Anda di halaman 1dari 7

Dalam ilmu fiqih, syarat ialah suatu yang harus dipenuhi sebelum mengerjakan sesuatu

pekerjaan. Kalau syarat-syaratnya kurang sempurna maka pekerjaan itu tidak sah. Dalam
ibadah puasa, ada dua syarat, yakni syarat wajib dan syarat sah. Untuk syarat wajib
puasa, diantaranya adalah :

Pertama, Islam.

Puasa hanya sah jika dilakukan oleh orang Islam, sebab syariat puasa untuk orang Islam.
Adapun puasa untuk orang non-muslim tidak sah hukumnya. Begitu juga orang yang
kafir atau murtad (keluar agama islam) maka puasanya tidak sah. Adapun puasa seorang
mualaf atau orang yang masuk Islam adalah sah.

Kedua, baligh.

Baligh dalam hukum Islam menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan. Tanda-
tanda baligh menurut Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun
Najah ada 3, yakni sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan
perempuan, keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan
perempuan, dan menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak
perempuan.

Dalil dari penetapan umur 15 tahun sebagai batas usia baligh adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar :

‫ضنِي يَوْ َم‬ َ ‫ َو َع َر‬،‫ فَلَ ْم ي ُِج ْزنِي‬،ً‫ َوأَنَا ابْنُ أَرْ بَ َع َع ْش َرةَ َسنَة‬،‫َال‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَوْ َم أُ ُح ٍد فِي ْالقِت‬
َ ِ‫ضنِي َرسُو ُل هللا‬ َ ‫ع ََر‬
ْ ٌ
ُ‫ فَ َح َّدثتُه‬،‫يز َوهُ َو يَوْ َمئِ ٍذ َخلِيفَة‬ ْ
ِ ‫ت َعلَى ُع َم َر ْب ِن َع ْب ِد ال َع ِز‬ َ
َ َ‫ ق‬،‫ فَأ َجازَ نِي‬،ً‫س َع ْش َرةَ َسنَة‬
ُ ‫ فَقَ ِد ْم‬:ٌ‫ال نَافِع‬ َ ِ ‫ْالخَ ْند‬
َ ‫ َوأنَا ابْنُ خَ ْم‬،‫َق‬
ِ ِ‫ير َو ْال َكب‬
‫ير‬ َّ ‫ «إِ َّن هَ َذا لَ َح ٌّد َب ْينَ ال‬:‫ال‬
ِ ‫ص ِغ‬ َ َ‫ فَق‬،‫يث‬َ ‫هَ َذا ْال َح ِد‬

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menunjukku untuk ikut serta dalam perang
Uhud, yang ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun beliau tidak memperbolehkan
aku. Dan kemudian beliau menunjukku kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu
usiaku telah mencapai lima belas tahun. Beliau pun memperbolehkanku”. Nafi’ (perowi
hadits ini) berkata : “Aku menghadap Umar bin Abdul Aziz, pada saat itu beliau
menjabat sebagai kholifah, lalu aku menceritakan hadits ini, lalu beliau (Umar bin Abdul
Aziz) berkata : “Sesungguhnya ini adalah batas antara orang yang masih kecil dan sudah
dewasa”. (Shohih Bukhori, no.2664 dan Shohih Muslim, no.1868)

Ketiga, berakal sehat.

Orang gila tidak berkewajiban untuk menjalankan puasa. Sebab orang gila tidak dibebani
hukum syariat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadis Abu Dawud :
‫ َو َع ِن النَّائِ ِم َحتَّى‬،‫ق‬ ِ ‫ون ْال َم ْغلُو‬
َ ‫ب َعلَى َع ْقلِ ِه َحتَّى يَفِي‬ ِ ُ‫ َع ِن ْال َمجْ ن‬،‫ُرفِ َع ْالقَلَ ُم َع ْن ثَاَل ثَ ٍة‬
‫صبِ ِّي َحتَّى يَحْ تَلِ َم‬َّ ‫ َو َع ِن ال‬،َ‫يَ ْستَ ْيقِظ‬
“Diangkat kewajiban atas tiga kelompok: orang tidur sampai dia terbangun, anak kecil
sampai dia baligh, dan orang gila sampai dia waras.”

