BAB II
KAJIAN KEPERPUSTAKAAN
A. Hasil Penelitian
bagi perempuan sedang dalam masa iddah menurut Analisis Fiqh Al-Syafi’iyyah
adalah tidak boleh menerima pinangan dari laki-laki lain, tidak boleh keluar
yang talaq raj’i atau perempuan yang di talaq bain. Sedangkan hamil tidak
dibolehkan keluar rumah, kecuali dengan izin mantan suaminya atau disebabkan
darurat, namun bila suami tidak memberi nafkah, mereka membolehkan mencari
‘iddah masih bersifat umum. Disamping itu juga, dapat diketahui bahwa ‘iddah
yang menulis teliti berbeda dengan kajian masalah ‘iddah akibat percampuran
maka jelas pokok permasalahan yang akan penulis kaji dalam penulisan skipsi ini
Menurut bahasa ‘iddah berasal dari kata Al-‘Adad. Sedangkan kata al-’adad
Menghitung. Kata Al-Adad memiliki arti ukuran dari suatu yang dihitung dan
jumlahnya. Adapun bentuk jama’ dari kata Al-Adad begitu pula bentuk jama’ dari
13
kata ‘iddah adalah Al-Adad. Dan dikatakan juga bahwa seorang perempuan telah
dikemukakan oleh para fuqaha. Meskipun dalam redaksi yang berbeda, berbagai
Menurut Al-Jaziri ‘iddah secara syar’i memiliki makna yang lebih luas dari
pada makna bahasa yaitu masa tunggu seorang perempuan yang tidak hanya
didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang juga didasarkan
pada bilangan bulan atau dengan melahirkan selama masa tersebut seorang
perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-laki lain. Sementara itu Sayyid
Sabiq menjelaskan bahwa ‘iddah merupakan sebelum nama bagi masa lamanya
perempuan istri menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya atau
tunggu seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahim atau untuk ta’adbud
beribadah atau untuk tafajju’ bela sungkawa terhadap suaminya. Dalam definisi
lain dijelaskan bahwa ‘iddah menurut ‘urf syara’ adalah nama untuk suatu masa
pernikahan.
Dari berbagai definisi ‘iddah yang telah dikemukakan diatas maka dapat
tunggu yang dutetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau putus
perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan atau dengan
14
sungkawa atas suaminya. Selama masa tersebut perempuan istri dilarang menikah
suaminya atau setelah pisah dengan suaminya dijelaskan secara ekspisit dalam Al-
Qur’an maupun sunnah. Diantara nassh al-quran yang menjelaskan tentang ‘iddah
antara lain:
ش ًرا ۚ فا َِذا
ْ ش ُه ٍر َّو َع ْ َصنَ ِبا َ ْنفُسِ ِهنَّ اَ ْر َب َع َة ا ً َوالَّ ِذ ْينَ ُي َت َو َّف ْونَ ِم ْن ُك ْم َو َي َذ ُر ْونَ اَ ْز َو
ْ اجا َّي َت َر َّب
هّٰللا
اح َعلَ ْي ُك ْم فِ ْي َما َف َع ْلنَ ف ِْٓي اَ ْنفُسِ ِهنَّ ِبا ْل َم ْع ُر ْو ۗفِ َو ُ ِب َما َت ْع َملُ ْونَ َخ ِب ْي ٌر َ َبلَ ْغنَ اَ َجلَ ُهنَّ َفاَل ُج َن
س ْوهُنَّ َف َما لَ ُك ْم ِ ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذ ْينَ ٰا َم ُن ْٓوا ِا َذا َن َك ْح ُت ُم ا ْل ُمْؤ م ِٰن
ُّ ت ُث َّم َطلَّ ْق ُت ُم ْوهُنَّ مِنْ َق ْب ِل اَنْ َت َم
احا َج ِم ْياًل
ً س َر َ َعلَ ْي ِهنَّ مِنْ عِ دَّ ٍة َت ْع َتد ُّْو َن َه ۚا َف َم ِّت ُع ْوهُنَّ َو
َ َّس ِّر ُح ْوهُن
Nya), maka masa iddah mereka adalah tiga b ulan : dan begitu (pula) perempuan-
perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah
mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa
yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan
dalam urusannya. (At-Talaq [65] : 4)
Yang artinya : Tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan
hari akhir berihdad lebih dari tiga malam terhadap orang yang meninggal, kecuali
terhadap suami yang meninggal maka ia harus berihdad empat bulan sepuluh hari.
