Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Ushul Piqih
(Mengenal Taqrir (Persetujuan) Nabi Muhammad SAW)
Dosen Pembingbing :
KH. Aceng Aum Umar Fahmi, S.Th.I.

Kelompok 8
Di susun oleh :
Ade Irma
Neng Sinta Nurhasanah
Fathur Rohman
Dimas

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH


MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Mengenal Taqrir (Persetujuan) Nabi
Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Ushul
Fiqih. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Mengenal Taqrir
(Persetujuan) Nabi Muhammad SAW. bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada KH. Aceng Aum Umar Fahmi, S.Th.I., selaku dosen
mata kuliah Ushul Piqih yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, 20 Juni 2020


 

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
Atsar ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Taqrir ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau
menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SahabaT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau
masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.
Tabi’in ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam
keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.
Matan ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Istilah hadits pada dasarnya berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “Al-hadits” yang
artinya adalah perkataan, percakapan atau pun berbicara. Jika diartikan dari kata dasarnya, maka
pengertian hadits adalah setiap tulisan yang berasal dari perkataan atau pun percakapan Rasulullah
Muhammad SAW. Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan bahwa hadits merupakan
setiap tulisan yang melaporkan atau pun mencatat seluruh perkataan, perbuatan dan tingkah laku
Nabi Muhammad SAW.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, hadits merupakan salah satu panduan yang dipakai oleh umat
islam dalam melaksanakan aktivitas atau pun mengambil tindakan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Taqrir?
2. Ciri khas Hadis Taqrir?
3. Posisi dan Kehujahan Hadis Taqrir?
4. Kriteria Hadis Taqrir?
C. Tujuan Penulis
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas
dalam kuliah juga agar kami , mahasiswa umumnya mampu memehami tentang taqrir.
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Taqrir Rosulullah SAW


Kata taqrir dengan arti ketetapan/kenyataan dan qoro, yaqru, qoror dengan arti
tinggal atau diam . Sedangkan dalam istilah ilmu nahwu pengertian tetap selalu
bersamaan dengan kontinyuitas.
Istilah “taqrir” berasal dari kata “qarra, aqarra, qarrara”. “Qarra, qarrar” berarti
menetap di suatu tempat, diam, dan tenang. “Qurratu ain” berarti penyejuk mata hati.
“Aqarra, iqrar” berarti menetapkan sesuatu pada suatu tempat. Ia juga bermakna
mengakui dalam arti tidak menolak dan tidak mengingkari. “Qarrara, taqrir” semakna
dengan “Aqarra, iqrar”, oleh karena itu, hadis taqriri berarti hadis yang berupa sikap
Rasulullah Saw. membiarkan atau menyetujui tindakan yang dilakukan oleh para sahabat,
baik yang beliau saksikan secara langsung maupun yang dilaporkan kepada beliau.
Namun, pengertian hadis taqriri tidak terbatas pada hadis yang berisi tentang persetujuan
Rasulullah Saw, melainkan juga yang berisi tentang pengingkaran beliau, baik hanya
dengan menampakkan kekecewaan maupun disertai dengan teguran
Pengertian yang telah dikemukakan, baik berdasarkan pengertian bahasa maupun
yang dijelaskan dalam Al-quran bahwa taqrir mempunyai pengertian diam /tetap .
B. Ciri Khas Hadis Taqriri
Ciri hadis taqriri yang lain adalah bahwa matan hadis yang bersangkutan diawali
dengan cerita tentang perbuatan sahabat dan disaksikan atau diketahui oleh Rasulullah
Saw., baik langsung maupun tidak langsung, lalu Rasulullah Saw. memujinya, diam, atau
mengingkarinya.

Di antara contoh persetujuan Rasulullah Saw terhadap tindakan yang beliau saksikan
secara langsung adalah ketika Ummu Hafidah -bibi Ibnu Abbas- menghadiahkan bubur
gandum, mentega, dan daging biawak kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah Saw,
memakan bubur gandum dan mentega, dan tidak memakan daging biawak. Namun ketika
para sahabat berniat memakan daging biawak itu, beliau tidak melarang, melainkan
membiarkan mereka memakannya dengan perkakas yang ada di rumah beliau. (HR Al-
Bukhari, Muslim, dan lainnya).

