Anda di halaman 1dari 12

Prinsip-prinsip dan Transaksi Syariah

Oleh:
Novera Wandira S.E
NIM:2130001006

Dosen Pengampu:
Dr. Peny Cahaya Azwari S.E.,M.M.,M.B.A.,Ak

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2021
BAB II
Prinsip-prinsip dan Transaksi Keuangan Syariah

A. Landasan Hukum Transaksi Syariah


Hukum adalah peraturan, ketentuan, dan ketetapan yang telah disepakati oleh
masyarakat dan para penegak hukum yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
Hukum mengandung sanksi tertentu untuk diterapkan pada para pelanggar
hukum.1
Transaksi merupakan suatu kesepakatan untuk tukar menukar barang yang
memiliki nilai, dengan sukarela di antara kedua belah pihak, yakni yang satu
menerima benda dan yang lain menerima sesuatu sesuai dengan kesepakatan yang
telah dibenarkan oleh agama.Kegiatan bertransaksi sudah jauh dikenal manusia
sejak dahulu. Sejak zaman itu, bertransaksi menjadi kebiasaan atau tradisi bahkan
kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan oleh manusia hingga saat ini, sampai
muncul berbagai macam transaksi.Adapun landasan hukum yang disyari’atkannya
mengenai hal itu dalam Islam yaitu:2

1.  Mudharobah (Bagi Hasil)

‫اض ِم ْن ُك ْم َوال تَ ْقتُلُوا‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإال َأ ْن تَ ُكونَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬
‫َأ ْنفُ َس ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (Q.S An – Nisa : 29)

ْ ُ‫َظلِ ُمونَ َوال ت‬


َ‫ظلَ ُمون‬ ٍ ْ‫فَِإ ْن لَ ْم تَ ْف َعلُوا فَْأ َذنُوا بِ َحر‬
ْ ‫ب ِمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َوِإ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُءوسُ َأ ْم َوالِ ُك ْم ال ت‬

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka


ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu;

1
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hal
53
2
Ibid hal 98
kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (Q.S : Al-Baqarah :
279 )
Mudharabah merupakan suatu bentuk akad, perjanjian atau kontrak
antara dua pihak atau lebih, dengan tujuan melakukan kerja sama untuk
menjalankan suatu usaha yang bisa mendatangkan keuntungan. Kerja sama
yang dijalankan itu berlandaskan prinsip profit sharing, yakni yang satu
sebagai pemodal dan yang lainnya menjalankan usaha. Kemudian keuntungan
dibagi menurut bagian yang disepakati di awal akad dengan metode “bagi
untung dan rugi” atau metode “bagi pendapatan”.
Sebagai contoh Pak Ahmad memberikan modal kepada Pak Ahmad
sebesar Rp. 50 juta untuk menjalankan budidaya lele. Ketika sudah mencapai
masa panen, maka keluarlah hasil penjualan yang dilakukan oleh Pak Ahmad,
maka tinggal membagi keuntungan yang disepakati di awal dengan Pak
Ahmad.

2. Wadi’ah (Titipan )

‫اس َأ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل ِإ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم‬ ِ ‫ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأ ْن تَُؤ ُّدوا األ َمانَا‬
ِ َّ‫ت ِإلَى َأ ْهلِهَا َوِإ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
‫صيرًا‬ ِ َ‫بِ ِه ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا ب‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (Q.S : An-Nisa : 58)
Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya, baik
secara individu maupun badan hukum, yang kemudian harus dijaga dan
dikembalikan kapan pun si penitip menginginkannya.
Contoh sederhananya adalah ketika kita menabung di bank tertentu. Itu
adalah akad titipan dan uang tersebut bisa diambil kapan pun oleh si
penabung tersebut.

3. Ijarah (Sewa Menyewa)

ُ‫ت ا ْستَْأ ِجرْ هُ ِإ َّن خَ ْي َر َم ِن ا ْستَْأ َجرْ تَ ْالقَ ِويُّ األ ِمين‬
ِ َ‫ت ِإحْ دَاهُ َما يَا َأب‬
ْ َ‫قَال‬
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya” (Q.S : Alqashah : 26)

ِ ‫َوقُ ِل ا ْع َملُوا فَ َسيَ َرى هَّللا ُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهُ َو ْال ُمْؤ ِمنُونَ َو َستُ َر ُّدونَ ِإلَى عَالِ ِم ْال َغ ْي‬
‫ب َوال َّشهَا َد ِة فَيُنَبُِّئ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم‬
َ‫تَ ْع َملُون‬

“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS : At –
Taubah : 105)
Ijarah adalah menyewa sesuatu tanpa bermaksud memilikinya. Sebagai
contoh ketika seseorang menjaminkan motornya untuk mendapatkan pinjaman
bank. Hak guna motor itu pindah ke bank, namun tidak untuk kepemilikannya.
Setelah orang itu melunasi pinjamannya, maka hak guna motor itu kembali ke
orang tersebut.

4. Rahn (Gadai)

ِ َّ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليَُؤ ِّد الَّ ِذي اْؤ تُ ِمنَ َأ َمانَتَهُ َو ْليَت‬
‫ق‬ ُ ‫ضةٌ فَِإ ْن َأ ِمنَ بَ ْع‬َ ‫َان َم ْقبُو‬ ٌ ‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِره‬
‫هَّللا َ َربَّهُ َوال تَ ْكتُ ُموا ال َّشهَا َدةَ َو َم ْن يَ ْكتُ ْمهَا فَِإنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Q.S : Al-Baqarah : 283)
Rahn atau gadai adalah menahan harta peminjam atas pinjaman yang
diterimanya. Atau busa juga diartikan dengan jaminan hutang.
Sebagai contoh, biasanya menjelang bulan Ramadhan masyarakat sering
nggadaikan harta mereka yang berharga sebagai pinjaman uang yang nantinya
akan dibelanjakan untuk keperluan Hari Raya Idul Fitri, kemudian peminjam
bisa mengambil barang tersebut ketika sudah melunasi sejumlah uang yang
dipinjamnya.

