Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Iddah memang sudah ada sejak pada zaman jahiliyah, Syari’ah islam menetapkan adanya iddah maka dari
itu iddah tetap di akui dan di jalankan oleh mereka.

Di dunia ini tidak mungkin lepas dari masalah, terutama masalah idda. Oleh karena itu kita sebagai kaum
hawa yang muslimah harus faham betul apa itu iddah. Maka harus menjunjung tinggi akan nilai-nilai
yang terkandung dalam iddah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Iddah ?

2. Ada berapa Macam-macam Iddah ?

3. Bagaimana hukum Idddah ?

C. Tujuan Penelitian

Memahami dan mengerti betul apa pengertian Iddah, Fungsi, dan Hikmanya.
BAB II

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN IDDAH

Iddah berasal dari kata Adad yang artinya menghitung maksudnya adalah perempuan menghitung hari-
harinya dan masa bersihnya.

Menurut istilah yaitu lamanya perempuan (Istri) menunggu tidak boleh kawin setelah kematian suaminya
atau setelah berpisah dengan suaminya.

Iddah sudah di kenal juga pada zaman jahiliyah mereka hampir tidak pernah meninggalkan kebiasaan
iddah tatkala islam datang kebiasaan itu di akui dan tetap di jalankan karena ada beberapa kemaslahatan
di dalamnya. Para ulma’ bersepakat bahwa iddah itu wajib hukumnya. Karena Allah berfirman:

)228 : ‫ (البقرة‬........‫والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثالثه قروء‬

Artinya: “ wanita yang di tholak hendaknya menahan diri menunggu (tiga kali kuru’)”…. (al-Baqoroh [2]:
228)[1].

NAbi Muhammad bersabda kepada Fatimah binti Qais:

‫ إعتدي في بيت ابن أم مكتوم‬: ‫وقوله صلى هللا عليه وسلم لفاطنة بنت قيش‬

Artinya: “Beriddahlah kamu di rumah Ibnu ummi maktum”….[2]

B. MACAM-MACAM DAN HUKUM IDDAH

1. Iddah Talak

Iddah talak adalah terjadi karena perceraian, perempuan yang berada dalam iddah talak antara lain:

a. Perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam masa haid. Iddahnya 3 kali suci (3 kali
haid atau 3 kali Quru’).

Firman Allah SWT:

ُّ s‫ولَتُه َُّن َأ َح‬ss‫ ِر َوبُ ُع‬s‫وْ ِم اآل ِخ‬ssَ‫ْؤ ِم َّن بِاهَّلل ِ َو ْالي‬sُ‫ا ِم ِه َّن ِإ ْن ُك َّن ي‬ss‫ق هَّللا ُ فِي َأرْ َح‬
‫ق‬ َ َ‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَالثَةَ قُرُو ٍء َوال يَ ِحلُّ لَه َُّن َأ ْن يَ ْكتُمْنَ َما َخل‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬
)228 : ‫َزي ٌز َح ِكي ٌم (البقرة‬ ِ ‫ُوف َولِل ِّر َجا ِل َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ َوهَّللا ُ ع‬ ِ ‫ك ِإ ْن َأ َرادُوا ِإصْ الحًا َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعر‬
َ ِ‫بِ َر ِّد ِه َّن فِي َذل‬

Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah
dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”[3].
Mengenai quru’ para ulama’ fiqih berpendapat berbeda-beda:

1. Fuqaha berpendapat bahwa quru’ itu artinya suci yaitu masa diantara haid.

2. Fuqaha lain berpendapat bahwa quru’ itu haid, terdiri dari Imam Abu Hanifah, Ats-tsauri Al-Auzali,
Ibnu Abi Laila. Alasanya adalah untuk mengetahui kolongnya rahim, tidak hamil bagi wanita yang di
talak, sedangkan kekosongan rahim hanya di ketahui dengan haid.

3. Fuqaha Anshor berpendapat bahwa quru’ adalah suci terdiri dari Imam Mahit dan Syaf i’. alasanya
adalah menjadi pedoman bagi kosongnya rahim dimana masa suci pada haid bukan bukan berarti
berpegang pada haid terakhir maka tiga yang di syaratkan harus lengkap masa suci diantara 2 haid.