Keempat, mampu berpuasa.

Bagi orang yang sakit keras dan tidak mampu berpuasa, maka tidak wajib berpuasa.
Tetapi wajib mengganti pada hari lain. Adapun bagi orang-orang lansia yang tidak kuat
berpuasa, maka diwajibkan membayar fidyah.

Adapun syarat sah puasa diantaranya :

1. Pertama, suci dari haid atau nifas (bagi wanita).

Bagi wanita yang sedang haid atau nifas maka tidak wajib baginya berpuasa. Namun, ia
harus mengganti puasanya di hari lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari
sayyidati Aisyah radhiallahu anha, berkata,

‫صاَل ِة‬
َّ ‫ضا ِء ال‬ َ َ‫ الحيض – فَنُ ْؤ َم ُر بِق‬: ‫ُصيبُنَا َذلِكَ – تعني‬
َ َ‫ َواَل نُ ْؤ َم ُر بِق‬، ‫ضا ِء الصَّوْ ِم‬ ِ ‫َكانَ ي‬

“Kami dahulu mengalami haid, maka kami diperintahkan mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan mengqadha’ shalat.” (HR. Bukhari, no. 321, Muslim, no. 335)

2. Kedua, dalam waktu yang dibolehkan berpuasa.

Puasa dilakukan pada hari-hari yang dibolehkan berpuasa. Sebab, ada hari-hari tertentu
dimana umat Islam dilarang berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari
tasyrik.

3. Ketiga, mumayiz (mampu membedakan yang baik dan yang tidak baik).

Mumayyiz adalah anak yang sudah mencapai usia tertentu, dimana secara psikologis
mampu membedakan mana hal yang bermanfaat baginya dan mana hal yang
membahanyakan dirinya. Sebagian ulama menyatakan bahwa pada usia ini seorang anak
memiliki kemampuan dalam otaknya untuk bisa menggali arti dari suatu hal. Umur
tamyiz menurut mayoritas ulama’ adalah 7 tahun, dan berakhir setelah sampai pada masa
baligh. (An)

Berpuasa, selain harus menetapi syarat, juga harus menetapi rukun-rukunnya. Rukun
adalah ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan suatu pekerjaan/ibadah. Bila
tidak terpenuhi maka ibadah/pekerjaan tersebut tidak sah.

Rukun puasa mencakup dua hal, diantaranya adalah :

1. Pertama, niat berpuasa.

Niat puasa wajib harus dilakukan di malam hari. Seperti puasa ramadan, harus dilakukan
di malam hari. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw :

ِ َ‫ع ْالفَجْ ِر فَال‬


ُ‫صيَا َم لَه‬ ِ ْ‫صيَا َم قَ ْب َل طُلُو‬ ِ ِّ‫َم ْن لَ ْم يُبَي‬
ِّ ‫ت ال‬
“Barangsiapa yang tidak niat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa
baginya” (HR Daruquthni, ia menilainya sahih)

Adapun niat berpuasa ramadan adalah :

‫ضا ِن ه ِذ ِه ال َّسنَ ِة ِهللِ تَ َعالَى‬ ِ ْ‫صوْ َم َغ ٍد ع َْن اَدَا ِء فَر‬


َ ‫ض َشه ِْر َر َم‬ ُ ‫ن ََوي‬
َ ‫ْت‬
Nawaitu shauma ghodin ‘an adaa’i fardhi syahri romadhooni haadzihis sanati lillahi
ta’ala

“Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini,
karena Allah Ta’ala.”

