurnakanlah) timbangan.." (HR. Abu Daud)
ََا
ل َّاسِ ق َب ْْ ا
بنِ ع َنع
َ
لغََ
َبٌ ف َة َا ص َصِ خ ْهَلي ّ اَّلل
صلى هللا ع َّ َِّي نبَ ََاب َصأ
ِ
ِيه ُ ف ِيب يصُ ًَال
َمِسُ ع َملت ْي
َ ََجَخَر َّا فِي ِكَ ع
َل َلذ
ِ
ليه ََ َّ لى
اَّللُ ع ََّ َّ ل
اَّللِ ص ََسُو ِ رِهُ ب ِيت ُق ِ ً
لي ْأ شَي
ِ
هود َُ ْ ْ
الي ِنٍ م َج
ُل لرِ ً َانابسْتُ تى ََأَ فلمَََّسو
دْلو
ٍ َ ُُّل
ًا ك دْلو
َ َ َشَر ة عََ
ْعه سَب َُى َل َقَاسْت ف
َ
ْعِ سَب ِه ْر
تمَ ْ ِنِيُّ مهود َُ ْ ه
الي َُ َخَي
َّر ٍ فَةْرَم ِتب
ََّ
لى َّ ِ
اَّللِ ص ِّي
نبَ َِلى ها إ َِ ء بََاَجة ف ًَ َج
ْو ة عَََشَر ع
)َ (رواه ابن ماجه لمَََّس
ِ و ْه ََ
لي َّ
اَّللُ ع
“dari Ibnu Abbas ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertimpa
kekurangan dan sampailah berita itu kepada Ali. Kemudian Ali keluar mencari kerja
dan menghasilkan sesuatu hingga ia dapat memberi makanan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu ia datang ke sebuah kebun milik Yahudi, dia
menyiram tanamannya sebanyak tujuh belas ember dengan perhitungnan setiap
ember satu kurma. Orang Yahudi itu kemudian memilihkan tujuh belas kurma Ajwah
untuknya, setelah itu dia membawa kurma tersebut kepada Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. “(HR. Ibn Majah)
Berdasarkan nash-nash tersebut, para ulama ijma’ tentang kebolehan akad ijarah
karena manusia senantiasa membutuhkan manfaat dari suatu barang atau tenaga orang
lain. Manfaat dalam konsep ijarah mempunyai pengertian yang sangat luas meliputi
imbalan manfaat atas manfaat suatu benda atau upah terhadap suatu pekerjaan
tertentu. Jadi, ijarah merupakan transaksi terhadap manfaat suatu barang dengan suatu
imbalan yang di sebut dengan sewa menyewa. Ijarah juga mencakup transaksi
terhadap suatu pekerjaan tertentu, yaitu adanya konpensasi atau imbalan yang di sebut
dengan upah mengupah.
Dilihat dari objek ijarah berupa manfaat suatu benda ataupun tenaga manusia,
ijarah itu terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Ijarah ‘ain, yakni ijarah yang berhubungan dengan penyewaan benda yang
bertujuan untuk mengambil manfaat dari benda tersebut tanpa memindahkan
kepemilikan benda tersebut, baik benda bergerak, seperti menyewa kendaraan
maupun benda tidak bergerak, seperti sewa rumah.
b. Ijarah amal, yakni ijarah terhadap perbuatan atau tenaga manusia yang di
istilahkan dengan upah mengupah. Ijarah ini di gunakan untuk memperoleh
jasa dari seseorang dengan membayar upah atau jasa dari pekerjaan yang di
lakukannya.1
C. Rukun dan Syarat Akad Ijarah
Agar transaksi akad ijarah menjadi sah harus terpenuhi rukun dan syarat sahnya
akad ijarah. Adapun yang menjadi rukun ijarah menurut ulama Hanafiyah adalah
ijab dan kabul dengan lafaz ijarah atau isti’raj. Rukun ijarah menurut jumhur udah
ada tiga, yaitu 1) aqidah yang terdiri dari muajir dan musta’jir, 2) ma’qud ‘alaih
1
Ali Haidar. Durar al-Hukkam Syarh Majallat al-Ahkam. Dar al-Kutb al-‘Ilmiyyah. Beirut.t.th Juz.l.
hlm.382.
yang terdiri dari ujrah dan manfaat; dan 3) shighat yang terdiri dari ijab dan kabul.