Nabi SAW bersabda :

‫ حتى يحيض ش ّم تطهر ثحيض حتى تطهر ش ّم يطلقها‬s‫مرة فليراجعها‬

‫قبل ان يمسّها‬ ‫ان شآء‬

Artinya : “ suruhlah dia, hendaklah ia merujuk istrinya sehinggah ia haid, kemudian suci kemudian haid
lagi kemudian menceraikanya juka mau sebelum ia menyentuhnya. Demikian itulah iddah yang
diperintahkan oleh Alloh SWT untuk menceraikan istri[4]”

b. Perempuan yang dicampuri dan tidak haid baik ia perempuan belum balig atau perempuan tua yang
tidak haid, maka iddahnya untuk 3 bulan menurut penggalan, jika tertalak dapat bertemu pada permulaan
bulan

)4: ‫والىء يئسن من المحيضى من نسائكم ان ارتبتم فع ّرتهن ثلثة اشهر واّلئ لم يحض (الطالق‬

Artinya : “ Dan (pr) yang putus asa dari haid diantara (pr) jika kamu ragu (tentang masa iddahnya) maka
iddah mereka untuk tiga bulan, dan begitu pula (pr) yang tidak haid.” (Q.S. At Talak : 28 :4) [5]

c. Perempuan-perempuan yang tertalak dan belum di setubuhi, perempuan ini, tidak ada iddahnya.

Firman Allah SWT :

ّ
)94: ‫(للالحزاب‬ ‫عليهن من عرة تعتر ونها‬ ّ
‫التمسوهن فما لكم‬ ّ
‫طلقتموهن من قبل ان‬ ‫ياايهاالذين امنوااذانكحتم المؤمنت ث ّم‬

Artinya : ‘’Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi perempuan@ yang beriman, kemudian
k-moe ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah
bagimoe yang kamu minta menyempurnakanya (Q.S Al Ahzab (22):49)

Jika perempuan belum pernah di setubuhi dan di tinggal mati maka iddahnya seperti iddahnya orang i’lah
di setubuhi’’[6]

Firman Alloh SWT :

ّ
‫بانفسهن اربعة اثهر وعشرا‬ ‫والذين يتوفّون منكم ويذرون ازوجا يتربصن‬

Artinya : “ orang-orang yang meniggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaknya para
istri itu) menangguhkan dirinya (‫)عدة‬ untuk 4 bulan 10 hari” (Q.S. Al-Baqoroh 2 : 234)[7]
2. Iddah Hamil

Yaitu iddah yang terjadi apabila perempuan-perempuan yang diceraikan itu sedang hamil, iddahnya
samapai melahirkan.

Firman Alloh SWT :

ّ
)4: ‫حملهن ومن يتق هللا يجعل له من امره يسرا (الطالق‬ ‫واولت لألجمال اجملهن ان يضعن‬

Artinya :“ dan (pr yang hamil waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandunganya . dan
barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Alloh menjadikan baginya kemudian dalam urusnya”.
(Q.S. At-talaq 28 : 4)[8]

Contoh :

Apabila ia hamil dengan anak kembar maka iddahnya belum habis sebelum anak kembarnya lahir semua
jika (pr) itu keguguran maka iddahnya ialah: sesudah melahikan baik baginya hidup, mati, sempurna
badanya / cacat, ruhya telah ditiup /belum.

3. Iddah Wafat

Adalah: Iddah yang terjadi apabila seseorang (perempuan) di tinggal mati suaminya.iddahnya selama 4
bulan 10 hari.

Firman Allah SWT :

)234 : ‫(البقرة‬ ‫َوالَّ ِذينَ يُت ََوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ َأ ْز َواجًا يَتَ َربَّصْ نَ ِبَأ ْنفُ ِس ِه َّن َأرْ بَ َعةَ َأ ْشه ٍُر َو َع ْشرًا‬

Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah
para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari”. (Q.S. Al-Baqoroh: 234)[9]

4. Iddah wanita yang kehilangan suami.

Seseorang perempuan yang kehilangan suaminya (tidak di ketahui keberadaan suami, apakah dia telah
mati atau hidup) maka wajiblah di menunggu selama 4 tahun lamanya sesudah itu hendaknya dia
beriddah bulan 10 hari.

