Anda di halaman 1dari 19

Tugas Mandiri Dosen Pengasuh

Studi Kitab Fiqih Banjar dalam 1. Prof. Dr. Hafiz Anshari AZ., M.A
Bidang Hukum Keluarga 2. Dr. Faturrahman Azhari, M.H.I

Kitab An-Nikah Karya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Dari Halaman 1 sampai dengan Halaman 6

Oleh:

Ahmad Jumaidi
NIM : 210211050121

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI HUKUM

KELUARGA BANJARMASIN

Tahun 2022
“Bermula nikah itu sunat barang siapa yang ingin kepada nikah itupun dengan
syarat jika diperolehnya belanja nikah seperti mahar dan pakaian dan nafkah dan
jika tiada diperolehnya belanja nikah maka terutama baginya meninggalkan nikah
dan hendaklah dipecahkannya akan inginnya itu dengan melazimi puasa.”

Hukum nikah:
1. Sekelompok ulama, yaitu' jumhur berpendapat bahwa nikah itu sunah.
2. Ahli zhahir berpendapat bahwa nikah itu wajib.
3. Para ulama muta'akhkhirin (belakangan) dari madzhab Maliki berpendapat
bahwa nikah itu untuk sebagian orang hukumnya wajib, untuk sebagian
yang lain sunah dan untuk sebagian yang lain lagi mubah. Hal itu
berdasarkan kekhawatiran terhadap perbuatan zina atas dirinya.1

Sebab perbedaan pendapat para ulama didasarkan pada QS. an-Nisa (3) yang
berbunyi

ۤ ِ ِ ِ ِ
َ ‫سا ِء َمثْ ٰٰن َوثُ ٰل‬
‫ث َوُربٰ َع ۚ فَِا ْن‬ ِ ِ
َ َ‫َوا ْن خ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْقسطُْوا ِِف الْيَ ت ٰٰمى فَانْك ُح ْوا َما ط‬
َ ‫اب لَ ُك ْم م َن الن‬
ۗ ِ ‫ ِخ ْفتم اَاَّل تَع ِدلُوا فَ و‬.
َ ِ‫ت اَْْيَانُ ُك ْم ۗ ٰذل‬
‫ك اَ ْد ٰىٰن اَاَّل تَعُ ْولُْوا‬ ْ ‫اح َد ًة اَ ْو َما َملَ َك‬ َ ْ ْ ُْ

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain)

1
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, ditakhrij oleh Ahmad Abu Al-Majdi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2014), h. 1

2
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan
mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan
yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”.

Apakah bentuk perintah di dalam firman Allah ta'ala, yang menerangkan


tentang hal itu, apakah diartikan sebagai suatu kewajiban, sunah ataukah mubah?
Adapun ulama yang mengatakan bahwa nikah itu untuk sebagian orang hukumnya
wajib, untuk sebagian yang lain sunah dan untuk sebagian lain mubah, mereka
melihat kepada kemaslahatan2

“(adapun) orang yang tiada ingin ia kepada nikah maka makruh baginya
nikah itupun dengan syarat jika tiada diperolehnya belanja nikah atau diperolehnya
akan dia tetapi ada padanya penyakit seperti lemah zakarnya dah tua dan jika ada
pada orang yang tiada inginnya itu belanja nikah dan ada padanya penyakit maka
masghul dengan mengerjakan ibadah itu maka terafdhal baginya daripada nikah dan
jika tiada masghul ia mengerjakan ibadah maka nikah itu afdhal baginya daripada
meninggalkan dia”

Seseorang yang tidak bisa memberi nafkah lahir dan batin, tapi perempuan
yang akan dinikahinya mau menerima kondisinya, karena dia tergolong orang yang
kaya dan syahwatnya tidak begitu besar, maka menikah baginya hukumnya makruh.
Jika dia (suami) tidak mampu memberi nafkah lahir maupun batin karena melakukan
2
Ibid, h. 2

3
ketaatan atau adanya halangan, seperti sedang menuntut ilmu pengetahuan, maka
hukum makruh bertambah kuat.3 Hal ini didasarkan pada hadit dari Nabi Muhammad
S.A.W sebagai berikut

‫ع ِم ْن ُك ْم ْالبَا َءة َ فَ ْليَت َزَ َّوجْ َو َم ْن لَ ْم يَ ْست َ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه‬ َ َ ‫ب َم ْن ا ْست‬


َ ‫طا‬ َّ ‫يَا َم ْعش ََر ال‬
ِ ‫شبَا‬
‫ص ْو ِم فَإِنَّهُ لَهُ ِو َجاء‬
َّ ‫ِبال‬
"Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan,
maka hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia
berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya”4

Imam Nawawi -dia termasuk ulama yang membujang- berkata, "jika orang
yang tidak mempunyai hasrat menikah tidak beribadah, sedangkan ia mempunyai
kemampuan materi untuk menikah, maka menikah lebih utama baginya, menurut
pendapat yang paling benar. Itu agar pengangguran dan waktu luang tidak
membuatnya terjerumus ke dalam hal-hal yang jelek." Dia juga berkata, "Pernikahan
dianjurkan bagi orang yang membutuhkan dan mempunyai kemampuan materi untuk
melakukannya. jika ia tidak mempunyai materi maka ia dianjurkan tidak menikah dan
berusaha menekan syahwatnya dengan cara berpuasa. jika ia tidak membutuhkan
untuk menikah dan tidak mempunyai kemampuan materi maka dimakruhkan untuk
menikah. Akan tetapi jika ia mempunyai materi maka tidak dimakruhkan.5

3
Sayyid Sabiq, Terjemah Fiqih Sunnah, (Jakarta: Insan Kamil, 2009), h. 211
4
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, http://mqtebuireng.softether.net/hadis9/bab_open.php,
nomor hadis 4675, diakses pada 02 Maret 2022, Pukul 20.14 WITA
5
Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh Islam wa Adillatuh, Jilid 9 (Jakarta: Gema Insani). h. 44

4
“Dan sunat bagi barangsiapa yang berkehendak menikahi perempuan
bahawa menilik ia kepada muka perempuan itu dan kepada dua tapak tangannya
zahirnya dan batinnya hingga pergelangannya dan jika tiada dengan izinnya
sekalipun kerana dipada akan izin syarak dan tiada harus menilik pada barang yang
lainnya daripada (yang demikian itu. Inilah jika ada perempuan itu merdeka dan jika
ada perempuan itu hamba orang maka harus bagi orang yang menghendak menikahi)
dia menilik kepada barang yang lain daripada antara pusatnya dan lututnya.
Dan demikian lagi sunat bagi perempuan menilik kepada laki-laki yang
dikehendakinya akan suaminya pada barang yang lain daripada antara pusatnya dan
lututnya”
Adapun melihat wanita ketika meminang:
1. Malik membolehkan hal itu dengan melihat kepada wajah dan kedua
telapak tangan saja.
2. Sebagian ulama lainnya membolehkannya dengan melihat seluruh badan
kecuali kedua kemaluannya.
3. Sekelompok ulama melarang hal itu secara mutlak.

5
4. Sedangkan Abu Hanifah memperbolehkan melihat kedua kaki, wajah dan
kedua telapak tangan. 6

Sebab perbedaan pendapat: Adanya perintah untuk melihat para wanita secara
mutlak, dan juga larangan secara mutlak, serta dengan dibatasi (maksudnya, hanya
dengan melihat wajah dan kedua telapak tangan) berdasarkan penafsiran kebanyakan
para ulama tentang firman Allah Ta'ala,