‘iddah. Berdasarkan Nashsh al-quran sunnah tersebut maka para ulama telah
sepakat ijma’ bahwa ‘iddah hukumnya wajib. Mereka hanya berbeda dalam
Selama dalam ketentuan ‘iddah yang telah dijelaskan secara eksplisit oleh
dikalangan ulama. Tetapi juga ketentuan ‘iddah tersebut dihadapkan pada suatu
persolan yang belum ada penjelasannya baik dalam Al-Quran maupun sunnah
seperti ‘iddah bagi perempuan hamil karena watak syubhat telah menimbulkan
Quran maka para fuqaha dalam kitap-kitap fiqih konvesional membagi ‘iddah
16
menjadi tiga yaitu berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan dan dengan
Talaq Bain Sughra maupun Kubra dan faskh pembatalan seperti murtadnya suami
atau khiyar bulug perempuan. Keadaan istri dapat dibedakan menjadi istri yang
sudah dicampuri atau belum, isteri masih mengalami haid atau belum bahkan
sudah menaupause istri dalam keadaan hamil atau tidak, istri seorang yang
merdeka atau dari hamba sahaya, dan istri seorang muslim atau kitabiyah.
Sedangkan ditinjauan dari jenis akad maka dapat dibagi menjadi akad
1. ‘iddah seorang istri yang masih mengalami haid yaitu dengan tiga
kali haid
2. ‘iddah seorang istri yang sudah tidak haid manopause yaitu tiga
bulan
maipun bain, Bain Sughra maupun Kubra dan faskh pembatalan seperti
murtadnya suami atau khiyar bulug perempuan sedangkan istri masih mengalami
haid maka ‘iddah-Nya dengan tiga kali haid. Akan tetapi hal tersebut berlaku bagi
berdasarkan akad yang shahih dan tidak ada perbedaan baik istri
Penetapan ‘iddah dengan haid ini juga berlaku bagi istri yang ditinggal mati
oleh suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dan dua keadaan. Pertama,
meninggal maka ia wajib ber’iddah berdasarkan haid. Kedua, apabila akad fasid
dan suaminya meninggal maka ia ber’iddah dengan berdasrkan haid tidak dengan
empat bulan sepuluh hari yang merupakan ‘iddah atas kematiuan suami karena
hikmah ;iddah disini adalah untuk mengetahui kebersihan rahim dan tidak untuk
18
berduka terhadap suami karena dalam hal mencampuri secara syubhat tidak ada
suami dan dalam akad yang fasid tidak ada suami secara syar’i maka tidak wajib
telah dicampuri baim secara hakiki atau hukmi dalam bentuk perkawinan sahih
dan dia tidak mengalami haid karena sebab apapun baik karena dia masih belum
dewasa atau sudah dewasa tetapi telah menopause yaitu sekitar umur 55 tahun
atau telah mencapai umur 15 tahun dan belum haid kemudian putus perkawinan
antara dia dengan suaminya dengan talaq, atau fisakh atau berdasarkan sebab-
sebab yang lain maka ‘iddah-Nya adalah tiga bulan penuh berdasarkan firman
Allah dalam surat At-Talaq 65:4. Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal
mati oleh suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dan masih mengalami haid
“iddah-nya empat bulan sepuluh hari berdasarkan firman Allah dalam surat Al-
Baqarah 2 : 234 .
kematian suami maka apabila istri dalam keadaan hamil. ‘iddahnya sampai
kematian suami hingga ia melahirkan hanya setengan bulan atau kurang dari
empat bulan sepuluh hari sedangkan menurut malik dan ibn Abbas dan Ali bin
Abi Thalib ‘iddah perempuan tersebut diambil waktu yang terlama dari dua jenis
19
‘iddah tersebut apakah empat bulan sepuluh hari atau sampai melahirkan. Menurut
jumhur ulama antara lain hanafiyyah dan jumhur sahabat telah diriwayatkan
bahwa umar dan Abdullah bin mas’ud dan zaid bin shabit dan Abdulah bin umar
yang ada di dalam perutnya meskipun suaminya ketika itu masih berada diatas
kasur tempat membaring manyat. “ini berarti bahwa ayat dari surat at-talaq
mentakhsis ayat surat al-baqarah yang menjelaskan ‘iddah bagi istri yang di
tinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan sepuluh hari. Hal ini karena ayat
Dan bagi istri yang tidak dalam keadaan hamil. ‘iddah-nya adalah
empat bulan sepuluh hari berdasarkan surah Al-Baqarah 2 : 234. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan baik istri masih kecil atau sudah dewasa, muslim atau
kitabiyyah begitu pula apakah sudah melakukan hungan atau belum karena ‘iddah
dalam kondisi seperti ini adalah untuk menunjukkan kesedihan dan rasa belah
kasih atas kematian suami hingga disyaratkan bahwa kadnya sahid. Jika akad
fasid maka “ iddah-nya dengan haid karena untuk mengetahui kebersihan rahim.
