DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH:
AFRIYANSYAH 214180004
NURMELINDA 214180016
ZULFIAN 214180008
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan berkah dan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Studi
Qur'an yang berjudul "Nasikh Wal Mansukh ".Ucapan terimah kasih kepada Bapak Dr.Gasim
Yahmani M.Ag.Selaku Dosen Pengampu mata kuliah Studi Qur'an yang telah membimbing
kami dalam penyelesaian dan penyusunan makalah tersebut.
Penyusun
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
BAB I ..................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................................... 5
PENUTUP ............................................................................................................................................................ 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan shari‟at di dalam Alquran kepada Nabi Muhammad untuk
memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah, dan muamalah. Tentang bidang ibadah
dan mu‟āmalah memilki prinsip yang sama yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan
memelihara keselamatan manusia. Maka dalam pembentukan kemaslahatan manusia tidak
dapat dielakkan, adanya Nasikh Mansukh terhadap beberapa hukum terdahulu dan diganti
dengan hukum yang sesiuai dengan tuntutan realitas zaman, waktu, dan kemaslahatan
manusia.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa nasikh mansukh terjadi karena Al-qur‟an
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya. Oleh
karena itu untuk mengetahui Al-Qur‟an dengan baik harus mengetahui ilmu nasikh mansukh
dalam Al-qur‟an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian nāsikh dan mansūkh?
2. Bagaimana macam-macam nāsikh dan mansūkh?
3. Bagaimana dasar-dasar penetapan nāsikh dan mansūkh?
4. Bagaimana pendapat mengenai ayat yang dimansu>kh ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian nāsikh dan mansūkh.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar penetapan nāsikh dan mansūkh.
3. Untuk mengetahui bentuk dan jenis nāsikh dan mansūkh.
4. Untuk mengetahui pendapat mengenai ayat yang dimansūkh.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Syarat-syarat Naskh
1. Hukum yang mansūkh (dihapus) adalah hukum syara‟.
2. Dalil nāsikh harus datang lebih dulu daripada mansūkh .
3. Khit{ab yang mansūkh hukumnya tidak terikat dengan waktu.
C. Pembagian Naskh
Naskh dibagi menjadi tiga ;
1. Nasakh Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an
Contoh: Dinasakhnya hukum tentang „iddah dengan haul (setahun) menjadi empat bulan
sepuluh hari.
ُك ْىْٛ ََاح َعه ٍ َش إِ ْخ َشْٛ َّحً ِِلَ ْص َٔا ِج ِٓ ْى َيرَاعًا إِنَٗ انْ َحْٕ ِل َغٛص
َ ُاج فَإ ِ ٌْ خ ََشجْ ٍَ فَ ََل ُج ِ َٔ َ َزسٌَُٔ أَ ْص َٔا ًجاَٚٔ ُرَ َٕفَّْٕ ٌَ ِي ُْ ُك ْىٚ ٍََٚٔانَّ ِز
[٠٤٢ : ٌى ]انثمشجٛ ٌض َح ِكَٚض ِ َّللاُ ع ٍ أَ َْفُ ِس ِٓ ٍَّ ِي ٍْ َي ْعشِٙ َيا فَ َع ْهٍَ فِٙف
َّ َٔ ُٔف
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun
lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah
(sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau ahli waris dari yang meninggal)
membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 240)[2]
َرَ َشتَّصْ ٍَ تِأ َ َْفُ ِس ِٓ ٍَّ أَسْ تَ َعحَ أَ ْشٓ ٍُش َٔ َع ْششًاٚ َ َزسٌَُٔ أَ ْص َٔا ًجاَٚٔ ُرَ َٕفَّْٕ ٌَ ِي ُْ ُك ْىٚ ٍََٚٔانَّ ِز
ِ أَ َْفُ ِس ِٓ ٍَّ تِ ْان ًَ ْعشِٙ ًَا فَ َع ْهٍَ فِٛ ُك ْى فْٛ َفَإ ِ َرا تَهَ ْغٍَ أَ َجهَٓ ٍَُّ فَ ََل ُجَُا َح َعه
َّ َٔ ُٔف
[٠٣٤ : ٌش ]انثمشجَِّٛللاُ تِ ًَا ذَ ْع ًَهٌَُٕ خَ ث
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat . (QS.Al-Baqarah [2]: 234)[3]
2. Nasakh as-Sunnah dengan as-Sunnah Hadith mutawatir dan ahad dinasakh oleh
hadits mutawatir, dan hadits ahad dinasakh oleh hadith ahad.
Contoh:
اس ِج ْانمُثُْٕ ِس أَالَ فَ ُضْٔ سُْٔ َْا
َ َٚرُ ُك ْى ع ٍَْ ِصْٛ َََٓ د
ُ ُْ ُك
“Dahulu aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang
berziarahlah”
ُِ ُْٕب انشَّاتِ َع ِح فَا ْلرُه
َ ْفَإ ِ ٌْ ُشش
“Apabila dia minum (khamar) keempat kalinya maka bunuhlah”
ٍ س َي ْعهُْٕ َيا
ّ ٔسهى َ َْٔ ٍَُّ ِي ًَّاٛ َسسُْٕ ُل َّللاِ صهٗ َّللا عهَٙ ِّ فَرُ ُٕف.خ ِ خ َي ْعهُْٕ َيا
ٍ ًْ ُ َحشِّ يٍَْ فَُُ ِس ْخٍَ تِ َخٚ خ َ ًَا أُ َْ ِض َل َع َش ُش َسْٛ َِكاٌَ ف
ٍ ض َعا
.)ٌِ َُ ْم َشأُ ِيٍَ ْانمُشْ أٚ
“Dahulu termasuk yang diturunkan (ayat al-Qur‟an) adalah sepuluh isapan menyusu
yang diketahui, kemudian dinasakh oleh lima (isapan menyusu) yang diketahui. Seteah
Rasulullah wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagai bagian al-Qur‟an.”
Maksudnya, mula-mula dua orang yang berlainan ibu sudah dianggap bersaudara apabila
salah seorang di antara keduanya menyusu kepada ibu salah seorang di antara mereka
sebanyak sepuluh isapan. Ketetapan sepuluh isapan kemudian dināsikh menjadi lima isapan.
Ayat tentang sepuluh atau lima isapan dalam menyusu karena baik bacaannya maupun
hukumnya telah dināsikh.[5]
2. Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada. Misalnya ayat
tentang mendahulukan sedekah:
ْ َ ُش نَ ُك ْى َٔاْٛ ك َخ
طَٓ ُش فَإِ ٌْ نَ ْى ذ َِج ُذْٔ ا فَإِ ٌَّ َّللاَ َغفُْٕ ُس َ ِص َذلَحً َرن َّ َ َذٚ ٍَْٛ َرُ ْى ان َّشسُْٕ َل فَثَ ِّذ ُيْٕ ا تْٛ ٍَ اَ َيُُْٕ آ إِ َرا ََ َجْٚ َُّٓا ْان ِزََٚاٚ
َ ٘ ََجْ َٕ ُك ْى
]٤٠: [انًجادنح. ٌىْٛ َّس ِح
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus
dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum
pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu
tidak memperoleh (yang akan disedahkan) maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi
maha penyayang.” (Q.S. al-Muja>dalah [58]: 12)[6]
Ayat ini di- nāsikh oleh surat yang sama ayat: 13:
َعُْٕ ا َّللاْٛ صهَٕجَ ٔاَذُْٕ ا ان َّض َكٕجَ َٔاَ ِط َ خ فَا ِ ْر نَ ْى ذَ ْف َعهُْٕ ا َٔذ
َّ ًُْٕ ا انْٛ ِ ُك ْى فَاَلْٛ ََاب َّللاُ َعه َ ٘ ََجْ َٕا ُك ْى
ٍ ص َذلَا َّ َ َذٚ ٍَْٛ َأَاَ ْشفَ ْمرُ ْى اَ ٌْ ذُمَ ِّذ ُيْٕ ا ت
. ٌَ ُْٕ ٌش تِ ًَا ذَ ْع ًَهْٛ َِٔ َسسُْٕ نَُّ ََّٔللاُ َخث
]٤٣: [انًجادنح
“Apabila kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum
pembicaraan dengan Rasul? maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi
tobat kepadamu, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan
Rasulnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Muja>dalah
[58]: 13).[7]
3. Penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Contoh ayat
rajam, mula-mula ayat rajam ini terbilang ayat al-Qur‟an. Ayat yang
dinyatakan mansūkh bacaannya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah:
PENUTUP
Kesimpulan
Naskh adalah menghapus hukum syara‟ dengan dalil/khitab syara‟ yang
lain. Naskh terdiri dari; adanya pernyataan yang menunjukkan terjadi pembatalan hukum
yang telah ada, harus ada nāsikh, harus ada mansūkh dan harus ada yang dibebani hukum
atasnya. Dalam menghapus hukum shara‟ tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
yakni : Hukum yang mansūkh (dihapus) adalah hukum shara‟, Dalil naskh harus datang lebih
dulu daripada mansūkh, khitab yang mansūkh hukumnya tidak terikat dengan waktu. Dalam
cakupannya naskh dibagi menjadi tiga, antara lain : Naskh quran dengan quran, naskh sunnah
dengan sunnah, naskh sunnah dengan quran. Terdapat beberapa pendapat mengenai ayat
yang mansūkh. Di antaranya, pendapat mengenai jumlah ayat dan ayat tersebut. al Nahas
berpendapat jumlah ayat yang dimansūkh berjumlah 100 ayat. Suyuṭiy berpendapat terdapat
20 ayat, sedangkan Al Shaukaniy berpendapat 8 ayat.
Saran
Mungkin dalam penyusunan makalah tersebut masih terdapat adanya kekuragan.
Untuk itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran, dan masukan agar dalam penyusunan
makalah berikutnya dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qat{t{an, Manna>‟ Khali>l. Studi Ilmu-ilmu Quran. Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa,
2014.
Anwar, Rosihon. Ulumu al-Quran. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Haris, Abdul . “Nasikh dan Mansukh dalam Alquran”. Tajdid, (2014), XIII: 205-206.
Hermawan, Acep. Ulumul Quran untuk Memahami Wahyu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011.
[1] Abdul haris, “Nasikh dan Mansukh dalam Alquran”, Tajdid, Vol. XIII No. 1, Januari-Juni
2014, 205-206.
[2] Q. S. al-Baqarah (2) : 240.
[3] Q. S. al-Baqarah (2) : 234.
[4] Q. S. al-Baqarah (2) : 144.
[5] Anwar Rosihon, Ulūm Al-Qur‟an (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 175.
[6] Q. S. al-Mujaādalah (58) : 12.
[7] Ibid.,176.
[8] Ibid.,177.
[9] Acep Hermawan, „Ulūmul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), 182.
[10] Q. S. al-Baqarah (2) : 115.
[11] Q. S. al-Baqarah (2) : 150.
[12] Hermawan, Ulūmul Quran, 185.