Anda di halaman 1dari 13

SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA

ISLAM
Mohammad Farid Fad
SUMBER HUKUM PIDANA ISLAM
 Pengertian hukum pada dasarnya adalah apa-apa yang
difirmankan Allah Ta’ala yang berhubungan dengan perbuatan
orang yang dibebani hukum (mukallaf) dan dituntut
pelaksanaannya.
 Jumhur Fuqaha sepakat bahwa Al Qur’an adalah sumber
hukum yang pertama sekaligus yang utama, sepanjang di
dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang dimaksud.
AL-QUR’AN
 Al Qur’an diturunkan secara tawatur, berturut-turut dan tidak
secara sekaligus. Al Qur’an diturunkan melalui Rasulullah SAW,
dan ditulis para sahabat. Ini memberikan keyakinan kepada kita
akan kebenaran isi Al Qur’an. Oleh karena itu, nash-nash Al
Qur’an dinamai qath’iyyul wurud (pasti kebenarannya).
 Kata-kata dalam Al Qur’an bila dilihat dari sudut dalalahnya
(penunjukannya terhadap hukum) terbagi dalam dua bentuk.
Pertama, penunjukannya kepada hukum (dalalah) disebut qath’I
atau qath’iyyud dalalah. Artinya kata-kata yang qath’i dalalahnya
hanya mempunyai satu pengertian. Kedua, penunjukannya
terhadap hukum, disebut dhanny atau dhanniyyud dalalah, artinya
penunjukannya terhadap hukum hanya berdasarkan dugaan yang
kuat.
AL QUR’AN
 Oleh karena itulah, sering terjadi ikhtilaf (perbedaan
pendapat) di antara para ulama. Apabila seorang ulama
berpendapat (memegang) salah satu dari satu kata yang
dhanny, tidak berarti bahwa itulah arti yang sebenarnya
karena pengertian yang mereka pegang itu hanyalah dugaan
kuat mereka.
 Ketentuan hukum dalam Al Qur’an, terutama yang
menyangkut kemasyarakatan seperti kepidanaan memiliki
akibat ganda, yaitu di dunia dalam bentuk hukuman pidana
dan di akhirat dalam bentuk siksa. Hal tersebut dapat kita
lihat dalam firman Allah SWT:
AL-QUR’AN
َ َ‫ ِّ َٔنَ َؼَُُّ َٔأ‬ْٛ َ‫َّللاُ َػه‬
 ‫ػ َّذ‬ َّ ‫ة‬ ِ ‫َٓا َٔ َغ‬ِٛ‫َ ْقرُمْ ُي ْإ ِيًُا ُيرَ َؼ ًِّ ًذا فَ َج َضا ُؤُِ َجََُّٓ ُى َخانِ ًذا ف‬ٚ ٍْ ‫َٔ َي‬
َ ‫ض‬
‫ ًًا‬ٛ‫نَُّ َػ َزاتًا َػ ِظ‬
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja
maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang
besar baginya. (An-Nisa ; 93)
 Dalam surat Al Maidah ayat 33, Allah berfirman;
 ‫ى‬ٛ‫ظ‬
ِ ‫َػ‬ ‫َػ َزاب‬ ‫ ِخ َش ِج‬ٜ‫ْا‬ ِٙ‫َا ۖ َٔنَُٓ ْى ف‬َْٛ ‫ ان ُّذ‬ِٙ‫ِخ ْض٘ ف‬ ‫َٰ َرنِ َك نَُٓ ْى‬
“……bagi mereka itu kehinaan (hukuman) di dunia ini dan siksa
yang sangat pedih di akhirat.”
 Jadi, pelaku perbuatan jarimah akan mendapat hukuman di dunia
ini sesuai dengan jenis jarimahnya dan juga akan mendapat siksa
Allah SWT di akhirat nanti.