‫ أيما امرأة فقدت زوجها لم ندر أين هو فإنها تنتظر أربعة سنين ثم تعتد أربعة أشهر وعشرا ثم تحل‬: ‫عن عمر رضي هللا عنه قال‬.

Artinya: “ Dari Umar R.A berkata: bagi perempuan yang kehilangan suaminya dan ia tidak mengetahui
dimana ia berada sesungguhnya perempuan itu wajib menunggu 4 tahun, kemudian hendaknya ia
beriddah 4 bulan 10 hari barulah ia boleh menikah. (H.R Malik)[10].

5. Iddah perempuan yang di Ila’

Bagi perempuan yang di ila’ timbul perbedaan pendapat apakah ia harus menjalani iddah atau tidak.

a. Jumhur Fuqoha’ mengatakan bahwa ia harus menjalani Iddah.

b. Zabir bib Zaid berpendapat bahwa ia tidak wajib iddah.


Perbedaan pendapat ini di sebabkan iddah itu menghabungkan antara iddah dan maslahat bersama-sama.
Oleh karena itu bagi fuqoha’ yang lebih memperhatikan segi kemaslahatan, mereka tidak memandang
perlu adanya iddah, sedangkan fuqoha’ yang lebih mempewrhatikan segi ibadah maka mereka
mewajibkan iddah atasnya.

C. KEDUDUKAN HUKUM IDDAH

Apabila iddahnya adalah iddah tala’ maka suami berhak merujuk kembali. Akan tetapi, apabila ia hendak
menikah dengan laki-laki lain, maka ia harus menunggu sampai iddahnya habis.

D.HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM MASA IDDAH

Fuqoha’ telah sepakat dalam masa iddah tala’ roj’I berhak mendapat nafka dan tempat tinggal. Istri-istri
yang di talak dalam keadaan hamil masih berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.

Firman Allah SWT:

)6 : ‫ض ْعنَ َح ْملَه َُّن (الطالق‬ ِ ‫ضيِّقُوا َعلَ ْي ِه َّن َوِإ ْن ُك َّن ُأوال‬
َ َ‫ت َح ْم ٍل فََأ ْنفِقُوا َعلَ ْي ِه َّن َحتَّى ي‬ ُ ‫َأ ْس ِكنُوه َُّن ِم ْن َحي‬
َ ُ‫ْث َس َك ْنتُ ْم ِم ْن ُوجْ ِد ُك ْم َوال ت‬
َ ُ‫ضارُّ وه َُّن لِت‬

Artinya : “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri
yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin” (Q.S. At-Thalaq :6)

E. MASA IDDAH BAGI WANITA MENOPAUSE

Masa iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata al-‘iddah yang bermakna

‘perhitungan’. Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau bulan secara

umum dalam menentukan selesainya masa idah.


Menurut istilah para ulama, masa iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita
menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah
diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’ (tiga kali suci,
tiga kali haid menurut mazhab Syafi’i), atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

Ada yang menyatakan, masa iddah adalah istilah untuk masa tunggu seorang wanita untuk
memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas
sang suami.
Selain pengertian tersebut di atas, banyak lagi pengertian-pengertian lain yang diberikan para ulama,
namun pada prinsipnya pengertian tersebut hampir bersamaan maksudnya yaitu diterjemahkan
dengan masa tunggu bagi seorang perempuan untuk bisa rujuk lagi dengan bekas suaminya atau
batasan untuk boleh nikah lagi.

Masa iddah sebenarnya sudah dikenal dimasa Jahiliyah. Ketika Islam datang, masalah ini tetap diakui
dan dipertahankan. Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa idah itu wajib, berdasarkan Alquran
dan sunah.

Allah Swt. berfirman dalam surah al-Baqarah [2]: 228,

‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.”

