Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan taufiknya kami di beri
kenikmatan berupa kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya, Amin

Makalah ini di susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqih Muamalah semester Empat
Fakultas Syariah dan Hukum prodi Al-Ahwal As-Syakhsiyyah Universitas Nahdlatul Ulama’
(UNISNU) Jepara, dengan judul “Akad Al-Ijarah”.

Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa dukungan serta
bimbingan dari pihak-pihak terkait, oleh karena itu, pertama kami ucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Fiqih Muamalah. Kedua kepada kedua orang tua kami atas do’a
dan dukungan moril maupun materil yang telah di berikannya. Ketiga kami ucapkan kepada
rekan-rekan di fakultas syariah prodi al-ahwal as-syahsiyah Universitas Nahdlatul Ulama’
(UNISNU) Jepara Yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah di harapkan, dan kami
berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin…..

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jepara, 17 Mei 2015

Kelompok 09

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

A. Pengertian Ijarah dan Dasar Hukumnya 2


B. Dasar Hukum Ijarah 3

C. Syarat dan Rukun Ijarah 5

D. Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik 7

E. Perbedaan Ijarah dan Ju’alah 9

BAB III PENUTUP 11

A. Kesimpulan 11

DAFTAR PUSTAKA 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqih muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan manusia dengan manusia
lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan merupakan ibadah
termasuk kedalam kategori ini. Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian masyarakat. Salah
satu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalamfiqih muamalah ialah ijarah.

Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan ijarah ini yang menjadi objek transaksinya
adalah manfaat yang terdapat pada sebuah zat. Untuk lebih jelasnya, didalam makalah ini akan
dibahas permasalahan ijarah yang meliputi pengertian, dasar hukumnya, rukun dan syaratnya, al-
ijarah al-muntahia bittamlik, serta perbedaan ijaroh dan Ju’alah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian ijarah dan dasar hukumnya ?

2. Apa Syarat dan Rukun Ijarah?

3. Apa Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik ?

4. Sebutkan Perbedaan Ijarah dan Ju’alah ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian ijarah dan dasar hukumnya

2. Untuk mengetahui Syarat dan Rukun Ijarah

3. Untuk mengetahui Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik


4. Untuk mengetahui Perbedaan Ijarah dan Ju’alah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijarah Dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian Sewa-Menyewa (Ijarah)

Sewa menyewa atau dalam bahasa Arab berasal dari kata: ,‫ ﺃﺟﺮ‬yang sinonimnya:

a. ‫ ﺃﻛﺮﻱ‬Yang artinya: menyewakan, seperti dalam kalimat: ‫( ﺃﺟﺮ ﺍﻟﺸﺊ‬menyewakan sesuatu)

b. ‫ ﺃﻋﻄﺎﻩ ﺃﺟﺮﺍ‬yang artinya: ia memberinya upah, seperti dalam kalimat: ‫( ﺃﺟﺮ ﻓﻼﻧﺎ ﻋﻠﻰ ﻛﺬﺍ‬ia
memberikan kepada si fulan upah sekian).

c. ‫ ﺃﺛﺎﺑﻪ‬yang artinya: memberinya pahala, seperti dalam kalimat: ‫( ﺃﺟﺮ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﺒﺪﻩ‬allah memberikan
pahala kepada hamba-Nya).

Al Fikri mengartikan ijarah menurut bahasa dengan: ‫ ﺍﻟﻜﺮﺍﺓ ﺃﻭ ﺑﻴﻊ ﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ‬yang artinya: sewa-
menyewa atau jual beli manfaat. Sedangkan Sayid Sabiq mengemukakan:

‫ ﻭﻣﻨﻪ ﺳﻤﻲ ﺍﻟﺜﻮﺍﺏ ﺃﺟﺮﺍ‬, ‫ﺍﻹﺟﺎﺭﺓ ﻣﺸﺘﻘﺔ ﻣﻦ ﺍﻷﺟﺮ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻌﻮﺽ‬

Ijarah diambil dari kata “Al-Ajr” yang artinya ‘iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala
(tsawab) dinamakan ajr (upah/pahala).

Dalam pengertian istlilah, terhadap perbedaan pendapat dikalangan ulama.

