MAKALAH
Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu :
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja & puji syukur atas rahmat & ridho
Allah SWT. Karena tanpa rahmat & Ridho-Nya kita tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan selesai dengan tepat waktu waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Nizam,
S.Ag,M.H.I selaku dosen Pengampu fiqih muamalah yang memimpin kami
dalam pengerjaan tugas makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................
A. LatarBelakangMasalah.............................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. TujuanPenulisan.......................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN .......................................................................................... ..
A.Pengertian Ijarah.................................................
B. Dasar Hukum Ijarah.....................................................
C.Rukun dan Syarat Ijarag......................
D. Macam - Macam Ijarah.......................
E. Upah Jasa Untuk jasa yang berkaitan dengan ibadah.......................
F. Memahami tentang jenis-jenis sewa menyewa dan upah (Ijarah) yang berlaku
dalam masyarakat
BAB III
PENUTUP ...................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan.
Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi
keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa
perhotelan, dan lain-lain.
Secara terminologi ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para
ulama fiqih. Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan transaksi terhadap
suatu manfaat dengan imbalan. Syafi'iyah menjelaskan ijarah adalah akad atas
suatu manfaat tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan
kompensasi atau imbalan tertentu. Makaliyah mengatakan, ijarah adalah
perpindahan kepemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu
tertentu dengan suatu kompensasi tertentu. Berdasarkan definisi diatas, maka
akad al-ijarah diartikan sebagai akad pemindahan hak pakai atas barang atau
jasa dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan (upah sewa), yang tidak dikuti
oleh pemindahan hak milik atas barang yang disewa. Subtansi akad ijarah
terletak pada pengambilan manfaat atas barang atau jasa yang diimbangi
dengan upah dalam waktu tertentu.1
ا ِملَي ِْن ۖ لِ َم ْن َأ َرا َد َأ ْن يُتِ َّمGGG ْولَي ِْن َكGGGع َْن َأ ْواَل َدهُ َّن َحGGGض ِ ْات يُرُ َدGGGَِو ْال َوال
ُ َُّوف ۚ اَل تُ َكل
ف ِ ال َم ْعرG ْ Gِ َوتُه َُّن بG هُ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْسG َو ِد لGGُضا َعةَ ۚ َو َعلَى ْال َم ْولَ ال َّر
ِد ِه ۚ َو َعلَىG َهُ بِ َولG َو ٌد لGGُ ِدهَا َواَل َم ْولG َ َدةٌ بِ َولG ِا َّر َوالG ض
َ ُ َعهَا ۚ اَل تG نَ ْفسٌ ِإاَّل ُو ْس
ا ُو ٍر فَاَلG اض ِم ْنهُ َما َوتَ َشٍ رG َ Gَااًل َع ْن تG ص َ Gِ ُل ٰ َذلG ث ِم ْث
َ ِِإ ْن َأ َرا َدا فG َك ۗ فG ِ ار
ِ وGَ Gْال
1
Drs. Harun,Mh, Fiqih Muamalah, (Surakarta: Harun,2017),122
v
َ َعُوا َأ ْواَل َد ُك ْم فَاَل ُجنGGض
اح َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذاGG ِ ْاح َعلَ ْي ِه َما ۗ َوِإ ْن َأ َر ْدتُ ْم َأ ْن تَ ْستَرGG
َ َُجن
صي ٌر ِ َون ب َ ُُوف ۗ َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ بِ َما تَ ْع َمل
ِ َسلَّ ْمتُ ْم َما آتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعر
" Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah
kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha melipat gandakan apa yang
kamu kerjakan."
vi
5. ”Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang diupah sebelum kering
keringatnya”.
6. Adapun dasar hukum ijarah berdasarkan ijma’ ialah semua umat
sepakat, tidak ada seorang ulama pun membantah kesepakatan (ijma’)
ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda
pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap. Umat Islam pada masa sahabat
telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.
