Anda di halaman 1dari 5

NAMA : LAURA AP

NO : 20
KELAS : XII MIPA 3
MAPEL : PAI
HARI/TGL : SELASA, 12 JANUARI 2021

TALAK, IDDAH DAN RUJUK


1. Talak
Sebagaimana dijelaskan oleh Saleh Al-Fauzan dalam bukunya, Fiqih Sehari-hari,
diambil dari bahasa Arab yaitu at-Takhaliyatu yang artinya melepas atau pelepasan.
Menurut istilah agama, Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah, mendefinisikannya
sebagai berikut:
“talak artinya melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.”
 Hukum Talak
Hukum talak berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasinya, menurut
Mahmud Yunus, hukum talak ada lima, yaitu wajib, makruh, mubah (boleh), sunat
dan haram.
 Macam-macam Talak
a. Talak Raj’i
Merupakan talak yang masih memperbolehkan suami kembali rujuk dengan
mantan istrinya tanpa harus melakukan perkawinan yang baru untuk bisa kembali
rujuk.
b. Talak Ba’in
Merupakan talak yang tidak diperberolehkan suami kembali rujuk dengan mantan
istrinya. Jika ingin rujuk harus melakukan perkawinan yang baru dahulu.
 Talak ba’in kecil
Merupakan talak satu dan talak dua yang disertai dengan uang (iwad) yang
diberikan oleh pihak istri kepada suami. Jika talak ba’in kecil ini telah
terjadi dan ingin rujuk kembali, maka harus menikah dengan akad nikah
yang baru.
 Talak ba’in besar
Merupakan talak tiga. Saat sang suami menjatuhkan talak tiga jika ingin
rujuk kembali sang mantan istri harus menikah dengan laki-laki lain dahulu.
 Kewajiban-kewajiban suami kepada istri yang ditalak
Adapun kewajibannya sebagai berikut :
a) Memberikan mut’ah (pemberian untuk menggembirakan hati) yang pantas
kepada bekas istrinya, baik berupa benda atau uang.
b) Memberi nafkah atau pakaian dan tempat tinggal selama bekas istrinya dalam
masa iddah.
c) Membayar atau melunasi mas kawin apabila belum di bayar atau belum
dilunasi.
d) Memberi belanja untuk pemeliharaan dan kewajiban bagi pendidikan anak-
anaknya menurut batas kesanggupannya, sampai anak-anaknya itu baligh lagi
berakal dan mempunyai penghasilan.

2. Iddah
Merupakan seorang perempuan yang menghitung harinya dan masa bersihnya.
Menurut agama, iddah adalah masa lama bagi seorang istri yang menunggu dan tidak
boleh menikah setelah kematian suami atau setelah cerai dari suami kecuali sang istri
belum dicampuri
Allah SWT menegaskan masalah iddah dengan firmannya pada Al- Qur’an surah Al-
Baqarah : 288
‫َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثَالَثَة ُقُر وٍء‬....
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri(menunggu) tiga kali
guru’
Allah juga berfirman da;am Al-Qur’an Surah Ath-Thalaq : 4

‫َو اَّالِئى َيِئْسَن ِم َن اْلَم ِح يِض ِم ن ِّنَس آِئُك ْم ِإِن اْر َتْبُتْم َفِع َّد ُتُهَّن َثَالَثُة َأْش ُهٍر َو اَّالِئى َلْم َيِحْض َن َو ُأْو َالُت ْاَألْح َم اِل‬
}4{ ‫َأَج ُلُهَّن َأن َيَض ْعَن ِح ْم َلُهَّن َو َم ن َيَّتِق َهللا َيْج َعل َّلُه ِم ْن َأْمِر ِه ُيْسًر ا‬

Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka
adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. 65:4)
 Macam-macam iddah (waktu menunggu) bagi wanita
1) Bagi seorang istri yang masih berhaid, masa iddahnya adalah tiga kali suci.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Mahmud Yunus dalam bukunya, Hukum
Perkawinan Dalam Islam, yakni, seorang istri yang masih muda dan berhaid
tiap-tiap bulan, bila diceraikan oleh suaminya maka iddahnya tiga kali suci
menurut Syafi’I dan Maliki, dan tiga kali haid menurut Hanafi dan Hambali.
2) Bagi seorang istri yang sudah tidak haid atau masih belum haid, masa
iddahnya adalah tiga bulan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Sulaiman
Rasyid, yakni seorang istri yang masih kecil dan belum haid atau seorang istri
yang telah putus haid maka masa iddahnya tiga bulan.
3) Bagi seorang istri yang sedang hamil, masa iddahnya sampai melahirkan
anaknya,[20] meskipun dalam beberapa hari saja, dalam hal ini Mahmud
Yunus menegaskan bahwa para ulama telah sepakat tentang hal ini
sebagaimana firman Allah SWT. :
“… istri-istri yang hamil iddahnya sampai melahirkan kandungannya…” (QS.
Ath-Thalaq :4)
4) Seorang istri yang ditinggal mati suaminya, Saleh Al Fauzan menjelaskan, bila
seorang istri tersebut tidak sedang hamil, maka masa iddahnya empat bulan
sepuluh hari baik ia sudah digauli maupun belum digauli. Hal ini didasarkan
pada firman Allah SWT:

‫َو اَّلِذ يَن ُيَتَو َّفْو َن ِم نُك ْم َو َيَذ ُر وَن َأْز َو اًج ا َيَتَرَّبْص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َأْر َبَعَة َأْش ُهٍر َو َعْش ًر ا َفِإَذ ا َبَلْغ َن َأَج َلُهَّن َفَال ُج َناَح َع َلْيُك ْم ِفيَم‬
}234{ ‫َفَعْلَن ِفي َأنُفِس ِهَّن ِباْلَم ْعُر وِف َو ُهللا ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبيُُر‬

Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan


meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa
'iddahnya, maka tiada dosa bagimu(para wali) memberiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat.” (QS. 2:234)
 Ketentuan-ketentuan yang berlaku selama masa iddah
ketentuan-ketentuan yang berlaku selama masa iddah menurut mazhab yang
empat dan para ulama sebagai berikut:
o Istri yang ditalak dengan talak raj’I, berhak mendapat nafkah, pakaian dan
tempat kediaman dari bekas suaminya. Dan bekas suaminya berhak rujuk
kepadanya. Sebagaimana sabda Nabi SAW : “Hanya nafkah dan kediaman
untuk perempuan yang boleh dirujuk oleh suaminya” (HR. Ahmad dan
Nasa’i)
o Istri hamil yang ditalak dengan talak ba’in, berhak mendapat nafkah dengan
segala macamnya, hingga lahir anaknya. Sebagaimana firman Allah SWT :
“Kalau mereka itu hamil, maka berilah nafkah kepada mereka, hingga
mereka melahirkan anaknya.”(Ath –Thalaq :6)
o Istri yang tidak hamil dan ditalak dengan talak ba’in, tidak berhak mendapat
nafkah menurut Syafi’I, Maliki dan Hambali hal ini didasarkan pada sabda
Nabi SAW tentang perempuan yang ditalak tiga, yakni :“Tidak ada
untuknya tempat kediaman, dan tidak pula nafkah.” (HR. Ahmad dan
Muslim)
o Istri yang dalam iddah karena kematian suaminya, tidak berhak mendapat
nafkah. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW : “Tiadalah mendapat nafkah
perempuan hamil yang kematian suaminya” (HR. Dzar Qathan dengan
sanad shahih)
o Istri yang ditalak sebelum dicampuri tidak ada masa iddahnya sama sekali
dan boleh menikah dengan laki-laki lain setelah diceraikan istrinya.
Sebagaimana firman Allah SWT : “Hai orang-orang mukmin, apabila kamu
berkawin kepada perempuan-perempuan mukminat, kemudian kamu talak
mereka sebelum kamu campuri, maka tiadalah mereka itu beriddah.” (QS.
Al Ahzab :49)
 Hikmah Disyari’atkannya Iddah
Adapun hikmah dari disyari’atkannya iddah ini adalah sebagai berikut :
o Hikmah yang pertama atas disyari’atkannya iddah ini menurut Saleh Al
Fauzan adalah untuk mengetahui keadaan rahim sang istri, apakah ia
sedang mengandung atau tidak.[23] Hal ini agar tidak terjadi percampuran
benih dengan yang lainnya.
o Saleh Al Fauzan melanjutkan, hikmah kedua iddah adalah memberikan
kesempatan kepada suami yang menceraikan istrinya untuk kembali lagi
kepada istrinya, jika ia menyesali perbuatanyya tersebut.
o Hikmah Iddah selanjutnya dijelaskan oleh Mahmud Yunus yaitu bertujuan
untuk memberikan kesempatan kepada kedua suami istri untuk saling
mengintrospeksi diri,[24] sehingga jika kedua belah pihak ingin rukuk
kembali, maka akan dapat membangun kembali rumah tangganya menjadi
lebih baik.

3. Rujuk
Merupakan upaya suami berbaikan dengan istrinya dimasa idda, yakni kembali kepada
wanita yang telah diceraikan, bukan dengan talak ba’in, hingga hubungan suami istri
seperti biasanya tanpa diikuti dengan akad nikah baru, rujuk dapat terlaksana dengan
ucapan dan perbuatan.
sebagaimana firman Allah SWT. dalam teks Al-Qur’an Surah Al-Baqarah : 228
‫َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثَالَثَة ُقُر وٍء َو َالَيِح ُّل َلُهَّن َأن َيْك ُتْم َن َم اَخ َلَق ُهللا ِفي َأْر َح اِم ِهَّن ِإن ُك َّن ُي ْؤ ِم َّن ِباِهلل‬
‫َو اْلَيْو ِم ْاَألِخ ِر َو ُبُعوَلُتُهَّن َأَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفي َذ ِلَك ِإْن َأَر اُدوا ِإْص َالًح ا َو َلُهَّن ِم ْث ُل اَّل ِذ ي َع َلْيِهَّن ِب اْلَم ْعُر وِف َوِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن‬
}228{ ‫َد َر َج ٌة َوُهللا َع ِز يٌز َح ِكيٌم‬

Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai saru tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 2:228)
 Syarat-syarat sahnya Rujuk
o Talak yang dijatuhkan belum melampaui batas yang ditentukan, yakni lebih dari
tiga bagi laki-laki merdeka dan lebih dari dua kali bagi budak laki-laki. Jika
sudah sampai batas tersebut, maka laki-laki tidak boleh merujuk kembali
istrinya sebelum istrinya menikah dengan orang lain.
o Istri yang diceraikan sudah pernah digauli. Jika suami menceraikan sebelum
digauli maka ia tidak boleh merujuk san istri. Karena istri yang diceraikan
sebelum digauli tidak mempunyai masa iddah, sebagaimana firman Allah
SWT : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah mereka mut'ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” (QS. Al- Ahzab:49)
o Talak tersebut bukan talak dengan ganti ( khulu’ ). Jika talak tersebut dengan
membayar ganti, maka suami tidak berhak rujuk kembali kecuali dengan akad
nikah yang baru dan dengan ridha sang istri.
o Nikah yang terjalin adalah nikah yang sah. Jika suami menatuhkan talak kepada
istrinya yang dinikahi dengan cara tidak sah maka tidak boleh rujuk diantara
mereka, yakni tidak boleh kembali setelah terjadinya talak.
o Rujuk tersebut terjadi saat masa iddah, sebagaimana firman Allah SWT dalam
teks Al-Qur’an surah Al-baqarah:228
o Rujuk itu terlaksana dengan bebas tanpa syarat. Tidak sah suatu rujuk jika
disertai syarat-syarat tertentu.
 Hikmah Disyari’atkannya Rujuk
Segala sesuatu yang disyari’atkan oleh agama Islam pasti mempunyai hikmah
tertentu, adapun hikmah rujuk menurut Saleh Al Fauzan adalah untuk
memberikan kesempatan kepada suami untuk introspeksi diri,[14] jika ia
menyesali perceraiannya dan ingin memulai hubungan baru lagi dengan
istrinya, maka masih ada kesempatan yang terbuka baginya. Hal ini merupakan
rahmat dan kasih saying Allah SWT kepada hamba-Nya.

Anda mungkin juga menyukai