Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. serta sholawat dan salam kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW. Atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Akad sewa-menyewa (Ijarah)” telah
diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus
dipenuhi dalam menyelesaikan tugas Akuntansi Syariah
Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna
penyempurnaan tugas kami selanjutnya.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian..................................................................................................3
B. Dasar Hukum.............................................................................................4
C. Rukun.........................................................................................................5
D. Syarat.......................................................................................………….5
E. Jenis Transaksi Ijarah................................................................................8
F. Sifat dan Hukum Ijarah.............................................................................8
G. Bentuk PelanggarandalamIjarah...............................................................9
H. Berakhirnya Ijarah..................................................................................10
BAB III PENUTUP ...............................................................................................12
3.1 Kesimpulan.............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah salah
satunya adalah ijarah sewa-menyewa dan upah. Seiring dengan perkembangan
zaman, transaksi muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama klasik, transaksi
tersebut merupakan terobosan baru dalam dunia modern. Dalam hal ini kita harus
cermat, apakah transaksi modern ini memiliki pertentangan tidak dengan kaidah
fiqih? Jika tidak, maka transaksi dapat dikatakan mubah.
Kata ijarah dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, antara sewa dan upah
juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda,
sedangkan upah digunkan untuk tenaga. Namun dalam bahasa Arab ijarah adalah
sewa dan upah. Sehingga ketika kita melihat bagaimana aplikasi dari ijarah itu sendiri
dilapangan, maka kita bisa mendapati sebagai mana yang akan dibasas dalam
makalah ini. Yangmana diharapkan dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan
masukan ilmu pengetahuan kepad kaum muslimin mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan sewa-menyewa. Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan oleh
seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan syari’at islam. Kegiatan
ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik dilingkungan
keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa
pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah, dasar hukum ijarah,
manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena begitu pentingnya
masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam pembahasan makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksuddenganijarah/ sewa-menyewa?
2. Apa dasar hukum ijarah?
3. Apa rukun dan syarat ijarah?
4. Apa saja jenis transaksi ijarah?
5. Apa sifat dan hukum ijarah?
6. Bagaiman bentuk pelanggaran ijarah?
7. Bagaimana berakhirnya akad ijarah?
8. Bagaimana contoh transaksi ijarah pda bank syariah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud ijarah/ sewa-menyewa
2. Untuk mengetahui dasar hukum ijarah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat ijarah
4. Untuk mengetahui jenis transaksi ijarah
5. Untuk mengetahui sifat dan hukum ijarah
6. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran ijarah
7. Untuk mengetahui bagaimana berakhirnya akad ijarah
8. Untuk mengetahui contoh transaksi ijarah pada Bank Syariah
BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Menurut etimologi, ijarah adalah ‫ع المنفعه‬MM‫( بي‬menjual manfaat). Demikian pula
artinya menurut terminology syara’. Untuk lebih jelasnya, di bawah akan
dikemukakan beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa ulama fiqh:
a. Ulama Hanafiyah:1
‫عقد عل المنا فع بعو ض‬
Artinya: Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti
b. Ulama Asy-Syafi’iyah:2
“Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah,
serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”
c. Ulama Malikiyah3 dan Hanabilah4
“Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan
pengganti”.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada
imbalannya, diterjemahkan menjadi sewa-menyewa dan upah mengupah. Sewa-
menyewa adalah ‫ة بيع‬MM‫( المنفع‬menjual manfaat) dan upah mengupah adalah ‫و ة‬MM‫ع الق‬MM‫بي‬
(menjual tenaga atau kekuatan).
Sewa digunakan untuk benda, seperti “seseorang menyewa kamar untuk tempat
tinggal.” Sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti “para karyawan bekerja
ditoko dibayar upahnya per hari”. Dalam bahasa arab upah dan sewa disebut ijarah.
Dengan demikian pengertian ijarah dapat di simpulkan yaitu suatu transksi baik
berupa barang maupun jasa dengan menjual manfaat dan serta ada pengganti baik di
awal transaksi atau di masa habis berlakunya ijarah atau sewa itu sendiri.
1
Alauddin Al-Kasani, Badai’ Ash-Shana’I fi TartibAsy-Syara’i, juz IV, hlm. 174
2
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II, hlm. 332
3
Syarh Al-Kabir li Dardir, juz IV, hlm. 2
4
IbnQudamah. Al-Mugni, juz V, hlm. 398
B. DASAR HUKUM
a. Al-Qur’an
)١ :‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَا ْءتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن (الطالق‬
َ ْ‫فَا ِ ْن اَر‬
Artinya
“Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka
upahnya.” (QS. Thalaq: 6)
ْ ‫ت ا ْستَا ْء ِجرْ هُ اِ َّن َخ ْى َر َم ِن ا ْستَا ْء َجرْ تَ ْالقَ ِويُّ ا‬
‫ا‬Mَ‫ دَى ا ْبتَ ًّي ه‬Mْ‫كَ اِح‬MM‫ ُد اَ ْن اُ ْن ِك َح‬M‫ قَا َل اِنِّ ْى اُ ِر ْى‬. ُ‫ال َء ِمىْن‬ ْ َ‫قَا ل‬
ِ َ‫ت اِحْ دَا هُ َما يَا اَب‬
َ‫ج فَا ِ ْن اَ ْت َم ْمتَ َع ْشرًا فَ ِم ْن ِع ْن ِدك‬ ٍ ‫ تَ ْي ِن َعلَى اَ ْن تَا ْء ُج َرنِى ثَ َما نِ َى ِح َج‬...
٢٧–٢٦ : ‫القصص‬
Artinya
“Salah satu dari kedua orang itu berkata, “Ya ayahku, ambilah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita),karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Berkatalah dia (Syu’aib), “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anak ku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja dengan ku
delapan tahun.Dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu
kebaikan) dari kamu.” (QS. Al-Qashash: 26-27)
b. As-Sunah
ُ‫ف َع َرقُه‬ ْ ‫اُ ْعطُوا‬.
َّ ‫ال َء ِج ْي َر اَحْ َرهُ قَ ْب َل اَ ْن يَ ِج‬
{‫}رواه ابن ما جه عن ابن عمر‬
Artinya
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibn Majah dari Ibn
Umar)
ُ‫ َم ِن ا ْستَا ْء َج َر اَ ِج ْيرًا فَ ْليَ ْع َملْ اَجْ َره‬.
{‫}رواه عبدالرزاق عن ابي هريره‬
Artinya
“Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”
(HR. Abd Razaq dari Abu Hurairah)
c. Ijma
Umat islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah dibolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.5

C. RUKUN

5
Diriwayatkanoleh Ahmad, Abu Dawud, danNasa’IdariSa’id bin AbiWaqash.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul antara lain dengan
meggunakan kaimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’ dan al-ikra.
Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada 4 yaitu:
1. ‘Aqid (orang yang berakad) yaitu mu’jir (orang yang menyewakan atau
memberikan upah) dan musta’jir (orang yang menyewa atau menerima upah)
2. Shighat akad yaitu ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir
3. Ujrah (upah)
4. Ma’qud ‘alaih(manfaat /barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan)

D. SYARAT
1. Syarat Terjadinya Akad
Syarat in‘inqad (terjadinya akad) berkaitan dengan aqid, zat akad, dan tempat
akad.Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual-beli, menurut ulama Hanafiyah, ‘aqid
(orang yang melakukan akad) disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal
7tahun), serta tidak disyaratkan harus baligh.Akan tetapi, jika bukan barang miliknya
sendiri, akad ijarah anak mumayyiz, di anggap sah bila diizinkan walinya.6
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ijarah dan jual beli,
sedangkan baligh adalah syarat penyerahan.Dengan demikian, akad anak mumayyiz
adalah sah, tetapi bergatung atas keridaan walinya.7
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus mukallaf,
yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli
akad.8
2. Syarat Pelaksanaan (an-nafadz)
Agar ijarah terlaksana, barang harus dimiliki oleh ‘aqid atau ia memiliki
kekuasaan penuh untuk akad (ahliah).Dengan demikian, Ijarah al-fudhul (ijarah yang
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diizinkan oleh
pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah.
3. Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid (orang yang akad), ma’qud ‘alaih
(barang yang menjadi objek akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-‘aqad), yaitu:
 Adanya keridaan dari kedua pihak yang akad.
 Ma’qud ‘alaih bermanfaat dengan jelas.

6
Al-Kasani, Op.Cit.,juz IV, hlm. 176
7
Syarh Al-Kabir li Dardir, juz IV, hlm. 3
8
Muhammad Asy-Syarbini., Op.Cit.,juz II, hlm. 332
Adanya kejelasan pada ma’qud ‘alaih atau barang menghilangkan pertentangan di
antara ‘aqid. Di antara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih (barang) adalah dengan
menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika
ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
 Penjelasan manfaat
 Penjelasan waktu
 Sewa bulanan
 Penjelasan jenis pekerjaan
 Penjelasan waktu kerja
 Ma’qud ‘alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’.
 Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’
 Tidak menyewa untuk pekerjaan yang diwajibkan kepadanya
 Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa
 Manfaat ma’qud ‘alaih sesuai dengan keadaan yang umum.
4. Syarat Barang Sewaan (ma’qud ‘alaih)
Di antara barang sewaan adalah dapat dipegang atau dikuasai.Hal itu didasarkan
pada hadits Rasulullah SAW yang melarang menjual barang yang tidak dapat
dipegang atau dikuasai, sebagaimana dalam hal jual-beli.
5. Syarat Ujrah (Upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
 Berupa harta tetap yang diketahui
 Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti upah
menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut.
6. Syarat yang Kembali pada Rasul Akad
Akad disyaratkan harus terhindar dari syarat-syarat yang tidak diperlukan dalam
akad atau syarat-syarat yang merusak akad, seperti menyewakan rumah dengan syarat
rumah tersebut akan ditempati oleh pemiliknya selama sebulan, kemudian diberikan
kepada penyewa.
7. Syarat Kelaziman
Syarat kelaziman ijarah atas dua hal berikut:
1. Ma’qud ‘alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat
2. Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad.

E. JENIS TRANSAKSI IJARAH


Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua macam: yaitu ijarah
yang bersifat manfaat dan bersifat pekerjaan.
Pertama, ijarah yang bersifat manfaat.Umpamanya sewa menyewa rumah, toko,
kendaraan, pakaian (pengantin) dan perhiasan.
Kedua, ijarah yang bersifat pekerjaan adalah dengan cara mempekerjakan
seseorang untuk melakukan pekerjaan. Ijarah semacam ini dibolehkan seperti buruh
bangunan, tukang jahit, tukang sepatu, dan lain-lain.Yaitu ijarah yang bersifat
kelompok atau serikat.9

F. SIFAT DAN HUKUM IJARAH


1. Sifat Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, ijarah adalah akad lazim yang didasarkan paad
firman Allah SWT.:َ‫او فوابالعقود‬, yang boleh dibatalkan. Pembatalan tersebut dikaitkan
pada asalnya, bukan didasarkan pada pemenuhan akad.
Sebaliknya, jumhur ulama berpendapat bahwa ijarah ialah akad lazim yang tidak
dapat dibatalkan, kecuali dengan adanya sesuatu yang merusak pemenuhannya,
seperti hilangnya manfaat. Jumhur ulama pun berdasarkan pendapatnya pada ayat Al-
Qur’an diatas.
Berdasarkan dua pandangan diatas, menurut ulama Hanafiyah, ijarah batal
dengan meninggalnya salah seorang yang akad dan tidak dapat dialihkan kepada ahli
waris.Adapun menurut jumhur ulama, ijarah tidak batal, tetapi berpindah kepada ahi
warisnya.10
2. Hukum Ijarah
Hukum ijarah shahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa dan tetapnya
upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud ‘alaih sebab ijarah termasuk
jua-beli, pertkaran, hanya saja dengan kemanfaatan.11
Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah
mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih
kecil dari kesepakatan pada waktu akad.Bila kerusakan tersebut terjadi pada
syarat.Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak memberitahukan jenis
pekerjaan perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya.12

9
M.AliHasan, BerbagaiTransaksidalam Islam, (Jakarta: PT.RajaGramediaPersada, 2004), 236.
10
IbnRusyd, Op. Cit., juz II. hlm. 328
11
Al-Kasani, Op. Cit., juzIV.hlm. 201
12
Ibid.,hlm. 195
Jafar dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah fasid sama dengan jual-beli
fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang
sewaan.13

G. BENTUK PELANGGARAN DALAM IJARAH


Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan upah bagi ajir, apabila barang
yang ditangannya rusak.
Menurut ulama syafi’iyah, jika ajir bekerja ditempat yang dimilki oleh penyewa,
ia tetap memperoleh upah. Sebaliknya, apabila barang berada ditangannya, ia tidak
mendapatkan upah. Pendapat tersebut senada dengan ulama Hanabilah.14
Ulama Hanafiyah juga hampir senada dengan pendapat ulama Syafi’iyah. Hanya
saja mereka mengurai lebih detail lagi, yaitu:
a. Jika benda ada di tangan ajir
1. Jika ada bekas pekerjaan, ajir berhak mendapat upah sesuai bekas
pekerjaan tersebut.
2. Jika tidak ada bekas pekerjaannya, ajir berhak mendapatkan upah atas
pekerjaannya sampai akhir.
b. Jika benda berada ditangan penyewa, pekerja berhak mendapat upah selesai
kerja.
 Pengekang barang
Ulama Hanafiyah membolehkan ajir untuk mengekangbarang yang
telah ia kerjakan. Sampai ia mendapatkan upah. Akan tetapi, jika dalam
masa pengekangan, barang tersebut rusak, ia harus bertanggung jawab.

H. BERAKHIRNYA IJARAH
Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat
mengkat kedua belah pihak atau tidak.Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa akad al-
ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat
uzur dari salah satu pihak yang berakad seperti, salah satu pihak wafat, atau
kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum.15
Menurut ulama Hanafiyah, ijarah dipandang habis dengan meninggalnya salah
seorang yang akad, sedangkan ahli waris tidak memiliki hak untuk

13
Muhammad Asy-Syarbini, Op. Cit., juzII.hlm. 358
14
Noor harisudin, Fiqih Muamalah 1, (Surabaya: Buku pena Salsabila, 2014), 55.
15
Ibid., 56.
meneruskannya.Adapun menurut jumhur ulama, ijarah itu tidak batal, tetapi
diwariskan.
Selain itu, ijarah juga dipandang selesai jika ada pembatalan akad, terjadinya
kerusakan pada barang yang disewa dan habis waktu, kecuai kalau ada uzur. 16Jumhur
ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat kecuali ada cacat atau
barang itu tidak boleh dimanfaatkan.Akibat perbedaan pendapat ini dapat diamati
dalam kasus apabila seorang meninggal dunia maka akad al-ijarah batal, karena
manfaat tidak boleh diwariskan.Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan, bahwa
manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-maal).Oleh karena itu
kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalakan akad al-ijarah.
Menurut al-Kasani dalam kitab al-Badaa’iu ash-Shanaa’I, menyatakan bahwa
akad al-ijarah berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, objek al-ijarah hilang atau musnah seperti, rumah yang disewakan terbakar
atau kendaraan yang disewa hilang.
Kedua, tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir.Apabila
barang yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya,
dan apabila yang disewakan itu jasa seseorang maka orang tersebut berhak menerima
upahnya.
Ketiga, wafatnya salah seorang yang berakad.
Keempat, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita
Negara karena terkait adanya utang, maka akad al-ijarahnya batal.
Sementara itu, menurut Sayyid Sabiq, al-ijarah akan menjadi batal dan berakhir
bila ada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, terjadinya cacat pada barang sewaan ketika di tangan penyewa.
Kedua, rusaknya barang yang disewakan, seperti ambruknya rumah dan runtuhnya
bangunan gedung.
Ketiga, rusaknya barang yang diupahkan, seperti bahan baju yang diupahkan untuk
dijahit.
Keempat, telah terpenuhimya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
Kelima, menurut Hanafi salah satu pihak dari yang berakad boleh membatalkan al-
ijarah jika ada kejadian-kejadian yang luar biasa, seperti terbakarnya gedung,
tercurinya barang-barang dagangan, dan kehabisan modal.17
I. CONTOH TRANSAKSI IJARAH PADA BANK SYARIAH

16
RahmatSyafi’I, FiqhMuamalah, Bandung: PustakaSetia, 2004. hlm.137
17
Noor harisudin, Fiqih Muamalah 1, (Surabaya: Buku pena Salsabila, 2014), 56-57
Beberapa transaksi yang berkaitan dengan pembiayaan ijarah diantaranya adalah (1)
biaya perolehan aset ijarah; (2) penyusutan aset ijarah; (3) pendapatan ijarah.
1) Biaya peroleh aset ijarah

Objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
Perlakuan akuntansi biaya perolehan objek ijarah dalam bentuk aset tetap sama
dengan perlakuan akuntansi aset tetap, dimana biaya perolehan aset meliputi:

1. Harga beli, termasuk biaya hukum dan broker, bea impor dan pajak pembelian
yang tidak boleh dikreditkan, setelah dikurangi diskon pembelian dan
potongan lainnya;
2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung untuk membawa aset ke lokasi
dan kondisiyang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan maksud
manajemen; dan
3. Estimasi awal biaya pembongkaran aset, biaya pemindahan aset dan biaya
restorasi lokasi.

Objek sewa yang diperoleh bank disajikan sebagai aset Ijarah.

Contoh

Tanggal 02 September 2016, disepakati transaksi ijarah antara Bank Berkah Sejahtera
dan tuan Zaki atas manfaat aset berupa ruko. Atas kesepakatan tersebut, Bank
membeli sebuah ruko yang diinginkan oleh nasabah dengan biaya perolehan sebesar
Rp 250.000.000.

 Jurnal saat pengakuan aset ijarah:

02 Sept 2016 Dr Aset Ijarah Rp 250.000.000


Cr Kas Rp250.000.000

2) Penyusutan Aset Ijarah

Karena secara kepemilikan, aset ijarah adalah milik bank, maka tanggungjawab
penyusutannya ada pada bank. Bank secara rutin harus melakukan penyusutan aset
ijarah, seperti penyusutan aset tetap.

Objek ijarah berupa aset tetap disusutkan sesuai dengan kebijakan penyusutan untuk
aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomi). Kebijakan penyusutan yang
dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di
masa depan dari objek ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis.
Misal, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan akad IMBT
selama 5 tahun. Dengan demikian, umur ekonomisnya adalah 5 tahun (PSAK 107 par
11-12).

Akumulasi penyusutan/amortisasi dari aset Ijarah disajikan sebagai pos lawan  aset
Ijarah. Beban  penyusutan/amortisasi  aset  Ijarah  disajikan  sebagai pengurang
pendapatan Ijarah pada laporan laba rugi.
Contoh kasus :

Aset ijarah berupa ruko yang disewa oleh tuan Zaki, diasumsikan memiliki umur
ekonomis 10 tahun dan disusutkan dengan metode garis lurus. Nilai penyusutan per
tahun Rp 25.000.000 (10% x 250 juta) atau Rp 2.083.333 per bulan.

 Jurnal transaksi penyusutan perbulan:

30 Sept 2016 Dr Beban Penyusutan Aset Ijarah Rp 2.083.333


Cr Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah Rp2.083.333

3) Pendapatan Sewa

Keuntungan yang diperoleh dari transaksi ijarah adalah berupa ujrah atau pendapatan
sewa yang dibayarkan oleh nasabah. Pendapatan ujrah selama masa akad diakui pada
saat manfaat atas aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa (nasabah). Bank dapat
mengakui pendapatan ujrah secara akrual berupa piutang pendapatan ujrah yang
diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan (PSAK
107 par. 14-15).

Contoh kasus

Disepakati antara bank dan tuan Zaki harga sewa ruko Rp 30.000.000 per tahun untuk
jangka waktu 5 tahun. Pembayaran dilakukan secara angsuran per bulan setiap
tanggal 02 sebesar Rp 2.500.000.

 Jurnal transaksi saat pembayaran :

02 Okt 2016 Dr Kas Rp 2.500.000


Cr Pendapatan Ujroh Rp2.500.000

 Jurnal jika pada saat tanggal tagih, nasabah tidak melakukan pembayaran:

02 Okt 2016 Dr Piutang Ijarah Rp 2.500.000


Cr Pendapatan Ujroh Rp2.500.000

 Jurnal pada saat nasabah melakukan pembayaran:

05 Okt 2016 Dr Kas Rp 2.500.000


Cr Piutang Ijaroh Rp2.500.000
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ijarah (persewaan) yaitu suatu akad yang berkaitan dengan pemanfaatan barang
yang dikehendaki yang telah diketahui penggunaannya. Barang tersebut dapat
diserahkan kepada penyewa dengan ongkos yang jelas atau pasti. Akada persewaan
ini adalah akad yng tetap, artinya kedua orang yang melakukan akad sewa-menyewa
ini tidak boleh menghentikan akad sekehendaknya, kecuali setelah selesai atau habis
waktunya menurut perjanjian yang telah ditetapkan. Dasar akad ijarah ini adalah Al-
Qu’an, hadits, dan ijma’.
Rukun ijarah ada 4 yaitu: ‘Aqid (orang yang berakad), shighat akad, Ujhrah dan
Ma’qud ‘alaih(manfaat /barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan). Syarat
ijarah terdiri dari 7 macam yaitu: syarat terjadinya akad, syarat pelaksanaan (an-
nafadz), syarat sah ijarah, syarat barang sewaan (ma’qud ‘alaih), syarat ujrah (upah),
syarat yang kembali pada rasul akad, dan syarat kelaziman.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi.1904. Pengantar Fiqh Mu’amalah.
Jakarta: PT. Pustaka Rizqi Putra.
Harisudin, Noor. 2014. Fiqh Muamalah 1. Surabaya: CV. Putra Salsabila Pratama.
Syafe’I, Rachmat. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Wardi Muslich, Ahmad, Fiqh Muamalah, Jakarta: Amzah, 2010.
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Imam Sayfi’i, Jakarta: PT. Niaga Swadaya, 2010

Anda mungkin juga menyukai