Disusun Oleh :
1. Ari Firmansyah
2. Achmad Al Qhozali Koenang
3. Afif Oktaviana
4. Lulu Satriani
Puji dan syukur kita panjatkan Allah SWT, karena dengan berkat rahmat dan
hidayahNya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen Lc Dony Burhan Noor Hasan,
M.A yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami, dan tidak luput juga kami
ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman yang ikut menyumbang pikirannya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami memohon maaf kepada bapak dosen Lc Dony Burhan Noor Hasan, M.A khususnya
dan umumnya kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, kami mengharap kritik dan
sarannya yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan…………………………………………………………………………10
Daftar Pustaka……………………………………………………………………..11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan demikian dapat dipahami bahwa nasikh mansukh terjadi karena Al-qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya. Oleh karena itu
untuk mengetahui Al-Qur’an dengan baik harus mengetahui ilmu nasikh mansukh dalam Al-
qur’an.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
B. Syarat-syarat Naskh
C. Pembagian Naskh
Contoh: Dinasakhnya hukum tentang ‘iddah dengan haul (setahun) menjadi empat bulan sepuluh
hari.
ا فَ َع ْلنَ فِيQQاح َعلَ ْي ُك ْم فِي َمQ ٍ صيَّةً أِل َ ْز َوا ِج ِه ْم َمتَاعًا إِلَى ْال َحوْ ِل َغي َْر إِ ْخ َر
َ Qَاج فَإ ِ ْن َخ َرجْ نَ فَاَل ُجن ِ َوالَّ ِذينَ يُت ََوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا َو
٢٤٠ : َزي ٌز َح ِكي ٌم ]البقرة ٍ [ أَ ْنفُ ِس ِه َّن ِم ْن َم ْعر
ِ ُوف َوهَّللا ُ ع
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada
dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf
terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
َوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن أَرْ بَ َعةَ أَ ْشه ٍُر َو َع ْشرًا
ِ [ فَإ ِ َذا بَلَ ْغنَ أَ َجلَه َُّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما فَ َع ْلنَ فِي أَ ْنفُ ِس ِه َّن بِ ْال َم ْعر
٢٣٤ : ُوف َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِيرٌ] البقرة
Contoh:
م ع َْن ِزيَا َر ِة ْالقُبُوْ ِر أَالَ فَ ُزوْ رُوْ هَاQْ ت نَهَ ْيتُ ُك
ُ ُك ْن
“Dahulu aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah”
Sesungguhnya dibawa kepada Rasul orang yang minum khamr keempat kalinya,
tetapi rasul tidak membunuhnya. Sabda Rasululah:
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.
Dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-
orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah
dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 144)[4]
A. Macam-Macam Nāsikh dalam al-Qur’an
1. Penghapusan terhadap hukum dan bacaan. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak
dibenarkan dibaca dan tidak dibenarkan diamalkan. Misalnya riwayat Bukha>ri dan Muslim,
yaitu hadits ‘Aisyah ra.
ُرأQ
َ Q(وه َُّن ِم َّما يُ ْق ٍ س َم ْعلُوْ َما
َ لمQQ فَتُ ُوفِّ َي َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وس.ت ِ ت َم ْعلُوْ َما
ٍ ت يُ َح ِّر ْمنَ فَنُ ِس ْخنَ بِ َخ ْم َ َكانَ فِ ْي َما أُ ْن ِز َل َع َش ُر َر
ٍ ض َعا
) ِمنَ ْالقُرْ أَ ِن.
“Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat al-Qur’an) adalah sepuluh isapan menyusu yang
diketahui, kemudian dinasakh oleh lima (isapan menyusu) yang diketahui. Seteah Rasulullah
wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagai bagian al-Qur’an.”
Maksudnya, mula-mula dua orang yang berlainan ibu sudah dianggap bersaudara apabila salah
seorang di antara keduanya menyusu kepada ibu salah seorang di antara mereka sebanyak
sepuluh isapan. Ketetapan sepuluh isapan kemudian dināsikh menjadi lima isapan. Ayat tentang
sepuluh atau lima isapan dalam menyusu karena baik bacaannya maupun hukumnya telah
dināsikh.[5]
2. Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada. Misalnya ayat
tentang mendahulukan sedekah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul,
hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tidak memperoleh (yang akan
disedahkan) maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. al-
Mujadalah [58]: 12)[6]
Ayat ini di- nāsikh oleh surat yang sama ayat: 13:
ُوْ لَهُ َوهللاQQصلَوةَ واَتُوْ ا ال َّز َكوةَ َواَ ِط ْيعُوْ ا هللاَ َو َر ُس َ ت فَا ِ ْذ لَ ْم تَ ْف َعلُوْ ا َوت
َّ َاب هللاُ َعلَ ْي ُك ْم فَاَقِ ْي ُموْ ا ال َّ أَاَ ْشفَ ْقتُ ْم اَ ْن تُقَ ِّد ُموْ ا بَ ْينَ يَ َد
َ ي نَجْ َوا ُك ْم
ٍ ص َدقَا
َخَ بِ ْي ٌر بِ َما تَ ْع َملُوْ ن.
[۱۳: ]المجادلة
“Apabila kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum
pembicaraan dengan Rasul? maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi
tobat kepadamu, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan
Rasulnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Muja>dalah [58]: 13).
[7]
3. Penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh ayat
rajam, mula-mula ayat rajam ini terbilang ayat al-Qur’an. Ayat yang dinyatakan mansūkh
bacaannya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah:
“Jika seorang pria tua dan wanita tua berzina, maka rajamlah keduanya”.
Cerita tentang ayat orang tua berzina di atas diturunkan berdasarkan riwayat Ubay bin Ka’ab bin
Abu Umamah bin Sahl menurunkan bunyi yang bernada mengenai ayat yang dianggap
bacaannya mansūkh itu. Umamah mengatakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan kami
membaca ayat rajam:
“Seorang peria tua dan seorang wanita tua, rajamlah mereka lantaran apa yang mereka perbuat
dalam bentuk kelezatan (zina).”[8]
Manna>’ Al-Qat}t}an menetapkan tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat
dikatakan nāsikh (menghapus) ayat lain mansūkh (dihapus). Ketiga dasar adalah:
1. Melalui pentransmisian yang jelas (an-naql al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya, seperti
hadis yang artinya:Aku dulu melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah.
2. Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini nāsikh dan ayat itu mansūkh
3. Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut nāsikh, dan
mana yang duluan turun, sehingga disebut mansūkh Al-Qat}t}an menambahkan bahwa nāsikh
tidak bisa ditetapkan melalui prosedur ijtihad, pendapat ahli tafsir, karena adanya kontradiksi
antara beberapa dalil bila dilihat dari lahirnya, atau belakangnya keislaman salah seorang dari
pembawa riwayat.
Terdapat beberapa pendapat mengenai ayat-ayat Alquran yang dianggap mansūkh di antaranya
menurut al Nahas (388 H) jumlah ayat yang dianggap mansūkh berjumlah 100 buah. Keseratus
ayat Allah itu dianggap Al Nahas berlawanan dengan ayat-ayat lainnya. Setelah diteliti ternyata
hukumnya tidak berlaku lagi. Akan tetapi, rupanya tak semua ulama setuju dengan vonis Nahas
itu. Maka jauh kebelakang setelah Al Nahas, seorang ulama lain berasal dari provinsi Ashut}
(karena dijuluki Al Suyut}iy) menghitung ulang ayat-ayat yang telah batal hukumnya itu. Al
Suyut}iy berusaha mengkompromikan ayat-ayat yang dipandang mansūkh dengan yang
dianggap nāsikh. Kesimpulan Suyut}iy, ada 20 ayat yang terpaksa dinyatakan mansūkh.
Adapun pendapat lain yang datang dari Al Shaukaniy yang hidup sampai dengan tahun 1250 H
melihat 12 ayat yang dianggap Suyut}i tak mungkin digabungkan ternyata olehnya bisa. Maka
jadilah hitungan ayat mansūkh menurut Shaukaniy hanya 8 buah.[9]
Contoh :
ْ ُّق َو ْال َم ْغ ِر ۚبُ فَأ َ ْينَ َما تُ َول
وا فَثَ َّم َوجْ هُ ٱهَّلل ۚ ِ إِ َّن ٱهَّلل َ َوا ِس ٌع َعلِي ٌم ُ َوهَّلِل ِ ْال َم ْش ِر
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.[10]
Ayat ini dianggap mansūkh. Menurut satu riwayat yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas,
dikatakan bahwa nāsikh (yang me-nasakh)nya adalah:
ْ QQQوهَ ُك ْم َشQQQُوا ُوج
ۚ : رةQQQ [البق....ُط َره ْ ُّا ُكنتُ ْم فَ َولQQQْث َم
ُ َو َحي
] ١٥٠
“Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya”. [11]
Riwayat turunnya ayat 115 al-Baqarah – seperti dikisahkan Al Wah}idiy Al Nisaburiy dalam
Asbab Al Nuzid wa Bihamishihi Al Na>sikh wa Al Mansūkh - demikian: “Setiap kali Nabi
Muhammad mengerjakan salat, wajahnya menengadah ke langit dan berseru: “Wahai Jibril,
sampai kapankah daku salat menghadap ke kiblat orang Yahudi.” Mendengar keluhan
Rasulullah, Jibril hanya mampu berucap: “Aku hanyalah hamba yang diperintah. Tanyalah
Tuhanmu.” Tiba-tiba saja turun ayat 115, al-Baqarah ini.
Berdasarkan asbabu Al nuzu>l, perubahan kiblat dari Bait Al Maqdis disebabkan kerisian Nabi,
karena mengikuti kiblat orang Yahudi. Kerisian Nabi mendorong beliau mengadu kepada Jibril.
Tapi sayang, Jibril tidak berdaya. Karena seperti diakui Jibril sendiri, dia hanyalah pesuruh.
Keluhan Nabi Muhammad ini ditanggapi Allah dan turunlah ayat 150 surat al-Baqarah. Padahal
bila diperiksa ayat Alquran sebelumnya jelas-jelas dinyatakan bahwa perubahan kiblat itu
berdasar kehendak Allah dan semata-mata karena kemaslahatan yang hanya diketahui Allah dan
perubahan itu bertujuan untuk menguji kadar kesetiaan pengikut Rasulullah.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Naskh adalah menghapus hukum syara’ dengan dalil/khitab syara’ yang lain. Naskh terdiri
dari; adanya pernyataan yang menunjukkan terjadi pembatalan hukum yang telah ada, harus ada
nāsikh, harus ada mansūkh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya. Dalam menghapus
hukum shara’ tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni : Hukum yang mansūkh
(dihapus) adalah hukum shara’, Dalil naskh harus datang lebih dulu daripada mansūkh, khitab
yang mansūkh hukumnya tidak terikat dengan waktu. Dalam cakupannya naskh dibagi menjadi
tiga, antara lain : Naskh quran dengan quran, naskh sunnah dengan sunnah, naskh sunnah dengan
quran. Terdapat beberapa pendapat mengenai ayat yang mansūkh. Di antaranya, pendapat
mengenai jumlah ayat dan ayat tersebut. al Nahas berpendapat jumlah ayat yang dimansūkh
berjumlah 100 ayat. Suyuṭiy berpendapat terdapat 20 ayat, sedangkan Al Shaukaniy berpendapat
8 ayat.
Saran
Saya sangat menyadari bahwa terdapat begitu banyak kekurangan dalam makalah yang
susun. Maka dari itu, saya dengan sangat lapang menerima kritikan yang membuat makalah ini
kedepannya lebih mudah di fahami.
Dan saya sangat berharap bahwa pembaca akan mengambil hal positif dari makalah yang
saya susun ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qat{t{an, Manna>’ Khali>l. Studi Ilmu-ilmu Quran. Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa,
2014.
Haris, Abdul . “Nasikh dan Mansukh dalam Alquran”. Tajdid, (2014), XIII: 205-206.
Hermawan, Acep. Ulumul Quran untuk Memahami Wahyu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011.
[1] Abdul haris, “Nasikh dan Mansukh dalam Alquran”, Tajdid, Vol. XIII No. 1, Januari-Juni
2014, 205-206.
[5] Anwar Rosihon, Ulūm Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 175.
[7] Ibid.,176.
[8] Ibid.,177.
[9] Acep Hermawan, ‘Ulūmul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), 182.