7. Perlu diketahui bahwa tujuan disyariatkannya ijarah itu adalah untuk
memberikan keringanan kepada umat dalam pergaulan hidup. Seseorang
mempunyai uang tetapi tidak dapat bekerja; dipihak lain ada yang punya
tenaga dan membutuhkan uang. Dengan adanya ijarah keduanya saling
mendapat keuntungan dan memperoleh manfaat.2
Ijarah meupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat. Dalam hal ini,
manfaat menjadi obyek manfaat transaksi. Dari segi ini, ijarah dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang
lazim disebut persewaan. Misalnya menyewa rumah, pertokoan, kendaraan,
dan lain sebagainya. Kedua, ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM
(Sumber Daya Manusia) yang lazim disebut perburuhan.3
Oleh karena itu, transaksi ijarah dalam kedua bentuknya sebagai transaksi
umum akan sah bila terpenuhi rukun dan syarat. Adapun rukun dan syaratnya
sebagai berikut:
1. Rukun Ijarah
Rukun dari ijarah sebagai suatu transaksi adalah akad atau perjanjian
kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa transaksi itu telah berjalan secara
suka sama suka. Adapun unsur yang terlibat dalam transaksi ijarah itu adalah:
a. Orang yang menggunakan jasa, baik dalam bentuk tenaga atau
benda yang kemudian memberikan upah atas jasa tenaga atau
2
Drs. Harun,Mh, Fiqih Muamalah, (Surakarta: Harun,2017), 122-124.
3
Ghufron A. Mas’adi,fiqih muamalah kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
183.
vii
sewa dari jasa benda yang digunakan, disebut pengguna jasa
(mūjir)
b. Orang yang memberikan, baik dengan tenaganya atau dengan
alat yang dimilikinya, yang kemudian menerima upah dari
tenaganya atau sewa dari benda yang dimilikinya, disebut
pemberi jasa atau (musta’jir )
c. Objek transaksi yaitu jasa, baik dalam bentuk tenaga atau benda
yang digunakan disebut (ma’jur)
d. Imbalan atau jasa yang diberikan disebut upah atau sewa (ujrah)
Menurut ulama mazhab Hanafi rukun ijarah hanya ada satu,
yaitu ijab dan qabul.Sedangkan jumhur ulama berpendapat,
bahwa rukun ijarah itu ada empat, sebagai berikut:
a. ‘Aqid (orang yang akad)
‘Aqid adalah orang yang melakukan perjanjian/transaksi, yaitu orang yang
menyewakan (mu’jir) dan orang yang menyewa (musta’jir).
b. Sigat akad
Sigat akad adalah pernyataan yang menunjukkan kerelaan atau
kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau transaksi.
c. Ujrah (upah)
Ujrah adalah member imbalan sebagai bayaran kepada seseorang yang
telah diperintah untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan tertentu dan bayaran itu
diberikan menurut perjanjian yang telah disepakati bersama.
d. Manfaat.
Di dalam pasal 251 Kompilasi Hukum Ekonomi Syaria, rukun ijarah
adalah:
a. Pihak yang menyewa;
b. Pihak yang menyewakan;
c. Benda yang diijarahkan; dan
d. Akad.
Dalam hal akad sebagaimana yang telah tercantum dalam pasal 252
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tersebut bahwasanya shigat akad ijarah
harus menggunakan kalimat yang jelas, namun juga dapat dilakukan dengan
lisan, tulisan atau isyarat.
2. Syarat ijarah
viii
Supaya transaksi ijarah itu bisa dianggap sah, maka ada beberapa syarat yang
mengiringi beberapa rukun yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut
meliputi:
a. ‘Aqid
Kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan memiliki
kemampuan, yaitu berakal dan dapat membedakan (baik dan buruk). Jika salah
satu pihak adalah orang gila atau anak kecil, akadnya dianggap tidak sah. Para
penganut Mazhab Syafi’i dan Hambali menambah syarat lain, yaitu baligh.
Jadi, menurut mereka, akad anak kecil meski sudah tamyiz, dinyatakan tidak
sah jika belum balig. Berbeda dengan kedua Mazhab di atas, Mazhab Hanafi
dan Maliki mengatakan, bahwa orang yang melakukan akad tidak harus
mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan
akad ijarah dengan ketentuan disetujui
oleh walinya.
b. Sigat akad antara mu’jir dan musta’jir
Syarat sah sigat akad dapat dilakukan dengan lafad atau ucapan dengan
tujuan orang yang melakukan perjanjian atau transaksi dapat dimengerti.
Berkaitan dengan hal tersebut umum dilakukan dalam semua akad, karena
yang dijadikan pedoman dalam ijab qabul adalah sesuatu yang dapat dipahami
oleh dua orang yang melakukan akad sehingga tidak menimbulkan keraguan
dan pertentangan.
Selain itu, ketentuan umum yang ada dan menjadi pedoman hukum apabila
perkataan yang dinyatakan adalah sesuai dengan niat dan kehendak dalam hati
yang dinamakan sigat yang dapat dilakukan dengan secara lisan, tulisan dan
isyarat yang memberikan yang jelas tentang adanya ijab qabul. Sigat dapat juga
berupa perbuatan yang telah menjadi
c. Ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu: pertama, berupa
harta tetap yang dapat diketahui. Kedua, tidak boleh sejenis dengan barang
manfaat dari ijarah, seperti upah menyewa rumah untuk ditempati dengan
menempati rumah tersebut. Upah (ujrah) dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
a. Upah yang telah disebutkan (ajr al-musamma), yaitu upah yang telah
disebutkan pada awal transaksi, syaratnya adalah ketika disebutkan
harus disertai adanya kerelaan (diterima oleh kedua belah pihak).
ix
b. Upah yang sepadan (ajr al-miṭli) adalah upah yang sepadan dengan kerjanya
serta sepadan dengan kondisi pekerjaannya. Maksudnya adalah harta yang
dituntut sebagai kompensasi dalam suatu transaksi
yang sejenis pada umumnya.
Dengan demikian, persyaratan penetapan upah atas objek ijarah yang
terdapat dalam pasal 6 Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor: PER-04/BL/2007 tentang akad-akad yang
digunakan dalam kegiatan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1) Besarnya harga ujrah atas objek ijarah dan cara pembayaran ditetapkan
menurut kesepakatan yang dibuat dalam akad secara tertulis.
2) Alat pembayaran ujrah atas objek ijarah adalah berupa uang atau bentuk lain
yang memiliki nilai yang sama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Sementara itu, menurut Sayyid Sabiq sebuah akad sewa (ijarah) dinyatakan sah
jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Kerelaan kedua pihak pelaku akad. Apabila salah satu pihak dipaksa untuk
melakukan akad, maka akadnya dinyatakan tidak sah sebagaimana yang telah
disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisaa’ ayat 29:
َ G ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُكGاط
ونG َ Gْأ ُكلُوا َأ ْمGَوا اَل تGGُين آ َمن
ِ َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبG َ ا الَّ ِذGGَيَا َأيُّه
َ اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َك
ان بِ ُك ْم َر ِحي ًما ٍ ارةً َع ْن تَ َر َ تِ َج
x
5. Manfaat barang tersebut status hukumnya mubah, bukan termasuk yang
diharamkan.
Mengenai syarat pelaksanaan dan penyelesaian ijarah telah diatur dalam
pasal 257-260 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yakni: Pertama, untuk
menyelesaikan suatu proses akad ijarah, pihak-pihak yang melakukan akad
harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatan hukum. Kedua, akad ijarah
dapat dilakukan dengan tatap muka maupun jarak jauh. Ketiga, pihak yang
menyewakan benda haruslah pemilik, wakilnya atau pengampunya.
Dengan demikian, jika rukun dan syaratnya terpenuhi, maka perjanjian akad
ijarah tersebut sah dan mempunyai kekuatan hukum atas perjanjian yang sah,
bahwasanya perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan i'tikad baik.4
D. Macam-Macam Ijarah
Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua macam: yaitu
ijarah yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan. Pertama, Ijarah yang
bersifat manfaat misalnya: sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian
(pengantin) dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang
dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqih sepakat
menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
xi
1. Ijarah khusus
2. Yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang
3. yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah
memberinya
4. upah.
5. Ijarah musytarik
6. Yaitu ijarah yang dilakukan bersama-sama atau melalui kerjasama.
Hukumnya, dibolehkan bekerjasama dengan orang lain.
7. Ijarah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
8. Ijarah ‘Ayan: dalam hal ini terjadi sewa menyewa dalam bentuk benda
atau
9. binatang dimana orang yang menyewakan mendapatkan imbalan dari
10. penyewa.
11. Ijarah Amal: dalam hal ini terjadi sewa menyewa dalam bentuk jasa
atau skill (kemampuan).5
Upah dalam perbuatan ibadah (ketaatan) seperti shalat, shaum, haji dan
membaca Al-Qur’an diperselisihkan kebolehannya oleh para ulana karena
berbeda cara pandang terhadap pekerjaan-pekerjaan ini.
5
M. Ali Hasan, Berbagai macam transaksi alam islam, 236.
xii
Rasulullah SAW bersabda “ Jika kamu mengangkat seseorang menjadi
mu’adzin maka janganlah kamu pungut dari adzan itu suatu upah.”