‫ْن فُ ُرْو َج ُه ان َوََّل يُْب ِديْ َن ِزيْ نَ تَ ُه ان اِاَّل َما ظَ َه َر ِم ْن َها‬ ِ ‫ضن ِمن اَب‬
َ ‫صا ِره ان َوََْي َفظ‬
َ ْ ْ َْ ‫ض‬
ِ ‫وقُل لِلْم ْؤِمن‬.
ُ ْ‫ٰت يَغ‬ ُ ْ َ
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat." (Qs. An-Nuur :31)
dan sabda Nabi S.A.W
َ َ‫َع ْن ُُمَ ام ِد بْ ِن َم ْسلَ َمةَ ق‬
‫ال‬
ِ ‫احب ر ُس‬ ِ ‫ت‬ ِ
‫ول‬ َ ُ ‫ص‬ َ َ ْ‫ت إِلَْي َها ِِف ََنْ ٍل ََلَا فَقي َل لَهُ أَتَ ْف َع ُل َه َذا َوأَن‬ ُ ‫ت ْام َرأَةً فَ َج َعل‬
ُ ‫ْت أ َََتَباأُ ََلَا َح اَّت نَظَ ْر‬ ُ ‫َخطَْب‬
ُ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلا َم يَ ُق‬
‫ول إِذَا أَلْ َقى ا‬
ِ ‫اَّللُ ِِف قَل‬
‫ْب‬ ‫صلاى ا‬ ِ‫ول ا‬ ُ ‫ال ََِس ْع‬َ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلا َم فَ َق‬
‫صلاى ا‬ ِ‫ا‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ َ ‫اَّلل‬
‫ْس أَ ْن يَ ْنظَُر إِلَْيها‬ ٍ ِ ٍ
َ ‫ْام ِرئ خطْبَةَ ْام َرأَة فَ ََل ََب‬
Dari Muhammad bin Maslamah ia berkata, "Aku telah meminang seorang wanita, lalu
aku bersembunyi di kebun kurma miliknya hingga aku dapat melihatnya." Maka
dikatakan kepadanya, "Kenapa kamu lakukan ini, padahal engkau adalah sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! " Ia pun menjawab, "Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika Allah telah memantapkan pada
hati seseorang untuk meminang, maka tidak apa-apa ia melihatnya."7

Melihat wanita yang akan dinikahi ada dua cara, pertama dengan cara
mengirim seorang perempuan yang telah dipercaya oleh lelaki pengkhitbah untuk
melihat perempuan yang hendak dikhitbah dan selanjutnya memberitahukan sifat-sifat

6
Ibnu Rusyd, Bidayatul… h. 4
7
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, http://mqtebuireng.softether.net/hadis9/bab_open.php,
nomor hadis 1835, diakses pada 03 Maret 2022, Pukul 07.56 WITA

6
perempuan tersebut kepadanya. Kedua: orang lelaki yang hendak mengkhitbah
melihat secara langsung perempuan yang akan dikhitbah, untuk mengetahui
kecantikan dan kelembutan kulitnya. Hal itu dilakukan dengan melihat wajah, kedua
telapak tangan, dan perawakannya. Karena wajah menunjukkan akan kecantikan,
kedua telapak angan menunjukkan kelembutan kulit, sedangkan perawakan
menunjukkan tinggi dan pendeknya tubuh.8

Kebanyakan para ahli fiqih berpandangan bahwa seorang lelaki yang hendak
mengkhitbah boleh melihat perempuan yang hendak ia khitbah sebatas wajah dan
kedua telapak tangan saja. Karena dengan melihat dua bagian tersebut dapat diketahui
apa yang diinginkan; kecantikan dan halus tidaknya kulitnya. Wajah menunjukkan
akan cantik dan tidaknya si perempuan, karena wajah merupakan pusat dari segala
kecantikan. Sedangkan kedua telapak tangan dapat menunjukkan akan halus dan
tidaknya kulit tubuhnya.9

Namun, Imam Abu Hanifah membolehkan untuk melihat kedua telapak kaki
perempuan yang hendak dikhitbah. Sedangkan para ulama Hambali membolehkan
melihat anggota badan yang tampak tatkala si perempuan beraktivitas. Anggota badan
tersebut ada enam, yaitu wajah, leher, tangan, telapak kaki, kepala, dan betis. Itu
karena memang butuh untuk melihat anggota badan tersebut, juga karena kemutlakan
hadits Nabi saw yang berarti,. "Lihatlah perempuan tersebut" dan perbuatan Umar
serta Jabir. Ini adalah pendapat yang rajih menurut saya, akan tetapi saya tidak
memfatwakannya.10

Imam al-Auza’i berkata, "Boleh melihat anggota badan tempat tumbuhnya


daging” Sedangkan Dawud adz-Dzahiri berkata, "Boleh melihat seluruh anggota
badan, karena kemutlakan hadits, "Lihatlah perempuan tersebut." Akan tetapi
pendapat ini adalah mungkar dan syadz yang dapat menyebabkan kerusakan.

8
Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh ... h. 33
9
Ibid, h.34
10
Ibid, h.34

7
Anjuran untuk melihat ini tidak terbatas hanya pada laki-laki, tapi juga berlaku
bagi perempuan (yang dipinang). Seorang perempuan berhak melihat laki-laki yang
meminangnya agar di antara keduanya dapat saling mengetahui apa yang membuat
mereka saling menyukai. 11

Umar berkata, "janganlah kalian menikahkan anak perempuan kalian dengan


laki-laki yang buruk peranginya. Sesungguhnya apa yang membuatnya tertarik
kepada laki-laki, itu pula yang membuat laki-laki yang meminangnya tertarik
kepadanya."12

Jika orang yang meminang mengurungkan niatnya untuk menikahinya setelah


dia melihat perempuan dipinangnya, hendaknya dia tidak mengatakan sesuatu yang
tercela atas diri perempuan tersebut agar dia tidak merasa sakit hati atas ucapannya.
Sesuatu yang tidak disukai oleh seseorang sangat memungkinkan menjadi sesuatu
yang disukai oleh orang yang lain.13

11
Sayyid Sabiq, Terjemah Fiqih ... h. 232
12
Ibid, h. 233
13
Ibid, h. 233

8
Hukum melihat perempuan bagi orang laki-laki itu ada tujuh macam, yaitu:
1. Melihatnya laki-laki pada wanita tanpa adanya sebab, hukumnya tidak
diperbolehkan.
2. Melihatnya laki-laki pada istri atau budak perempuannya, hukumnya
diperbolehkan selain kemaluannya.
3. Melihatnya laki-laki pada perempuan mahramnya (perempuan yang tidak
boleh dinikahinya) atau budak perempuannya yang telah dinikahkan
dengan orang lain itu boleh selain pada anggota tubuh antara pusar sampai
lututnya.
4. Melihatnya laki-laki pada perempuan yang akan dinikahinya, maka hanya
diperbolehkan pada wajah dan telapak tangannya.
5. Melihatnya laki-laki pada perempuan untuk kepentingan pengobatan,
maka hanya diperbolehkan melihat pada anggotaanggota yang dibutuhkan
untuk pengoba-tannya.
6. Melihatnya laki-laki pada perempuan untuk kepentingan persaksian atau
pekerjaan maka hanya diperbolehkan pada wajah saja.
7. Melihatnya laki-laki pada budak perempuan yang akan dibelinya, maka
diperbolehkan melihat anggota yang sekira perlu untuk dilihat14

14
Abu Syuja’, Terjemah Matan Ghoyat wa Taqrib, diterjemahkan oleh Izat Fatihul Karomi,
dkk (Tuban: Ente Kafi Publishing), h. 89

9
Kriteria perempuan yang hendak dikhitbah dapat diringkas menjadi
sebagaimana berikut :
1. Perempuan tersebut hendaknya seorang yang mempunyai agama.
Sebagaimana dalam hadits.

َ ِ‫سلَّ َم قَا َل ت ُ ْن َك ُح الن‬


‫سا ُء‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫َع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ أ َ َّن َر‬
‫ت يَ َداك‬ ْ َ‫ِين ت َ ِرب‬ِ ‫ت الد‬ ِ ‫اظفَ ْر بِ َذا‬ ْ َ‫س ِب َها َو ِل َج َما ِل َها َو ِلدِينِ َها ف‬
َ ‫ِِل َ ْربَعٍ ِل َما ِل َها َو ِل َح‬
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Wanita dinikahi karena empat hal; hartanya, nasabnya,
kecantikannya dan agamanya. Peganglah perkara agamanya maka engkau
akan beruntung”

10
2. Perempuan tersebut hendaknya subur berpotensi dapat melahirkan banyak
anak. Itu sebagaimana anjuran dalam sebuah hadits yang berbunyi

‫ت َزَ َّو ُجوا ْال َودُو َد ْال َولُو َد فَإِنِي ُم َكاثِ ٌر ِب ُك ْم ْاِل ُ َمم‬
artinya : “Nikahkanlah wanita-wanita yang penyayang dan subur (banyak
keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan
banyaknya kalian”.
3. Hendaknya perempuan tersebut masih perawan sebagaimana dalam hadits
Nabi saw.

‫َّللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َّ ‫صلَّى‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ِلي َر‬ ‫َّللا َقا َل قَا َل‬
ِ َّ ‫َع ْن َجا ِب ِر ب ِْن َع ْب ِد‬
‫ثَيِبًا فَقُ ْلتُ ثَيِبًا قَا َل أَفَ ََل بِ ْك ٌر ت ُ ََل ِعبُ َها‬ ‫ت قُ ْلتُ َنعَ ْم قَا َل بِ ْك ًرا أ َ ْم‬ َ ‫أَت َزَ َّو ْج‬
‫َوت ُ ََل ِعبُك‬
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berkata kepadaku: "Apakah engkau telah menikah?" Aku katakan; Iya.
Beliau bertanya: "Gadis atau janda?" Aku katakan; janda. Beliau berkata:
"Mengapa engkau tidak menikah dengan seorang gadis, sehingga engkau
dapat bercanda dengannya dan dia bercanda denganmu?"
4. Hendaknya perempuan tersebut berasal dari rumah yang dikenal
mempunyai agama dan qanaah. Karena itu merupakan sumber agama dan
sifat qana'ahnya
5. Hendaknya perempuan tersebut berasal dari keluarga baik-baik agar
anaknya menjadi orang yang unggul. Karena sesungguhnya boleh iadi
anak tersebut akan menyerupai keluarga si perempuan dan cenderung
menirunya.
6. Hendaknya perempuan tersebut cantik, karena itu lebih dapat membuat
jiwa tenang dan dapat menundukkan pandangan, dan dapat lebih
menyempurnakan rasa cinta si lelaki. Oleh karena itu, diperbolehkan

11
melihat perempuan tersebut sebelum menikah. Akan tetapi, para ulama
Syafi'iah menganggap makruh mengkhitbah perempuan yang sangat cantik
berdasarkan hadits
7. Hendaknya perempuan itu bukan merupakan kerabat dekat agar anaknya
menjadi lebih unggul. Sebagaimana ada yang mengatakan, "Sesungguhnya
perempuan-perempuan yang bukan kerabat lebih unggul, sedangkan putri-
putri paman sendiri lebih sabar." Demikian juga, karena menikah dengan
kerabat dekat tidak menjamin tidak teriadi perceraian. Jika teriadi
perceraian, hal itu dapat menyebabkan terputusnya tali silahrrrahim
keluarga, padahal menyambung tali silaturrahim keluarga sangat
dianjurkan. Mengenai hal itu, lmam Rafi'i berdalil mengikuti apa yang ada
dalam kitab al-Washiith, yaitu hadits yang berbunyi

ً‫َّل تنكحوا القرابة القريبة؛ فإن الولد خيلق ضاوي‬


“Janganlah kalian menikahi kerabat dekat Karena sesungguhnya anak
akan terlahir dalam keadaan kurus."
8. Hendaknya tidak lebih dari satu perempuan, jika dengan hal itu sudah
dapat menjaga kesucian diri15. Karena lebih dari dua dapat menyebabkan
terjerumus ke dalam keharaman. Allah SWT berfirman

‫صتُ ْم فَ ََل ََتِْي لُ ْوا ُك ال ال َْم ْي ِل فَ تَ َذ ُرْو َها‬ ِ ۤ ِ‫ولَن تَست ِطي عىوا اَ ْن تَع ِدلُوا ب ْي الن‬
ْ ‫ساء َولَ ْو َح َر‬َ ََْ ْ ْ ُْ ْ َْ ْ َ

‫اَّللَ َكا َن غَ ُف ْوًرا ارِح ْي ًما‬


ٰ ‫ص ِل ُح ْوا وتَتا ُق ْوا فَِا ان‬ ِ ِ
َ ْ ُ‫ َكال ُْم َعلا َقة َۗوا ْن ت‬.
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”

15
Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh ... h. 25

12
Ada dua ienis perempuan yang haram untuk dinikahi. jenis yang pertama
pengharamannya bersifat abadi, sedangkan jenis yang kedua pengharamannya bersifat
temporal. Pengharaman yang bersifat abadi disebabkan oleh hubungan nasab, besanan
atau sesusuan.16

16
Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh ... h. 125

13
Menurut mazhab Maliki ada dua puluh lima jenis perempuan yang haram
dinikahi selamanya. Yang berdasarkan hubungan nasab ada tujuh orang, yaitu: ibu,
anak perempuan, bibi dari pihak ibu, saudara perempuan, bibi dari pihak bapak, anak
perempuan saudara laki laki, anak perempuan saudara perempuan, dan para
perempuan yang memiliki posisi yang sama dengan ketujuh orang perempuan ini
akibat hubungan sesusuan.17

Pengharaman nasab didasarkan kepada ayat Al-Qur’an QS Annisa (23)


sebagai berikut :

ِّ ‫خ َو َب ٰنتُ ْاْلُ ْخ‬ ٰ


‫ت‬ ِّ َ‫ع ّٰمت ُ ُك ْم َو ٰخلت ُ ُك ْم َو َب ٰنتُ ْاْل‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم ا ُ َّمهٰ ت ُ ُك ْم َوبَ ٰنت ُ ُك ْم َواَخ َٰوت ُ ُك ْم َو‬َ ‫ت‬ ْ ‫ُح ِّر َم‬
‫س ۤا ِٕى ُك ْم َو َربَ ۤا ِٕىبُ ُك ُم الّٰتِّ ْي فِّ ْي‬
َ ِّ‫ع ِّة َوا ُ َّمهٰ تُ ن‬
َ ‫ضا‬ َّ َ‫ض ْعنَ ُك ْم َوا َخ َٰوت ُ ُك ْم ِّمن‬
َ ‫الر‬ َ ‫َوا ُ َّمهٰ ت ُ ُك ُم الّٰتِّ ْْٓي ا َ ْر‬
َ ‫س ۤا ِٕى ُك ُم الّٰ ِّت ْي دَخ َْلت ُ ْم بِّ ِّه َّۖ َّن فَا ِّْن لَّ ْم تَ ُك ْونُ ْوا دَخ َْلت ُ ْم ِّب ِّه َّن َف ََل ُجنَا َح‬
َّۖ ‫علَ ْي ُك ْم‬ َ ِّ‫ُح ُج ْو ِّر ُك ْم ِّم ْن ن‬
َ َ‫سل‬
ّٰ ‫ف ۗ ا َِّّن‬
َ‫ّٰللا‬ ْ َ ‫َو َح َ َۤل ِٕى ُل ا َ ْبن َۤا ِٕى ُك ُم الَّ ِّذيْنَ ِّم ْن ا‬
َ ‫ص ََلبِّ ُك ْۙ ْم َوا َ ْن تَ ْج َمعُ ْوا َبيْنَ ْاْلُ ْختَي ِّْن ا َِّّْل َما قَ ْد‬
. ‫غفُ ْو ًرا َّر ِّح ْي ًما‬ َ َ‫َكان‬

17
Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh ... h. 125

14
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan,
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan,
saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu
sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri)
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Para perempuan yang diharamkan akibat hubungan persusuan adalah sama


dengan para perempuan yang diharamkan akibat hubungan nasab. hal ini didasarkan
pada hadits Nabi SAW yang berbunyi :

15
‫ت‬
َ ‫ص ْو‬ ْ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلا َم َكا َن ِع ْن َد َها َوإِنا َها ََِس َع‬
َ ‫ت‬ ‫صلاى ا‬ ِ‫ول ا‬
َ ‫اَّلل‬ َ ِ‫َع ْن َع ْم َرَة أَ ان َعائ‬
َ ‫ش َة أَ ْخبَ َرتْ َها أَ ان َر ُس‬
ِ‫ول ا‬
َ ِ‫اَّلل َه َذا َر ُج ٌل يَ ْستَأ ِْذ ُن ِِف بَ ْيت‬ َ ِ‫ت َعائ‬ ِ ِ
‫ال‬
َ ‫ك فَ َق‬ َ ‫ْت َي َر ُس‬
ُ ‫شةُ فَ ُقل‬ َ ‫َر ُج ٍل يَ ْستَأْذ ُن ِِف بَ ْيت َح ْف‬
ْ َ‫صةَ قَال‬
ِ‫ول ا‬
‫اَّلل لَ ْو‬ ْ َ‫اع ِة فَ َقال‬
َ ِ‫ت َعائ‬
َ ‫شةُ َي َر ُس‬ َ‫ض‬ َ ‫صةَ ِم ْن ال ار‬ ِ ِ ‫اَّلل صلاى ا‬
َ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلا َم أ َُراهُ فََُل ًًن ل َع ِم َح ْف‬
ِ ُ ‫رس‬
َ ‫ول ا‬ َُ

َ‫اعة‬
َ‫ض‬ َ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلا َم نَ َع ْم إِ ان ال ار‬
‫صلاى ا‬ ِ‫ول ا‬
َ ‫اَّلل‬ َ َ‫اع ِة َد َخ َل َعلَ اي ق‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ‫ض‬ َ ‫َكا َن فََُل ٌن َحيًّا لِ َع ِم َها ِم ْن ال ار‬

‫ُُتَ ِرُم َما ُُتَ ِرُم الْ ِوََّل َدة‬

Dari 'Amrah bahwasannya Aisyah telah mengabarkan kepadanya bahwa waktu itu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di sampingnya, sedangkan dia
('Aisyah) mendengar suara seorang laki-laki sedang minta izin untuk bertemu
Rasulullah di rumahnya Hafshah, 'Aisyah berkata; Maka saya berkata; "Wahai
Rasulullah, ada seorang laki-laki yang minta izin (bertemu denganmu) di rumahnya
Hafshah". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Saya kira fulan itu
adalah pamannya Hafshah dari saudara sesusuan." Aisyah bertanya; "Wahai
Rasulullah, sekiranya fulan tersebut masih hidup -yaitu pamannya dari saudara
sesusuan- apakah dia boleh masuk pula ke rumahku?" Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Ya, sebab hubungan karena susuan itu menyebabkan mahram
sebagaimana hubungan karena kelahiran."18

18
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits, http://mqtebuireng.softether.net/hadis9/bab_open.php,
nomor hadis 2615, diakses pada 03 Maret 2022, Pukul 17.05 WITA

16
Jumhur dari kalangan sahabat, tabi'in, dan fuqaha berkata, menyusu tidak
menjadikan mahram kecuali jika masih kecil. Mereka berbeda pendapat dalam
batasan masa kecil ini.

17
Jumhur mengatakan, selagi masih berumur dua tahun maka menyusunya dapat
menjadikannya mahram. Di atas umur tersebut maka tidak menjadikannya mahram.
Mereka berdalil dengan firman Allah SWT

ۗ َ‫اعة‬
َ‫ض‬ َ ‫اد اَ ْن يُّتِ ام ال ار‬ ِ ْ َ‫ْي َك ِامل‬
َ ‫ْي لِ َم ْن اَ َر‬ ِ ‫ت ير‬
ِ ْ َ‫ض ْع َن اَ ْوََّل َد ُه ان َح ْول‬ ِ
ْ ُ ُ ‫َوال َْوال ٰد‬
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang
ingin menyusui secara sempurna (QS. Al-Baqarah. 233)

Masalah syarat lima kali susuan menjadi perbedaan pendapat para ulama.
Sekelompok ulama mengatakan tentang hal itu dengan tidak adanya pembatasan. Ini
adalah madzhab Malik dan para pengikutnya, serta diriwayatkan dari Ali dan Ibnu
Mas'ud dan ini juga pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Menurut mereka ukuran
apa saja bisa mengharamkan. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Abu Hanifah dan
para pengikutnya, Ats-Tsauri dan Al Auza'i.19
Kelompok kedua mengatakan bahwa yang mengharamkan yaitu lima kali
susuan. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafi’i. hal ini didasarkan pada hadits nabi
SAW :
ٍ ‫ت َم ْعلُو َما‬
َ‫ت يُ َح ِر ْمنَ ث ُ َّم نُ ِس ْخن‬ ٍ ‫ض َعا‬َ ‫ع ْش ُر َر‬ َ ‫آن‬ ِ ‫ت َكانَ فِي َما أ ُ ْن ِز َل ِم ْن ْالقُ ْر‬ْ َ‫شةَ أَنَّ َها قَال‬
َ ِ‫عائ‬َ ‫ع ْن‬ َ
‫سلَّ َم َو ُه َّن فِي َما يُ ْق َرأ ُ ِم ْن ْالقُ ْرآن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬ ٍ ‫ِبخ َْم ٍس َم ْعلُو َما‬
َ ِ‫ت فَت ُ ُوف‬
ُ ‫ي َر‬
Dari 'Aisyah dia berkata: "Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan
menjadi mahram ialah sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus)
dengan lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat,
dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu."

19
Ibnu Rusyd, Bidayatul… h. 68

18
Daftar Pustaka

al-Zuhailiy, Wahbah, Fiqh Islam wa Adillatuh, Jilid 9 (Jakarta: Gema Insani).

Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, ditakhrij oleh Ahmad Abu Al-Majdi (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2014).

Sabiq, Sayyid, Terjemah Fiqih Sunnah, (Jakarta: Insan Kamil, 2009)

Syuja’, Abu, Terjemah Matan Ghoyat wa Taqrib, diterjemahkan oleh Izat Fatihul
Karomi, dkk (Tuban: Ente Kafi Publishing)

Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits,


http://mqtebuireng.softether.net/hadis9/bab_open.php

19

Anda mungkin juga menyukai