Kemudian hadis dari Nabi saw:

‫و‬ssُ‫ا َأب‬ssَ‫ا َو ِه َي ُح ْبلَى فَ َخطَبَه‬ssَ‫َت تَحْ تَ َزوْ ِجهَا تُ ُوفِّ َي َع ْنه‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ َّن ا ْم َرَأةً ِم ْن َأ ْسلَ َم يُقَا ُل لَهَا ُسبَ ْي َعةُ َكان‬ َ ‫ج النَّبِ ِّي‬ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ع َْن ِّم َسلَ َمةَ َزو‬
َّ ِ‫ت النَّب‬
‫ي‬ ْ ‫ا َء‬ss‫ال ثُ َّم َج‬s ْ ‫ا ِم ْن ع‬ssً‫ت قَ ِريب‬
ٍ sَ‫ ِر لَي‬s‫َش‬ ْ َ‫آخ َر اَأْل َجلَي ِْن فَ َم ُكث‬
ِ ‫ت َأ ْن تَ ْن ِك َحهُ فَقَا َل َوهَّللا ِ َما يَصْ لُ ُح َأ ْن تَ ْن ِك ِحي ِه َحتَّى تَ ْعتَدِّي‬ ْ َ‫ال َّسنَابِ ِل بْنُ بَ ْع َك ٍك فََأب‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقا َل ان ِك ِحي‬
ْ َ َ

“Dari Ummu Salamah istri Nabi saw bahwa seorang wanita dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal
mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu Abu Sanabil bin Ba’kak melamarnya, namun ia
menolak menikah dengannya. Ada yang berkata,“Demi Allah, dia tidak boleh menikah dengannya
hingga menjalani masa idah yang paling panjang dari dua masa idah. Setelah sepuluh malam
berlalu, ia mendatangi Nabi saw dan Nabi bersabda, “menikahlah”.” (HR al-Bukhari)

Masa iddah diwajibkan pada semua wanita yang berpisah dari suaminya dengan sebab
talak, khulu’ (gugat cerai), fasakh (penggagalan akad pernikahan) atau ditinggal mati. Dengan syarat
sang suami telah melakukan hubungan suami istri dengannya atau telah diberikan kesempatan dan
kemampuan yang cukup untuk melakukannya. Berdasarkan ini, berarti wanita yang dicerai atau
ditinggal mati oleh suaminya sebelum digauli atau belum ada kesempatan untuk itu, maka dia tidak
memiliki masa idah. Allah Swt berfirman dalam surah al-Ahzab ayat 49:

‫ت ثُ َّم طَلَّ ْقتُ ُموه َُّن ِم ْن قَب ِْل َأ ْن تَ َمسُّوه َُّن فَ َما لَ ُك ْم َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن ِع َّد ٍة تَ ْعتَ ُّدونَهَا‬
ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا نَكَحْ تُ ُم ْال ُمْؤ ِمنَا‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman,
kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas
mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.” (QS al-Ahzab:49)

Berdasarkan keterangan di atas dan berdasarkan penyebab perpisahannya,begitu banyaknya sebab


terjadi masa idah terhadap istri. Maka dalam tulisan yang sederhana ini hanya menyinggung
persoalan idah bagi wanita yang menopause (tidak haid lagi). Kebanyakan ini terjadi kepada wanita
yang telah lanjut usia.

Bagi wanita yang menopause, masa idahnya adalah tiga bulan, seperti dijelaskan Allah Swt
dalam firman-Nya:

َ‫يض ِم ْن نِ َساِئ ُك ْم ِإ ِن ارْ تَ ْبتُ ْم فَ ِع َّدتُه َُّن ثَاَل ثَةُ َأ ْشه ٍُر َوالاَّل ِئي لَ ْم يَ ِحضْ ن‬
ِ ‫َوالاَّل ِئي يَِئ ْسنَ ِمنَ ْال َم ِح‬

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-


perempuanmu, jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka masa idah mereka adalah tiga
bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (QS at-Thalaq:4)

F. IDDAH TIGA KALI SUCI WALAUPUN MENGGUNAKAN OBAT

Tidak masalah bagi seorang wanita untuk mengkonsumsi obat-obatan medis dengan tujuan agar
keluar haid, namun para ulama memberikan beberapa syarat dalam masalah ini, di antaranya
adalah hal itu dilakukan namun tidak mengurangi hak suami. Karena pendeknya masa iddah
pada talak raj’i (talak yang masih bisa rujuk lagi) akan mengganggu hak suami; karena dia masih
berhak untuk merujuk istrinya kapan pun dia mau selama masa iddah yang rata-rata selama tiga
bulan atau sekitar itu.

