Anda di halaman 1dari 17

Tafsir Surat Al-Buruj

Surat Al-Buruj adalah surat Makiyyah berdasarkan kesepakatan para ulama, yaitu surat yang
diturunan kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sebelum Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
berhijrah ke kota Madinah. Allah berfirman dalam ayat yang pertama:

1. ‫وج‬ ِ ‫سمَاءِ َذا‬


ِ ‫ت ا ْل ُب ُر‬ َّ ‫َوال‬
“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang”

Tentang makna Al-Buruj terdapat beberapa pendapat di kalangan para ulama. Imam Al-Qurtubi
menyebutkan bahwasanya ada empat pendapat di kalangan para ulama tentang makna Al-Buruj. Al-
ُّ ‘’sesuatu yang nampak’’. Karenanya perkara-perkara yang
Buruj dalam bahasa Arab bermakna ‫الظه ُْو ُر‬
nampak dilihat oleh orang banyak dikatakan dengan istilah al-buruj, istana dalam bahasa Arab juga
dikatakan al-buruj, benteng dalam bahasa Arab juga bisa diungkapkan dengan al-buruj, bintang-
bintang dalam bahasa arab juga dikatakan dengan buruj, wanita yang menampakkan kecantikan dan
keindahan tubuhnya dinamakan wanita yang bertabarruj.

Diantara tafsiran lainnya ada yang menyatakan al-buruj artinya manazil al-qamar, yaitu tempat-
tempat yang dilewati oleh rembulan. Ada pula yang mengatakan bahwasanya al-buruj adalah al-
qushur yaitu istana-istana, sehingga ayat ini bermakna was-samai  dzatil qushur, demi langit yang
memiliki istana-istana. Ada juga yang mengatakan bahwasanya al-buruj artinya adalah an-nujum
yaitu bintang-bintang, sehingga ayat ini bermakna was-samaai dzatin nujum, demi langit yang
memiliki bintang-bintang. Dan ini yang dirajihkan oleh Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir 8/357)
berdasarkan firman Allah
ً‫ َو َج َع َل فِيها سِ راجا ً َو َق َمراً ُمنِيرا‬ ً ‫ ُب ُروجا‬ ‫ك الَّذِي َج َع َل فِي السَّما ِء‬ َ ‫َت‬
َ ‫بار‬
‘’Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga
padanya matahari dan bulan yang bercahaya’’ (QS Al-Furqon : 61)

Intinya Allah bersumpah dengan langit, karena langit merupakan makhluk Allah yang paling besar
dan yang paling luas yang bisa disaksikan oleh manusia sekarang ini. Sehingga jika dicermati, akan
dijumpai bahwa Allah sering bersumpah dengan langit karena langit adalah makhluk yang sangat
besar yang bisa disaksikan oleh manusia dimanapun mereka berada.

Kemudian Allah berfirman:

2. ‫َوا ْل َي ْو ِم ا ْل َم ْو ُعو ِد‬

“Dan demi hari yang dijanjikan”

Para ulama telah bersepakat bahwasanya hari yang dijanjikan yang dimaksudkan dalam ayat ini
adalah hari kiamat. (lihat Tafsir al-Qurthubi 19/283). Karena hari kiamat akan tiba pada waktunya
sesuai dengan janji yang ditetapkan Allah.

Kemudian Allah berfirman:


ْ ‫شا ِه ٍد َو َم‬
3. ‫ش ُهو ٍد‬ َ ‫َو‬

“Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan”


Tentang maksud ‫( َشا ِه ٍد‬yang menyaksikan) dan ‫( َم ْشهُو ٍد‬yang disaksikan), ada banyak perkataan para
ulama. Jika kita membaca buku tafsir, seperti tafsir Ibnu Katsir, tafsir Al-Qurthubi atau tafsir Ibnu
Jarir Ath-Thabari akan dijumpai banyak sekali penyebutan tentang makna syaahid (yang
menyaksikan). Intinya mereka menyebutkan contoh-contoh siapa yang dimaksudkan. Misalnya
diantara ‫( َشا ِه ٍد‬yang menyaksikan) adalah seperti Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam, sehingga
Allah seakan-akan bersumpah demi Muhammad. Diantaranya yang menyaksikan juga adalah Allah,
sehingga Allah seakan-akan bersumpah dengan diri-Nya sendiri. Diantara yang menyaksikan pula
adalah umat Muhammad.

Demikian juga halnya ‫( َم ْشهُو ٍد‬yang disaksikan), ada yang menafsirkan bahwa ‘’yang disaksikan’’
adalah hari kiamat, ada yang berpendapat hari jumat’, ada yang berpendapat hari ‘Arofah, dan ada
yang berpendapat Hari an-Nahr.

Karenanya sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syahid wa masyhud yaitu


semua yang menyaksikan dan semua yang disaksikan, diantaranya Asy-Syaukani (Lihat Fathul Qodiir
5/504) dan As-Sa’di (Lihat Taisiir al-Kariim Ar-Rahman hal 918). Allah menyebutkan hal ini karena
surat Al-Buruj berkaitan tentang penyiksaan terhadap kaum mukminin dan mukminat sedangkan
orang-orang kafir menyaksikan mereka disiksa dan orang-orang kafir itu berlezat-lezat
menyaksikannya. (lihat At-Tahriir wa At-Tanwiir 30/239)

Dalam tiga ayat pertama ini, Allah bersumpah dengan empat perkara, pertama dengan langit, kedua
dengan hari kiamat, ketiga dengan yang menyaksikan, keempat dengan yang dipersaksikan. Allah
tidak menyebutkan Dia bersumpah untuk apa. Sebagian ulama berpendapat Allah bersumpah untuk
menekankan bahwasanya ada hari kebangkitan akan tiba. Taqdirnya (seakan-akan) Allah berkata :
َّ‫’‘ ل ُتب َْع ُثن‬Sungguh kalian akan dibangkitkan’’ (lihat At-Tahriir wa At-Tanwiir 30/240). Terlebih surat ini
adalah surat Makiyyah yang diturunkan pada fase Mekkah tatkala Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
mendakwahi orang-orang kaum musyrikin arab yang mana mereka mengingkari hari kiamat. Allah
berfirman:

َ ِ‫ِين َك َفرُوا َأن لَّن ُيب َْع ُثوا ۚ قُ ْل َبلَ ٰى َو َربِّي لَ ُت ْب َع ُثنَّ ُث َّم لَ ُت َنبَُّؤ نَّ ِب َما َعم ِْل ُت ْم ۚ َو ٰ َذل‬
‫ك َعلَى هَّللا ِ يَسِ ي ٌر‬ َ ‫َز َع َم الَّذ‬
“Orang-orang yang kafir mengira, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah (Muhammad),
“Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah
kamu kerjakan.” Dan yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS At-Taghabun : 7)

Orang-orang kafir menyangka bahwasanya mereka tidak akan dibangikitkan. Tulang-tulang sudah
lumat, tulang-tulang sudah hancur dan bersatu dengan tanah. Padahal mereka akan dibangkitkan
dan akan dikabarkan kepada mereka tentang semua yang pernah mereka lakukan di atas muka
bumi.

Setelah itu Allah menyebutkan tentang ujian yang dihadapi oleh kaum mukminin dan mukminat.
Allah berfirman:

4. ‫اب اُأْل ْخدُو ِد‬ ْ ‫ُقتِل َ َأ‬


ُ ‫ص َح‬
“Binasalah orang-orang yang membuat parit”

Yaitu terlaknatlah atau binasalah orang-orang yang membuat parit. Inti dari ayat ini adalah
menceritakan tentang kaum mukminin dan kaum mukminat yang dipaksa untuk keluar dari agama
Allah namun mereka enggan. Akhirnya merekapun dimasukan ke dalam parit lalu dibakar hidup-
hidup, dan mereka tetap bertahan dan rela mati demi mempertahankan agama Allah.

Adapun siapakah mereka?, maka ada beberapa pendapat di kalangan ulama. Diantara pendapat
yaitu mereka ini adalah sebagian ahlul kitab yang tinggal di Persia, yang mana para raja-raja mereka
ingin menghalalkan menikah sesama mahram, seperti antara seorang lelaki dengan bibinya, antara
seorang lelaki dengan adiknya. Hal ini asalnya karena ada salah seorang raja yang mabuk lalu ia
menggauli saudari perempuannya sendiri. Tatkala ia sadar dari mabuknya maka iapun bingung
bagaimana solusi dari yang ia hadapi. Maka sang wanita berkata, ‘’Sampaikanlah kepada masyarakat
bahwa telah dihalalkan menikah dengan saudari sendiri’’. Namun para ahlul kitan menentang
kebijakan para raja ini. Akhirnya raja pun murka dan membuat parit kemudian membakar hidup-
hidup mereka. Maka sejak saat itu raja-raja Persia menghalalkan menikahi sesama mahram. Ini
adalah pendapat yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ta’ala ‘anhu. (lihat Tafsir At-
Thobari 24/270)

Ibnu Ishaaq dalam sirohnya bahwa yang dibunuh adalah kaum nashoro di Yaman. Kisahnya ada
seseorang yang bernama Dzu Nawas ia berpindah ke agama Yahudi, lantas ia memaksa penduduk
Yaman yang beragama Nashrani untuk memeluk agama Yahudi, namun mereka menolak, akhirnya
Dzu Nawas menggali parit dan membunuh mereka yang berjumlah sekitar 20 ribu orang
(sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya 8/363)

Ada juga pendapat bahwasanya kisah ini terjadi pada Bani Israil, sebagaimana dalam sebuah hadist.
Yaitu pada zaman antara Nabi Isa diutus dan sebelum diutusnya Nabi Muhammad, telah terjadi
kasus penyiksaan kaum mukminin dan mukminat di zaman itu. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda:
ُ ْ‫ان لَ ُه َسا ِح ٌر َفلَمَّا َك ِب َر َقا َل ل ِْل َملِكِ ِإ ِّنى َق ْد َك ِبر‬
‫ت‬ َ ‫ان َق ْبلَ ُك ْم َو َك‬َ ‫ك فِي َمنْ َك‬ َ ‫ َقا َل « َك‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ب َأنَّ َرسُو َل هَّللا‬
ٌ ِ‫ان َمل‬ ٍ ‫ص َه ْي‬
ُ ْ‫َعن‬
‫ان ِإ َذا َأ َتى‬َ ‫ك َرا ِهبٌ َف َق َع َد ِإلَ ْي ِه َو َسم َِع َكالَ َم ُه َفَأعْ َج َب ُه َف َك‬ َ َ‫ان فِى َط ِريقِ ِه ِإ َذا َسل‬ َ ‫ َف َب َع‬.‫ث ِإلَىَّ ُغالَمًا ُأ َعلِّمْ ُه السِّحْ َر‬
َ ‫ث ِإلَ ْي ِه ُغالَمًا ي َُعلِّ ُم ُه َف َك‬ ْ ‫َفاب َْع‬
َ َ ‫َأ‬ ُ َ
َ‫ َوِإذا خشِ يت‬.‫ب فقا َل ِإذا خشِ يتَ السَّاح َِر فق ْل َح َب َسنِى هْ لِى‬ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
ِ ‫ ذل َِك ِإلى الرَّ ا ِه‬G‫ض َر َب ُه فشكا‬ َ ‫َأ‬ َ َ َ
َ ‫ب َوق َعدَ ِإل ْي ِه فِإذا تى السَّاح َِر‬ َ ِ ‫السَّاح َِر مَرَّ ِبالرَّ ا ِه‬
‫ك َفقُ ْل َح َب َسنِى السَّا ِح ُر‬ َ َ‫َأهْ ل‬.
Dari Shuhaib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu ada seorang raja dari
golongan umat sebelum kalian, ia mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir tersebut
berada dalam usia senja, ia mengatakan kepada raja bahwa ia sudah tua dan ia meminta agar
dikirimkan seorang anak yang akan jadi pewaris ilmu sihirnya. Maka diutuslah seorang anak
padanya. Tukang sihir tersebut lalu mengajarinya.

Di tengah perjalanan ingin belajar, anak ini bertemu seorang rahib (pendeta) dan ia pun duduk
bersamanya dan menyimak nasehat si rahib. Ia begitu takjub pada nasehat-nasehat yang
disampaikan si rahib. Jika ia mendatangi tukang sihir untuk belajar, ia melewati si rahib dan duduk
bersamanya. Ketika ia terlambat mendatangi tukang sihir, ia dipukul, kemudian ia mengadukannya
pada rahib. Rahib berkata, “Jika engkau khawatir pada tukang sihir tersebut, maka katakan saja
bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa
tukang sihir telah menahanku.”

ْ‫ض ُل َفَأ َخ َذ َح َجرً ا َف َقا َل اللَّ ُه َّم ِإن‬


َ ‫ض ُل َأ ِم الرَّ اهِبُ َأ ْف‬
َ ‫اس َف َقا َل ْال َي ْو َم َأعْ َل ُم آلسَّا ِح ُر َأ ْف‬ ِ ‫ك ِإ ْذ َأ َتى َعلَى دَ ا َّب ٍة َعظِ ي َم ٍة َق ْد َح َب َس‬
َ ‫ت ال َّن‬ َ ِ‫َف َب ْي َن َما ه َُو َك َذل‬
ْ ‫َأ‬
ُ‫ِب ف خ َب َره‬ َ َ ‫َأ‬ َ
َ ‫ضى الناسُ ف تى الرَّ اه‬ َّ َ َ َ َ َ َّ َّ َ ُ ْ َ
َ ‫ ف َر َما َها فقتل َها َو َم‬. ُ‫ك مِنْ مْ ِر السَّاح ِِر فاقت ْل َه ِذ ِه الدَّا َّبة َحتى يَمْضِ َى الناس‬ ‫َأ‬ َ ‫َأ‬
َ ‫ب َحبَّ ِإل ْي‬ ِ ‫ان َأمْ ُر الرَّ ا ِه‬َ ‫َك‬
َّ‫ك َس ُت ْب َتلَى َفِإ ِن ا ْب ُتلِيتَ َفالَ َت ُد َّل َعلَى‬ ‫َأ‬
َ ‫ك َما َرى َوِإ َّن‬ ‫َأ‬
َ ‫ َق ْد َبلَغَ مِنْ ْم ِر‬.‫ض ُل ِم ِّنى‬ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ‫َأ‬
َ ‫َف َقا َل َل ُه الرَّ اهِبُ ىْ ُب َنىَّ ْنتَ ال َي ْو َم ْف‬
Pada suatu saat ketika ia berada dalam keadaan yang demikian itu, tibalah ia di suatu tempat dan di
situ ada seekor binatang besar yang menghalangi orang banyak (di jalan yang dilalui mereka). Anak
itu lalu berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah
rahib itu.” Ia pun mengambil sebuah batu kemudian berkata, “Ya Allah, apabila perkara rahib itu
lebih dicintai di sisi-Mu daripada tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang
banyak dapat berlalu.” Lalu ia melempar binatang tersebut dan terbunuh. Maka orang-orang pun
bisa lewat.  Lalu ia mendatangi rahib dan mengabarkan hal tersebut. Rahib tersebut mengatakan,
“Wahai anakku, saat ini engkau lebih mulia dariku. Keadaanmu sudah sampai pada tingkatan sesuai
apa yang aku lihat. Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika benar demikian,
janganlah menyebut namaku.”

َ ‫ِى َفَأ َتاهُ ِب َه َدا َيا َكث‬


‫ِير ٍة َف َقا َل َما َها ُه َنا‬ َ ‫ان َق ْد َعم‬َ ‫اِئر اَأل ْد َوا ِء َف َسم َِع َج ِليسٌ ل ِْل َملِكِ َك‬ َ ‫اوى ال َّن‬
ِ ‫اس مِنْ َس‬ َ ‫ان ْال ُغالَ ُم ُيب ِْرُئ اَأل ْك َم َه َواَألب َْر‬
ِ َ‫ص َويُد‬ َ ‫َك‬
‫هَّللا‬ ‫هَّلل‬
ُ ُ‫ َفآ َم َن ِبا ِ َف َش َفاه‬.‫ك‬ َ ‫ت َ َف َش َفا‬‫هَّللا‬ ‫هَّلل‬ ْ ْ ‫َأ‬ ‫هَّللا‬ ْ ‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ِّ ْ ‫َأ‬
ُ ‫ك جْ َم ُع ِإنْ نتَ َش َف ْي َتنِى َف َقا َل ِإنى الَ شفِى َح ًدا ِإ َّن َما َيشفِى ُ َفِإنْ نتَ آ َمنتَ ِبا ِ َد َع ْو‬ ‫َأ‬ َ
َ ‫ل‬
Anak itu menjadi seorang yang dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kulit. Ia juga
dapat menyembuhkan orang-orang dari berbagai macam penyakit. Berita ini pun sampai di telinga
sahabat dekat raja yang telah lama buta. Ia mendatangi pemuda tersebut dengan membawa banyak
hadiah. Ia berkata pada pemuda tersebut, “Ini semua bisa jadi milikmu asalkan engkau
menyembuhkanku.” Pemuda ini berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Yang
mampu menyembuhkan hanyalah Allah. Jika engkau mau beriman pada Allah, aku akan berdoa
pada-Nya supaya engkau bisa disembuhkan.” Ia pun beriman pada Allah, lantas Allah
menyembuhkannya.

ُ‫ َفَأ َخ َذه‬.ُ ‫ك هَّللا‬


َ ‫ك َربٌّ َغي ِْرى َقا َل َربِّى َو َر ُّب‬ َ ‫ َقا َل َو َل‬.‫ك َقا َل َربِّى‬ َ ‫ص َر‬
َ ‫ْك َب‬َ ‫ك َمنْ َر َّد َعلَي‬ ُ ِ‫ان َيجْ لِسُ َف َقا َل َل ُه ْال َمل‬ َ ‫س ِإ َل ْي ِه َك َما َك‬ َ ‫َفَأ َتى ْال َمل َِك َف َج َل‬
ْ َ ْ
. ‫ص َوتف َع ُل َوتف َع ُل‬ َ ‫َأل‬ ْ ‫َأل‬ ُ
َ ‫ك َما تب ِْرُئ ا ك َم َه َوا ب َْر‬ َ َ َ
َ ‫ك ىْ ُبنىَّ ق ْد َبلغَ مِنْ سِ حْ ِر‬ ‫َأ‬ ُ ِ‫َفلَ ْم َي َز ْل ي َُع ِّذ ُب ُه َح َّتى دَ َّل َعلى الغال ِم ف ِجى َء ِبالغال ِم فقا َل ل ُه ال َمل‬
ْ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ
‫َأ‬
‫ َف َبى َف َد َعا‬.‫ِك‬ َ ‫ب َفقِي َل لَ ُه ارْ ِجعْ َعنْ دِين‬ ِ ‫ب َف ِجى َء ِبالرَّ ا ِه‬ ِ ‫ َفلَ ْم َي َز ْل ي َُع ِّذ ُب ُه َح َّتى دَ َّل َعلَى الرَّ ا ِه‬Gُ‫ َفَأ َخ َذه‬.ُ ‫َف َقا َل ِإ ِّنى الَ َأ ْشفِى َأ َح ًدا ِإ َّن َما َي ْشفِى هَّللا‬
َ ‫ َفَأ َبى َف َو‬.‫ك‬ ‫ْأ‬
‫ار فِى‬ َ ‫ض َع ْال ِم ْن َش‬ ِ ‫ار فِى َم ْف ِر ِق َر سِ ِه َف َش َّق ُه َح َّتى َو َق َع شِ َّقاهُ ُث َّم ِجى َء ِب َجل‬
َ ‫ِيس ْال َملِكِ َفقِي َل َل ُه ارْ ِجعْ َعنْ دِي ِن‬ َ ‫ض َع ْال ِم ْن َش‬َ ‫ار َف َو‬ ْ
َ ‫بال ِم ْن َش‬
‫ْأ‬
ُ‫َم ْف ِر ِق َر سِ ِه َف َش َّق ُه ِب ِه َح َّتى َو َق َع شِ َّقاه‬

Sahabat raja tadi kemudian mendatangi raja dan ia duduk seperti biasanya. Raja pun bertanya
padanya, “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia pun menjawab, “Rabbku.” Raja pun
kaget, “Apa engkau punya Rabb (Tuhan) selain aku?” Sahabatnya pun berkata, “Rabbku dan Rabbmu
itu sama yaitu Allah.” Raja tersebut pun menindaknya, ia terus menyiksanya sampai ditunjukkan
anak yang tadi. (Ketika anak tersebut datang), raja lalu berkata padanya, “Wahai anakku, telah
sampai padaku berita mengenai sihirmu yang bisa menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kulit,
serta engkau dapat melakukan ini dan itu.” Pemuda tersebut pun menjawab, “Sesungguhnya aku
tidaklah dapat menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah.” Mendengar hal itu,
raja lalu menindaknya, ia terus menyiksanya, sampai ditunjukkan pada pendeta yang menjadi
gurunya. (Ketika pendeta tersebut didatangkan), raja pun memerintahkan padanya, “Kembalilah
pada ajaranmu!” Pendeta itu pun enggan. Lantas didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah
kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut. Setelah itu, sahabat
dekat raja didatangkan pula, ia pun diperintahkan hal yang sama dengan pendeta, “Kembalilah pada
ajaranmu!” Ia pun enggan. Lantas (terjadi hal yang sama), didatangkanlah gergaji dan diletakkan di
tengah kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut.

‫ه ِإلَى َن َف ٍر مِنْ َأصْ َح ِاب ِه َف َقا َل ْاذ َهبُوا ِب ِه ِإلَى َج َب ِل َك َذا َو َك َذا َفاصْ َعدُوا ِب ِه ْال َج َب َل َفِإ َذا‬Gُ ‫ َفَأ َبى َفدَ َف َع‬.‫ِك‬ َ ‫ُث َّم ِجى َء ِب ْال ُغالَ ِم َفقِي َل لَ ُه ارْ ِجعْ َعنْ دِين‬
ُ
‫ف ِب ِه ُم ْال َج َب ُل َف َس َقطوا‬ َ ‫ َف َر َج‬. َ‫ِيه ْم ِب َما شِ ْئ ت‬ ِ ‫ص ِعدُوا ِب ِه ْال َج َب َل َف َقا َل اللَّ ُه َّم ْاكفِن‬ ْ
َ ‫َبلَ ْغ ُت ْم ُذرْ َو َت ُه َفِإنْ َر َج َع َعنْ دِي ِن ِه َوِإالَّ َفاط َرحُوهُ َف َذ َهبُوا ِب ِه َف‬
‫ور‬ٍ ُ‫ َفدَ َف َع ُه ِإلَى َن َف ٍر مِنْ َأصْ َح ِاب ِه َف َقا َل ْاذ َهبُوا ِب ِه َفاحْ مِلُوهُ فِى قُرْ ق‬.ُ ‫ِيه ُم هَّللا‬ َ ‫ك َما َف َع َل َأصْ َحاب‬
ِ ‫ُك َقا َل َك َفان‬ ُ ِ‫َو َجا َء يَمْشِ ى ِإلَى ْال َملِكِ َف َقا َل لَ ُه ْال َمل‬
ُ
‫ت ِب ِه ُم ال َّسفِي َنة َف َغ ِرقُوا َو َجا َء يَمْشِ ى‬ ‫َأ‬ ِ ‫ َفذ َهبُوا ِب ِه َف َقا َل الل ُه َّم ْاكفِن‬.ُ‫َّطوا ِب ِه ْال َبحْ َر َفِإنْ َر َج َع َعنْ دِي ِن ِه َوِإالَّ َفا ْق ِذفُوه‬
Gْ ‫ َفا ْن َك َف‬. َ‫ِيه ْم ِب َما شِ ْئ ت‬ َّ َ ُ ‫َف َت َوس‬
ُ ‫ِيه ُم هَّللا‬
ِ ‫ُك َقا َل َك َفان‬َ ‫ك َما َف َع َل َأصْ َحاب‬ ُ ‫ِإلَى ْال َملِكِ َف َقا َل لَ ُه ْال َم ِل‬.

Kemudian giliran pemuda tersebut yang didatangkan. Ia diperintahkan hal yang sama, “Kembalikan
pada ajaranmu!” Ia pun enggan. Kemudian anak itu diserahkan kepada pasukan raja. Raja berkata,
“Pergilah kalian bersama pemuda ini ke gunung ini dan itu. Lalu dakilah gunung tersebut
bersamanya. Jika kalian telah sampai di puncaknya, lalu ia mau kembali pada ajarannya, maka
bebaskan dia. Jika tidak, lemparkanlah ia dari gunung tersebut.” Lantas pasukan raja tersebut pergi
bersama pemuda itu lalu mendaki gunung. Lalu pemuda ini berdoa, “Ya Allah, cukupilah aku dari
tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Gunung pun lantas berguncang dan semua pasukan raja
akhirnya jatuh. Pemuda itu kembali berjalan menuju raja. Ketika sampai, raja berkata pada pemuda,
“Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda tersebut menjawab, “Allah Ta’ala telah
mencukupi dari tindakan mereka.” Lalu pemuda ini dibawa lagi bersama pasukan raja. Raja
memerintahkan pada pasukannya, “Pergilah kalian bersama pemuda ini dalam sebuah sampan
menuju tengah lautan. Jika ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan dia. Jika tidak,
tenggelamkanlah dia.” Mereka pun lantas pergi bersama pemuda ini. Lalu pemuda ini pun berdoa,
“Ya Allah, cukupilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Tiba-tiba sampan tersebut
terbalik, lalu pasukan raja tenggelam. Pemuda tersebut kembali berjalan mendatangi raja. Ketika
menemui raja, ia pun berkata pada pemuda, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda
tersebut menjawab, “Allah Ta’ala telah mencukupi dari tindakan mereka.”

ْ‫ مِن‬G‫صعِي ٍد َوا ِح ٍد َو َتصْ لُ ُبنِى َعلَى ِج ْذ ٍع ُث َّم ُخ ْذ َس ْه ًما‬ َ ‫اس فِى‬ َ ‫َف َقا َل ل ِْل َملِكِ ِإ َّن‬
َ ‫ك لَسْ تَ ِب َقا ِتلِى َح َّتى َت ْف َع َل َما آ ُم ُر‬
َ ‫ َقا َل َو َما ه َُو َقا َل َتجْ َم ُع ال َّن‬.ِ‫ك ِبه‬
‫س ُث َّم قُ ْل ِباسْ ِم هَّللا ِ َربِّ ْال ُغالَ ِم‬ َ ‫ ِك َنا َنتِى ُث َّم‬.
ِ ‫ض ِع ال َّس ْه َم فِى َك ِب ِد ْال َق ْو‬
‫ض َع ال َّس ْه َم فِى َك ِب ِد‬َ ‫صلَ َب ُه َعلَى ِج ْذ ٍع ُث َّم َأ َخ َذ َس ْهمًا مِنْ ِك َنا َن ِت ِه ُث َّم َو‬
َ ‫صعِي ٍد َوا ِح ٍد َو‬
َ ‫اس فِى‬ َ ‫ُث َّم ارْ ِمنِى َفِإ َّن‬
َ ‫ َف َج َم َع ال َّن‬.‫ك ِإ َذا َف َع ْلتَ َذل َِك َق َت ْل َتنِى‬
‫ض َع َي َدهُ فِى ص ُْدغِ ِه فِى َم ْوضِ ِع ال َّسه ِْم َف َماتَ َف َقا َل ال َّناسُ آ َم َّنا‬ َ ‫ ُث َّم َر َماهُ َف َو َق َع ال َّس ْه ُم فِى ص ُْدغِ ِه َف َو‬.‫س ُث َّم َقا َل ِباسْ ِم هَّللا ِ َربِّ ْال ُغالَ ِم‬ِ ‫ْال َق ْو‬
ْ َّ ْ َّ ْ
‫ب َربِّ ال ُغالَ ِم آ َمنا ِب َربِّ ال ُغالَ ِم آ َمنا ِب َربِّ ال ُغالَ ِم‬.ِ

Ia pun berkata pada raja, “Engkau tidak bisa membunuhku sampai engkau memenuhi syaratku.” Raja
pun bertanya, “Apa syaratnya?” Pemuda tersebut berkata, “Kumpulkanlah rakyatmu di suatu bukit.
Lalu saliblah aku di atas sebuah pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat panahku, lalu
ucapkanlah, “Bismillah rabbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda
ini.” Lalu panahlah aku karena jika melakukan seperti itu, engkau pasti akan membunuhku.” Lantas
rakyat pun dikumpulkan di suatu bukit. Pemuda tersebut pun disalib di pelepah korma, lalu raja
tersebut mengambil anak panah dari tempat panahnya kemudian diletakkan di busur. Setalah itu, ia
mengucapkan, “Bismillah rabbil ghulam, artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda
ini.” Lalu dilepaslah dan panah tersebut mengenai pelipisnya (yaitu antara telinga dengan mata).
Lalu pemuda tersebut memegang pelipisnya tempat anak panah tersebut menancap, lalu ia pun
mati. Rakyat yang berkumpul tersebut lalu berkata, “Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut.
Kami beriman pada Tuhan pemuda tersebut.”

‫ان‬
َ ‫ير‬ َ ‫َّت َوَأضْ َر َم ال ِّن‬ ْ ‫ َفَأ َم َر ِباُأل ْخدُو ِد فِى َأ ْف َوا ِه ال ِّس َككِ َف ُخد‬. ُ‫ُك َق ْد آ َم َن ال َّناس‬
َ ‫ك َح َذر‬ ُ ِ‫َفُأت َِى ْال َمل‬
َ ‫ك َفقِي َل لَ ُه َأ َرَأيْتَ َما ُك ْنتَ َتحْ َذ ُر َق ْد َوهَّللا ِ َن َز َل ِب‬
‫ت َأنْ َت َق َع فِي َها َف َقا َل َل َها‬ َ ‫ت ا ْم َرَأةٌ َو َم َع َها‬
ْ ‫ص ِبىٌّ َل َها َف َت َقا َع َس‬ ِ ‫ َف َف َعلُوا َح َّتى َجا َء‬.‫ َأ ْو قِي َل لَ ُه ا ْق َت ِح ْم‬.‫َو َقا َل َمنْ لَ ْم َيرْ ِجعْ َعنْ دِي ِن ِه َفَأحْ مُوهُ فِي َها‬
ِّ‫ْال ُغالَ ُم َيا ُأ َّم ِه اصْ ِب ِرى َفِإ َّنكِ َعلَى ْال َحق‬

Raja datang, lantas ada yang berkata, “Apa yang selama ini engkau khawatirkan? Sepertinya yang
engkau khawatirkan selama ini benar-benar telah terjadi. Manusia saat ini telah beriman pada Tuhan
pemuda tersebut.” Lalu raja tadi memerintahkan untuk membuat parit di jalanan lalu dinyalakan api
di dalamnya. Raja tersebut pun berkata, “Siapa yang tidak mau kembali pada ajarannya, maka
lemparkanlah ia ke dalamnya.” Atau dikatakan, “Masuklah ke dalamnya.” Mereka pun
melakukannya, sampai ada seorang wanita bersama bayinya. Wanita ini tidak berani maju untuk
masuk di dalamnya. Anaknya pun lantas berkata, “Wahai ibu, bersabarlah karena engkau di atas
kebenaran.” (HR. Muslim no. 3005).

Inilah salah satu tafsiran dari para ahli tafsir tentang makna firman Allah pada ayat ini. Bahwasanya
terlaknatlah orang-orang yang membuat parit dengan tujuan untuk menyiksa orang-orang beriman.
Muqotil berpendapat bahwa parit-parit yang dijadikan lokasi untuk membakar orang-orang yang
beriman ada 3 parit, di Yaman, di Iraq, dan di Syam. (lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/364)

Kemudian Allah berfirman:

5. ‫ت ا ْل َوقُو ِد‬
ِ ‫ار َذا‬
ِ ‫ال َّن‬
“Yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar”

Parit-parit tersebut bukan parit-parit yang kosong, tetapi berisi api yang menyala-nyala. Dimana
orang-orang beriman tersebut dilemparkan ke dalamnya. Apinya tidak pernah mati karena terus
disediakan kayu bakarnya. (At-Tahrir wa At-Tanwir 30/243)

Allah berfirman:

6. ‫ِإ ْذ ُه ْم َعلَ ْي َها ُق ُعو ٌد‬

“Ketika mereka duduk di sekitarnya”

Apa yang mereka lakukan merupakan kejahatan yang luar biasa, raja dan anak buahnya telah
mengumpulkan berbagai macam kemungkaran. Pertama, mereka kafir kepada Allah, Kedua, mereka
memusuhi wali-wali Allah, Ketiga, mereka membunuh dan membakar para wali-wali Allah, Keempat,
mereka juga berlezat-lezat menyaksikan orang-orang yang beriman itu disiksa dan dibakar hidup-
hidup.

Pendapat lain yaitu kaum mukminin dan mukminat yang disiksa tersebut diikat dalam kondisi duduk
sebelum dibakar, dan ini agar mereka semakin pedih tatkala dibakar (lihat At-Tahrir wa At-Tanwiir
30/243)

Allah berfirman:
ُ َ‫َو ُه ْم َعلَ ٰى َما َي ْف َعلُونَ ِبا ْل ُمْؤ ِمنِين‬
7. ‫ش ُهو ٌد‬

“Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang mukmin”

Sebagaimana tafsir pada ayat ketiga bahwasanya salah satu penafsiran ulama terhadap
kata syahid adalah orang-orang yang menyaksikan orang-orang mukmin dibakar dan mereka
berlezat-lezat dengan itu. Dengan merekalah Allah bersumpah, karena perbuatan mereka yang
sangat sadis. Lihatlah bagaimana sang pendeta digergaji dari atas kepalanya sampai ke bawah. Sang
pemuda yang dipanah, kemudian setelah itu orang-orang mukmin dibakar hidup-hidup. Semua itu
bukanlah perkara yang ringan. Oleh karena itu Allah bersumpah dengan mereka.

Kemudian Allah berfirman:


‫هَّلل‬
ِ ‫َو َما َن َق ُموا ِم ْن ُه ْم ِإاَّل َأن ُيْؤ ِم ُنوا ِبا ِ ا ْل َع ِز‬
8. ‫يز ا ْل َحمِي ِد‬

“Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman
kepada Allah yang Maha Perkasa, Maha Terpuji”
Diayat ini kita lihat bentuk dari ‫ َن َق ُموا‬menggunakan fiil madhi
sedangkanyu’minu menggunakan mudhari. Ini mengindikasikan
bahwa, keimanan merek terus menerus berlangsung meskipun
setelah melewati ujian dan pembunuhan.
Orang-orang mukmin itu disiksa bukan karena melakukan keburukan-keburukan yang membuat raja
murka sehingga raja menghukumnya. Namun tidak ada sebab lain melainkan karena mereka
beriman kepada Allah.

Demikianlah sunnatullah yang akan terus terjadi di alam semesta ini, bahwasanya orang-orang
yang berbuat kebaikan akan dimusuhi. Mereka akan dimusuhi oleh orang-orang buruk, yang
berlawanan dengan kebaikan tersebut.

Oleh karena itu, kita dapati wanita-wanita yang berjilbab sangat dimusuhi oleh wanita-wanita yang
tidak berjilbab karena mereka tidak suka dengan wanita-wanita yang berjilbab. Mereka ingin semua
wanita membuka aurat seperti mereka.

Orang-orang yang rajin ke mesjid akan dimusuhi oleh orang yang tidak rajin ke mesjid, dan
sebagainya.

Hal ini akan terus berlaku hingga hari kiamat bahwasanya ahlul haq akan selalu dimusuhi oleh ahlul
bathil, hanya karena para ahlul haq itu menyembah dan mentauhidkan Allah.

Seperti yang terjadi pada kaum nabi Luth. Kaum Nabi Luth yang melaksanakan praktek homoseksual
memusuhi orang-orang yang tidak mempraktekkan homoseksual diantaranya Nabi Luth dan para
pengikutnya.

Allah berfirman menceritakan perkataan mereka terhadap Nabi Luth dan pengikutnya:

َ ‫اب َق ْو ِم ِه ِإاَّل َأن َقالُوا َأ ْخ ِرجُوا آ َل لُوطٍ مِّن َقرْ َي ِت ُك ْم ۖ ِإ َّن ُه ْم ُأ َناسٌ َي َت َط َّهر‬
‫ُون‬ َ ‫َف َما َك‬
َ ‫ان َج َو‬
“Jawaban kaumnya tidak lain hanya dengan mengatakan, “Usirlah Luth dan keluarganya dari
negerimu; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (menganggap dirinya) suci.”” (QS An-
Naml : 56)

Orang yang tidak melaksanakan praktek homoseksual dikatakan sok suci oleh mereka yang
melaksanakan praktek homoseksual.

Oleh karena itu, jangan kita menyangka bahwasanya beragama itu akan mulus-mulus saja, tidak
akan ada musuh bagi mereka yang selalu berbuat kebaikan.

Sesungguhnya orang-orang yang selalu berbuat kebaikan maka musuhnya adalah orang-orang yang
tidak suka dengan kebaikan tersebut.

Karena orang-orang yang suka melakukan kemaksiatan dan keburukan ingin agar orang-orang di
sekitarnya mengikuti jejaknya sehingga dia pun memusuhi orang-orang baik.

Allah berfirman:
َ ِّ ‫ض ۚ َوهَّللا ُ َعلَ ٰى ُكل‬
َ ٍ‫ش ْيء‬
9. ‫ش ِهي ٌد‬ ِ ‫ت َواَأْل ْر‬ َّ ‫الَّذِي َل ُه ُم ْل ُك ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬

“Yang miliknyalah kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu”

oleh karenanya para ulama berkata:


‫هللا ُيم ِْه ُل َوالَ ُي ْه ِم ُل‬
َ َّ‫ِإن‬
‘’Sesungguhnya Allah menunda siksaan namun Allah tidak lalai’’. Jangan disangka ketika orang-orang
kafir dan orang-orang dzalim diberi kebebasan oleh Allah, diberi kekayaan oleh Allah, menunjukkan
bahwasanya Allah lalai dari mereka.

Ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan lalai, tetapi Allah hanya menunda azab mereka.

Bisa jadi Allah akan mengazab mereka di penghujung hayat mereka. Atau kalau tidak maka Allah
akan mengazab mereka di akhirat kelak. Allah berfirman:

َ ‫ُون ۚ ِإ َّن َما ُيَؤ ِّخ ُر ُه ْم لِ َي ْو ٍم َت ْش َخصُ فِي ِه اَأْل ْب‬


‫صا ُر‬ َّ ‫َواَل َتحْ َس َبنَّ هَّللا َ َغا ِفاًل َعمَّا َيعْ َم ُل‬
َ ‫الظالِم‬
“Dan janganlah kau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang
dzalim. Sesunguhnya Alah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka)
terbelalak.” (QS Ibrahim : 42)

Seakan-akan Allah mempersilahkan orang-orang kafir dan dzalim itu mengganggu orang-orang
mukmin, karena Allah tidak akan lalai dari apa yang mereka lakukan dan sesungguhnya Allah
menyaksikan apa yang telah mereka perbuat.

Kemudian Allah berfirman:

ُ ‫اب َج َه َّن َم َولَ ُه ْم َع َذ‬


ِ ‫اب ا ْل َح ِر‬
10. ‫يق‬ ُ ‫ت ُث َّم َل ْم َي ُتو ُبوا َفلَ ُه ْم َع َذ‬
ِ ‫ِإنَّ الَّذِينَ َف َت ُنوا ا ْل ُمْؤ ِمنِينَ َوا ْل ُمْؤ ِم َنا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan (membakar) kepada orang-orang
mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertaubat, maka mereka akan mendapat azab”

‫َف َت ُنوا‬

disini maksudnya adalah membakar kaum mukminin.

Ayat ini selain memberi ancaman keras kepada orang-orang dzlaim akan tetapi ayat ini sekaligus juga
paling memberi pengharapan kepada pelaku kemaksiatan,

kepada pelaku pembakaran orang-orang mukmin tersebut. Karena Allah mempersyaratkan untuk
menurunkan adzab kepada mereka dengan syarat ‫’‘ ُث َّم لَ ْم َي ُتوبُوا‬Lalu mereka tidak bertaubat’’.

Ini menunjukan bahwa seandainya mereka -para pembakar- tersebut bertaubat maka taubat
mereka akan diterima oleh Allah dan mereka tidak jadi di siksa.

Al-Hasan Al-Bashri berkata :

‫ظرُوا ِإلَى َه َذا ْال َك َر ِم َو ْالجُو ِد َق َتلُوا َأ ْولِ َيا َءهُ َوه َُو َي ْدعُو ُه ْم ِإلَى ال َّت ْو َب ِة والمغفرة‬
ُ ‫ا ْن‬

‘’Lihatlah kepada kebaikan dan kedermawanan Allah ini, mereka telah membunuh (membakar) wali-
wali Allah, sementara Allah mengajak mereka untuk bertaubat dan ampunanNya’’ (Tafsir Ibnu Katsir
8/365)

Padahal mereka telah menyiksa kaum mukminin, mereka juga berlezat-lezat menyaksikan
pembakaran itu. Jika kita membayangkan perbuatan sadis yang mereka lakukan mungkin kita akan
menganggap bahwa orang seperti ini tidak mungkin diterima taubatnya. Jangankan membakar kaum
mukminin, membunuh dan membakar orang mukmin satu saja, mungkin kita akan emosi dan
menurut akal kita taubatnya tidak akan diterima, maka bagaimana lagi dengan mereka yang
membakar ribuan kaum mukminin, lebih dari itu mereka tidak merasa bersalah dan malah berlezat-
lezatan menyaksikan pembakaran, tidak mungkin Allah mengampuninya. Namun cara pandang Allah
lain, Allah akan mengazab mereka jika tidak bertaubat.

Oleh karena itu Allah berfirman:

َ ‫الذ ُن‬
ۚ ‫وب َجمِيعًا‬ ُ ‫ِين َأسْ َرفُوا َع َل ٰى َأنفُسِ ِه ْم اَل َت ْق َن‬
ُّ ‫طوا مِن رَّ حْ َم ِة هَّللا ِ ۚ ِإنَّ هَّللا َ َي ْغفِ ُر‬ َ ‫ِي الَّذ‬َ ‫قُ ْل َيا عِ َباد‬
‫ِإ َّن ُه ه َُو ْال َغفُو ُر الرَّ حِي ُم‬
“Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri!
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar : 53)

Sungguh luar biasa, perhatikan dalam ayat tadi. Allah menggunakan kalimat
ibad dan bukan abid.
Abid berarti hamba allah yang memiliki keimanan, ia pandai bersyukur dan
mampu mengenal Allah, ia mencintai Allah
Sedangkan abid adalah seluruh hamba allah meskipun iman nya rendah. Ia
bergelimang dosa.
Orang biasa melakukan amal sholeh lebih besar kemungkinan untuk berputus
asa Ketika melakukan kemaksiatan. Seumpama orang yang biasa berkecukupan
lalu satu waktu ia berkekurangan.
Maka dengan kelembutan nya, Allah memanggil hamba nya untuk
mengingatnya dan tidak berputus asa dalam mencari dan mengharap
ampunan Allah.

Hidayah adalah hak Allah. Terkadang kita melihat orang yang benar-benar terjerumus dalam
kemaksiatan dan kita menganggap orang tersebut tidak mungkin sadar, tetapi kenyataan berbicara
lain, ternyata dia sadar dan bertaubat.

Oleh karena itu, hendaknya kita tidak lelah untuk mendakwahi orang, karena bisa jadi dia bertaubat
setelah itu. Firaun saja yang tidak mungkin bertaubat, Allah menyuruh Nabi Musa untuk
mendakwahinya padahal Allah sudah tahu dia tidak mungkin bertaubat. Bagaimana pula yang
kejahatannya di bawah Firaun, mereka lebih berhak untuk didakwahi.

Perhatikanlah kisah pembunuh 99 nyawa yang terbetik dalam hatinya untuk bertaubat.
Sebagaimana dikisahkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya
tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang
rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata,  “Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah
taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak  akan  diterima taubatnya.”
Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun
ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah
membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih
diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari
tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang
menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke
tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.” Laki-laki ini pun
pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah
perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan
malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan
menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah
melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun
sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata,
”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan
tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu
mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih
dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.” (HR Bukhari
dan Muslim no. 2766)

Dalam hadits tadi ada beberapa Langkah dalam mencari hidayah;

1. Sadari bahwa kita adalah orang yang tak luput dari dosa. Bahka amat banyak dosa yang telah
kita lakukan
2. Percaya bahwa pintu taubat akan selalu terbuka sebelum nyawa kita sampai kerongkongan
3. Tidak ada penghalang antara taubatnya dengan Allah.
4. Hijrahlah, cari pertemanan baru jika teman mu adalah sumber dosa mu, cari pekerjaan baru
jika tempat kerja mu penuh dengan kemaksiatan, cari suasana baru rubahlah kebiasaan
kebiasaan lama.
5. Perjalanan kita menuju tempat ibadah, menuju tempat taklim akan menjadi saksi dan bisa
saja menjadi penentu yang krusial bagi akhir hayat kita.
6. Taubatnya diterima oleh Allah menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah.
7. Apabila kita terjerumus dalam kemaksiatan, hendaknya kita segera bertaubat. Jangan
hiraukan orang yang mengatakan bahwasanya taubat kita tidak akan diterima karena setan
ingin kita meninggal dalam keadaan tidak bertaubat.

Jika kita meninggal dalam keadaan tidak bertaubat maka kecelakaan bagi kita di akhirat.
Lihatlah seberapa besar dosa para penyiksa orang-orang mukmin itu, mereka kafir kepada
Allah, membunuh dan membakar wali-wali Allah, lebih dari itu mereka berlezat-lezat
menyaksikannya namun ternyata masih ditawari taubat oleh Allah. Namun jika mereka tidak
bertaubat maka bagi mereka azab neraka jahanam dan bagi mereka azab yang membakar. 

Al–jaza’ min jinsil  ‘amal, balasan itu sesuai dengan perbuatan. Seseorang


yang menyiksa kaum muminin dengan cara membakarnya maka di akhirat kelak dia akan
dibakar oleh Allah.

Kemudian Allah berfirman:

11.‫ات َت ْج ِري مِن َت ْحتِ َها اَأْل ْن َها ُر ۚ ٰ َذلِ َك ا ْل َف ْو ُز ا ْل َكبِي ُر‬
ٌ ‫ت لَ ُه ْم َج َّن‬ َّ ‫ِإنَّ الَّذِينَ آ َم ُنوا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صال َِحا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah kemenangan yang agung”

1. Allah menjelaskan bahwasanya meskipun orang-orang mukmin itu disiksa dan dibunuh,
sesungguhnya itu adalah kebaikan bagi mereka karena Allah ingin menyegerakan mereka
mendapatkan kelezatan dan kenikmatan dengan cara mematikan mereka daripada terus
hidup tanpa adanya kenikmatan yang mereka rasakan.
2. Allah berfirman:

‫اء َغ ْي ِر آسِ ٍن َوَأ ْن َها ٌر ِّمن َّل َب ٍن َّل ْم َي َت َغ َّي ْر َط ْع ُم ُه‬ٍ ‫َّم َثل ُ ا ْل َج َّن ِة الَّتِي ُوعِ دَ ا ْل ُم َّتقُونَ ۖ فِي َها َأ ْن َها ٌر ِّمن َّم‬
‫ص ًّفى‬ َ ‫س ٍل ُّم‬ َ ‫ار ِبينَ َوَأ ْن َها ٌر ِّمنْ َع‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ۖ وَأ ْن َها ٌر ِّمنْ َخ ْم ٍر لَّ َّذ ٍة ِّلل‬
َ
“Perumpamaan taman surga yang dijanjikan pada orang-orang yang bertakwa; disana ada sungai-
sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-
sungai khamr (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-
sungai madu yang murni.” (QS Muhammad : 15)

3. Dan tentunya ini hanyalah sekedar penamaan, hakikat yang sebenarnya tidak akan sama
antara madu dunia dengan madu akherat, tidak akan sama antara khamr dunia dan khamr
akherat, begitupun tidak akan sama antara susu dunia dengan susu akherat. Akan tetapi
demikianlah sungai-sungai yang ada di surga, sedikit gambaran yang Allah berikan kepada
kita.
4.  ‫ ٰ َذلِ َك ا ْل َف ْو ُز ا ْل َك ِبي ُر‬ini adalah petunjuk bahwa Allah memang telah ridho kepada orang-orang
mukmin yang telah memadukan antara iman dan amal. Dan yang terpenting bahwa
kemenangan sejati adalah Ketika sudah mendapatkan keridhoan Allah dan bukan Ketika
mendapatkan surga.
5. Ridho lebih tinggi dari cinta,
6. Orang yang mendapatkan ujian dengan dipaksa untuk kafir, lebih utama bagi mereka
untuk bersabar menerima kepahitan meskipun ia pun boleh untuk berpura-pura. Dan
perkataan mereka tidak akan dihitung karena termasuk udzur dan berhak menerima
rukhshoh

Kemudian Allah berfirman:

12. ‫شدِي ٌد‬ َ ‫ِإنَّ َب ْط‬


َ ‫ش َر ِّب َك َل‬
“Sesungguhnya, adzab Tuhanmu sangat pedih”

Allah juga berfirman dalam ayat yang lain:

‫ِي َظالِ َم ٌة ۚ ِإنَّ َأ ْخ َذهُ َألِي ٌم َشدِي ٌد‬ َ ‫َو َك ٰ َذل َِك َأ ْخ ُذ َرب‬
َ ‫ِّك ِإ َذا َأ َخ َذ ْالقُ َر ٰى َوه‬
“Dan demikianlah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat
zhalim. Sesungguhnya siksa-Nya sangat pedih, sangat berat.” (QS Hud : 102)

1. َ ‫ َب ْط‬bermakna pegangan allah ketika hendak mengazab. Digambarkan orang-orang kafir


‫ش‬
akan meronta-ronta ingin kabur. Mereka menyangka bisa kabur dengan usahanya.
Padahal Allah berfirman ;
ِ ‫اب ْٱل َح ِر‬
2. ‫يق‬ َ ‫وا َع َذ‬ ۟ ‫ُوا ِم ْن َها مِنْ َغ ٍّم ُأعِ ي ُد‬
G۟ ُ‫وا فِي َها َو ُذوق‬ ۟ ‫ُكلَّ َمٓا َأ َرا ُد ٓو ۟ا َأن َي ْخ ُرج‬
Artinya: Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya
mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), "Rasailah azab yang membakar ini".

3. Adzab Allah yang sangat pedih ini mencakup adzab di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat.
Kita -di dunia- sudah melihat berbagai macam kejadian yang menimpa orang-orang yang
sombong, orang-orang yang angkuh yang merasa dirinya hebat,
4. bagaimana Allah mematikan mereka, mereka meninggal dalam keadaan yang menyakitkan,
dan dalam keadaan tersiksa. Dan betapa banyak negeri-negeri yang hancur lebur karena
kesombongan yang meliputi diri mereka, kemudian Allah hancurkan mereka.

Kemudian Allah berfirman:

13. ‫ِإ َّن ُه ه َُو ُي ْب ِدُئ َو ُيعِي ُد‬


“Sesungguhnya, Dialah yang memulai dan mengulangi”
Ada 2 tafsiran di kalangan para ulama tentang maksud dari ayat ini.

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa Dialah Allah yang memulai penciptaan dan Dialah
yang akan mengulangi penciptaan tersebut dengan membangkitkan manusia pada hari
kiamat kelak.
2. Orang kafir selalu yakin bahwa setelah kematian tak mungkin manusia dibangkitkan semula.
Sebagaimana yang mereka katakana pada nabi hud.
٣٥ ۖ ‫اَ َي ِع ُد ُك ْم اَ َّن ُك ْم ِا َذا ِم ُّت ْم َو ُك ْن ُت ْم ُت َرابًا َّوعِ َظامًا اَ َّن ُك ْم م ُّْخ َرج ُْو َن‬
Adakah dia menjanjikan kepadamu bahwa apabila telah mati serta menjadi tanah dan tulang
belulang, kamu benar-benar akan dikeluarkan (dari kuburmu)?

۞ ٣٦ ۖ ‫ات لِ َما ُت ْو َع ُد ْو َن‬


َ ‫ات َه ْي َه‬
َ ‫َه ْي َه‬
Jauh, jauh sekali apa yang diancamkan kepadamu itu (dari kebenaran).

ُ ‫ِي ِااَّل َح َيا ُت َنا ال ُّد ْن َيا َنم ُْو‬


٣٧ ۖ ‫ت َو َنحْ َيا َو َما َنحْ نُ ِب َم ْبع ُْو ِثي َْن‬ َ ‫ِانْ ه‬
Ia (kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini. (Di sanalah) kita mati,
hidup,507) dan tidak akan dibangkitkan (lagi).

maka ada beberapa metode dalam Al-Qur’an yang Allah gunakan guna menjawab
keraguan manusia tentang kebangkitan

Yang pertama ; Allah bandingkan penciptaan manusia dengan penciptaan yang lebih besar
dan lebih rumit, seperti penciptaan langit.

َۧ ِ‫ض َو َل ْم َيعْ َي ِب َخ ْلق ِِهنَّ ِب ٰقد ٍِر َع ٰ ٓلى اَنْ يُّحْ ي‬ ِ ‫اَ َو َل ْم َي َر ْوا اَنَّ هّٰللا َ الَّ ِذيْ َخ َل َق الس َّٰم ٰو‬
َ ْ‫ت َوااْل َر‬
َ ‫ْال َم ْو ٰتى ۗ َب ٰ ٓلى ِا َّن ٗه َع ٰلى ُك ِّل‬
٣٣ ‫شيْ ٍء َق ِد ْي ٌر‬
Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan
bumi serta tidak merasa lelah karena menciptakannya, Dia kuasa untuk menghidupkan yang
mati? Tentu demikian. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (al -ahqaf)

metode kedua ; allah mejelaskan bagaimana Allah menciptakan manusia. Oleh karena siapa
yang mampu membuat sesuatu pasti mampu mengembalikan untuk kedua kalinya;

ْ‫ب ُث َّم ِمنْ ُّن ْط َف ٍة ُث َّم ِمن‬ ٍ ‫ث َف ِا َّنا َخ َل ْق ٰن ُك ْم مِّنْ ُت َرا‬ِ ْ‫ب م َِّن ْال َبع‬ ٍ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها ال َّناسُ ِانْ ُك ْن ُت ْم فِيْ َر ْي‬
‫َع َل َق ٍة ُث َّم ِمنْ مُّضْ َغ ٍة م َُّخلَّ َق ٍة وَّ َغي ِْر م َُخلَّ َق ٍة لِّ ُن َبي َِّن َل ُك ۗ ْم َو ُنقِرُّ فِى ااْل َرْ َح ِام َما َن َش ۤا ُء ا ٰ ِٓلى اَ َج ٍل‬
‫ش َّد ُك ۚ ْم َو ِم ْن ُك ْم مَّنْ ُّي َت َو ٰ ّفى َو ِم ْن ُك ْم مَّنْ ي َُّر ُّد ا ٰ ِٓلى اَرْ َذ ِل‬ُ َ‫ُّم َس ًّمى ُث َّم ُن ْخ ِر ُج ُك ْم طِ ْفاًل ُث َّم لِ َت ْبلُ ُغ ْٓوا ا‬
َ ْ‫ْال ُعم ُِر لِ َك ْياَل َيعْ َل َم ِم ۢنْ َبعْ ِد عِ ْل ٍم َش ْيـ ًۗٔا َو َت َرى ااْل َر‬
‫ض َهامِدَ ًة َف ِا َذٓا اَ ْن َز ْل َنا َع َل ْي َها ْال َم ۤا َء‬
٥ ‫ْج‬ ٍ ‫ت ِمنْ ُك ِّل َز ْو ۢ ٍج َب ِهي‬ ْ ‫ت َواَ ۢ ْن َب َت‬ ْ ‫اهْ َت َّز‬
ْ ‫ت َو َر َب‬
Wahai manusia, jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, sesungguhnya Kami telah
menciptakan (orang tua) kamu (Nabi Adam) dari tanah, kemudian (kamu sebagai
keturunannya Kami ciptakan) dari setetes mani, lalu segumpal darah, lalu segumpal daging,
baik kejadiannya sempurna maupun tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu (tanda
kekuasaan Kami dalam penciptaan). Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian, Kami mengeluarkanmu sebagai bayi, lalu
(Kami memeliharamu) hingga kamu mencapai usia dewasa. Di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (ada pula) yang dikembalikan ke umur yang sangat tua sehingga dia tidak
mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya (pikun). Kamu lihat bumi itu kering. Jika
Kami turunkan air (hujan) di atasnya, ia pun hidup dan menjadi subur serta menumbuhkan
berbagai jenis (tetumbuhan) yang indah.

Mengulang penciptaan lebih mudah daripada menciptakan dari ketiadaan.

ِ ‫َوه َُو الَّ ِذيْ َيبْدَُؤ ا ْال َخ ْل َق ُث َّم ُي ِع ْي ُدهٗ َوه َُو اَهْ َونُ َع َل ْي ۗ ِه َو َل ُه ْال َم َث ُل ااْل َعْ ٰلى فِى الس َّٰم ٰو‬
‫ت‬
٢٧ ࣖ ‫ض َوه َُو ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ُم‬ ۚ ِ ْ‫َوااْل َر‬
Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengembalikannya (menghidupkannya) lagi
(setelah kehancurannya). (Hal) Itu lebih mudah bagi-Nya. Milik-Nyalah sifat yang tertinggi di
langit dan di bumi. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

 Metode ketiga ; Allah pun menunjukan kekuasaannya dengan menghidupkan Sebagian org yang
telah mati Ketika didunia.

Kemudian Allah berfirman:

14. ‫َوه َُو ا ْل َغفُو ُر ا ْل َودُو ُد‬


“Dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”
Diantara sifat Allah adalah sifat ghufran yaitu sifat mengampuni, sehingga salah satu nama Allah
adalah Al-Ghafur yaitu Yang Maha Mengampuni. Diambil dari kata maghfirah yang dalam bahasa
arab bermakna menutupi dan melindungi.

1. Jika kita memohon maghfirah kepada Allah itu artinya kita memohon agar Allah tidak
membuka aib kita dan di akherat Allah tidak menampakkannya ke khalayak ramai dan juga
agar Allah tidak menimpakan kita akibat buruk dosa kita.
2. berdoa astaghfirullah wa atubu ilaika, maka doa ini mencakup taubat dan maghfirah,
dimana taubat lebih dikhusususkan untuk pengampunan dosa, adapun maghfirah lebih
dikhususkan agar aib-aib kita ditutupi baik di dunia maupun di akhirat.

Ibnu Rojab al-Hanbali berkata :

‫ب َم َع سِ ْت ِر َها‬ ُّ ِّ‫ِي ِو َقا َي ُة َشر‬


ِ ‫الذ ُنو‬ َ ‫ ه‬:ُ‫ َو ْال َم ْغف َِرة‬،ِ‫ َطلَبُ ْال َم ْغف َِرة‬G:‫َوااِل سْ ت ِْغ َفا ُر‬
“Istighfar adalah memohon maghfiroh, dan maghfiroh adalah menjaga dari akibat buruknya dosa
disertai dengan tertutupnya dosa” (Jaami al-‘Uluum wa al-Hikam 2/407)

Jadi istighfar bukan hanya meminta agar dosa kita tertutup saja. Ibnul Qoyyim berkata tentang
istighfar:

3. Sesungguhnya diantara rahmat Allah adalah Allah menutupi aib-aib dan dosa-dosa kita.
Apabila kita dimuliakan orang lain, kita dihormati orang lain, semua itu bukan karena
kemuliaan dan bukan pula karena amal kebajikan kita, tetapi karena aib kita yang tidak
dibuka oleh Allah.

Seandainya satu saja aib kita dibuka oleh Allah niscaya tidak akan ada yang mau dekat dengan kita.
Sebagaimana perkataan Muhammad bin Wasi’ rahimahullah:

‫س ِإلَيَّ َأ َح ٌد‬ ِ ‫ان ل ُِّلذ ُن ْو‬


َ َ‫ب ِر ْي ٌح َما َجل‬ َ ‫لَ ْو َك‬
“Kalau seandainya dosa-dosa itu ada baunya, niscaya tidak seorangpun yang akan duduk dekat
denganku.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/120)

Berkata pula salah seorang penyair:

‫َأَل َبى ال َساَل َم َع َليَّ َمنْ َي ْل َقانِي‬   ْ‫هللا َل ْو َعلِم ُْوا َق ِبي َْح َس ِري َْر ِتي‬
ِ ‫َو‬
“Demi Allah seandainya mereka mengetahui hakekat rahasiaku tatkala aku bersendirian, maka
setiap orang yang bertemu denganku tidak akan mau memberi salam kepadaku.” (Nuniyah Al-
Qahthany)

4. Para ulama mengatakan bahwa suatu saat aib seorang hamba dibuka biasanya itu adalah
pertanda bahwa ia terlalu sering melakukan aib tersebut.

Karena ketika seorang hamba melakukan keburukan pertama kali, maka biasanya dosanya akan
ditutupi oleh Allah terlebih dahulu, biasanya tidak ada yang langsung dibuka. Namun jika dia terus-
menerus dan tidak berhenti melakukan kemaksiatan tersebut maka suatu saat aibnya tersebut akan
dibuka oleh Allah.

dan Al-Wadud yaitu Maha Mencintai orang-orang yang beriman kepada Allah.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan bahwasanya ayat ini adalah bantahan
kepada orang-orang yang menganggap kalau seorang hamba yang bermaksiat kemudian
bertaubat maka dia tidak akan dicintai oleh Allah.

Tetapi barang siapa yang berdosa kemudian bertaubat kepada Allah maka taubatnya akan diterima
oleh Allah lalu Allah akan kembali mencintainya. Itulah rahasia digandengkannya antara ‫’‘ ْالغَ فُو ُر‬Yang
Maha Pengampun’’ dan ‫’‘ ْال َودُو ُد‬Yang Maha Mencintai’’ (Lihat Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 918)

Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

‫ت ِم ْن ُه‬ ْ ‫ض َفالَ ٍة َفا ْن َف َل َت‬ ِ ْ‫ان َع َلى َرا ِح َل ِت ِه ِبَأر‬ َ ‫ِين َي ُتوبُ ِإ َل ْي ِه ِمنْ َأ َح ِد ُك ْم َك‬َ ‫هَّلَل ُ َأ َش ُّد َف َرحً ا ِب َت ْو َب ِة َع ْب ِد ِه ح‬
‫س ِمنْ َرا ِح َل ِت ِه َف َب ْي َنا‬ َ ‫س ِم ْن َها َفَأ َتى َش َج َر ًة َفاضْ َط َج َع فِى ظِ لِّ َها َق ْد َأ ِي‬ َ ‫َو َع َل ْي َها َط َعا ُم ُه َو َش َرا ُب ُه َفَأ ِي‬
‫ت َع ْبدِى َوَأ َنا‬ َ ‫ه َُو َك َذل َِك ِإ َذا ه َُو ِب َها َقاِئ َم ًة عِ ْندَ هُ َفَأ َخ َذ ِب ِخ َطا ِم َها ُث َّم َقا َل ِمنْ شِ َّد ِة ْال َف َر ِح اللَّ ُه َّم َأ ْن‬
‫َأ ْخ َطَأ ِمنْ شِ َّد ِة ْال َف َر ِح‬.‫ُّك‬
َ ‫َرب‬
“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya
melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di
suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari
meninggalkannya. Padahal pada hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan
minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan
tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika
ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya.
Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah
Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.” (HR. Muslim no. 2747).

Orang ini sangat gembira karena dia menyangka bahwasanya dirinya akan meninggal tetapi ternyata
selamat. Namun Allah lebih gembira dengan taubatnya seorang hamba daripada gembiranya orang
ini.

5. Oleh karena itu, jika seseorang berdosa maka hendaknya segera bertaubat kepada Allah.
Bahkan ketika dia kembali melakukan dosa yang dahulu juga pernah dilakukannya.
Hendaknya dia tidak suudzan kepada Allah, ketika dia mulai ragu dan suudzan kepada Allah
maka dia telah dimasuki oleh syaithan. Syaithan ingin agar dia meninggal dalam keadaan
tidak bertaubat kepada Allah.

Kemudian Allah berfirman:


15. ِ ‫ُذو ا ْل َع ْر‬
‫ش ا ْل َم ِجي ُد‬
“Yang memiliki ‘Arsy, lagi Maha Mulia”
Diantara aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yaitu meyakini bahwasanya Allah punya ‘Arsy. Patut
diketahui bahwa ‘Arsy bukanlah bermakna kekuasaan Allah tetapi ‘Arsy merupakan singgasana yang
hakiki. Dan singgasana Allah ini akan dipikul oleh delapan malaikat pada hari kiamat kelak. Allah
berfirman:

‫ِّك َف ْو َق ُه ْم َي ْومَِئ ٍذ َث َما ِن َي ٌة‬ َ ْ‫ك َعلَ ٰى َأرْ َجاِئ َها ۚ َو َيحْ ِم ُل َعر‬
َ ‫ش َرب‬ ُ َ‫َو ْال َمل‬
“Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit. Pada hari itu delapan malaikat menjunjung
‘Arsy (singgasana) Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (QS Al-Haqqah : 17)

Intinya ‘Arsy adalah singgasana Allah yang sangat besar, kita tidak mengetahui bagaimana
hakikatnya. Pada hari kiamat kelak ‘Arsy akan dipikul oleh delapan malaikat Allah. Padahal malaikat
itu sendiri adalah makhluk Allah yang sangat besar. Disebutkan dalam satu hadist, Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ِ‫ة ُأ ُذ ِن ِه ِإلَى َعا ِتقِ ِه مَس‬Gِ ‫ ِإنَّ َما َبي َْن َشحْ َم‬،‫ش‬
‫يرةُ َسب ِْع ِماَئ ِة َع ٍام‬ َ ‫ُأذ َِن لِي َأنْ ُأ َح ِّد‬
ِ ْ‫ث َعنْ َملَكٍ مِنْ َماَل ِئ َك ِة هَّللا ِ مِنْ َح َملَ ِة ْال َعر‬
“Telah diizinkan bagiku untuk menceritakan tentang seorang malaikat diantara malaikat-malaikat
pemikul  ‘Arsy. Sesungguhnya apa yang ada diantara dua  daun  telinganya sampai ke pundaknya
adalah sejauh perjalanan  700  tahun.” (HR Abu Dawud no. 4727 dishahihkan oleh Al-Albani dalam
As-Shahihah no 151)

Ini adalah gambaran yang amat menakjubkan. Jarak antara daun telinganya saja dengan pundaknya
sejauh perjalanan 700 tahun. Bagaimana dengan jarak antara kepala hingga kakinya, jarak antara
sayap-sayapnya, jarak antara satu malaikat dengan malaikat lainnya. Bahkan At-Thibi berkata bahwa
angka 700 ini bukan untuk pembatasan akan tetapi untuk menunjukan jumlah yang sangat banyak.
(lihat Faidul Qodiir 1/458). Karena orang Arab jika ingin mengungkapan jumlah yang banyak dengan
untkapan 70 atau 700. Semua ini menunjukkan ‘Arsy Allah begitu luas. Kita saksikan betapa luasnya
langit, padahal ‘Arsy itu lebih luas daripada langit.

Kemudian Allah berfirman:


16. ‫َف َّعال ٌ لِ َما ُي ِري ُد‬
‘’Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya’’

1. Allah lah satu-satunya yang jika berkehendak maka tinggal berkata ‘’Kun’’ (jadilah)
‘’Fayakuun’’ (maka terjadilah).
2. Allah tidak membutuhkan penolong sama sekali dan tidak ada yang menentang sama sekali.
Hal ini berbeda dengan manusia, jika berkehendak sesuatu biasanya perlu penolong dan
biasanya ada yang menentang, tidak bisa berkehendak secara mutlaq. (lihat Taisiir Al-Kariim
Ar-Rahmaan hal 918).

Setelah itu Allah menyebutkan sebagian tindakan Allah yang


menunjukan akan kebenaran para Rasul-Nya. Allah berfirman :
17. ُ ‫َهلْ َأ َتا َك َحد‬
‫ِيث ا ْل ُج ُنو ِد‬
“Sudahkah sampai kepadamu berita tentang bala tentara
(penentang)”
18. َ‫ف ِْر َع ْونَ َو َث ُمود‬
“(yaitu) Fir’aun dan Tsamud?”
Bagaimana mereka telah mendustakan para Rasul-Nya, maka
Allahpun membinasakan mereka.
19. ٍ ‫َب ِل الَّذِينَ َك َف ُروا فِي َت ْكذِي‬
‫ب‬
“Memang orang-orang kafir (selalu) mendustakan”
1. Mereka terus mendustakan padahal telah datang banyak peringatan dan pelajaran serta
tanda-tanda kebesaran Allah. Semua itu tidak bermanfaat bagi mereka, mereka tetap
tidak beriman.
2. Mereka tidak mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa.
3. Zaman sekarang bila terjadi bencana besar, banyak orang tidak perduli dengan campur
tangan Allah. Dan lebih mengedepankan factor ‘kebetulan’ atau kehendak alam. Padahal
siapa yang mengatur alam semesta ini?

20. ‫َوهَّللا ُ مِن َو َراِئ ِهم ُّمحِي ٌط‬

“Padahal Allah mengepung dari belakang mereka (sehingga tidak dapat lolos)”

Yaitu ilmu Allah dan kekuasaan-Nya meliputi mereka.

21. ‫َبلْ ه َُو ُق ْرآنٌ َّم ِجي ٌد‬

“Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Quran yang mulia (luas)”

‫ َّم ِجي ٌد‬ Mengandung sifat ُ‫ا ْل َم ْجد‬ al-Majd, yaitu Al-Qur’an luas kandungan maknanya dan luas ilmu dan
kebaikannya.

22. ٍ‫ح َّم ْحفُوظ‬


ٍ ‫فِي لَ ْو‬
“yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauh Mahfuzh)”

Sehingga terjaga dari perubahan dan pengurangan, serta terjaga dari syaitan.

Anda mungkin juga menyukai