Berikut ini akan diuraikan rukun dan syarat dari ijarah:2
2
Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan Syariah. PT
RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2016. Hlm. 133.
6) Perbuatan yang di upahkan bukan perbuatan yang fardhu atau diwajibkan
kepada muajir (penyewa), seperti shalat, puasa, haji, imam shalat, dan
sebagainya.
7) Manfaat yang disewakan menurut kebiasaan dapat disewakan, seperti
menyewa toko, dan sebagainya.
c. Upah/imbalan, disyaratkan:
1) Upah/imbalan berupa benda yang diketahui yang dibolehkan
memanfaatkannya(mal mutawaqawwin).
2) Sesuatu yang berharga atau dapat di hargai dengan uang sesuai dengan
adat kebiasaan setempat.
3) Upah/imbalan tidak disyaratkan dari jenis yang diakadkan, misalnya sewa
rumah dengan sebuah rumah, upah mengerjakan sawah dengan sebidang
sawah. Syarat seperti ini sama dengan riba.
d. Shighat , disyaratkan berkesesuaian dan menyatunya majelis akad, seperti
yang dipersyaratkan dalam akad jual-beli. Maka akad ijarah tidak sah, apabila
antara ijab dan kabul tidak berkesesuaian, seperti tidak berkesesuaian antara
objek akad atau batas waktu.
D. Sifat Akad Ijarah
Para ulama fikih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat
kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiyah berpendiria, bahwa akad ijarah itu
bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat udzur dari
salah satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan cakap
dalam bertindak secara hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan, bahwa akad
ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak boleh
dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini dalam kasus apabila salah seorang yang
berakad meninggal dunia, maka akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh
diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa manfaat itu boleh
diwariskan karena termasuk harta ( al-mal). Oleh sebab itu kematian dari salah satu
pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.3
3
Nasrun Haroen. Fikih Muamalah. Gaya Mesia Pratama. Jakarta. 2007. Hlm. 238
Bolehkah penyewa menyewakan kembali barang sewaannya? Menurut Sayyid Sabiq,
penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan tersebut kepada orang lain,
dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan
ketika akad awal. Misalnya penyewaan seekor binatang, ketika akad awal dinyatakan
bahwa binatang binatang itu disewa untuk membajak sawah, kemudian binatang
tersebut disewakan lagi kepada penyewa kedua, maka binatang itu harus digunakan
untuk membajak pula. Penyewa pertama boleh menyewakan lagi dengan harga serupa
pada waktu ia menyewa atau kurang sedikit atau bahkan lebih mahal dari harga
penyewaan pertama. Hal ini boleh-boleh saja dilakukan. Menurut Sayyid Sabiq
kebiasaan seperti ini disebut al-khulwu.4 Hal ini berlaku juga untuk penyewaan ang
lainnya, seperti penyewaan rumah, kendaraan dan sebagainya.
Sementara itu, menurut Hendi Suhendi apabila ada kerusakan pada benda
yang disewa, maka yang bertanggung jawab adalah penyewa atau musta’jir itu
sendiri.5
4
Sayyid Sabiq. Fiqh al-Sunnah. Dar al-Fikr. Beirut. 1983. Juz. Lll. Hlm. 194-195.
5
Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2005. Hlm.122.
6
Imam Mustofa. Fikih Mu’amalah Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2016. Hlm.113.
1. Udzur yang terjadi pada pihak penyewa, seperti penyewa pailit atau bangkrut
sehingga tidak mampu membayar biaya sewa atau upah jasa atau pekerjaan.
Apabila si penyewa tidak mampu melanjutkan akadsewa, kecuali dengan
sesuatu yang dapat membahayakan, maka ia berhak untuk menghentikan akad
ijarah.