Soal mengucapkan niat tersebut, sebagaimana kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia


yang bersama-sama mengucapkan niat puasa ramadan setelah shalat tarawih, adalah
perkara yang baik. Hal ini didasarkan atas hadis Nabi saw :

‫ي النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم َذاتَ يَوْ ٍم فقَا َل هَلْ ِع ْن َد ُك ْم َش ْي ٌء‬ ْ َ‫ع َْن عَائِ َشةَ أُ ِّم ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ قَال‬
َّ َ‫ت َدخَ َل َعل‬
ٌ‫صائِم‬ َ ‫فَقُ ْلنَا الَ قَا َل فَإِنِّي إِ َذ ْن‬
Aisyah berkata: Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬datang kepada saya lalu bertanya: “Apa ada
makanan? Kami menjawab “Tidak ada”. Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬berkata: “Kalau
begitu saya berpuasa” (HR Muslim No 1951)
Dalam hadis di atas terdapat penegasan dari Nabi saw dengan lafadz : “Kalau begitu saya
berpuasa”. Inilah yang menjadi hujjah bahwa mengucapkan niat puasa dibolehkan.

2. Kedua, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa.

Orang yang berpuasa harus mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa,
dimulai dari terbitnya fajar hingga waktu maghrib. Jika ia tak mampu menahan diri, maka
puasanya batal.

Diantara hal-hal yang membatalkan puasa adalah makan dan minum disengaja, masuknya
suatu benda dengan sengaja ke dalam perut dan kepala, dan pengobatan ke salah satu dua
jalan (kemaluan depan belakang), muntah dengan sengaja, hubungan intim secara
sengaja, keluar mani (sperma) sebab persentuhan, haid, nifas, gila, dan murtad.

Dalam hal ini Allah swt berfirman :


ُ َ‫أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ الصِّ يَ ِام ال َّرف‬
َ ‫ث إِلَ ٰى نِ َسائِ ُك ْم ۚ ه َُّن لِبَاسٌ لَ ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَه َُّن ۗ َعلِ َم هَّللا ُ أَنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم ت َْختَانُونَ أَ ْنفُ َس ُك ْم فَت‬
‫َاب َعلَ ْي ُك ْم‬
‫َب هَّللا ُ لَ ُك ْم ۚ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ اأْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْال َخ ْي ِط اأْل َ ْس َو ِد‬ َ ‫اشرُوه َُّن َوا ْبتَ ُغوا َما َكت‬ ِ َ‫َو َعفَا َع ْن ُك ْم ۖ فَاآْل نَ ب‬
ُ‫اج ِد ۗ تِ ْلكَ ُحدُو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْق َربُوهَا ۗ َك ٰ َذلِكَ يُبَيِّن‬ ِ ‫اشرُوه َُّن َوأَ ْنتُ ْم عَا ِكفُونَ فِي ْال َم َس‬ ِ َ‫صيَا َم إِلَى اللَّي ِْل ۚ َواَل تُب‬ ِّ ‫ِمنَ ْالفَجْ ِر ۖ ثُ َّم أَتِ ُّموا ال‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَّقُون‬ِ َّ‫هَّللا ُ آيَاتِ ِه لِلن‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri
kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang
kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah : 187)

Demikian penjelasan mengenai rukun puasa. Semoga bermanfaat.


BULAN Ramadan yang diperingati setiap satu tahun sekali menjadi momen istimewa
bagi umat muslim di penjuru dunia.

Ramadan identik dengan bulan penuh ampunan dan keberkahan. Semua amal kebaikan
yang dilakukan saat bulan Ramadan akan mendapat balasan yang berlipat ganda.

Maka dari itu, umat islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah seperti dengan
mengerjakan amalan -amalan sunnah.

Dikutip dari NU Online, Jumat (10/4/2020), Syekh Muhammad ibn 'Umar Nawawi al
Bantani dalam kitab Nihayah al-ain fi'Irsyad al-Mubtadin merinci amalan-amalan yang
bisa dilakukan saat bulan puasa.

Selengkapnya, berikut 10 amalan sunnah di bulan Ramadan.