Maka tidak boleh bagi seorang wanita untuk mempercepat untuk mengakhiri masa iddah pada
talak raj’i.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Adapun menggunakan pemicu untuk mendorong keluarnya haid dibolehkan dengan dua syarat:

1.Agar tidak menjadi alasan untuk menggugurkan kewajiban, seperti mengggunakannya saat
mendekati bulan Ramadhan, agar bisa tidak puasa atau agar tidak melaksanakan shalat, dan lain
sebagainya.

2.Agar melakukannya dengan seizin suami; karena datangnya masa haid menghalanginya untuk
menjadikan suaminya puas, maka tidak boleh menggunakan hal yang akan menghalangi hak
suami tanpa seizinnya, meskipun sang istri statusnya sudah dicerai; karena hal itu akan
mempercepat gugurnya hak suami untuk merujuknya, jika dia masih boleh rujuk”.

(Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin: 11/239)

Kedua:

Menggunakan obat-obatan medis dengan tujuan untuk mempercepat masa iddah, bertumpu pada
masalah yang masih menjadi perbedaan di antara pada ulama, yaitu; batasan minimal masa suci
antara dua haid. Barang siapa yang melihat adanya masa yang normal antara dua haid, yaitu
selama 13 hari –menurut madzhab Hambali- atau 15 hari  -menurut madzhab Hanafiyah-,
menurut mereka jika darah tersebut keluar pada siklus biasanya maka darah tersebut adalah haid,
dan jika keluar di luar waktunya maka bukanlah darah haid.

Syeikh Musthafa Ar Rahibani –rahimahullah- berkata:

“Seorang wanita boleh meminumnya (obat) agar keluar darah haid, karena hukum asalnya halal
sampai ada dalil yang melarangnya dan ternyata tidak ada, masa iddahnya akan berakhir dengan
masa haid yang telah dipicu oleh obat-obatan, syaratnya adalah jika jeda antara dua haid selama
13 hari atau lebih”. (Mathalib Ulin Nuha: 1/289)

Disebutkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah (18/328):

“Madzhab Hanafi telah menyatakan dengan tegas bahwa jika seorang wanita mengkonsumsi
obat, lalu darahnya keluar pada jadwalnya haid, maka hal tersebut dianggap haid dan dengannya
masa iddah akan berakhir”.

Dan di antara para ulama ada yang menyatakan:

“Bahwa tidak ada batasan minimal masa suci, sebagaimana madzhabnya Syeikh Islam Ibnu
Taimiyah –rahimahullah-, menurut beliau jika ada seorang wanita yang mengkonsumsi sesuatu
yang menyebabkan datang bulan lebih cepat, darah haid pun keluar sesuai dengan sifat-sifatnya,
maka ia beriddah dengan haid tersebut, meskipun keluarnya haid kedua baru satu minggu
jaraknya dari haid pertama”.

Disebutkan dalam Al Fatawa Al Kubro karya Ibnu Taimiyah (3/350):

“Tentang seorang ibu menyusui yang haidnya terlambat, maka ia mengkonsumsi obat agar
datang bulan, maka hasilnya ia telah haid sebanyak tiga kali, sedangkan ia dalam kondisi dicerai
oleh suaminya, maka apakah masa iddahnya sudah habis atau belum ?”
DAFTAR PUSTAKA

https://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pengertian-iddah.html?m=1

https://bincangsyariah.com/nisa/masa-iddah-bagi-wanita-menopause/

https://islamqa.info/id/answers/212472/hukumnya-mempercepat-masa-iddah-dengan-cara-
mengkonsumsi-obat-obatan-medis

Anda mungkin juga menyukai