PENDAHULUAN
Seks merupakan kebutuhan biologis laki-laki terhadap lawan jenisnya atau
sebaliknya. Ia merupakan naluri yang kuat serta selalu menuntut untuk dipenuhi.
Pemenuhan kebutuhan akan seks itu hanya bisa dilakukan apabila antara laki-laki
dan perempuan telah diikat oleh suatu ikatan yang sah yang disebut dengan
pernikahan.
Sesungguhnya tujuan nikah itu tidak hanya sekedar untuk pemenuhan
kebutuhan biologis menusia berupa seks. Tetapi ia punya tujuan lain yang lebih
mulia sebagaimana dituangkan di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 1 yang berbunyi: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manakala setelah perkawinan terjadi hubungan seks, tetapi dalam
perjalanan perkawinan itu ternyata tidak berjalan dengan mulus dan terdapat
berbagai halangan dan rintangan yang mengakibatkan tujuan perkawinan itu tidak
bisa dicapai dan sebagai puncaknya terjadilah perceraian. Akibat dari adanya
perceraian inilah yang menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang perempuan
untuk beriddah atau dalam istilah lain disebut masa tunggu.
BAB II
PEMBAHASAN TENTANG IDDAH
A. PENGERTIAN IDDAH
Iddah menurut bahasa berasal dari kata al-udd dan al-Ihsha yang
berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika dihitung satu
per satu dan jumlah keseluruhanya. Firman Allah dalam Al-quran :
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan.
(QS. At-Taubah (9): 36)
Menurut istilah Fuqaha Iddah berarti masa menunggu wanita sehingga halal
bagi suami lain.
Dari pengertian diatas kami dapat pengambil kesimpulan bahwa Iddah ialah masa
menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan
oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk
mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak, serta untuk
menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
B. MACAM-MACAM IDDAH
Ada tiga macam-macam Iddah, yaitu :
1.
Iddah sampai kelahiran kandungan
Iddah seperti ini tidak ada perbedaan pendapat antara para fuqaha bahwa
wanita yang hamil jika berpisah dengan suaminya karena talak atau khulu atau
fasakh, baik wanita merdeka atau budak, wamita mislimah atau kitabiyah, iddahnya sampai melahirkan kandungan. Firman Allah SWT. :
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. ( QS. Ath-Thalaq(65): 4 ).
Wanita yang hamil ditinggal suaminya karena meninggal dunia maka masa iddahnya sampai melahirka kandungannya. Ada pun alas an mereka :
a.
hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh
hari. (QS. Al-Baqarah (2): 234). Ayat ini berlaku dagi wanita yang tidak hamil.
b.
Firman allah swt.
waktu iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. (QS. AthThalaq (65): 4).
Kemudian ada juga ayat yang turun belakangan yaitu surah Al-Baqarah ayat 234 :
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istriistri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan
sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah (2): 234). Di takhshish keumumanya.
c.
Wanita ber-iddah dalam keadaan hamil selesai masa iddahnya yaitu dengan
melahirkan kandunganya itu karena disyariaatkan bagi wanita kebebasan atau
bersihnya rahim wanita.
2.
Iddah beberapa kali suci
Yaitu iddah setiap perpisahan dalam hidup bukan sebab kematian, jika wanita itu
masih haidh sebagaimana firman allah swt. :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru. (QS. Al-Baqarah (2): 228).
3.
Iddah dengan beberapa bulan
Masa iddah dengan beberapa bulan pada dua kondisi, yaitu sebagi berikut :
a.
Kondisi wafatnya suami, barangsiapa yang meninggal suaminya setelah
nikah yang shahih walaupun dalam iddah dari talak raji, iddahnya 4 bulan 10
hari, berdasarkan firman allah swt. Berdasarkan surah al-baqarah ayat 234 diatas.
b.
Kondisi berpindah (firaq), jika istri sudan menopause atau kecil belum
haidh, firman allah swt. :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. (QS. Ath-Thalaq (65): 4).
Dengan
adanya masa yang panjang dan lama dapat memberi peluang kepada suami
untuk berfikir (introspeksi diri) dan mungkin menimbulkan penyesalan
terhadap perbuatannya itu sehingga ia ingin kembali kepada istrinya atau
akan rujuk kembali.
3. Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia. Bagi seorang
isteri yang kematian suami yang
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)
dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah. Jangan kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar
kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang, itulah hukumhukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru.
Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy seorang ulama besar dalam bidang
tafsir dan hadis, ayat inilah yang menjadi pegangan ulama dalam membagi talak
menjadi talak sunnah dan bidah. Talak sunnah (sunny) adalah talak yang
dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak
dicampuri dalam waktu suci tersebut. Sedangkan yang dimaksud talak bidah
(bidi) adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri
dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada
waktu suci tersebut.
5
Mencermati ayat di atas, ada beberapa hal yang menarik untuk dicatat.
a) Bahwa menalak istri hendaklah dalam keadaan si istri suci dan belum
dicampuri, ini berarti talak sunni. Sedangkan menjatuhkan talak dalam
keadaan haid atau dalam keadaan suci tapi telah dijima (disetubuhi)
maka hukumnya haram atau dilarang.
b) Suami wajib memberikan tempat tinggal kepada istri yang ditalak,
selama mereka masih dalam iddah dan tidak boleh mereka keluar/pindah
ketempat lain kecuali mereka bersikap yang tidak baik.
c) Tempat tinggal tidak wajib diberikan kepada istri yang tidak dapat rujuk
lagi.
d) Tidak boleh dilkukan sebagai jalan keluar dari pergaulan suami istri yang
tidak aman.
Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan hati mereka dan jika mereka istri-istri yang sudah ditalak itu
sedang hamil maka berikanlah kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin,
kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya; dan musyawarakanlah diantara segala sesuatu, dengan baik; dan jika
kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu
untuknya.
iddah.
d) Wanita yang derada dalam iddah talak raji terlebih lagi yang sedang
hamil, berhak mendapatkan nafkah lahir dari suaminya. Bagi wanita yang
ditinggal mati suaminya tenru tidak lagi mendapatkan apa-apa kecuali
harta waris, namun berhak untuk tetap tinggal di rumah suaminya sampai
berakhirnya masa iddah.
e)
f)
yaitu
tidak
mempergunakan
alat-alat
kosmetik
untuk
Perempuan dalam masa iddah akibat talak raji berhak menerima tempat
tinggal dan nafkah, mengingat bahwa statusnya masih sebagai istri yang
sah dan karenanya tetap telah memiliki hak-hak sebagai istri. Kecuali ia
dianggap nusyuz (melakukan hal-hal yang dianggap durhaka, yakni
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Iddah ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang
perempuan yang diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati),
tujuannya, guna atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil)
atau tidak, serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
Ada tiga terdapat macam-macam iddah yaitu :
1. Iddah sampai kelahiran kandungan
2. Iddah beberapa kali suci
3. Iddah dengan beberapa bulan
Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau
mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib
menjalani masa iddah itu.
Adapun tujuan dan hikmah diwajibkan Iddah itu adalaha :
Untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan atau isteri tersebut dari
bibit yang ditinggalkan oleh mantan suaminya itu. Supaya tidak terjadi
bercampur aduknya keturunan (percampuran nasab), apabila mantan istri
tersebut berkahwin dengan lelaki lain.
Untuk memanjangkan masa rujuk, jika cerai itu talak raji. Supaya si
suami mempunyai kesempatan untuk kembali kepada istrinya atau akan
rujuk kembali jika ia sudah sadar dan menyesal.
Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia.
untuk taadud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah
meskipun secara rasio kita mengira tidak perlu lagi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Syaripuddin, Prof. Dr. Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia.
Jakarta : Kencana.
Azzam, Prof. Dr. Abdul Aziz M..dkk. 2009. FIQIH MUNAKAHAT : khitbah,
nikah, dan talak. Jakarta : AMZAH.
Rasjid, H. Sulaiman. 2011. FIQIH ISLAM. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Abdurrahman, I Doi. 1992. Perkawinan dalam Syariat Islam. Jakarta : Renika
Cipta.
Abdul Fatah, Abd. Ahmadi. 1994. Fiqh Islam Lengkap. Jakarta : Rineka Cipta.
11