Ialah takdir Rabb untuk seluruh alam, dalam arti Dia mengetahuinya (dengan ilmu-Nya),
mencatatnya, menghendaki, dan juga menciptakannya.
Jenis ini ditunjukkan oleh berbagai dalil, di antaranya firman Allah Ta’ala:
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada
di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh
Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. [Al-Hajj/22 : 70]
Dalam Shahiih Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah menentukan berbagai ketentuan para makhluk, 50.000 tahun sebelum menciptakan
langit dan bumi. “Beliau bersabda, “Dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air.”[2]
“Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), Bukankah
Aku ini Rabb-mu. Mereka menjawab, Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb).” [Al-A’raaf/7
:172]
Dari Hisyam bin Hakim, bahwa seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
lalu mengatakan, “Apakah amal-amal itu dimulai ataukah ditentukan oleh qadha’?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
ِ َّ َو َه ُؤالَءِ فِي الن،ِ َه ُؤالَءِ فِي ْال َجنَّة:َي َكفَّ ْي ِه فَقَال
َوأ َ ْه ُل،ار َ َ ث ُ َّم أَف،لى أ َ ْنفُ ِس ِه ْم
ْ ِاض بِ ِه ْم ف َ عَ ث ُ َّم أ َ ْش َه َد ُه ْم،ظ ُه ْو ِر ِه ْم
ُ إِ َّن هللاَ أ َ َخذَ ذُ ِريَةَ آ َد َم مِ ْن
ِ َّ َوأ َ ْه ُل الن،ٌِ ْال َجنَّ ِة ُميَس َُّر ْونَ ِل َع َم ِل أ َ ْهـ ِل ْال َجنَّة
ار ُميَس َُّر ْونَ ِل َع َم ِل أ َ ْه ِل النَّار
“Allah mengambil keturunan Nabi Adam Alaihissalam dari tulang sulbi mereka, kemudian
menjadikan mereka sebagai saksi atas diri mereka, kemudian mengumpulkan mereka
dalam kedua telapak tangan-Nya seraya berfirman, ‘Mereka di Surga dan mereka di
Neraka.’ Maka ahli Surga dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Surga dan ahli
Neraka dimudahkan untuk beramal dengan amalan ahli Neraka.” [4]
3. At-Taqdiirul ‘Umri (Takdir yang berlaku bagi usia).
Ialah segala takdir (ketentuan) yang terjadi pada hamba dalam kehidupannya hingga akhir
ajalnya, dan juga ketetapan tentang kesengsaraan atau kebahagiaannya.
Hal tersebut ditunjukkan oleh hadits ash-Shadiqul Mashduq (Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam) dalam Shahiihain dari Ibnu Mas’ud secara marfu’:
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya
selama mpat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh
hari), kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula, kemudian Dia mengutus seorang
Malaikat untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan (untuk menulis) dengan empat
kalimat: untuk menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya).”[5]
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhaan/44 : 4]
“Pada malam itu turun para Malaikat dan juga Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadr/97 :
4-5]
Disebutkan, bahwa pada malam tersebut ditulis apa yang akan terjadi dalam setahun (ke
depan,-ed.) mengenai kematian, kehidupan, kemuliaan dan kehinaan, juga rizki dan hujan,
hingga (mengenai siapakah) orang-orang yang (akan) berhaji. Dikatakan (pada takdir itu),
fulan akan berhaji dan fulan akan berhaji.
Penjelasan ini diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, demikian
juga al-Hasan serta Sa’id bin Jubair. [6]
Artinya: “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas َعةً ۖ َو َال يَ ْست َ ْق ِد ُمون َ َأ ُ َّم ٍة أ َ َج ٌل ۖ فَإِذَا َجا َء أ َ َجلُ ُه ْم َال يَ ْست َأْخِ ُرون
َ سا
waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan
. )3: sesaat pun.” (QS. Al-A’raf