2. Udzur yang terjadi pada pihak yang memberi sewa, misalnya adanya jatuh
tempo hutang yang tidak dapat terbayar, kecuali dengan menjual barang yang
ia sewakan, maka akad akan menjadi fasakh. Contoh lain, ternyata ada cacat
yang membuatnya tidak berfungsi maksimal, maka ia berhak mengurungkan
atau menghentikan akad ijarah.
3. Udzur yang terjadi pada barang yang disewakan, seperti orang yang menyewa
kamar mandi, ternyata didalam airnya habis karena suatu hal atau sebab
tertentu. Dalam kondisi seperti ini maka akad ijarah rusak dan tidak dapat
dilanjutkan.
7
Hasan Ayub. Fiqh Mu’amalat al-Maliyat fi al-islam. Dar al-Salam. Kairo. 2010. hlm. 246.
b. Akad ijarah berakhir dengan iqalah (menarik kembali). Ijarah adalah akad
mu’awadah (akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan/profit oriented).
Disini terjadi proses pemindahan benda dengan benda sehingga
memungkinkan untuk iqalah, seperti pada akad jua-beli.
c. Sesuatu yang disewakan hancur atau mati, misalnya hewan sewaan mati atau
rumah sewaan hancur.
d. Manfaat yang diharapkan telah terpenuhi atau pekerjaan telah sesuai, kecuali
ada udzur atau halangan.8
8
Rozalinda.op.cit. hlm. 140
9
Abdul Rahman Ghazly, dkk. Fikih Muamalah. Prenada Media Group. Jakarta. 2015. Hlm. 284
10
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonosia.
Yogyakarta. 2012. Hlm. 75
b. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan
kepada nasabah. Karena itu dalam perbankansyariah di kenal al-ijarah
muntahinya bittamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).
c. Harga sewa dan harga jual di sepakati pada awal perjanjian antara bank
dengan nasabah.
1. Barang modal; aset tetap, seperti bangunan, gedung, kantor dan ruko.
2. Barang produksi; mesin, alat-alatberat, dan lain-lain.
3. Barang kendaraan transportasi; darat, laut dan udara.
4. Jasa untuk membayar ongkos; uang sekolah/kuliah, tenaga kerja, hotel,
angkutan/transportasi, dan sebagainnya.
BAB 11
PERKEMBANGAN AKAD IJARAH
A. Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)
1. Definisi Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik
Makna Al-Tamlik secara bahasa berasal dari kata Al-Milk, yang memiliki
makna kuat dan sehat. Ijarah muntahiya bi al-tamlik merupakan salah satu
kegiatan muamalah kontemporer. Khalid Al-Kafi menyatakan bahwa Ijarah
Muntahiya Bi Al-Tamlik adalah suatu akad antara dua pihak dimana salah
satunya menyewa barang kepada pihak lainnya dengan pembayaran secara
angsur dalam jangka waktu tertentu, pada akhir masa sewa, kepemilikan
barang tersebut berpindah kepada pihak penyewa dengan akad baru. Ijarah
muntahiya al-tamlik (IMBT) adalah sejenis perpaduan antara kontak jual-beli
dan sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
barangdi tangan pembeli.
IMBT Leasing
Aset selama masa sea adalah milik Aset langsung dicatatkan atas nama
bank/mu’jir nasabah
Perjanjian menggunakan akad ijarah dan Sewa dan jua beli menjadi satu
wa’ad untuk jual-beli atau hibah yang kesatuan dalam satu penjanjian
akan ditandatangani setelah ijarah
berakhir (jika nasabah menghendaki)
Perpindahan kepemilikan menggunakan Pemindahan kepemilikan
jual-beli dan hibah, Perpindahan menggunakan jual-beli. Perpindahan
kepemilikan dilakukan setelah masa kepemilikan diakui setelah seluruh
ijarah selesai pembayaran sewa diselsaikan
Disebut akad ijarah karena yang diperjualbelikan adalah jasa, dan disebut akad
salam adalah karena objekijarah diserahkan tidak tunai. Oleh karena itu akad IMFZ
sering disebut sebagai salam jasa atau forward jasa (salam fi al-manah). Ketiga,
maftaat barang atau jasa belum tersedia atau belum dimanfaakan pada saat akad.
