Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR AYAT EKONOMI

Nama : Auryn Marshadiva


Nim : 2020104144
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah/4

1. Ayat tentang Allah Swt. Menciptakan segala sesuatu di alam ini sebagai sumber
kehidupan.
 Al-Baqarah Ayat 22 :

‫ض فِ َرا ًشا َّوال َّس َم ۤا َء بِنَ ۤا ًء ۖ َّواَ ْن َز َل‬ َ ْ‫الَّ ِذيْ َج َع َل لَ ُك ُم ااْل َر‬
‫ت ِر ْزقًا لَّ ُك ْم ۚ فَاَل‬ ِ ‫ِم َن ال َّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء فَا َ ْخ َر َج ِب ٖه ِم َن الثَّ َم ٰر‬
‫تَجْ َعلُ ْوا هّٰلِل ِ اَ ْن َدا ًدا َّواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْو َن‬
Artinya : “(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu
Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena
itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.”

Penjelasan : Ibnu Katsir juga mengutip tafsir Ar-Razi yang mengatakan


bahwa Surat Al-Baqarah ayat 22 merupakan dalil atas keesaan penyembahan
Allah SWT. Bahkan, Surat Al-Baqarah ayat 22 menjadi dalil yang utama atas
keberadaan pencipta. Siapa saja yeng merenungkan alam semesta akan
mengetahui kuasa penciptanya.

 Al-Baqarah Ayat 29 :

‫ض َج ِم ْيعًا ثُ َّم ا ْستَ ٰ ٓوى‬


ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َّما فِى ااْل َر‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذيْ َخل‬
‫ت ۗ َوهُ َو بِ ُكلِّ َش ْي ٍء‬ ٍ ‫اِلَى ال َّس َم ۤا ِء فَ َس ٰ ّوىه َُّن َس ْب َع َسمٰ ٰو‬
‫ࣖ َعلِ ْي ٌم‬

Artinya : “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi
untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya
menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Penjelasan : Surat Al-Baqarah ayat 29 menunjukkan bahwa Zat yang kuasa
melakukan penciptaan dengan susunan yang istimewa dan format yang teratur
rapi adalah Zat yang maha tahu karena kesempurnaan perbuatan, putusan, dan
penciptaan langit dan bumi dengan bentuk terbaik dan paling bermanfaat
hanya akan muncul dari Zat yang maha tahu, bijak, dan penyayang.

2. Ayat tentang halalnya jual beli dan haramnya riba


 Al-Baqarah Ayat 275 :

ْ‫اَلَّ ِذي َْن يَْأ ُكلُ ْو َن الرِّ ٰبوا اَل يَقُ ْو ُم ْو َن اِاَّل َك َما يَقُ ْو ُم الَّ ِذي‬
‫ك بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع‬ ۗ ‫يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰط ُن ِم َن ْال َم‬
َ ِ‫سِّ ٰذل‬
‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه‬ ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬ۘ ‫ِم ْث ُل ال ِّر ٰب‬
ۗ ِ ‫ف َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى هّٰللا‬ َ ۗ َ‫َم ْو ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَ ٗه َما َسل‬
ٰ ٰۤ ُ
‫ار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا خلِ ُد ْو َن‬ َّ
ِ ‫ك اصْ ٰحبُ الن‬ َ َ ‫َو َم ْن َعا َد فَاول ِٕى‬
Artinya : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Penjelasan : (Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba


itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan, baik
mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah bangkit) dari
kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan
disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka; minal massi berkaitan
dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya yang menimpa mereka itu
(adalah karena), maksudnya disebabkan mereka (mengatakan bahwa jual-beli
itu seperti riba) dalam soal diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari
persamaan yang mereka katakan itu secara bertolak belakang, maka firman
Allah menolaknya, (padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Maka barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai
kepadanya (pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya),
artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu), artinya
sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk mengembalikannya
(dan urusannya) dalam memaafkannya terserah (kepada Allah. Dan orang-
orang yang mengulangi) memakannya dan tetap menyamakannya dengan jual
beli tentang halalnya, (maka mereka adalah penghuni neraka, kekal mereka di
dalamnya).
 An-Nisa Ayat 29 :

ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
‫اط ِل آِاَّل‬
ۗ ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم‬ ٍ ‫اَ ْن تَ ُك ْو َن تِ َجا َرةً َع ْن تَ َر‬
َ ‫اِ َّن هّٰللا َ َك‬
‫ان بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.”