Contoh

ِ ‫ ْاْلَ ْنثَا‬ِٙ‫َا أُٔن‬ٚ ‫َاج‬ٛ‫اص َح‬


َ ُ‫ب نَ َؼهَّ ُك ْى ذَرَّق‬
 ٌٕ ِ ‫ص‬َ ِ‫ ْانق‬ِٙ‫َٔنَ ُك ْى ف‬
 Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.
(Al-Baqarah: 179)
 َُُّ‫ ِّ َٔنَ َؼ‬ْٛ َ‫ػه‬ َّ ‫ة‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫َٓا َٔ َغ‬ِٛ‫َ ْقرُمْ ُي ْإ ِيًُا ُيرَ َؼ ًِّ ًذا فَ َج َضا ُؤُِ َجََُّٓ ُى َخانِ ًذا ف‬ٚ ٍْ ‫َٔ َي‬
َ ‫ض‬
‫ ًًا‬ٛ‫َٔأَ َػ َّذ نَُّ َػ َزاتًا َػ ِظ‬
 Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya. (An-Nisa: 93)
SUNNAH
 As Sunnah berfungsi sebagai penguat (mu’akkid) hukum yang
difirmankan Allah dalam Al Qur’an, serta penjelas
pengertian, pembatasan dari keumuman, memeberikan
rincian, dan sebagai hukum baru selama tidak termaktub
secara eksplisit maupun implicit dalam Al Qur’an.
‫‪Contoh‬‬
‫ال ‪‬‬ ‫اٌ ْاْلَ َْثَ ِ‬
‫اسُّ٘ َح َّذثََُا َٔ ِك‪ٛ‬غ َػ ٍْ ِْ َش ِاو ت ٍِْ َس ْؼ ٍذ قَ َ‬ ‫َح َّذثََُا ُي َح ًَّ ُذ ت ٍُْ ُسهَ ْ‪َ ًَ ٛ‬‬
‫اػ ُض ت ٍُْ َيانِ ٍك ‪َٚ‬رِ‪ًً ٛ‬ا فِ‪ٙ‬‬ ‫اٌ َي ِ‬ ‫ال َػ ٍْ أَتِ‪ ِّ ٛ‬قَ َ‬
‫ال َك َ‬ ‫َح َّذثَُِ‪ِ َٚ ٙ‬ض‪ُ ٚ‬ذ ت ٍُْ َُ َؼ‪ِْ ٛ‬ى ت ٍِْ َْ َّض ٍ‬
‫صهَّٗ َّ‬
‫َّللاُ‬ ‫ُٕل َّ‬
‫َّللاِ َ‬ ‫د َسس َ‬ ‫ال نَُّ أَتِ‪ ٙ‬ا ْئ ِ‬ ‫اس‪َٚ‬حً ِي ٍْ ْان َح ِّ‪ ٙ‬فَقَ َ‬ ‫اب َج ِ‬ ‫ص َ‬ ‫ِحجْ ِش أَتِ‪ ٙ‬فَأ َ َ‬
‫ْد نَ َؼهَُّّ ‪ْ َٚ‬سرَ ْغفِ ُش نَ َك َٔئََِّ ًَا ‪ُِ ٚ‬ش‪ُ ٚ‬ذ تِ َزنِ َك َس َجا َء أَ ٌْ‬ ‫صَُؼ َ‬ ‫َػهَ ْ‪َ َٔ ِّ ٛ‬سهَّ َى فَأ َ ْخثِشْ ُِ تِ ًَا َ‬
‫اب َّ‬
‫َّللاِ‬ ‫‪ِ ٙ‬كرَ َ‬ ‫ْد فَأَقِ ْى َػهَ َّ‬ ‫ُٕل َّ‬
‫َّللاِ ئَِِّ‪َ ٙ‬صََ‪ُ ٛ‬‬ ‫ال ‪َٚ‬ا َسس َ‬ ‫ٌٕ نَُّ َي ْخ َشجًا فَأَذَاُِ فَقَ َ‬ ‫‪ُ َٚ‬ك َ‬
‫اب َّ‬
‫َّللاِ‬ ‫‪ِ ٙ‬كرَ َ‬ ‫ْد فَأَقِ ْى َػهَ َّ‬ ‫َّللاِ ئَِِّ‪َ ٙ‬صََ‪ُ ٛ‬‬ ‫ُٕل َّ‬ ‫ال ‪َٚ‬ا َسس َ‬ ‫ض َػ ُُّْ فَ َؼا َد فَقَ َ‬ ‫فَأ َ ْػ َش َ‬
‫َّللاِ َحرَّٗ‬ ‫اب َّ‬ ‫‪ِ ٙ‬كرَ َ‬ ‫ْد فَأَقِ ْى َػهَ َّ‬‫َّللاِ ئَِِّ‪َ ٙ‬صََ‪ُ ٛ‬‬ ‫ُٕل َّ‬‫ال ‪َٚ‬ا َسس َ‬ ‫ض َػ ُُّْ فَ َؼا َد فَقَ َ‬ ‫فَأ َ ْػ َش َ‬
‫خ فَثِ ًَ ٍْ‬ ‫َّللاُ َػهَ ْ‪َ َٔ ِّ ٛ‬سهَّ َى ئََِّ َك قَ ْذ قُ ْهرََٓا أَسْ تَ َغ َيشَّا ٍ‬ ‫صهَّٗ َّ‬ ‫ال َ‬ ‫اس قَ َ‬‫قَانََٓا أَسْ تَ َغ ِي َش ٍ‬
‫ال َْمْ‬ ‫ال ََ َؼ ْى قَ َ‬ ‫ال َْمْ تَا َششْ ذََٓا قَ َ‬ ‫ال ََ َؼ ْى قَ َ‬ ‫اج ْؼرََٓا قَ َ‬ ‫ض َ‬ ‫ال َْمْ َ‬ ‫ال تِفُ ََلََ ٍح فَقَ َ‬ ‫قَ َ‬
‫ُج َى‬‫ال فَأ َ َي َش تِ ِّ أَ ٌْ ‪ُٚ‬شْ َج َى فَأ ُ ْخ ِش َج تِ ِّ ئِنَٗ ْان َح َّش ِج فَهَ ًَّا س ِ‬ ‫ال ََ َؼ ْى قَ َ‬‫َجا َي ْؼرََٓا قَ َ‬
‫س َٔقَ ْذ َػ َج َض‬ ‫َّللاِ ت ٍُْ أََُ ْ‪ٍ ٛ‬‬ ‫اس ِج َج ِض َع فَ َخ َش َج ‪ْ َٚ‬شرَ ُّذ فَهَقِ‪َ َُّٛ‬ػ ْث ُذ َّ‬ ‫فَ َٕ َج َذ َيسَّ ْان ِح َج َ‬
‫َّللاُ َػهَ ْ‪ِّ ٛ‬‬ ‫صهَّٗ َّ‬ ‫‪َ ٙ‬‬ ‫‪ٛ‬ش فَ َش َياُِ تِ ِّ فَقَرَهَُّ ثُ َّى أَذَٗ انَُّثِ َّ‬ ‫‪ٛ‬ف تَ ِؼ ٍ‬ ‫أَصْ َحاتُُّ فََُ َض َع نَُّ تِ َٕ ِظ ِ‬
‫َّللاُ َػهَ ْ‪ِّ ٛ‬‬ ‫ٕب َّ‬ ‫ٕب فَ‪َٛ‬رُ َ‬ ‫ال َْ ََّل ذَ َش ْكرُ ًُُِٕ نَ َؼهَُّّ أَ ٌْ ‪َٚ‬رُ َ‬ ‫َٔ َسهَّ َى فَ َز َك َش َرنِ َك نَُّ فَقَ َ‬
Contoh
 Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari berkata, telah menceritakan kepada
kami Waki' dari Hisyam bin Sa'd ia berkata; telah menceritakan kepadaku Yazid bin Nu'aim bin
Hazzal dari Bapaknya ia berkata, "Ma'iz bin Malik adalah seorang anak yatim yang diasuh oleh bapakku.
Dan ia pernah berzina dengan seorang budak wanita dari suatu kampung. Bapakku lalu berkata kepadanya,
"Datanglah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kabarkan kepada beliau dengan apa yang telah
engkau lakukan, semoga saja beliau mau memintakan ampun untukmu." Hanyasanya ayahku
menginginkan hal itu agar Maiz mendapatkan jalan keluar, lalu ia bergegas menemui Rasulullah. Ma'iz
lantas berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!"
Beliau berpaling darinya. Maka Ma'iz mengulangi lagi, "Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka
laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!" Beliau berpaling. Ma'iz mengulanginya lagi, "Wahai
Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!" Ia ulangi hal itu hingga
empat kali. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda: "Engkau telah mengatakannya
hingga empat kali, lalu dengan siapa kamu melakukannya?" Ma'iz menjawab, "Dengan Fulanah." Beliau
bertanya lagi: "Apakah menidurinya?" Ma'iz menjawab, "Ya." beliau bertanya lagi: "Apakah kamu
menyentuhnya?" Ma'iz menjawab, "Ya." beliau bertanya lagi: "Apakah kamu menyetubuhinya?" Ma'iz
menjawab, "Ya." Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk merajamnya.
Ma'iz lantas dibawa ke padang pasir, maka ketika ia sedang dirajam dan mulai merasakan sakitnya terkena
lemparan batu, ia tidak tahan dan lari dengan kencang. Namun ia bertemu dengan Abdullah bin Unais,
orang-orang yang merajam Ma'iz sudah tidak sanggup lagi (lelah), maka Abdullah mendorongnya dengan
tulang unta, ia melempari Ma'iz dengan tulang tersebut hingga tewas. Kemudian Abdullah menemui Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam dan menyebutkan kejadian tersebut, beliau bersabda: "Kenapa kalian tidak
membiarkannya, siapa tahu ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya."
IJMA’
 Ijma merupakan produk dari kebulatan pendapat ulama Mujtahid pada suatu
masa setelah wafatnya Rasulullah SAW., baik dalam forum pertemuan atau
terpisah. Status hukumnya dianggap qath’i sehingga kaum muslimin wajib
untuk menaatinya.
 Ijma’ merupakan dalil qat’i, akan tetapi kalau hukum tersebut hanya keluar
dari kebanyakan mujtahidin, maka hanya dianggap sebagai dalil dhanni, dan
bagi perseorangan boleh mengikuti, sedang bagi orang-orang tingkatan
mujtahidin boleh berpendapat lain, selama oleh para penguasa tidak
diwajibkan melaksanakannya.
ُ
ِ ‫ ْاْلَ ْي‬ٙ‫ؼُٕا ان َّشسُٕ َل َٔأٔ ِن‬ٛ‫َّللاَ َٔأَ ِط‬
 ۖ ‫ش ِي ُْ ُك ْى‬ َّ ‫ؼُٕا‬ٛ‫ٍ آ َيُُٕا أَ ِط‬ٚ
َ ‫َُّٓا انَّ ِز‬َٚ‫َا أ‬ٚ
 Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. (An-Nisa; 59)
QIYAS
 Qiyas adalah Mempersamakan hukum suatu perkara yang belum
ada ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada
ketetapan hukumnya. Persamaaan Ketentuan hukum yang
dimaksud didasari oleh adanya unsur-unsur kesamaan yang sudah
ketetapan hukumnya dengan yang belum ada ketetapan hukumnya
disebut illat.
 Qiyas memiliki Empat Rukun yaitu :
 1.Dalil
 2.Masalah yang di Qiyaskan
 3.Hukum yang terdapat pada dalil
 4.Kesamaan alasan/sebab terhadap masalah yang di Qiyaskan.
 Contoh: qiyas hukuman narkoba pada hukum
meminum khamr
SUMBER HUKUM PIDANA ISLAM
 Penggunaan keempat sumber hukum tersebut, harus sesuai dengan urutan
(berurutan atau tertib). Hal ini karena urutan tersebut menggambarkan tingkat dan
martabat sumber hukum tersebut berdasarkan skala prioritas.

ِ ‫ْف ذَ ْق‬
َ َ‫ضٗ؟ فَق‬
 :‫ال‬ َ َ‫َ ًَ ٍِ فَق‬ٛ‫ث ُي َؼا ًرا اِنَٗ ْان‬
َ ٛ‫ َك‬:‫ال‬ َ ‫َػ ٍْ ُي َؼا ٍر اَ ٌَّ َسس ُْٕ َل َّللاِ ص تَ َؼ‬
‫ فَثِ ُسَُّ ِح َسس ُْٕ ِل‬:‫ال‬
َ َ‫ب َّللاِ؟ ق‬ ِ ‫َ ُك ٍْ فِٗ ِكرَا‬ٚ ‫ فَاِ ٌْ نَ ْى‬.‫ال‬
َ َ‫ ق‬.ِ‫ب َّللا‬
ِ ‫ضٗ تِ ًَا فِٗ ِكرَا‬ ِ ‫اَ ْق‬
.ِٗٚ‫ اَجْ رَ ِٓ ُذ َس ْأ‬:‫ال‬
َ َ‫َ ُك ٍْ فِٗ ُسَُّ ِح َسس ُْٕ ِل َّللاِ ص؟ ق‬ٚ ‫ فَاِ ٌْ نَ ْى‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬.ِ‫َّللا‬
 394 :2 ٖ‫ انرشيز‬.ِ‫ق َسس ُْٕ َل َسس ُْٕ ِل َّللا‬ َ َّ‫ اَ ْن َح ًْ ُذ ِهللِ انَّ ِزْ٘ َٔف‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬
 Dari Mu’adz, bahwasanya Rasulullah SAW mengutus Mu’adz ke Yaman. Beliau SAW bersabda,
“Bagaimana kamu memutuskan perkara ?”. (Mu’adz menjawab), “Saya memutuskan dengan
hukum yang ada di dalam kitab Allah”. Rasulullah SAW bersabda, “Kalau tidak terdapat di
dalam kitab Allah ?”. Mu’adz berkata, “Saya akan memutuskan dengan sunnah Rasulullah”.
Rasulullah SAW bersabda, “Kalau tidak terdapat di dalam sunnah Rasulullah SAW ?”.
Mu’adz menjawab, “Saya berijtihad dengan pendapatku”. Rasulullah SAW bersabda, “Segala
puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah”. [HR. Tirmidzi juz
2, hal. 394]
SUMBER HUKUM PIDANA ISLAM
 Dalil Al Qur’an hadist tentang Muaddz bin Jabal di atas, memberikan penjelasan
kepada kita tentang tata cara penggunaan dalil (beristidhlal) dalam berhujah,
yaitu secara tertib berdasarkan urutan dan tertib ayat. Pertama-tama kita harus
menggunakan dalil Al Qur’an selama di dalamnya terdapat ketentuan mengenai
hal yang dimaksud, baik secara eksplisit (termaktub dengan jelas) maupun secara
implicit (tersirat). Kalau masalah tersebut tidak ditemukan dalam Al Qur’an,
langkah selanjutnya adalah mencarinya dalam Sunnah Rasul, yaitu Al Hadist.
Kalimat yang menyebutkan taatilah Allah dan taatilah Rasul adalah petunjuk bagi
kita untuk mengikuti Al Qur’an dan mengikuti As Sunnah. Kalau dalam kedua
sumber tersebut tidak didapati, kita harus mengikuti pendapat orang-orang yang
mempunyai kekuasaan (ulul amri).

Anda mungkin juga menyukai