Semua ketentuan ini adalah bagi istri yang merdeka sementara jika istri Adalah
hamba sahaya dan hamil maka “iddah-nya sama dengan istri yang merdeka yaitu
sampai melahirkan dan jika tidak hamil dan masih mengalami haid “iddahnya
Yang artinya : talaq bagi hamba sahaya adalah dua kali dan sucinya dua
kali.
apabila disebabkan oleh kematian suami maka wajib bagi istri untuk ber’iddah
disebabkan karena talaq atau fasakh maka tidak ada kewajiban ‘iddah bagi istri.
Jika nikahnya berdasarkan akad sahih tidak disyaratkan adanya seks dukhul hakiki
hubungan seks. Dan tidak ada kewajiban “iddah bagi istri yang cerai sebelum
49,
D. Hikmah “iddah
yang tinggi untuk menolong manusia didunia mapun akhirat. Adapun hikmah
mengungkapkannya
talaq raj’i.
seorang perempuan tidak harus menunggu minimal sampai satu kali haid, akan
tetapi dalam hal ini terdapat hikmah bahwa diantara maksudnya ditetapkan ‘iddah
adalah untuk memberikan waktu bagi kedua belah pihak untyk saling beepikir dan
kehidupan rumah tangga yang bahagia. Selain itu dengan ditetapkan ‘iddah
menunjukkan bahwa ikatan perkawinan adalah ikatan yang kokoh dan suci
misaqan galizan yang tidak mudah putus hanya dengan jatuhnya talaq. Karena
talaq adalah sesuatu yang boleh dilakukan tetapi sangat dibenci disisi Allah.
wath’ berasal dari bahasa Arab وطءmasdar dari kata وطءjuga bisa bermakna
pengertian syubhat menurut Ensiklopedi hukum islam adalah suatu yang tidak
jelas apakah benar atau tidak atau masih mengandung kemungkinan benar atau
22
perkara-perkara yang kurang atau tidak jelas hukumnya apakah halal atau haram.
tidak berhak dicampuri karena ketidaktahuan pelakunya bahwa pasangan itu tidak
yang dimaafkan oleh syar’i yang melepaskan nya dari hukuman had.
(wath’syubhat) salah satunya yaitu lampu mati dimana seorang suami mengalami
tersebut si pelaku tidak mendapat hukuman sebab adanya kesyubhatan itu sendiri.
1) Syubhat fa’il
2) Syubhat Al Malik
majikannya.yang mana budak tersebut telah dibeli oleh majikan tersebut namun
keduanya.
3) Syubhat thoriq
tidak jelas.Atau persetubuhan yang terjadi dalam pernikahan yang nikahnya fasid.
24
atau ditinggal mati suaminya.Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa imam
Maliki tidak mewajibkan idda bagi wanita yang melakukan persetubuhan dengan
perzinahan.
seseorang suami yang telah menceraikan istrinya dengan talaq baiin kemudian ia
menyetubuhinya dalam keadaan lupa atau seorang suami yang hendak melakukan
baru masuk islam yang belum mengerti bahwa berzina itu haram.itu semua masuk
mewajibkan iddah bagi wanita yang disetubuhi (wath’) secara syubhat dan Imam
Maliki mewajibkan iddah kepada seseorang wanita yang sudah berada dalam tali
dengan zina.Wanita tersebut harus mensucikan dirinya dirinya dalam waktu yang
huyukuman hadd dengan alasan ketidaktahuan dari kedua belah pihak dan
keyakinan yang ada dalam hati bahwa itu adalah pasangan nya.
mewajibkan kepada sang wanita untuk menjalani masa iddah, akan tetapi ia harus
Yang artinya : “dan dengan hal tersebut (definisi iddah di atas), diketahui
dan persetubuhan zina tidak diwajibkan untuk beriddah dengan makna ini
(definisi iddah di atas), akan tetapi salah satu dari setiap persetubuhan tersebut
hubungan badan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan tanpa melalui