1. Imam Abu Hanifah dan Ahmad melarang pengambilan upah dari
tilawat Al-Qur’an dan mengajarkannya bila kaitan pembacaan
dan pengajarannya dengan taat atau ibadah. Sementara Maliki
berpendapat boleh mengambil imbalan dari pembacaan dan
pengajaran Al-Qur’an, azan dan badal Haji.
xiii
3. Menurut madzhab Hambali bahwa pengambilan upah dan
pekerjaan azan, qamat, mengajarkan Al-Qur’an, fiqh, hadits,
badal haji dan shaum qadha adalah tidak boleh, diharamkan bagi
pelakunya untuk mengambil upah tersebut.
xiv
1. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan
2. Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa
terjadi kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang
yang diijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.
xv
baik sengaja maupun tidak, segala kerusakan menjadi tanggung jawab
pekerja itu dan wajib ganti rugi.
xvi
al-‘amal,yaitu ijarah dengan cara memperkerjakan seseorang
untuk melakukan sesuatu”.
B. Khataman
1.Pengertian Khataman
“Khataman memiliki kata dasar yaitu Khatam,
dalamKamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Kata Khatam memiliki tiga (3) arti kata yaitu tamat, selesai dan
habis. Sedangkan kata khataman
sendiri memiliki arti kegiatan membaca Al-Qur’an secara berurutan
mulai dari Surat Al-Fatihah sampai dengan Surat An-Naas tanpa
berhenti (terus bersambung)”.
2.Syarat-syarat Khataman
xvii
Definisi tata cara ijarah berbeda tergantung apakah berhubungan
dengan dengan sewa aset dan properti atau berhubungan dengan jasa.
Karena itu, jenis ijarah dibagi menjadi dua jenis:
a. Ijarah Murni
Praktik tata cara ijarah murni ini sama dengan perjanjian sewa
menyewa biasa. Dalamtata cara ijarah yang berkaitan dengan jasa ini
kedua belah pihak berkedudukan sama. Artinya jika perjanjian telah
selesai, maka pihak penyewa dan pihak yang menyewakan akan kembali
ke kedudukannya masing-masing.
xviii
tertentu, misalnya selama 10 tahun. Kemudian jika masa sewa sudah
mencapai 10 tahun, maka rumah tersebut menjadi milik penyewa.
xix
untuk diberikan upah. Praktik ijarah yang dilaksanakan oleh BMT as-
Syafi’iah Metro hanya menyalurkan dana talangan berupa uang kepada
nasabah yang memerlukan untuk biaya penyewan objek ijarah. Namun
dari pihak BMT as-Syafi’iah kota Metro sangat menekankan kepada
nasabah saat pencairan dana bahwa dana yang diberikan adalah untuk
sewa objek ijarah maupun sebagaii upah jasa ijarah. Walaupun belum
sepenuhnya sesuai dengan fatwa DSN MUI yang menyatakan bahwa
obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang maupun jasa dari,
peraktiknya pencairan dana berupa uang bukan dalam bentuk barang
maupun jasa. Dan kewajiban LKS untuk menyediakan objek ijarah
Namun, secara garis besar prinsipil sama, hal ini sah karena demi
kemaslahatan bersama dan kesejahteraan lahir maupun bathin.
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan
adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad
pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah
akan menjadi batal fasakh bila ada hal- hal sebagai berikut :
1 Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan
penyewa;
2 Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan
sebagainya;
6
Sayyid Sabiq, Op. Cit., h. 29.
xx
3 Rusaknya barang yang diupahkan ma’jur ‘alaih, seperti baju yang
diupahkan untuk dijahitkan;
4 Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan;
5 Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dan salah satu pihak, seperti
yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang
mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
xxi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan.
Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi
keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa
perhotelan, dan lain-lain. Ijarah meupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat.
Dalam hal ini, manfaat menjadi obyek manfaat transaksi. Dari segi ini, ijarah
dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, ijarah yang mentransaksikan manfaat
harta benda yang lazim disebut persewaan. Misalnya menyewa rumah,
pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, ijarah yang
mentransaksikan manfaat SDM (Sumber Daya Manusia) yang lazim disebut
perburuhan. Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua
macam: yaitu ijarah yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan.
Pertama, Ijarah yang bersifat manfaat misalnya: sewa-menyewa rumah, toko,
kendaraan, pakaian (pengantin) dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan
manfaat yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqih
sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
B. Saran
Kami menyadari masih banyak kekurangan di dalam makalah kami, maka
dari itu kami minta saran dan kritikan bagi pembaca.
xxii
DAFTAR PUSTAKA
(Sumber Internet )
https://text-id.123dok.com/document/1y9d75erq-rukun-dan-syarat-ijarah-
pembatalan-dan-berakhirnya-ijarah.html
xxiii