Hadits lain disebutkan dengan redaksi sebagai berikut,


5391 – ُ‫ ةَ بْن‬K‫و ُأ َما َم‬KKُ‫رنِي َأب‬K
َ Kَ‫ َأ ْخب‬:‫ قَا َل‬، ِّ‫الز ْه ِري‬
ُّ ‫ ع َِن‬، ُ‫ َأ ْخبَ َرنَا يُونُس‬،ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا‬،‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ُمقَاتِ ٍل َأبُو ال َح َس ِن‬
‫ َع‬K‫ َل َم‬K‫رهُ َأنَّهُ َد َخ‬K
َ َ‫ َأ ْخب‬،ِ ‫س;يْفُ هَّللا‬
َ ُ‫ الَّ ِذي يُقَ;;ا ُل لَ;ه‬،‫ َرهُ َأنَّ َخالِ; َد بْنَ ال َولِي; ِد‬Kَ‫ َأ ْخب‬،‫س‬
ٍ ‫ َأ َّن ا ْبنَ َعبَّا‬، ُّ‫اري‬
ِ K‫ص‬ َ ‫ْف اَأل ْن‬
ٍ ‫َسه ِْل ب ِْن ُحنَي‬
Kْ ‫ ِد َم‬Kَ‫ ْد ق‬Kَ‫ ق‬،‫و ًذا‬KKُ‫بًّا َمحْ ن‬K‫ض‬
‫ ِه‬Kِ‫ت ب‬ ٍ ‫ َو ِه َي خَالَتُهُ َوخَالَةُ ا ْب ِن َعبَّا‬،َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َعلَى َم ْي ُمونَة‬
َ ‫ َدهَا‬K‫ َد ِع ْن‬K‫ فَ َو َج‬،‫س‬ َ ِ ‫َرسُو ِل هَّللا‬
‫ام َحتَّى‬K ٍ ‫ َدهُ لِطَ َع‬Kَ‫ ِّد ُم ي‬Kَ‫ا يُق‬K‫انَ قَلَّ َم‬K‫ َو َك‬،‫لَّ َم‬K‫ ِه َو َس‬Kْ‫لَّى هللاُ َعلَي‬K‫ص‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬ ِ K‫ت الضَّبَّ لِ َر ُس‬ ِ ‫ فَقَ َّد َم‬،‫ث ِم ْن نَجْ ٍد‬
ِ ‫ار‬ ُ ‫ُأ ْختُهَا ُحفَ ْي َدةُ بِ ْن‬
ِ ‫ت ال َح‬
َ‫رْ ن‬KKِ‫ َأ ْخب‬:‫ور‬
ِ K ‫ُض‬ُ ‫ت ا ْم َرَأةٌ ِمنَ النِّ ْس َو ِة الح‬ َ ِ ‫ فََأ ْه َوى َرسُو ُل هَّللا‬،ُ‫ث بِ ِه َويُ َس َّمى لَه‬
ِ َ‫ فَقَال‬، ِّ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ َدهُ ِإلَى الضَّب‬ َ ‫ي َُح َّد‬
‫ َدهُ َع ِن‬Kَ‫لَّ َم ي‬K‫ ِه َو َس‬Kْ‫لَّى هللاُ َعلَي‬K‫ص‬
َ ِ ‫و ُل هَّللا‬K‫ َع َر ُس‬Kَ‫ فَ َرف‬،ِ ‫ول هَّللا‬
َ K‫ هُ َو الضَّبُّ يَا َر ُس‬،ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َما قَ َّد ْمتُ َّن لَه‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫َرس‬
‫ا َل‬Kَ‫هُ» ق‬Kُ‫ ُدنِي َأعَاف‬K‫ فََأ ِج‬،‫وْ ِمي‬KKَ‫ض ق‬ ِ ْ‫َأر‬Kِ‫ َولَ ِك ْن لَ ْم يَ ُك ْن ب‬،َ‫ «ال‬:‫ال‬K َ َ‫ َأ َح َرا ٌم الضَّبُّ يَا َرسُو َل هَّللا ِ؟ ق‬:‫الولِي ِد‬ َ ُ‫ فَقَا َل خَالِ ُد بْن‬، ِّ‫الضَّب‬
َ ِ ‫ َو َرسُو ُل هَّللا‬،ُ‫ فَاجْ تَ َررْ تُهُ فََأك َْلتُه‬:‫خَالِ ٌد‬
َّ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْنظُ ُر ِإل‬
‫ي‬

Bahwa Ibnu Abbas telah mengabarkan kepadanya bahwa Khalid bin Al Khalid yang juga
dijuluki sebagai Saifullah telah mengabarkan kepadanya; Bahwa ia dan Rasulullah Saw
pernah menemui bibinya yaitu Maimunah yang juga bibi daripada Ibnu Abbas. kemudian
ia mendapati biawak yang telah terpanggang yang dibawa oleh saudara bibinya yakni,
Hudzaifah bintu Al Harits dari Najed. Maka Maimunah pun menyuguhkan Biawak itu
kepada Rasulullah Saw. Jarang sekali beliau memajukan tangannya untuk mengambil
makanan hingga beliau dipersilahkan bahwa makanan itu untuk beliau. Saat itu,
Rasulullah Saw menggerakkan tangannya ke arah biawak, lalu seorang wanita yang
hadir di situ berkata dan memberitahukan kepada beliau tentang makanan yang telah
disuguhkan, “Itu adalah Biawak ya Rasulullah?” Maka seketika itu, Rasulullah Saw
segera menarik tangannya kembali dari daging Biawak sehingga Khalid bin Al Walid
pun bertanya, “Apakah daging Biawak itu haram ya Rasulullah?” beliau menjawab:
“Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku, karena itu aku tidak
memakannya.” Khalid berkata, “Lalu aku pun menarik dan memakannya. Sementara
Rasulullah Saw melihat ke arahku.”

        Jadi yang melatar belakangi kemunculan hadits taqriri adalah dari perilaku sahabat
Nabi. Artinya, sebenarnya suatu sunnah atau materi hadis itu tidak bersumber dari Nabi,
melainkan dari para sahabat Nabi. Merekalah yang menginisiasi suatu perbuatan atau
perilaku. Merekalah yang berinovasi. Lalu disampaikan kepada Nabi, dilihat, disaksikan,
atau didengar oleh Nabi. Setelah itu, barulah Nabi meresponnya

C. Posisi dan Kehujahan Hadis Taqrir

Hadis taqriri memiliki urgensi tersendiri dalam kaitannyadengan misi “bayan”


Rasulullah Saw., karena tidak semua materi ajaran Islam dapat dijelaskan secara lisan.
Sebagian besar ajaran Islam memang memerlukan penjelasan secara lisan, sehingga
sebagian besar hadis berupa hadis qawli. Sebaian lainnya memerlukan penjelasan berupa
contoh tindakan Rasulullah saw. secara langsung. Namun masih ada materi lain yang
tidak dapat diucapkan atau dilakukan oleh Rasulullah Saw melainkan para sahabat
dibiarkan oleh Rasulullah Saw untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Lalu apabila
beliau membiarkannya dan tidak mengingkarinya, maka hukumnya mubah (boleh).
Sedangkan apabila beliau mengingkarinya atau menegur pelakunya dengan teguran keras,
maka hal itu haram. Jadi posisi taqrir Rasulullah saw merupakan satu bentuk bimbingan
dan pemantauan terhadap perilaku para sahabat.

dalam kondisi lain, perbuatan shahabat ini jika disetujui oleh Rasul dan adanya
anjuran,maka hukumnya menjadi sunnah.

Rasulullah saw mengajarkan kepada mereka bagaimana menyikapi apa yang tidak beliau
jelaskan, sebagaimana dalam riwayat berikut,

7288 – ،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،َ‫ ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرة‬،‫ج‬ ِ ‫ ع َِن اَأل ْع َر‬،‫ ع َْن َأبِي ال ِّزنَا ِد‬،‫ك‬ ٌ ِ‫ َح َّدثَنِي َمال‬،ُ‫اعيل‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ِإ ْس َم‬
ْ ‫ فَِإ َذا نَهَ ْيتُ ُك ْم ع َْن ش‬،‫اختِالَفِ ِه ْم َعلَى َأ ْنبِيَاِئ ِه ْم‬
‫ وَِإ َذا‬،ُ‫اجْ تَنِبُوه‬KKَ‫َي ٍء ف‬ ْ ‫ ِإنَّ َما هَلَكَ َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم بِسَُؤ الِ ِه ْم َو‬،‫ « َدعُونِي َما ت ََر ْكتُ ُك ْم‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
‫»َأ َمرْ تُ ُك ْم بَِأ ْم ٍر فَْأتُوا ِم ْنهُ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬

Rasulullah Saw bersabda, “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian.
Sesungguhnya umat sebelum kalian celaka karena mereka (banyak) bertanya kepada
nabi mereka, lalu mereka menyalahinva. Oleh karena itu, apabila aku melarangmu
melakukan sesuatu, maka Jauhilah dia. Dan apabila aku memerintahkan kepadamu
untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah sesuatu itu sebatas kemampuammu.”

Hadits ini memberikan dilalah:

1. Para sahabat diberikan kebebasan berbuat sehingga rasul melarang dalam urusan
keduniaan, dan memerintahkan dalam urusan ibadah

2. Jika Rasul mengetahui perbuatan sahabat nemun beliau membiarkannya, maka


hukum sesuatu itu mubah/boleh

3. Komentar Rasul dari perbuatan sahabat menjadi hukum pokok dan hujjah dalam
syari’at. Hal ini sebagaimana Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan adanya
kesepakatan (ijma) atas kehujjahan hadits taqriri.

Dasar hukum kehujjahan hadis taqriri selain hadis di atas adalah firman Allah Swt.

‫ف َويَ ْن ٰههُ ْم ع َِن‬ ِ ْ‫ال َم ْعرُو‬K ْ ِ‫ْأ ُم ُرهُ ْم ب‬Kَ‫ ِل ي‬Kْ‫ ِة َواِإْل ْن ِجي‬K‫ َدهُ ْم فِى التَّوْ ٰرى‬K‫ا ِع ْن‬Kً‫هٗ َم ْكتُوْ ب‬Kَ‫ي الَّ ِذيْ يَ ِج ُدوْ ن‬ َّ ‫ي اُأْل ِّم‬ ُ ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَتَّبِعُوْ نَ الر‬
َّ ِ‫وْ َل النَّب‬K‫َّس‬
ٖ ِ‫وْ ا ب‬KKُ‫َت َعلَ ْي ِه ۗ ْم فَالَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬
‫ه‬KK ْ ‫ان‬KKَ‫ َل الَّتِ ْي ك‬KK‫ َرهُ ْم َواَأْل ْغ ٰل‬KK‫ص‬ ْ ‫ ُع َع ْنهُ ْم ِإ‬KK‫ض‬
َ َ‫ث َوي‬ َ ‫ رِّ ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخ ٰبِئ‬KK‫ت َوي َُح‬ ِ ‫ لُّ لَهُ ُم الطَّيِّ ٰب‬KK‫ر َوي ُِح‬KKَ
ِ ‫ْال ُم ْنك‬
َ‫ولِئكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬ ٰ ‫صرُوْ هُ َواتَّبَعُوا النُّوْ َر الَّ ِذيْ ُأ ْنز َل َم َعهٗۙ ُأ‬ َ َ‫َو َع َّزرُوْ هُ َون‬
ِ

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. Al-A’raf : 157)

Mafhum ayat di atas menunjukkan bahwa diantara missi Rasul adalah Amar Ma’ruf
Nahyi Munkar, maka setiap perbuatan sahabat yang menyimpang, dan Rasul
mengetahhuinnya, pasti akan beliau luruskan. Karna itu Rasulullah Saw. sendiri
menegaskan keharusan setiap orang untuk mengadakan perubahan terhadap kemungkaran
yang dilihatnya,

78 – ‫ َّدثَنَا‬K‫ َح‬،‫ر‬K ٍ Kَ‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َج ْعف‬،‫ ح َو َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ْال ُمثَنَّى‬، َ‫ ع َْن ُس ْفيَان‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َو ِكيع‬،َ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَة‬
ْ ‫ َدَأ بِ ْال ُخ‬Kَ‫ َأ َّو ُل َم ْن ب‬:‫ال‬
‫ ِد‬K‫وْ َم ْال ِعي‬Kَ‫ ِة ي‬Kَ‫طب‬ َ َ‫يث َأبِي بَ ْك ٍر – ق‬ ُ ‫ب – َوهَ َذا َح ِد‬ ٍ ‫ق ْب ِن ِشهَا‬ ِ َ‫ ع َْن ط‬،‫ْس ب ِْن ُم ْسلِ ٍم‬
ِ ‫ار‬ ِ ‫ ع َْن قَي‬،‫ُش ْعبَةُ ِكاَل هُ َما‬
‫ ْد‬Kَ‫ َذا فَق‬Kَ‫ َأ َّما ه‬:‫ ِعي ٍد‬K‫و َس‬KKُ‫ا َل َأب‬KKَ‫ فَق‬،‫ك‬ َ Kِ‫ا هُنَال‬KK‫ك َم‬ ِ Kُ‫ قَ ْد ت‬:‫ فَقَا َل‬،‫طبَ ِة‬
َ ‫ر‬K ْ ‫صاَل ةُ قَ ْب َل ْال ُخ‬ َ َ‫ فَق‬،ٌ‫ فَقَا َم ِإلَ ْي ِه َر ُجل‬. ُ‫صاَل ِة َمرْ َوان‬
َّ ‫ ال‬:‫ال‬ َّ ‫قَب َْل ال‬
ْ َ‫ فَ;ِإنْ لَ ْم ي‬،‫ « َمنْ َرَأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َك; ًرا فَ ْليُ َغيِّ ْرهُ بِيَ; ِد ِه‬:ُ‫ول‬Kُ‫لَّ َم يَق‬K‫ ِه َو َس‬Kْ‫لَّى هللاُ َعلَي‬K‫ص‬
‫س;تَ ِط ْع‬ ُ ‫ ِمع‬K‫ ِه َس‬K‫ا َعلَ ْي‬KK‫ضى َم‬
َ ِ‫و َل هللا‬K‫ْت َر ُس‬ َ َ‫ق‬
‫ان‬ِ ‫ض َعفُ اِإْل ي َم‬ْ ‫ َو َذلِ َك َأ‬،‫ست َِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه‬ ْ َ‫ فَِإنْ لَ ْم ي‬،‫سانِ ِه‬ َ ِ‫فَبِل‬

Dari Abu Sa id A-Khudri bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barangsiapa


melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Lalu
jika ia tidak mampu, maka dengan lisan (ucapan)-nya. Lalu jika ia tidak mampu, maka
dengan hatinya. Yang demikian adalah selemah-lemahnya iman (HR Muslim, Ahmad,
dan empat penyusun kitab sunan)

D. Kriteria Hadis Taqrir

Tidak semua tindakan sahabat yang didiamkan Rasul disebut Hadits Taqriri yang bisa
dijadikan hujjah. Ada syarat tindakan rasul sehingga disebut hadits taqriri, yaitu:

1. Rasulullah Saw. benar-benar menyaksikan atau mendengar suatu tindakan sahabat


secara langsung atau mengandung indikasi bahwa beliau mengetahuinya, meskipun
tidak secara langsung.
2. Persetujuan itu dilakukan oleh Rasulullah Saw. secara ikhtiari (dengan suka rela),
sementara beliau dapat mengingkarinya, karena apabila beliau membiarkan suatu
tindakan karena terpaksa atau tidak disengaja maka tidak dapat dikatagorikan sebagai
persetujuannya.
3. Orang yang disetujui perbuatannya adalah orang Muslim, karena apabila Rasulullah
Saw. membiarkan orang kafir melakukan suatu maksiat, maka sebenarnya bukan
karena beliau menyetujuinya dan tidak menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan
boleh melakukan maksiat tersebut.
4. Tidak diketahui bahwa Rasulullah Saw. mengingkarinya sebelum dan sesudah taqrir
itu diberikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hadits taqriri merupakan Respon Nabi terhadap inisiatif dan inovasi sahabat Nabi,
hukumnya ada 2:

1. Adakalanya berupa penolakan yang berarti ketidaksetujuan nabi terhadap inovasi dan
inisiatif Nabi.
2. Adakalanya berupa persetujuan.
3. Adakalanya yang disampaikan secara gamblang, luagas,
4. Adakalanya hanya diekspresikan dengan diam, no comment. Semua jenis respon Nabi
tersebut.
itulah yang dinamakan dengan sunnah taqririyah. Laporan tentang sunnah taqririyyah disebut
dengan hadis taqriri.
Para sahabat diberikan kebebasan dalam bertindak, baik bertindak dalam urusan
mu’amalah maupun ibadah. Hal ini dikarenakan masih adanya Rasul sebagai sumber bayan
hukum, dimana syariat pada waktu itu belum bisa hanya diucapkan atau dipraktekan rasul,
maka perbuatan sahabat itulah yang akan menopak turunnya hukum dengan latar beakang
asbabul wurud, yang selanjutnya akan menjadi hujjah syar’iyyah, dengan kriteria,

1. Jika masalah urusan muamalah (keduniaan) selama rasul tidak melarang, maka hukumnya
boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya
2. Jika masalah urusan ibadah, lantas rasul mendiamkannya atau menganjurkannya,
3. Perbuatan ibadah itu mejadi sunnah rasul taqriiriyyah
4. Perbuatan ibadah itu menjadi terlarang, jika rasul menegurnya atau membantahnya.
Jadi, pada hakikatnya hukum itu tetap bersumber pada rasul, buka pada sahabat atau pada
manusia lainnya. Perbuatan sahabat belum menjadi hukum sebelum ada komentar dari
Rasulullaah Saw.
DAFTAR PUSTAKA
Sunan At-Tirmidzi No. 1880

Adapun Pengakuan Seorang Sahabat Telah Melakukan Sesuatu Namun Tidak Ada Indikasi
Bahwa Rasulullah Saw. Menyaksikan Atau Mengetahuinya, Maka Hal Itu Tidak Termasuk
Hadis Taqriri.

Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Hari (Tahqiq Mushthafa Al Bugha), Dar Ibn
Katsir, Beirut, I407 H1987 H, No. 2436.

Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Hari (Tahqiq Mushthafa Al Bugha), Dar Ibn
Katsir, Beirut, I407 H1987 H, No. 5391

Muttafaq ‘Alaih, Lafazh Dari Shahih Al-Bukhari No. 7288

Al-Asqalani, Fath Al-Bari, III: 323

Muslim Bn Al-Hajjaj Al-Qusyairy, Shahih Muslim I No. 78

Muhammad Sulaiman Al-Asyqar Mengemukakan Tiga Syarat Lain, Yaitu (1) Tidak Semakin
Jelek Bila Diingkari Perbuatannya, (2) Pelakunya Seorang Mukallaf (Syarat Ini
Diperselisihkan), Dan (3) Tidak Ada Faktor Yang Menghalangi Rasulullah Saw.
Mengingkarinya.

Aliy As’ad, Terjemah Ta’limul Mutaalim, Yogyakarta : Menara Kudus 2007, Hal.53.

Mahmud Yunus , Kamus Arab Indonesia, Jakarta : Hidakarya Agung 198, Hal.334-335.

Https://Tbhbelajarhadits.Wordpress.Com/2010/06/26/Mengenal-Ilmu-Hadits/
Https://Tanyajawabfikih.Com/Metode-Syarah-Hadits-Taqriri/

Anda mungkin juga menyukai