1.) Menurut Hanafiah

‫ﺍﻹﺟﺎﺭﺓﻋﻘﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ ﺑﻌﻮﺽ ﻫﻮﻣﺎﻝ‬

Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.

2.) Menurut malikiyah

‫ ﻋﺔﺩ ﻳﻔﻴﺪ ﺗﻤﻠﻴﻜﺎ ﻣﻨﺎﻓﻊ ﺷﺊ ﻣﺒﺎﺡ ﻣﺪﻣﺔ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﺑﻌﻮﺽ ﻏﻴﺮ ﻧﺎﺷﺊ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ‬.... ‫ﺍﻹﺟﺎﺭﺓ‬

Ijarah..... adalah akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk
masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.

3.) Menurut syafi’iyah

‫ﻭﺣﺪ ﻋﻘﺪ ﺍﻹﺟﺎﺭﺓ ﻋﻘﺪ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﺔ ﻣﻘﺼﻮﺩﺓ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻗﺎﺑﻠﺔ ﻟﻠﺒﺬﻝ ﻭﻹﺑﺎﺣﺔ ﺑﻌﻮﺽ ﻣﻌﻠﻮﻡ‬
Definisi akad Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa
diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.

4.) Menurut Hanbaliyah

‫ﻭﻫﻲ ﻋﻘﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻊ ﺗﻨﻌﺪ ﺑﻠﻔﻆ ﺍﻹﺟﺎﺭﺓ ﻭﺍﻟﻜﺮﺃ ﻭﻣﺎ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻫﻤﺎ‬

Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan
semacamnya.

Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedan yang prinsip
di antara para ulama dalam mengartikan Ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat
dengan imbalan. Dengan demikian, obyek sewa-menyewa adalah manfaat atas suatu barang
(bukan barang).

B. Dasar Hukum Ijarah

Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali
beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-
Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah
jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan.
Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan
sesuatu yang tidak ada pada waktu pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan. Akan tetapi,
pendapat tersebut disanggah oleh ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada waktu akad belum
ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah yang menjadi perhatian serta
pertimbangan syara’.

Alasan Jumhur Ulama tentang dibolehkannya ijarah adalah,

a. QS. Ath-thalaq (65) ayat 6:

‫َﺃۡﺳ ِﻜُﻨﻮُﻫَّﻦ ِﻣ ۡﻦ َﺣ ۡﻴ ُﺚ َﺳ َﻜ ﻨُﺘﻢ ِّﻣ ﻦ ُﻭ ۡﺟ ِﺪ ُﻛ ۡﻢ َﻭ ﺎَﻟ ُﺗَﻀ ٓﺎُّﺭ ﻭُﻫَّﻦ ِﻟُﺘَﻀ ِّﻴُﻘﻮْﺍ َﻋ َﻠۡﻴ ِﻬَّۚﻦ َﻭ ِﺇﻥ ُﻛ َّﻦ ُﺃْﻭ َٰﻟ ِﺖ َﺣ ۡﻤ ٖﻞ َﻓَﺄﻧِﻔُﻘﻮْﺍ َﻋ َﻠۡﻴ ِﻬَّﻦ َﺣ َّﺘٰﻰ َﻳَﻀ ۡﻌ َﻦ َﺣ ۡﻤ َﻠُﻬَّۚﻦ َﻓِﺈۡﻥ‬
٦ ‫َﺃۡﺭ َﺿ ۡﻌ َﻦ َﻟُﻜ ۡﻢ ََٔﻓﺎُﺗﻮُﻫَّﻦ ُﺃُﺟﻮَﺭ ُﻫَّﻦ َﻭ ۡﺃ َﺗِﻤ ُﺮﻭْﺍ َﺑۡﻴ َﻨُﻜ ﻢ ِﺑَﻤ ۡﻌ ُﺮﻭٖۖﻑ َﻭِﺇﻥ َﺗَﻌ ﺎَﺳ ۡﺮ ُﺗۡﻢ َﻓَﺴ ُﺘۡﺮ ِﺿ ُﻊ َﻟ ٓۥُﻪ ُﺃۡﺧ َﺮ ٰﻯ‬

Artinya : Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.

b. QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:


‫ َﻗﺎَﻝ ِﺇِّﻧٓﻲ ُﺃِﺭﻳُﺪ َﺃۡﻥ ُﺃﻧِﻜَﺤ َﻚ ِﺇۡﺣ َﺪﻯ ﭐۡﺑ َﻨَﺘَّﻲ َٰﻫ َﺘۡﻴ ِﻦ َﻋ َﻠٰٓﻰ َﺃﻥ َﺗۡﺄ ُﺟ َﺮِﻧﻲ‬٢٦ ‫َﻗﺎَﻟۡﺖ ِﺇۡﺣ َﺪ ٰﻯ ُﻬَﻤ ﺎ َٰٓﻳَﺄَﺑِﺖ ﭐۡﺳ َۡٔﺘ ِﺠ ۡﺮ ُۖﻩ ِﺇَّﻥ َﺧ ۡﻴ َﺮ َﻣِﻦ ﭐۡﺳ َۡٔﺘ َﺠ ۡﺮ َﺕ ﭐۡﻟ َﻘِﻮ ُّﻱ ﭐَﺄۡﻟِﻣ ﻴُﻦ‬
٢٧ ‫َﺛَٰﻤ ِﻨَﻲ ِﺣ َﺠ ٖۖﺞ َﻓِﺈۡﻥ َﺃۡﺗ َﻤ ۡﻤ َﺖ َﻋ ۡﺸ ٗﺮ ﺍ َﻓِﻤ ۡﻦ ِﻋ ﻨِﺪ َۖﻙ َﻭ َﻣ ٓﺎ ُﺃِﺭﻳُﺪ َﺃۡﻥ َﺃُﺷ َّﻖ َﻋ َﻠۡﻴ َۚﻚ َﺳ َﺘِﺠ ُﺪ ِﻧٓﻲ ِﺇﻥ َﺷ ٓﺎَﺀ ﭐُﻪَّﻠﻟ ِﻣ َﻦ ﭐﻟَّٰﺼ ِﻠِﺤ ﻴَﻦ‬

Aritnya : (26). Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27). Berkatalah dia (Syu
´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku
ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan
kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"

c. Hadis Aisyah

‫ ﻭﺍﺳﺘﺄﺟﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟﺍ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻯﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺮﻭﺓ ﺑﻦ ﺍﻟﺰﺑﻴﺮ ﺃﻥ ﻋﺎﺋﺴﺔ ﺭﺿﻲ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻨﻬﺎ ﺯﻭﺝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻟﺖ‬
‫ﻭﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺭﺟﻼ ﻣﻦ ﺑﻨﻲ ﺍﻟﺪﻳﻞ ﻫﺎﺩﻳﺎ ﺧﺮﻳﺘﺎ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﺩﻳﻦ ﻛﻔﺎﺭ ﻗﺮﻳﺶ ﻓﺪﻓﻌﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺭﺍﺣﻠﺘﻴﻬﻤﺎ ﻭﻭﻋﺪﺍﻩ ﻏﺎﺭ ﺛﻮﺭﺑﻌﺪ ﺛﻼﺙ ﻟﻴﻞ‬
‫ ﺑﺮﺍﺣﻠﺘﻴﻬﻤﺎ ﺻﺒﺢ ﺛﻠﺚ‬.

Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra.istri nabi SAW berkata : Rasulallah SAW
dan Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku bani Ad Dayl, penunjuk jalan yang mahir,
dan ia masih memeluk agama orang kafir quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan
kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk bertemu di Gua
Syur dengan kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari selasa. (H.R Bukhori)

C. Syarat Dan Rukun Ijarah

1. Rukun Ijarah

Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan Qabul, antara lain dengan menggunakan
kalimat : al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’ dan al-ikra’.

Adapun menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah ada 4 yaitu:

1. ‘Aqid ( orang yang akad).

2. Shigat akad.

3. Ujrah (upah).

4. Manfaat

2. Syarat Ijarah

Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat dalam jual beli, yaitu syarat Al-inqad
( terjadinya akad), syarat an-nafadz ( syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.

a) Syarat Terjadinya Akad


Syarat Al-inqad ( terjadinya akad) berkaitan dengan akid, zat akad dan tempat akad.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual beli, menurut Ulama Hanafiyah, ‘Aqid ( orang yang
melakukn akad disyaratkan harus berakal dan mumayyiz ( minimal 7 tahun), serta tidak
disyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijrah anak
mumayyiz, dipandang sah bila diijinkan walinya.

Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus mukallaf, yaitu baligh dan
berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad .

b) Syarat Pelaksanaan ( an-nafadz)

Agar ijarah terlaksana, brang harus dimiliki oleh ‘aqid (orang yang akad) atau ia yang memiliki
kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan
oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diijinkan oleh pemiliknya) tidak dapat
menjadkan adanya ijarah.

c) Syarat Sah Ijarah

Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan ‘aqid (orang yang akad), ma’qud alaih (barang
menjadi objek akad), ujrah (upah) dan zat akad (nafs al-aqad), yaitu:

a. Adanya keridhaan dari kedua pihak yang akad

Syarat ini didasarkan pada fir man Allah SWT QS. An-Nisa:29

“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakai harta sesamamu dengan jalan
yang batal, kecuali dengan jalan perniagaan yang yang dilakukan suka sama suka.”

Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur pertukaran harta. Syarat ini
berkaitan dengan ‘aqid.

b. Ma’qud ‘Alaih bermanfaat dengan jelas

Adanya kejelasan pada ma’qud alaih (barang) menghilangkan pertentangan diantara ‘aqid.

Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan manfaatnya,
pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa
seseorang.

c. Ma’qud alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’

Dipandang tidak sah menyewa hewan untuk untuk berbicara dengan anaknya , sebab hal itu
sangat mustahil atau dipandang tidak sah menyewa seseorang perempuan yang sedang haid
untuk membersihkan mesjid sebab diharamkan syara’.

d. Kemanfaatan benda dibolehkan menurut Syara’


D. Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik

Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa
menyewa yang berakhir dengan kepemilikan.

Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata : At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa), At-tamliik
(kepemilikan). Definisi dua kata tersebut secara keseluruhan :

Pertama, at-ta’jiir menurut bahasa ; diambil dari kata al-ajr, yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan,
dan juga dimaksudkan dengan pahala. Adapun al-ijaaroh : nama untuk upah, yaitu suatu yang
diberikan berupa upah terhadap pekerjaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad
sewa terbagi menjadi dua : sewa barang. sewa pekerjaan.

Kedua: at-tamliik secara bahasa bermakna : menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun
menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa. Dan at-tamliik bisa berupa
kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.

Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika
kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan. Jika
kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian. Adapun jika
kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.

Ketiga : definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik (persewaan yang berujung kepada kepemilikan)
yang terdiri dari dua kata adalah ; sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih
tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat
pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

a. Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik

Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat
dalam Al-Quran dan Hadist. Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an Surat Al
Baqarah Ayat 233 Allah menjelaskan bahwa :

‫ﺮ‬ٞ‫َﻭ ِﺇۡﻥ َﺃَﺭ ﺩُّﺗۡﻢ َﺃﻥ َﺗۡﺴ َﺘۡﺮ ِﺿ ُﻌ ٓﻮ ْﺍ َﺃۡﻭ َٰﻟ َﺪ ُﻛ ۡﻢ َﻓﺎَﻠ ُﺟَﻨﺎَﺡ َﻋ َﻠۡﻴ ُﻜ ۡﻢ ِﺇَﺫ ﺍ َﺳ َّﻠۡﻤ ُﺘﻢ َّﻣ ٓﺎ َﺀﺍَﺗۡﻴ ُﺘﻢ ِﺑﭑۡﻟ َﻤ ۡﻌ ُﺮﻭِۗﻑ َﻭ ﭐَّﺗُﻘﻮْﺍ ﭐَﻪَّﻠﻟ َﻭ ﭐۡﻋ َﻠُﻤٓﻮ ْﺍ َﺃَّﻥ ﭐَﻪَّﻠﻟ ِﺑَﻤ ﺎ َﺗۡﻌ َﻤ ُﻠﻮَﻥ َﺑِﺼ ﻴ‬
٢٣٣

Artinya: ”dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.

Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang
lain dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan
bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa
asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan
untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan.
Fatwa MUI tentang Ijarah Muntahia Bittamlik

a. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah
terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya
dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa'd ( ‫)ﺍﻟﻮﻋﺪ‬, yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

c. Bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik

Ada 2 bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik:

1. Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang secara
hibah dari pemilik objek sewa kepada penyewa. Pilihan ini diambil bila kemampuan financial
penyewa untuk membayar sewa relatif lebih besar. Sehingga akumulasi sewa di akhir periode
sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh
bank

2. Janji untuk menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual barang objek
sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu. Pilihan ini biasanya
diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Karena sewa
yang dibayarkan relatif kecil, maka akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir
periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh
bank. Bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang itu di
akhir periode.

E. Perbedaan Ijaroh dan Ju’alah

No Ijaroh Ju’alah

1 ~ transaksi yang bersifat mengikat semenjak transaksi diadakan. ~ transaksi yang mengikat
manakala pekerja mulai melakukan pekerjaannya. Pada saat itu, tidak boleh ada pihak yang
membatalkan transaksi secara sepihak.

2 ~ upah atau uang sewa itu telah menjadi hak pihak yang menyewakan manakala pihak yang
menyewakan telah memberikan kesempatan kepada pihak penyewa untuk memanfaatkan barang
yang menjadi objek transaksi.

~ Upah dalam transaksi ijarah orang itu sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Dalam
transaksi ijarah uang sewa boleh diserahkan di muka. ~ upah menjadi hak pekerja setelah dia
selesai bekerja dan pihak yang mempekerjakannya telah mendapatkan manfaat dari pekerjaan
yang dia lakukan.
3 ~ di antara syarat sah transaksi ijarah adalah adanya kejelasan jasa dan atau manfaat yang
dijual disamping kejelasan masa sewa. Adapun dalam transaksinya tidak disyaratkan harus ada
kejelasan masa kerja boleh jadi sebentar, boleh jadi lama semisal transaksi ju’alah untuk
mengembalikan hewan yang kabur. ~ Dalam transaksi Ju’alah hanya disyaratkan adanya
kejelasan jasa atau manfaat yang menjadi objek transaksi. Adapun kejelasan besaran upahnya
mengacu kepada upah standar di suatu daerah untuk pekerjaan semacam itu jika terjadi sengketa
antara dua orang yang mengadakan transaksi Ju’alah.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Definisi akad Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa
diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu. Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan
akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham,
Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak
memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat
dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan.

Rukun ijarah ada 4 yaitu: ‘Aqid ( orang yang akad), Shigat akad, Ujrah (upah), Manfaat.

Syarat ijarah terdiri dari empat macam , sebagaimana syarat dalam jual beli , yaitu syarat Al-
inqad ( terjadinya akad), syarat an-nafadz ( syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim

Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa
menyewa yang berakhir dengan kepemilikan. Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata : At-
ta’jiir / al-ijaaroh (sewa), At-tamliik (kepemilikan).

DAFTAR PUSTAKA

Alaudin Al Kasani, Bada’i Ash-Shana’i Fi Tartib Ash-Syara’i , Juz 4 hlm. 176.

Ibrahim Anis, et.al., AL-Mu’jam Al-Wasith Juz 1, Dar Ihya; At-Turats Al-‘Arabiy, Kairo, cet 1
1972.

Muhammad Ibnu Rusd Al-qurthubi, Bidayah Al-Mujtahid Wa Nihayah Al-Muqtashid, Juz 2, Da


Al-Fikr, t.t.

Muhammad Bin Isma’il Al-Bukhari, Manatan Al-Bukhari Masqul Bihasiyah As-Sindhi, Juz 2,
Dar Al-fikr, Beirut, t.t.

Muhammad syafi’I Antonio, bank syariah : dari teori ke praktik (Jakarta : gema inzani dan tazkia
cendekia, 2001).
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah Berdasarkan PSAK dan
PAPSI, PT. Grasindo, Jakarta, 2005.

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy Wa ‘Adillatuh Juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, Cet. 3, 1989.

Related Posts Achmad Miftachul Alim

19.15.00

  Google  Facebook

Anda mungkin juga menyukai