Penjelasan : Surat an-Nisa ayat 29 tersebut merupakan larangan tegas


mengenai memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil.
Memakan harta sendiri dengan jalan batil adalah membelanjakan hartanya
pada jalan maksiat. Alih-alih melakukan perbuatan batil, Al-Qur’an
menawarkan cara lain untuk memperoleh atau mendapatkan harta yang benar,
yaitu lewat perdagangan (tijarah). Perdagangan yang dimaksud bukan sekadar
menjual dan membeli barang tertentu, tanpa mempedulikan kondisi pembeli.
Lebih dari itu, perdagangan yang dilakukan harus memenuhi prinsip suka
sama suka (‘an taradin minkum). Kata ‘an taradin merupakan sifat
dari tijarah. Sehingga kalimat ini menunjukkan antara kedua belah pihak
sama-sama rela untuk melakukan aktifitas perdagangan, semisal jual beli,
sewa menyewa, kerja sama dan sebagainya.

3. Ayat tentang hutang piutang dan kewajiban membayarnya


 Al-Baqarah Ayat 282 :

َ َ‫ان ُذ ْو ُع ْس َر ٍة فَنَ ِظ َرةٌ اِ ٰلى َم ْي َس َر ٍة ۗ َواَ ْن ت‬


‫ص َّدقُ ْوا‬ َ ‫َواِ ْن َك‬
‫َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْو َن‬
Artinya : “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

Penjelasan : Dan jika orang yang berutang itu dalam kesulitan untuk
melunasi, atau bila dia membayar utangnya akan terjerumus dalam kesulitan,
maka berilah dia tenggang waktu untuk melunasinya sampai dia memperoleh
kelapangan. Jangan menagihnya jika kamu tahu dia dalam kesulitan, apalagi
dengan memaksanya untuk membayar. Dan jika kamu menyedekahkan
sebagian atau seluruh utang tersebut, itu lebih baik bagimu, dan bergegaslah
meringankan yang berutang atau membebaskannya dari utang jika kamu
mengetahui betapa besar balasannya di sisi Allah. Ayat ini merupakan lanjutan
ayat sebelumnya. Ayat yang lalu memerintahkan agar orang yang beriman
menghentikan perbuatan riba setelah turun ayat di atas. Para pemberi utang
menerima kembali pokok yang dipinjamkannya. Maka ayat ini menerangkan:
Jika pihak yang berutang itu dalam kesukaran berilah dia tempo, hingga dia
sanggup membayar utangnya. Sebaliknya bila yang berutang dalam keadaan
lapang, dia wajib segera membayar utangnya.

 Al-Baqarah Ayat 282 :

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَ َدايَ ْنتُ ْم ِب َدي ٍْن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل ُّم َس ًّمى‬
‫ب َكاتِبٌ اَ ْن‬ َ ‫فَا ْكتُب ُْو ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِ ۢبٌ ِب ْال َع ْد ۖ ِل َواَل يَْأ‬
ُّ ‫ب َك َما َعلَّ َمهُ هّٰللا ُ فَ ْليَ ْكتُ ۚبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذيْ َعلَ ْي ِه ْال َح‬
‫ق‬ َ ُ‫يَّ ْكت‬
ْ‫ان الَّ ِذي‬ َ ‫ق هّٰللا َ َرب َّٗه َواَل يَ ْبخَسْ ِم ْنهُ َش ْيـ ًۗٔا فَاِ ْن َك‬ ِ َّ‫َو ْليَت‬
‫ض ِع ْيفًا اَ ْو اَل يَ ْستَ ِط ْي ُع اَ ْن ُّي ِم َّل‬ َ ‫ق َسفِ ْيهًا اَ ْو‬ ُّ ‫َعلَ ْي ِه ْال َح‬
‫هُ َو فَ ْليُ ْملِلْ َولِي ُّٗه ِب ْال َع ْد ۗ ِل َوا ْستَ ْش ِه ُد ْوا َش ِه ْي َدي ِْن ِم ْن‬
‫ِّر َجالِ ُك ۚ ْم فَاِ ْن لَّ ْم يَ ُك ْونَا َر ُجلَي ِْن فَ َر ُج ٌل َّوا ْم َراَ ٰت ِن ِم َّم ْن‬
‫ض َّل اِحْ ٰدىهُ َما فَتُ َذ ِّك َر‬ ِ َ‫ض ْو َن ِم َن ال ُّشهَ ۤ َدا ِء اَ ْن ت‬ َ ْ‫تَر‬
‫ب ال ُّشهَ ۤ َدا ُء اِ َذا َما ُد ُع ْوا ۗ َواَل‬ َ ‫اِحْ ٰدىهُ َما ااْل ُ ْخ ٰر ۗى َواَل يَْأ‬
‫ص ِغ ْيرًا اَ ْو َكبِ ْيرًا اِ ٰلٓى اَ َجلِ ٖ ۗه ٰذلِ ُك ْم‬ َ ُ‫تَ ْسـَٔ ُم ْٓوا اَ ْن تَ ْكتُب ُْوه‬
‫اَ ْق َسطُ ِع ْن َد هّٰللا ِ َواَ ْق َو ُم لِل َّشهَا َد ِة َواَ ْد ٰن ٓى اَاَّل تَرْ تَاب ُْٓوا آِاَّل اَ ْن‬
‫ْس َعلَ ْي ُك ْم‬ َ ‫اض َرةً تُ ِد ْير ُْونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي‬ ِ ‫تَ ُك ْو َن تِ َجا َرةً َح‬
‫ض ۤا َّر‬َ ُ‫ُجنَا ٌح اَاَّل تَ ْكتُب ُْوهَ ۗا َواَ ْش ِه ُد ْٓوا اِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم ۖ َواَل ي‬
‫ق ِب ُك ْم ۗ َواتَّقُوا‬ ٌ ۢ ‫َكاتِبٌ َّواَل َش ِه ْي ٌد ەۗ َواِ ْن تَ ْف َعلُ ْوا فَاِنَّ ٗه فُس ُْو‬
‫هّٰللا َ ۗ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هّٰللا ُ ۗ َوهّٰللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah
orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada
Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika
yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau
tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya
dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara
kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-
laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi
mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil.
Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang
itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat
menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan,
kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya.
Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit
dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal
itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah
memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”