1. Mengakhirkan sahur

Amalan sunnah di bulan Ramadan salah satunya bisa dilakukan dengan mengakhirkan
waktu sahur. Rasulullah bersabda: "Bersantap sahurlah kalian, karena sahur itu adalah
keberkahan (HR. Bukhari)".

Sahur terpenuhi bila seorang menyantap makanan atau minum meski hanya seteguk air.
Kegiatan ini bisa dilakukan seusai tengah malam hingga sebelum waktu yang diragukan
yakni antara malam atau terbit fajar.

2. Menyegerakan buka

Selepas perpuasa sepanjang hari, umat Islam dianjurkan menyegerakan berbuka puasa.
Berbuka puasa dilakukan ketika masuk waktu maghrib.

Sementara saat berbuka puasa, umat muslim disunnahkan untuk mengonsumsi makanan
manis seperti kurma basah (ruthab). Namun, kurma tersebut bisa digantikan air putih
ataupun makanan dan minuman manis lainnya.

3. Membaca doa sebelum berbuka

Amalan sunnah lainnya yakni membaca doa ma'tsur sebelum berbuka puasa yang
berbunyi: "Allahumma laka shumtu wabika amantu wa 'ala rizqika afthartu birahmatika
yaa arhamar rahimin".

Doa ma'tsur tersebut memiliki arti: "Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu
aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, berkat rahmat-Mu, wahai Dzat yang maha
penyayang di antara para penyayang".
4. Mandi besar sebelum terbit fajar

Umat islam diwajibkan mandi besar setelah melakukan junub atau sesudah masa haid dan
nifas. Sunnahnya, mandi besar dilakukan sebelum terbit fajar saat bulan Ramadan.

Hal ini dimaksudkan agar bisa menunaikan ibadah puasa sekaligus menghindari
kekhawatiran air masuk ke anggota tubuh seperti mulut, telinga dan anus, sehingga
membatalkan puasa.

Meski begitu, bila tidak bersedia mandi besar dalam waktu tersebut, umat muslim
dianjurkan mencuci anggota tubuh yang dimaksud dan membaca niat mandi besar.

5. Menghindari perkataan kotor

Amalan sunnah lainnya yakni menjaga lisan saat bulan Ramadan. Pasalnya, segala
perkataan kotor ataupun bohong bisa menggugurkan pahala puasa seseorang.

6. Menahan diri dari godaan

Puasa atau saum memiliki arti menahan diri dari makan dan minum serta segala
perbuatan yang membatalkan, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari sesuai syarat
tertentu.

Maka dari itu, selama berpuasa di bulan Ramadan umat muslim dianjurkan untuk
menahan diri dari segala godaan hawa nafsu.

7. Memperbanyak sedekah

Amalan sunnah lainnya yang tidak boleh dilewatkan yakni memperbanyak sedekah.
Utamanya dengan memberikan hidangan berbuka puasa (ifthar) kepada orang yang
berpuasa.

Rasulullah bersabda: "Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang
berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit
pun pahala orang tersebut (HR. Ahmad)".

8. I'tikaf di Masjid

Memperbanyak i'tikaf di masjid menjadi amalan sunnah saat Ramadan. I'tikaf sebaiknya
dilakukan sebulan penuh atau minimal 10 hari terakhir di bukan Ramadan.

9. Mengkhatamkan Al-Quran
Memperbanyak membaca dan mengkhatamkan Al-Quran menjadi amalan yang
dianjurkan kepada umat muslim saat bulan Ramadan. Minimal kegiatan tersebut
dilakukan sekali selama bulan suci.

Ulama-ulama terdahulu rajin mengkhatamkan Al-Quran saat bulan Ramadhan, seperti


Imam al-Syafi'i yang khatam hingga 60 kali.

10. Istiqamah menjalankan amalan sunnah

Setelah mengetahui apa saja amalan-amalan saat Ramadan, umat muslim diharapkan bisa
istiqamah menjalaninya. Selain itu, dapat melanjutkan amalan-amalan tersebut di bulan-
bulan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai