Anda di halaman 1dari 11

Makalah

Ayat Al-Qur’an Dan Hadits tentang Produksi Dan Distribusi

Oleh: Islahul Umam, S.Sy

1. Produksi;
A. Pengertian dan Tujuan Produksi;
Produksi dalam bahasa Arab disebut al-intaj dari akar kata nataja, yang
secara harfiah dimaknai sebagai ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
sesuatu). Menurut Mannan, produksi adalah penciptaan utilitas yang halal dan
bermanfaat bagi kesejahteraan ekonomi dari perspektif ajaran Islam, peningkatan
produksi barang-barang yang bermanfaat merupakan suatu syarat untuk mencapai
kesejahteraan ekonomi dalam Islam 1. Sedangkan Kahf, mendefinisikan produksi
sebagai sarana manusia dalam memperbaiki kondisi material dalam rangka
mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. 2
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produksi adalah
suatu upaya menciptakan dan atau menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang
atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang yang berlandaskan
prinsip-prinsip kemaslahatan sehingga menghasilkan kesejahteraan bagi manusia di
dunia dan akhirat.
Kegiatan produksi hingga proses distribusi lebih jauh dibutuhkan dalam
rangka merespon seluruh kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Dalam berbagai
literatur ekonomi konvensional, kebutuhan terbagi berdasarkan sifat, waktu, subjek,
kepentingan, dan jenisnya. Pertama, jika dilihat berdasarkan sifat, kebutuhan terbagi
dua, yaitu: 1). Kebutuhan jasmani, yang berkaitan dengan aspek penjagaan fisik
seperti makanan, olahraga, dan istirahat; dan 2). Kebutuhan rohani, yang berkaitan
dengan aspek penjagaan jiwa seperti ibadah, hiburan, rekreasi, dan sebagainya.
Kedua, dilihat berdasarkan waktu, kebutuhan dibagi ke dalam empat segmen, yaitu:
1). Kebutuhan saat ini, seperti asupan makanan di saat lapar; 2) Kebutuhan masa
depan, seperti tabungan untuk pendidikan masa depan; 3) Kebutuhan untuk waktu

1
M.A. Mannan dalam dalam Pengantar Ekonomi Islam, Azharsyah Ibrahim, dkk., 2021, hlm. 366
2
Monzer Kahf dalam Pengantar Ekonomi Islam, Azharsyah Ibrahim, dkk., 2021, hlm. 367
yang tidak terduga, seperti kebutuhan jika terjadi musibah; dan 4) Kebutuhan untuk
masa akhirat, seperti pemenuhan kewajiban agama sebagaimana yang diwajibkan
bagi seorang muslim. Ketiga, dilihat berdasarkan subjek, kebutuhan dibagi dua,
yaitu: 1). Subjek individu, kebutuhan perseorangan seperti anak yang membutuhkan
pendidikan dan juga kasih sayang orang tuanya sekaligus; dan 2). Kebutuhan
kelompok, kebutuhan yang cenderung mengarah pada kepentingan masyarakat,
yaitu pasar, rumah sakit, angkutan umum, dan lain sebagainya. Keempat, jika
berdasarkan intensitas atau kepentingannya, yakni: 1). Kebutuhan primer, yaitu
kebutuhan yang berkaitan dengan mempertahankan hidup secara layak seperti dari
sandang (pakaian), pangan (makan), dan papan (tempat tinggal); 2). Kebutuhan
sekunder, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan usaha menciptakan atau
menambah kebahagiaan hidup; tidak bersifat wajib atau dapat ditunda
pemenuhannya, seperti pendidikan, hiburan, akses kesehatan dan lain-lain; 3).
Kebutuhan tersier, yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan usaha menciptakan nilai
tambah diri atau prestise atau gengsi, seperti liburan ke luar negeri, perhiasan, dan
barang bermerek.

Kebutuhan-kebutuhan manusia sebagaimana dijelaskan di atas wujud


sebagai needs (kebutuhan) dan wants (keinginan) yang dalam sektor ekonomi
disebut dengan demands (permintaan). Demands selanjutnya menstimulasi manusia
baik secara individu atau berkelompok (organisasi) untuk mengeksplorasi,
menggarap, menggunakan, memanfaatkan sumber-sumber daya yang telah
disediakan oleh Allah Swt, sehingga menghasilkan barang maupun jasa yang
kemudian ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia baik secara fisik
maupun non-fisik, dimana pemenuhan kebutuhan ini dalam sudut pandang islam
haruslah menciptakan kemaslahatan bagi manusia dunia dan akhirat.

B. Unsur-Unsur Produksi.

Menurut al-Maududi dan Abu Saud, terdapat tiga unsur yang berperan dalam
aktivitas produksi yaitu; sumber daya (land), modal, manajemen dan organisasi
(capital) dan proses (labor).

Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits tentang sumber daya (land);

- Qs. Al-Jatsiyah: 13
‫ت لَِّق ْوٍم يََّت َف َّك ُر ْو َن‬
ٍ ٰ‫ك اَل ٰي‬ ِ ِ ِ ‫الس ٰم ٰو ِت َو َما ىِف ااْل َْر‬
َ ‫ض مَجِ ْي ًعا ِّمْنهُ ۗا َّن يِف ْ ٰذل‬ َّ ‫َو َس َّخَر لَ ُك ْم َّما ىِف‬

Artinya:

Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang berpikir.

- Qs. Al-Hadid: 25

‫َّاس بِالْ ِق ْس ِۚط َواَْنَزلْنَا احْلَ ِديْ َد‬ ِ ِ


ُ ‫ٰب َوالْمْيَزا َن لَي ُق ْو َم الن‬
ِ ِ ِ
َ ‫لََق ْد اَْر َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بالَْبِّينٰت َواَْنَزلْنَا َم َع ُه ُم الْكت‬
ࣖ ‫ي َع ِز ْيٌز‬ ٌّ ‫ب اِ َّن ال ٰلّهَ قَ ِو‬
ِ ۗ ‫ص ُرهٗ َو ُر ُسلَ ٗه بِالْغَْي‬ ٰ ِ ِ ‫فِي ِه بْأس ش ِدي ٌد َّومنافِع لِلن‬
ُ ‫َّاس َولَي ْعلَ َم اللّهُ َم ْن يَّْن‬ ُ ََ ْ َ ٌ َ ْ

Artinya:

Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang


nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar
manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai
kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun
(Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.

Ayat-ayat al_Qur’an tentang modal dan sumber daya manusia (capital);

- Qs. Hud: 61

ِ ‫ال ٰي َق ْوِم ْاعبُ ُدوا ال ٰلّ هَ َم ا لَ ُك ْم ِّم ْن اِٰل ٍه َغْي ُرهٗ ُۗه َو اَنْ َش اَ ُك ْم ِّم َن ااْل َْر‬
‫ض‬ َ َ‫اه ْم ٰصلِ ًحا ۘ ق‬ ِ
ُ ‫َواىٰل مَثُْو َد اَ َخ‬
ِ ‫واسَتعمر ُكم فِيها فَاسَت ْغ ِفروه مُثَّ ُتوب ْٓوا اِلَي ِه ۗاِ َّن ريِّب قَ ِري‬
‫ب‬ٌ ‫ب جُّم ْي‬ ٌ ْ ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ ْ ََ ْ ْ َ
Artinya:
dan kepada kaum samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata,
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia
telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-
Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan
memperkenankan (doa hamba-Nya).”

- Qs. Ar-Rum: 9

‫ف َك ا َن َعاقِبَ ةُ الَّ ِذيْ َن ِم ْن َقْبلِ ِه ۗ ْم َك انُ ْٓوا اَ َش َّد ِمْن ُه ْم ُق َّو ًة‬ َ ‫ض َفَيْنظُ ُر ْوا َكْي‬ ِ ‫اََومَلْ يَ ِس ْيُر ْوا ىِف ااْل َْر‬
ٰ
ُ‫ت فَ َم ا َك ا َن اللّ ه‬ ِ ۗ ‫ض َو َع َم ُر ْو َه ٓا اَ ْكَث َر مِم َّا َع َم ُر ْو َه ا َو َج اۤءَْت ُه ْم ُر ُس لُ ُه ْم بِ الَْبِّيٰن‬ َ ‫َّواَثَ ُاروا ااْل َْر‬
‫لِيَظْلِ َم ُه ْم َوٰل ِك ْن َكانُ ْٓوا اَْن ُف َس ُه ْم يَظْلِ ُم ْو ۗ َن‬

Artinya:

Dan tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan


orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu
lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah)
serta memakmurkannya melebihi apa yang telah mereka makmurkan. Dan
telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti
yang jelas. Maka Allah sama sekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi
merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri.

Hadits Rasulullah saw. yang artinya:

Dari Jabir ra. Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa mempunyai


sebidang tanah, maka hendaknya ia menanaminya. Jika ia tidak mampu
menanaminya, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk
ditanami) dan janganlah menyewakannya’. (Hr. Muslim).

Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits tentang manajemen dan proses produksi


(labor);

- Qs. Hud; 37

‫اطْبيِن ْ ىِف الَّ ِذيْ َن ظَلَ ُم ْوا ۚاِن َُّه ْم ُّم ْغَر ُق ْو َن‬
ِ َ‫ك بِاَ ْعينِنَا ووحيِنَا واَل خُت‬
َ ْ َ َ ُ َ ‫اصنَ ِع الْ ُف ْل‬
ْ ‫َو‬
Artinya:
Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan
janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”

- Qs. At-Taubah: 105

‫الش َه َاد ِة‬ ِ ‫وقُ ِل ْاعملُ ْوا فَس َيرى ال ٰلّ هُ َعملَ ُكم ور ُس ْولُهٗ والْمْؤ ِمُن ْو ۗ َن و َس ُتر ُّد ْو َن اِىٰل ٰعلِ ِم الْغَْي‬
َّ ‫ب َو‬ َ َ ُ َ ََ ْ َ َ َ َ َ
‫َفُينَبُِّئ ُك ْم مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُ ْو ۚ َن‬
Artinya:
“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

- Qs. Ar-Ra’d: 29
ِ ‫الصلِ ٰح‬
‫ت طُْوىٰب هَلُ ْم َو ُح ْس ُن َماٰ ٍب‬ ِ ِ
ّٰ ‫اَلَّذيْ َن اٰ َمُن ْوا َو َعملُوا‬
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat
kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.

Hadits Rasulullah saw. yang artinya:

“Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Hendaklah


seseorang di antara kalian berangkat pagi-pagi sekali mencari kayu bakar,
lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri (agar tidak meminta-minta)
kepada seseorang, baik diberi ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah, mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi
tanggung jawabmu. (HR. Muslim);

C. Maqashid Syari’ah dalam Produksi;

Dari sisi ekonomi Islam, setiap produksi harus mempunyai nilai maslahat,
bukan hanya kepada manusia juga terhadap lingkungan. Produksi pada awalnya
boleh jadi hanya diniatkan sebagai usaha untuk membantu memenuhi kebutuhan
atas suatu jenis barang produksi, semakin meningkatnya permintaan (demands)
suatu barang, produksi barang tersebut semakin memberi keuntungan material yang
cukup baik. Dari proses produksi tersebut segala kebutuhan masyarakat dapat
terpenuhi. Namun, tuntutan menjaga keseimbangan hidup bagi semua sumber daya,
baik flora, fauna, dan alam secara keseluruhan juga harus tetap dijaga demi
kesinambungan sumberdaya. Manakala kerja produksi dan konsumsi menyisakan
kerusakan, maka konsep ekonomi Islam yang menuntut keseimbangan menjadi
terabaikan.
Kemaslahatan berikutnya adalah pemeliharaan nilai-nilai kehalalan prinsip-
prinsip kebaikan berdasarkan tuntunan syari’ah yang menjadi aspek penting yang
harus diperhatikan, karena kehalalan dalam Islam. Produksi tidak cukup hanya
dibangun dengan pertimbangan permintaan pasar saja, karena kemampuan
memenuhi permintaan pasar tidak dapat memberikan jaminan bahwa sistem
produksinya telah dilaksanakan secara baik. Faktor dan unsur-unsur produksi (land,
labor dan capital) dalam sudut pandang Islam harus selalu diintegrasikan dengan
ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip baik yang tercantum dalam
al-Quran maupun hadits, sebagaimana dijelaskan di tiga surah al-Qur'an yang
menukil tentang masalah produksi.
Identifikasi ayat berbicara tentang produksi dalam al-Qur'an selain yang telah
pemakalah kemukakan di atas juga dapat ditemukan pada beberapa ayat di tiga
surah berikut: QS. al-Baqarah: 22, QS. an-Nahl: 5-9, 1011, 14, 18, 65, 66, 67, 68, 69,
70, 80, 81, QS. al-Maidah: 62-64. Setelah mengkaji beberapa ayat tersebut, dari
kedua surat di atas dapat diambil pelajaran bahwa al-Qur’an mengarahkan agar
setiap pelaku produksi mengoptimalkan seluruh sumber daya (land) yang ada di
sekitar mereka seperti binatang ternak, area pegunungan, tanah perkebunan, lautan
dengan seluruh kekayaannya, sebagai karunia yang disiapkan Allah bagi mereka
untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam rangka pengabdian mereka kepada-
Nya, sehingga harus dilakukan dengan tata cara yang baik dan sesuai dengan
hukum.
Selanjutnya, makna QS. An-Nahl lebih menekankan pembicaraan pada sikap
dalam perilaku produksi. Misalnya, diingatkan agar kegiatan produksi dilakukan tidak
hanya konsentrasi pada keberhasilan memulai berproduksi, sementara
kesinambungan produksi tidak dirancang sejak awal. Demikian juga ayat
mengingatkan bahwa bukan sekedar bisa berproduksi yang dituntut, tetapi juga
dituntut untuk menjaga agar kegiatan produksi tidak memberi dampak kerusakan,
baik bagi manusia secara khusus maupun lingkungan secara umum. Misalnya,
dalam bidang produksi hasil laut para nelayan dilarang menggunakan pukat tarik
ganda (double pari trawl) atau pukat harimau melalui Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No 2/PERMEN-KP/2015 yang merupakan penegasan dari UU Nomor
31 tahun 2004 tentang perikanan yang melarang kepemilikan dan penggunaan alat
tangkap ikan yang mengganggu dan merusak sumber daya ikan di wilayah
Indonesia, termasuk pukat harimau/jaring trawl dan/atau kompressor karena dapat
merusak habitat dan membunuh benih-benih ikan di lautan;
Setiap produsen muslim dalam menjalankan usaha produksinya, harus
memahami bahwa konsep nilai al-Qur'an melarang mempraktekkan berbagai sikap
tercela seperti melakukan dosa (QS. An-Nisa: 111-112), berurusan dengan barang
terlarang (QS. Al-Maidah: 90), menyebarkan permusuhan (QS. Al Maidah: 64), dan
menimbulkan kerusakan di muka bumi (QS. Al Baqarah: 205).

2. Distribusi

Distribusi adalah penyaluran kekayaan kepada individu atau kepada faktor


produksi yang dapat memberikan kontirbusi kepada individu, masyarakat dan
negara. Adakalanya distribusi terjadi dengan adanya prinsip pertukaran (exchange),
antara lain memperoleh pendapatan yang adil dan wajar sesuai dengan kinerja dan
kontribusi yang diberikan karena alasan kebutuhan (need), yaitu seseorang
memperolah upah karena pekerjaannya dibutuhkan oleh pihak lain. Satu pihak
membutuhkan materi untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya,
sedangkan pihak lain membutuhkan tenaga kerja untuk faktor produksi.

Muhammad Anis Zarqa, mengemukakan beberapa tujuan distribusi dalam


pandangan islam di antaranya; pemenuhan kebutuhan semua makhluk, memberikan
efek positif bagi pemberi dan penerima, menciptakan kebaikan bagi semua orang
baik kaya maupun miskin, mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan serta
pemanfaatan terhadap sumberdaya alam.

Prinsip distribusi sebagaimana di atas dapat dilihat dalam Al Qur’an di


antaranya pada Surat al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut;
‫َمٓا اَفَاۤءَ ال ٰلّهُ َع ٰلى َر ُس ْولِهٖ ِم ْن اَ ْه ِل الْ ُق ٰرى فَلِٰلّ ِه َولِ َّلر ُس ْو ِل َولِ ِذى الْ ُق ْرىٰب َوالْيَت ٰٰمى َوالْ َم ٰس ِكنْي ِ َوابْ ِن‬
َّ ‫السبِْي ۙ ِل َك ْي اَل يَ ُك ْو َن ُد ْولَةً ۢ َبنْي َ ااْل َ ْغنِيَاِۤء ِمْن ُك ۗ ْم َو َمٓا اٰ ٰتى ُك ُم‬
‫الر ُس ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما َن ٰهى ُك ْم َعْنهُ فَا ْنَت ُه ْو ۚا‬ َّ
ِ ۘ ‫َو َّات ُقوا ال ٰلّهَ ۗاِ َّن ال ٰلّهَ َش ِديْ ُد الْعِ َقا‬
‫ب‬

Artinya:

Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya

(yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul,

kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-

orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di

antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul

kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka

tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras

hukuman-Nya.

Harta fai’ pada dasarnya diproyeksikan untuk kemaslahatan umum

seperti yang dipraktikkan melalui kebijakan Rasulullah saw. kemudian untuk

masayarakat miskin tertentu dalam hal ini keluarga Nabi sendiri (Bani Hasyim

dan Bani Abdul Muthallib), anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, tujuannya

tidak lain adalah untuk mencegah kemungkinan peredaran harta kekayaan

yang selalu dan selamanya berada dalam genggaman segelintir orang-orang

kaya.

Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam

dikelompokkan menjadi dua, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-

ekonomi. Mekanisme ekonomi ditempuh dalam rangka mewujudkan distribusi

kekayaan di antara manusia yang seadil-adilnya dengan sejumlah cara, seperti

jual beli, atau penyerahan suatu kekayaan akibat usaha atau pekerjaan seperti

pedagang, gaji pegawai, hakim, guru, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya;


Adapun mekanisme non-ekonomi dapat berupa pemberian Negara kepada
rakyat yang membutuhkan Pemberian harta negara tersebut dengan maksud agar
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup rakyat atau agar rakyat dapat
memanfaatkan pemilikan secara merata. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat
diberikan secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan memberi berbagai
sarana fasilitas sehingga pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mengenai berbagai pemenuhan kebutuhan hidup contohnya negara memberi
sesuatu kepada pribadi atau masyarakat yang mampu mengerjakan lahan, maka
negara akan memberikan lahan yang menjadi milik negara kepada pribadi yang tidak
mempunyai lahan tersebut atau negara memberikan harta kepada pribadi yang
mempunyai lahan tetapi tidak mempunyai modal untu menegelolanya.

Selain dengan mekanisme pemberian oleh negara, juga dapat melalui zakat.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Taubah ayat 60, sebagai berikut;

‫اب َوالْغَا ِر ِمنْي َ َويِف ْ َسبِْي ِل‬ ِّ ‫ت لِْل ُف َقَراِۤء َوالْ َم ٰس ِكنْي ِ َوالْ َع ِاملِنْي َ َعلَْي َها َوالْ ُمَؤ لََّف ِة ُقلُ ْوبُ ُه ْم َوىِف‬
ِ َ‫الرق‬ َّ ‫اِمَّنَا‬
ُ ‫الص َد ٰق‬
‫ضةً ِّم َن ال ٰلّ ِه ۗ َوال ٰلّهُ َعلِْي ٌم َح ِكْي ٌم‬ َّ ‫ال ٰلّ ِه َوابْ ِن‬
َ ْ‫السبِْي ۗ ِل فَ ِري‬
Artinya:

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin,


amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba
sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan
untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah.
Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Selain zakat, warisan, infaq dan sedekah juga memiliki peranan penting

dalam proses distribusi kekayaan antara kaum yang kaya kepada kaum yang

miskin.

Adapun tujuan dari distribusi menurut pandangan islam adalah:

1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-

sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu;

2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya

pengembangan kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan

investasi;
3. Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan

zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi Pada

gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi

perputaran harta. Sebagaimana hadits Rasulullah “siapa saja yang

melakukan penimbunan untuk mendapatkan harga yang paling tinggi,

dengan tujuan mengecoh orang islam maka termasuk perbuatan yang

salah”. Hr. Ahmad

4. Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan

menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-

pusat pertumbuhan;

5. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat

mendistorsi pasar. Sebagaimana hadits Rasulullah, “janganlah kamu

mencegat para kafilah dan janganlah orang kota menjualnya untuk

orang desa”. HR. Bukhari

6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada

penguasa;

7. Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik

umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan,

barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi


kesejahteraan rakyat.
Referensi:

1. Al-Qur’anul Karim dan Terjemah;

2. Pengantar Ekonomi Islam, 2021, Azharsyah Ibrahim, Jakarta;Departemen


Ekonomi dan Keuangan Syari’ah

3. Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Dr. Abdul Aziz, M.Ag dkk. Cirebon: CV. Elsi Pro

4. Ekonomi dan Keuangan Islam, Prof. Dr. H. Amri Amir, SE., MS., Pustaka
Muda, 2015

5. Distribusi Perspektif Etika Ekonomi Islam, Mustafda Syukur, Jurnal Kajian


Ekonomi dan Perbankan, 2018

6. Konsep Produksi dalam al-Qur’an, Mujetaba Mustafa, dkk. Jurnal Al-Azhar


journal of Islamic Economics, 2019

Anda mungkin juga menyukai