Penjelasan : (Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang


piutang), maksudnya muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, utang-
piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan
(untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat)
untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (Dan hendaklah
ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil)
maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah
temponya. (Dan janganlah merasa enggan) atau berkeberatan (penulis itu)
untuk (menuliskannya) jika ia diminta, (sebagaimana telah diajarkan Allah
kepadanya), artinya telah diberi-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah
dia kikir menyumbangkannya. 'Kaf' di sini berkaitan dengan 'ya'ba' (Maka
hendaklah dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat
itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka
hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya) dalam mengimlakkan itu (dan janganlah
dikurangi darinya), maksudnya dari utangnya itu (sedikit pun juga. Dan
sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaannya)
untuk mengimlakkan disebabkan terlalu muda atau terlalu tua (atau ia sendiri
tidak mampu untuk mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai
bahasa dan sebagainya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya), misalnya
bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan
jujur. Dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara
laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang telah balig lagi merdeka (Jika
keduanya mereka itu bukan), yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka
seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara
saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi
wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian
disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka, (maka yang lain
(yang ingat) akan mengingatkan kawannya), yakni yang lupa. Ada yang
membaca 'tudzkir' dan ada yang dengan tasydid 'tudzakkir'. Jumlah dari idzkar
menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannya jika ia
lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya.
Menurut satu qiraat 'in' syarthiyah dengan baris di bawah, sementara
'tudzakkiru' dengan baris di depan sebagai jawabannya. (Dan janganlah saksi-
saksi itu enggan jika) 'ma' sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk
memikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) atau bosan
(untuk menuliskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena
memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar)
sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu
membayarnya, menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'taktubuh'
(Demikian itu) maksudnya surat-surat tersebut (lebih adil di sisi Allah dan
lebih mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya,
karena adanya bukti yang mengingatkannya (dan lebih dekat), artinya lebih
kecil kemungkinan (untuk tidak menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai
besarnya utang atau jatuh temponya. (Kecuali jika) terjadi muamalah itu
(berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas hingga
menjadi khabar dari 'takuuna' sedangkan isimnya adalah kata ganti at-tijaarah
(yang kamu jalankan di antara kamu), artinya yang kamu pegang dan tidak
mempunyai waktu berjangka, (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak
menulisnya), artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah
jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan
percekcokan. Maka soal ini dan yang sebelumnya merupakan soal sunah (dan
janganlah penulis dan saksi -maksudnya yang punya utang dan yang berutang-
menyulitkan atau mempersulit), misalnya dengan mengubah surat tadi atau tak
hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitu pula orang yang punya
utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut untuk
ditulis atau dipersaksikan. (Dan jika kamu berbuat) apa yang dilarang itu,
(maka sesungguhnya itu suatu kefasikan), artinya keluar dari taat yang sekali-
kali tidak layak (bagi kamu dan bertakwalah kamu kepada Allah) dalam
perintah dan larangan-Nya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan
urusanmu. Lafal ini menjadi hal dari fi`il yang diperkirakan keberadaannya
atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).

Anda mungkin juga menyukai