Keempat, umumnya dalam praktik kontemporer, penyewa membayar upah secara
berangsur.
Rukun dan syarat ijarah ada tiga yaitu pihak-pihak akad (penyewa dan pihak
yang menyewakan), shigat dan objek ijarah (upah dan jasa). Syarat ijarah yang
berkaitan erat dengan pembahasan Ijarah Maushufah Fi Dzimmah adalah syarat yang
berkaitan dengan manfaat dan upah, diantaranya objek ijarah (baik manfaat ataupun
layanan) itu harus tersedia saat akad, karena tujuan penyewa adalah mendapatkan
maftaat barang.
Menurut standar AAOIFI diatas, transaksi IMFZ, boleh jika memenuhi empat
syarat. Pertama , objek ijarah jelas diketahui spesifikasinya. Jika objek ijarah tidak
jelas, tidak bisa dituliskan spesisfikasinya, maka akad IMFZ nya tidak sah, karena
objek yang tidak jeas adalah salah satu unsur gharar.
Kedua, manfaat itu bisa dimilik mu’jir (pihak yang menyewakan) dan bisa
diserahterimakasihkan pada waktu yang disepakati. Walaupun objek ijarah nya belum
ada tapi bisa dipastikan bahwa mu’jir bisa memiliki barang tersebut, dan mu’jir bisa
menyerahkan kepada musta’jir (penyewa) pada waktu yang telah disepakati,. Maka
jika objek ijarah tidak atau sulit dimiliki, maka akad IMFZ menjadi tidak sah
karenaijarah terhadap barang tidak ada dan tidak akan ada.
Ketiga, sebagian barangnya harus wujud. Syarat ini adalah terjemahan dari
syarat pertama dan syarat kedua, maka sebagian dari yang signifikan dari objek ijarah
harus sudah ada ketika akad, karena jika objek ijarahnya tidak tersedia sama sekali,
maka tdiak bisa dijelaskan disepakati, dan sangat mungkin tidak bisa dimiliki dan
tidak bisa diserah terimakasihkan, ini adalah salah satu unsur gharar.
Keempat, ujrah boleh dibayar cicilan atau ditunda pembayarannya (tempo). Jika
objek ujrah tidak bisa disediakan tempo kecuali tersedia sebagiannya. Dalam bab
ujrah , syarat-syaratnya lebih ringan, para ulama membolehkan ujrah itu boleh
diserahkan kemudin (tempo). Menurut Hanabilah dan AAOIFI, ujrah boleh
diserahkan kemudian dengan syarat akadnya tidak dengan lafadz salam.
Oleh karena itu para ulama menjelaskan dalam nadzariyyatul ‘aqd , bahwa
dalam akad jual beli, taqabud(serah-terima) itu bukan menjadi syarat syah akad dan
bukan menjadi syarat perpindahan kepemilikan seperti halnya akad ijarah , wakalah,
wasiat, hiwalah.
Terjadinya kesepakatan dalam akad, pemebeli sudah berhak atas barang walau
belum terjadi hiyazah dan qabdh, begitu jual penjua sudah berhak atas haraga
walaupun belum terjadi hiyazah dan qabdh.
1. Ujrah BOLEH dibayar diakhir akad (tidak mesti dibayar diawal dalam majelis
akad): sebagaimana dibolehkan mengakhirkan pembayaran ujrah dalam akad
ijarah atas barang atas dasar kesepakatan dan
2. Ujrah harus dibayar dimuka saat majelis akad, sebagaimana seharusnya
membayar harag (isaman0 diawal dalam akad jual-beli salam.
ضافَةً إِلَى ْال ُم ْستَ ْقبَ ِلَ ي تَ ُك ْو ُن ُم َ ص ْوفَةُ فِي ال ِذم ِة فَ ِه ُ ارة ُ ْال َم ْو ِ ْ أَما
َ اْل َج
ص ْوفَ ِة ُ طا فَيَتِم تَ ْس ِل ْي ُم ْالعَي ِْن ْال َم ْو
ً ِضب َ ف ُم ْن ُ ص ْ ي تَ ُج ْو ُز ِإذَا َكانَ ْال َو َ َو ِه
ان ْالعَ ْق ِد َ خ َﻼ َل َم ْو ِع ِد.
ِ س َر َي ِ
"Adapun al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah bersifat ke depan (forward ijarah),
boleh dilakukan dengan syarat kriteria obyeknya dapat digambarkan secara terukur
dan diserahkan pada waktu tertentu sesuai kesepakatan saat akad."
طا َولَ ْو ً ِضب َ صفًا ُم ْن ْ ص ْوف فِي الذم ِة َو ُ علَى َم ْو َ ُ ارة
َ اْل َجِ ْ َي ُج ْو ُز أ َ ْن تَقَ َع
ْث يَت ِف ُﻖ ُ ص ْوفَةُ فِ ْي الذِم ِة) َحي ُ ارة ُ ْال َم ْو ِ ْ لَ ْم يَ ُك ْن َم ْملُ ْو ًكا ِل ْل ُمؤْ ِج ِر
َ (اْل َج
عى فِ ْي َ َويُ َرا،ِان ْالعَ ْقد ِ َس َريَ ص ْوفَ ِة فِ ْي َم ْو ِع ِد ُ علَى ت َ ْس ِلي ِْم ْالعَي ِْن ْال َم ْو َ
ط ِف ْي َها تَ ْع ِج ْي ُل َ ان ت َ َمل ِك ْال ُمؤْ ِج ِر لَ َها أَ ْو
ُ َو َاليُ ْشتَ َر،ص ْن ِع َها ُ ذَ ِل َك ِإ ْم َك
غي َْر َما تَم َ سل َم ْال ُمؤْ ِج ُر َ َو ِإذَا.ف ِ َسل َ ْاْل ُ ْج َرةِ َمالَ ْم ت َ ُك ْن ِبلَ ْف ِظ ال
َ سلَ ِم أَ ْو ال
ُصفَات َ ب َما تَتَ َحق ُﻖ فِ ْي ِه ْال ُم َوا ُ َطل
َ ضهُ َو ُ صفُهُ فَ ِل ْل ُم ْستَأ ْ ِج ِر َر ْف
ْ َو.
Nazih Hammad berpendapat bahwa pembayaran ujrah dalam akad al-Ijarah al-
Maushufah fi al-Dzimmah boleh diakhirkan apabila menggunakan lafadz ijarah,
bukan lafadz salam.
Ali al-Qaradaghi dalam paper yang berjudul "al-Ijarah `ala Manafi` al-
Asykhash" yang disampaikan dalam acara Majelis Fatwa Eropa tahun 2008 di Paris
(Perancis), membolehkan pengakhiran pembayaran ujrah dalam akad akad al-Ijarah
al-Maushufah fi al-Dzimmah (baca: ujrah tidak mesti dibayar di muka atau dibayar
pada saat akad) apabila perjanjiannya menggunakan kata ijarah; dan wajib
mendahulukan pembayaran ujrah apabila menggunakan lafadz salam.
Ketentuan Hukum
Dalam Fatwa DSN MUI No. 102 diatur ketentuan syariah terkait penerapan akad
IMFZ pada produk PPR Inden Syariah sebagai berikut :
Ketentuan terkait Manfaat Barang (Manfaat 'Ain)
Manfaat harus berupa manfaat yang dapat diketahui spesifikasinya (ma'lum)
supaya terhindar dari perselisihan dan sengketa (al-niza');
Manfaat harus berupa manfaat yang dapat diserah-terimakan baik secara
hakiki maupun secara hukum;
Jangka waktu penggunaan manfaat (masa ijarah) harus disepakati pada saat
akad;
Manfaat harus berupa manfaat yang boleh berdasarkan syariah; dan
Manfaat yang diharapkan adalah manfaat yang dimaksud dalam akad yang
dapat dicapai melalui akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah.