Anda di halaman 1dari 7

NASIKH -MANSUKH

Adalah salah satu kajian Ulum al-Qur'an, lahir karena keberadaan ayat Al-Qur'an yang
seringkali terlihat bertentangan satu sama lain. Pembahasannya telah melahirkan pro dan
kontra di antara para ulama', dan hal itu sulit dikompromikan. Oleh karena itu mereka
menerima teori nasikh (penghapusan) dalam Al-Qur'an. Sebaliknya, para ulama' yang
berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut dapat dikompromikan keseluruhannya, tidak mengakui
teori nasikh (penghapusan).
Melihat keberadaan berangkatnya sebagaimana tersebut di atas, sehingga kajian
nasikh (pengapusan) dan mansukh (yang dihapus) menjadi terhitung urgen di samping kajian
ulum al-Qur'an yang lain.

A. PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH


Secara etimologi, nasikh mempunyai beberapa pengertian; antara lain penghilangan
(izalah), penggantian (tabdil), pengubahan (tahwil), dan pemindahan (naql) Sesuatu yang
menghilangkan, menggantikan, mengubah, dan memindahkan disebut nasikh, sedangkan
sesuatu yang dihilangkan, digantikan, diubah, dan dipindahkan disebut mansukh.1
Sedangkan pengertiannya secara terminologi adalah rof'u al-hukma asy'syar'iya bi al-
kitabi al-syar'iyi ( menghapuskan hukum syara' dengan dalil hukum syara' yang lain).2
Dalam pengertiannya secara terminologis ulama' mutaqoddimin memperluas arti
nasikh yang meliputi:
1. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian.
2. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang spesifik yang dating
kemudian.
3. Penjelasan susulan terhadap hukum yang bersifat ambigius (samar).
4. Penetapan syarat bagi hukum yang datang kemudian guna membatalkan atau merebut
atau menyatakan berakhirnya masa berlakunya hukum terdahulu. 3
Para ulama' muta'akhkhirin mempersempit pengertian nasikh terbatas pada ketentuan
hukum yang datang kemudian, guna membatalkan atau mencabut masa pemberlakuan hukum
terdahulu.

1
َQuraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 143; Jalaludi As-Suyuti, Al-Itqan fi
Ulum Al-Qur'an Dar Al-Fikr, Beirut, tt., Jilid II, 20.
2
Muhammad Abd. Al-Azhim Az-Zarqani, Manhil al-Irfan, Beirut, tt Jilid II, hlm 71
3
Shihab, op. cit., hlm 144-147.

Nasikh-Mansukh 1
B. PEBEDAAN NASIKH DAN TAKHSISH
Hal ini muncul dikarenakan adanya perbedaan pandangan dalam persoalan nasikh.
Ibnu Katsir dan Al-Maroghi menetapkan adanya pembatalan hukum dalam Al-Qur'an.
Sebaliknya, Al-Asfahani menyatakan bahwa Al-Qur'an tidak pernah disentuh dengan yang
namanya pembatalan. Kalaupun di dalam Al-Qur'an terdapat cakupan hukum yang bersifat
umum, maka untuk mengklasifikasinya dapat dilakukan proses pengkhususan (takhsish).
Dengan demikian dapat takhsish diartikan mengeluarkan sebagian satuan (afrad) dari satuan
yang bersifat umum.4

C. DALIL-DALIL PENETAPAN NASIKH DAN MANSUKH


Jumhur al-ulama' berpendapat bahwa, nasikh adalah suatu hal yang dapat diterima
akal dan telah dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara' berdasarkan dalil:
a. Perbuatan Alloh tidak tergantung pada alas an dan tujuan. Ia boleh saja
memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang
lain. Karena hanya Dialah yang lebih mengetahui kepentingan hamba-
hambanya.
b. Nash-nash Kitab dan Sunah menunjukkan kebolehan nash dan terjadinya,
antara lain:
1. Firman Alloh:

‫َوإِذَا بَ َّدلْنَا آيَةً َم َكا َن آيَة‬

)101:‫(النحل‬
"Dan apabila kami letakkan suatu ayat di tempat ayat lain…" (An-Nahl:
101)

Dan firmanNya:

‫ْت بِ َخ ْي ٍر ِم ْن َها أ َْو ِمثْلِ َها‬


ِ ‫ما نَ ْنس ْخ ِمن آَي ٍة أَو نُ ْن ِس َها نَأ‬
ْ َ ْ َ َ

)101 :‫(البقرة‬
Artinya:

4
Az-Zarqani, op. cit., hlm 80.

Nasikh-Mansukh 2
"Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya". (Al-Baqoroh: 106)
2. Dalam sebuah Hadits shahih, dari Ibnu Abbas r.a. Umar r.a. berkata; yang
paling paham dan paling menguasai Al-Qur'an di antara kami adalah
Ubai. Namun demikian kamipun meninggalkan sebagian perkataanya,
karena ia mengatakan: "aku tidak akan meninggalkan sedikitpun segala
apa yang pernah aku dengar dari Rosululloh SAW., padahal Allah telah
berfirman: "Apa saja ayat yang kami nashkan, atau kami jadikan (manusia
lupa kepadanya) (Al-Baqarah:106)
Menurut Manna' Al-Qaththan ada tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat
dikatakan nasikh (menghapus), dan ayat lain dikatakan mansukh (dihapus), yaitu: 5
1. Melalui pentransmisian yang jelas (an-naql ash-sharih) dari Nabi atau para
sahabatnya, seperti hadits yang berbunyi, kuntu nahaitukum 'an ziyarati al-
qubur ala fazuruha (aku dulu melarang kalian untuk berziarah kubur,
(sekarang) berziarahlah. Juga seperti ungkapan Anas berkaitan dengan
Ashab sumur Ma'umah, wanuzila fihim qur'anan qara'nahu hatta rufi'a
(untuk mereka telah turun aayat sampai akhirnya dihapus.
2. Melalui kesepakatan umat, bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu mansukh.
3. Melalui studi sejarah, ayat mana yang lebih belakang turun, sehingga
disebut nasikh, dan ayat mana yang lebih dahulu turun, sehingga disebut
mansukh.
Masih menurut Al-Qaththan , bahwa keberadan nash tidak bisa ditentukan oleh
wilayah ijtihad karena hal tersebut adalah merupakan bentuk kontradiksi antara beberapa dalil
apabila ditinjau dari segi dzahirnya.6

D. BENTUK DAN JENIS NASIKH DALAM AL-QUR'AN


Berdasrkan kejelasan dan cakupannya, nasikh dalam Al-Qur'an dibagi menjadi empat
macam, yaitu:7

5
Al-Qaththan, op. cit., hlm. 234.
6
Ibid
7
Dr. Rosihon, Ulumul Qur'an, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm. 180-183.

Nasikh-Mansukh 3
1. Nasikh sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat
yang terdahulu. Umpamanya ayat tentang perang (qital) pada surat Al-Anfal (8): ayat
65 yang mengharuskan satu orang muslim melawan sepuluh orang kafir:

ِ ‫َل ْاااضن ََُ ااأ ِضن ََُيا َْىِْي او‬


َُ‫ِبَنااأََاَِا ْ ِ ََنَِ َُْيَ ُِا ْا‬ ِ ِ ِ ِ َ َ ُِّ‫يااأَيَياَاااأَِبيُّ اِ ََحااض ََِِبيْما ْامِن‬
ُ َ ُ َ ُ ‫َلىَااَِْبيْاَِااأََِْ َُْيَ ُِا ْاَُن اُّْ ُِ ْن‬ ُ َ َ َ
َُ ‫يَُ َك َف ُضنِبَ ِأَنا ُا ْنَقَا ْوٌمَالَيَا ْف َا ُاو‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫نُّْ ُِ ْنَنأََةٌَيَاَْىْيُوِبَيَيْ ًفأَن ََُِبيذ‬
)56َ:ْ‫(ِبالنفأ‬
Artinya:
"Hai Nabi! Kabarkanlah semangat orang mukmin untuk berperang. Jika ada dua
puluh orang yang sabar di antara kamu, pasti mereka akan dapat mengalahkan dua
ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antara kamu, mereka
dapat mengalahkan seribu kafir, sebab orang-orang kafir adalah kaum yang tidak
mengerti."
(Q.S. Al-Anfal (8): 65)
Ayat ini menurut jumhur ulama' dihapus oleh ayat yang mengharuskan satu
orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama:
ِ ‫ِبآل ََُخف ا َِبيى ا ََل اُّْ ُِنَنلىِاانَيََُُِااض ُِنَاااإ ًفأََُاِْ َُْي ُِااُ َِن اُّْ ُِن َِنأََاةٌَ ااأ ِضئٌَياَْىِْي او‬
َُ‫ِبَنااأََاَِا ْ ِ ََنَِ َُْيَ ُِا ْا‬ ُ َ َ َ ْ ْ َ َْ ْ َ ََ ْ َ ُ َ َ
ََ ‫َن َعَِبيصأ ِ ِض‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ‫ي‬ َ ُ ‫نُّْ ُِ ْنَيَيْ ٌ َيَا َْىْيُوِبَيَيْ َف ْ ِ َ ِْ ْذَُِبيى ََنِبيى‬
)55َ:ْ‫َ(ِبالنفأ‬
Artinya:
"Sekarang Allah telah meringankan kamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki
kelemahan. Maka jika ada di antara kamu seratus orang yang sabar, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang kafir, dan jika di antara kamu terdapat seribu
orang yang sabar, mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang kafir."
(Q.S. Al-Anfal (8): 66)
2. Nasikh dhimmy, yaitu jika terdapat dua nasikh yang saling bertentangan dan tidak
dapat dikompromikan. Keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, dan
diketahui waktu turunnya, maka ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang
terdahulu. Contohnya, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang
yang akan mati terdapat dalam ayat berikut:

Nasikh-Mansukh 4
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ََ‫إََِ َُْرَا َاض‬
َ ‫َخْضا ًاضِبَِبيْ َو اضَةَُي ْى َوِبي َاكيْ ُِ ََنِبققْا َاضِ َ َ اأيْ َم ْإ ُضنح‬
َ ‫َح عا‬
َْ‫اأَلىَا‬ ُ ‫َحا َك ُك ُنَِبيْ َم ْاو‬
َ ‫ض َاضَي‬ َ ‫َلىَْض ُِ َْنََِ َذ‬
َ ‫ِبَح‬ َ ‫ب‬َ ِ‫ُك‬
ََ ‫ِبيْ ُمِ ِا‬

َ )081:‫(ِبيْياضئ‬
Artinya:
"Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, untuk berwasiat bagi ibu bapak serta
karib kerabatnya secara makruf."
(Q.S. Al-Baqarah (2):180)
Ayat ini, menurut pendukung teori nasikh dihapus oleh hadits la washiyyata li
warits (tidak ada wasiat bagi ahli warits)
3. Nasikh kully, yaitu penghapusan hukum sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya,
ketentuan iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqarah (2) ayat 234)
dihapus oleh ketentuan 'iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
4. Nasikh juz'iy, yaitu penghapusan hukum umum yang berlaku bagi semua individu
dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau penghapusan hukum
yang bersifat muthlaq dengan hukum yang muqayyad. Contohnya, hukum dera 80 kali
bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi, pada surat An-Nur (24)
ayat 4) dihapus oleh ketentua li'an, yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah,
bagi si penuduh pada ayat 6 dalam surat yang sama.

E. HIKMAH NASIKH
Menurut Manna' Al-Qaththan, ada empat hikmah keberadaan ketentuan nasikh, yaitu:8
1. Menjaga kemaslahatan hamba.
2. Mengembangkan pensyari'atan hukum sampai pada tingkat kesempurnaan, seiring
dengan perkembangan da'wah dan manusia itu sendiri.
3. menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya suruhan yang kemudian
dihapus.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Apabila ketentua nasikh lebih
berat daripada ketentuan mansukh, berarti mengandung konsekuensi pertambahan

8
Al-Qaththan, op. cit., hlm. 240.

Nasikh-Mansukh 5
pahala. Sebaliknya, jika ketentuan dalam nasikh lebih mudah daripada ketentuan
mansukh, itu berarti kemudahan bagi umat.
***

Nasikh-Mansukh 6
DAFTAR PUSTAKA

َQuraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 143; Jalaludi As-
Suyuti, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur'an Dar Al-Fikr, Beirut, tt., Jilid II, 20.
Muhammad Abd. Al-Azhim Az-Zarqani, Manhil al-Irfan, Beirut, tt Jilid II, hlm 71
Dr. Rosihon, Ulumul Qur'an, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm. 180-183.

Nasikh-Mansukh 7

Anda mungkin juga menyukai