Anda di halaman 1dari 4

A.

    Pengertian Nasikh Mansukh


Secara etimologi, Nasikh mempunyai beberapa pengertian, yaitu antara lain penghilangan
(izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil), dan pemindahan (naql).  Adapun secara
etimologi para ulama’ dalam mendefinisikan nasikh, kendatipun dengan redaksi yang sedikit
berbeda, bahwa kata ini telah melewati berbagai perkembangan sehingga sampai menjadi arti
khusus yang sekarang ini, tetapi masih dengan pengertian sama. Jadi Nasikh adalah sesuatu yang
menghilangkan, menggantikan, mengubah, dan memindahkan.
Mansukh adalah sesuatu yang dihilangkan, dibatalkan, digantikan, dihapus, dipindahkan,
dan diubah. Sedangkan menurut istilah nasikh wa mansukh adalah pengalihan atau pemindahan
hukum syara’ dengan hukum syara’ yang lain; yang datang kemudian.

Adapun pengertian dari naskh. Naskh secara izalah (menghilangkan), dan secara bahasa,
naskh berarti pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, dan lainnya.
Dengan demikian naskh (menghapus) karena menghapus dan menggantikan hukum yang awal
turun sedangkan hukum yang pertama disebut sebagai al mansukh (yang terhapus). Sementara
itu penghapusan hukum tersebut dinamakan al naskh. Jadi, ketentuan yang datang kemudian
menghapus ketentuan atau hukum yang datang sebelumnya. Hal ini di karenakan yang terakhir di
pandang lebih luas dan lebih sesuai. Akan tetapi ketentuan tersebut juga harus melalui prosedur
persyaratan dari naskh dan mansukh.
Menurut Az-Zarkazi, yang di nasakh atau dihapus adalah ayat-ayat Makkiyah, sedang yang
menasakh adalah ayat-ayat Madaniyah. Pemahaman didasarkan pada Makkiyah itu sebagai ayat
yang turun pertama dalam ukuran waktu, dan Madaniyah yang kedua, maka yang pertama yang
dinasakh, dan yang kedua yang menasakh. Namun tidak berarti setiap yang turun di Mekkah di
nasakh oleh yang turun di Madinah. Prinsip penghapusan itu dilakukan jika antara ayat yang
turun di Mekkah dan Madinah terjadi kontradiksi.
Contoh dari pengertian diatas misalnya: matahari menghilangkan bayang-bayang; dan
angin menghapus jejak perjalanan. Kata naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan
sesuatu dari suatu tempat ke tempat yang lain. Misalnya artinya saya memindahkan (menyalin)
apa yang ada dalam buku.
Dapat disimpulkan, nasakh berarti menghilangkan, meniadakan, dan mengganti. Sementara
Mansukh, adalah sesuatu yang dihilangkan, dibatalkan, digantikan, dihapus, dipindahkan, dan
diubah.
B.     Syarat-syarat Naskh
1. Hukum yang mansūkh (dihapus) adalah hukum syara’.
2. Dalil nāsikh harus datang lebih dulu daripada mansūkh .
3. Khit{ab yang mansūkh hukumnya tidak terikat dengan waktu.

C.    Pembagian Naskh


Naskh dibagi menjadi tiga ;
1.       Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Contoh: Dinasakhnya hukum tentang ‘iddah dengan haul (setahun) menjadi empat bulan sepuluh
hari.
‫َاح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما‬ ٍ ‫صيَّةً أِل َ ْز َوا ِج ِه ْم َمتَاعًا إِلَى ْال َحوْ ِل َغ ْي َر إِ ْخ َر‬
َ ‫اج فَإ ِ ْن خَ َرجْ نَ فَاَل ُجن‬ ِ ‫َوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا َو‬
[ ٢٤٠ : ‫َزي ٌز َح ِكي ٌم ]البقرة‬ ٍ ‫فَ َع ْلنَ فِي أَ ْنفُ ِس ِه َّن ِم ْن َم ْعر‬
ِ ‫ُوف َوهَّللا ُ ع‬
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada
dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang
ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Baqarah
[2]: 240)1[2]

‫َوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن أَرْ بَ َعةَ أَ ْشه ٍُر َو َع ْشرًا‬
ِ ‫فَإ ِ َذا بَلَ ْغنَ أَ َجلَه َُّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما فَ َع ْلنَ فِي أَ ْنفُ ِس ِه َّن بِ ْال َم ْعر‬
[ ٢٣٤ : ‫ُوف َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِيرٌ] البقرة‬
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat . (QS.Al-Baqarah [2]: 234)2[3]

2.      Nasakh as-Sunnah dengan as-Sunnah Hadith mutawatir dan ahad dinasakh oleh hadits
mutawatir, dan hadits ahad dinasakh oleh hadith ahad.
Contoh:
‫ار ِة ْالقُبُوْ ِر أَالَ فَ ُزوْ رُوْ هَا‬ ُ ‫ُك ْن‬
َ َ‫م ع َْن ِزي‬€ْ ‫ت نَهَ ْيتُ ُك‬
“Dahulu aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah”
ُ‫ب الرَّابِ َع ِة فَا ْقتُلُوْ ه‬
َ ْ‫فَإ ِ ْن ُشر‬
“Apabila dia minum (khamar) keempat kalinya maka bunuhlah”

Dinasakh oleh hadith:


ُ‫أَنَّهُ ُح ِم َل إِلَ ْي ِه َم ْن َش ِربَهَا الرَّابِ َعةَ فَلَ ْم يَ ْقتُ ْله‬
Sesungguhnya dibawa kepada Rasul orang yang minum khamr keempat
kalinya, tetapi rasul tidak membunuhnya. Sabda Rasululah:

‫ضا ِحي ِألَجْ ِل ال َّدا فَ ِة فَا َّد ِخرُوْ هَا‬


َ َ‫ار ل ُح ُو ِم ْاأل‬ ُ ‫ُك ْن‬
ِ ‫ت نَهَ ْيتُ ُك ْم َع ِن ا َّد َخ‬

2
Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging kurban karena ada golongan yang
membutuhkan, maka sekarang simpanlah.

3.      Nasakh as-Sunnah Oleh al-Qur’an


Menghadap Baitul Maqdis telah dinasakh al-Qur’an:
ْ ‫ضاهَا فَ َو ِّل َوجْ هَكَ َش‬
ُ ‫ط َر ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام َو َحي‬
‫وهَ ُك ْم‬€€‫ا ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوا ُو ُج‬€€‫ْث َم‬ َ ْ‫ك قِ ْبلَةً تَر‬ َ َّ‫ك فِي ال َّس َما ِء فَلَنُ َولِّيَن‬
َ ‫ب َوجْ ِه‬ َ ُّ‫قَ ْد ن ََرى تَقَل‬
ُ ‫هَّللا‬
]١٤٤: ‫ق ِم ْن َربِّ ِه ْم َو َما ُ بِغَافِ ٍل َع َّما يَ ْع َملونَ [البقرة‬ ْ َ
ُّ ‫َاب لَيَ ْعلَ ُمونَ أنَّهُ ال َح‬ ْ ُ َّ
َ ‫ط َرهُ َوإِ َّن ال ِذينَ أوتُوا ال ِكت‬ ْ ‫َش‬
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 144).
D.    Manfaat dari Mempelajari Nasikh dan Mansukh
Adanya nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur’an itu sendiri
dan tujuan yang ingin dicapainya. Turunnya kitab suci Al-Qur’an tidak terjadi sekaligus, tapi
berangsur-angsur dalam waktu 20 tahun lebih.
Al-Maraghi secara lebih tegas mengemukakan hikmah adanya nasakh dalam al-Qur’an. Ia
menyatakan bahwasannya, hukum-hukum tidak diundangkan kecuali untuk kemashlahatan
manusia, dan hal ini dapat berubah atau berbeda, akibat perbedaan waktu dan tempat, sehingga
apabila ada suatu hukum yang diundangkan pada suatu waktu karena adanya kebutuhan tersebut,
maka hal ini merupakan suatu tindakan bijaksana apabila ia dinasakh dan diganti dengan hukum
yang sesuai dengan kebutuhan berikutnya. Dengan demikian, maka akan menjadi lebih baik dari
hukum semula, atau setidaknya sama dengan hukum yang dinasakh dari segi manfaatnya bagi
hamba-hamba Allah.
Adapun manfaat mempelajari nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an secara terperinci
sebagai berikut.
1.      Memelihara kepentingan hamba dan kemaslahatan hamba.
2.      Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
3.      Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan
perkembangan kondisi umat manusia.
4.      Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal yang
lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan
maka ia mengundang kemudahan dan keringanan.
5.      Menunjukkan bahwa syariat Islam yang diajarkan Rasulullah adalah syariat yang paling
sempurna, yang telah menghapus syariat-syariat dari agama sebelumnya. Karena syariat Islam
telah mencakup ajaran-ajaran sebelumnya.
6.      Untuk menguji umat Islam dengan perubahan hukum, apakah dengan perubahan ini mereka
masih taat atau sebaliknya.
7.      Agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur. Sebagaimana perkataan Ali r.a
kepada seorang hakim. Yang artinya: Diriwayatkan, Ali pada suatu hari melewati seorang
hakim lalu bertanya: Apakah kamu mengetahui Nasakh dan Mansukh? “tidak” jawab hakim itu,
maka kata Ali “celakalah kamu, dan kamu mencelakakan orang lain.”

Selain memberikan manfaat ketika mempelajari nasikh dan mansukh, terdapat beberapa
rintangan dalam memahami Al-qur’an dan menafsirkannya adalah dakwaan adanya nasakh
(penghapusan hukum) suatu ayat Al-qur’an, tanpa adanya bukti yang meyakinkan dan
mewajibkan nasakh itu. Allah SWT menurunkan kitab suci ini agar diamalkan isinya, perintah-
perintahnya dijalankan, larangannya dijauhi, dan hududnya tidak dilanggar. Seperti firman Allah
SWT setelah membicarakan talak dan khulu’
“….itulah hukum-hukum Allah maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim”. (Al-Baqarah:229)
Seperti diketahui ada tiga kecenderungan dalam masalah ini semenjak lama salah satunya
yaitu ada yang meluaskan diri dalam mengklaim adanya nasakh dan mansukh dalam Al-qur’an
dan berpendapat bahwa ayat sekian dalam surat sekian di nasakh, sementara tidak ada dalil yang
kuat terhadap penasakhan itu.
Untuk itulah, sebagai umat muslim di era ini, sebaiknya pandai dalam menempatkan diri
pada nasakh yang terbukti kebenarannya.

Anda mungkin juga menyukai