5. Musyarokah (Kerja Sama)

‫ْض ِإال الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬


ٍ ‫ضهُ ْم َعلَى بَع‬ُ ‫ك بِسَُؤ ا ِل نَ ْع َجتِكَ ِإلَى نِ َعا ِج ِه َوِإ َّن َكثِيرًا ِمنَ ْال ُخلَطَا ِء لَيَ ْب ِغي بَ ْع‬ َ ‫قَا َل لَقَ ْد‬
َ ‫ظلَ َم‬
َ ‫ت َوقَلِي ٌل َما هُ ْم َوظَ َّن دَا ُو ُد َأنَّ َما فَتَنَّاهُ فَا ْستَ ْغفَ َر َربَّهُ َو َخ َّر َرا ِكعًا َوَأن‬
‫َاب‬ ِ ‫َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬

“Daud berkata: “Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan


meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini”.
dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun
kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat” (Q.S : Shaad : 24)
Musyarakah merupakan akad kerjasama dan bagi hasil antara dua pihak
bahkan lebih untuk usaha tertentu dengan cara yang telah disepakati seperti,
salah satu pihak memberikan kontribusi atau menggabungkan modal dengan
kesepakatan hak-hak, kewajiban, risiko dan keuntungan ditanggung bersama-
sama dengan bagi hasil ditentukan sejumlah modal dan peran masing-masing
pihak.
Contohnya Pak Ahmad ingin budidaya lele sedangkan pak Ahmed ingin
budidaya gurame, kemudian mereka bertemu dan membuat akad kerjasama.
Pak Ahmad memberikan modalnya sebesar Rp. 20 juta dan Pak Ahmed Rp. 80
juta dengan kesepakatan bagi hasil 20% untuk Pak Ahmad dan 80% untuk pak
Ahmed atau sebaliknya, yang terpenting semuanya sudah disepakati di awal
akad.

6. Salam (Pesanan)

َ ُ‫ب َكاتِبٌ َأ ْن يَ ْكت‬


‫ب‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن ِإلَى َأ َج ٍل ُم َسمًّى فَا ْكتُبُوهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َكاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل َوال يَْأ‬
ُّ ‫ق هَّللا َ َربَّهُ َوال يَ ْب َخسْ ِم ْنهُ َش ْيًئا فَِإ ْن َكانَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬
‫ق‬ ِ َّ‫ق َو ْليَت‬
ُّ ‫َك َما َعلَّ َمهُ هَّللا ُ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬
‫ض ِعيفًا َأوْ ال يَ ْست َِطي ُع َأ ْن يُ ِم َّل هُ َو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهُ بِ ْال َع ْد ِل َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َد ْي ِن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم فَِإ ْن لَ ْم يَ ُكونَا‬َ ْ‫َسفِيهًا َأو‬
‫ب‬َ ‫األخ َرى َوال يَْأ‬ ْ ‫ض َّل ِإحْ دَاهُ َما فَتُ َذ ِّك َر ِإحْ دَاهُ َما‬ ِ َ‫ضوْ نَ ِمنَ ال ُّشهَدَا ِء َأ ْن ت‬ َ ْ‫َان ِم َّم ْن تَر‬ِ ‫َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُج ٌل َوا ْم َرَأت‬
‫ص ِغيرًا َأوْ َكبِيرًا ِإلَى َأ َجلِ ِه َذلِ ُك ْم َأ ْق َسطُ ِع ْن َد هَّللا ِ َوَأ ْق َو ُم لِل َّشهَا َد ِة َوَأ ْدنَى‬ َ ُ‫ال ُّشهَدَا ُء ِإ َذا َما ُدعُوا َوال تَ ْسَأ ُموا َأ ْن تَ ْكتُبُوه‬
‫ْس َعلَ ْي ُك ْم جُ نَا ٌح َأال تَ ْكتُبُوهَا َوَأ ْش ِهدُوا ِإ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم َوال‬ ِ ‫َأال تَرْ تَابُوا ِإال َأ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرةً َحا‬
َ ‫ض َرةً تُ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي‬
‫ق بِ ُك ْم َواتَّقُوا هَّللا َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ َوهَّللا ُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬
ٌ ‫ضا َّر َكاتِبٌ َوال َش ِهي ٌد َوِإ ْن تَ ْف َعلُوا فَِإنَّهُ فُسُو‬
َ ُ‫ي‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau
Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur.dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.janganlah saksi-
saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu.(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,
Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling
sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal
itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” ( Q.S : Al-Baqarah :
282 )
Salam merupakan jual beli yang penerimaan barang sementara ditangguhkan
dengan pembayarannya. Contoh singkatnya adalah ketika kita melakukan
pembelian menggunakan sistem pre-order atau memesan barang terlebih dahulu.

7. Qardh (Hutang Piutang)

َ ِ‫ضا ِعفَهُ لَهُ َأضْ َعافًا َكث‬


َ‫يرةً َوهَّللا ُ يَ ْقبِضُ َويَ ْب ُسطُ َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬ َ ُ‫َم ْن َذا الَّ ِذي يُ ْق ِرضُ هَّللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي‬

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan memperlipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan” (Q.S : Al-Baqarah : 245)
Qardh atau hutang merupakan akad pinjaman dan wajib
mengembalikannya dengan jumlah yang sama pula pada waktu yang telah
disepakati. Dalam prosesnya, kita sudah mengetahui bagaimana praktek hutang
piutang ini dilakukan.
Tetapi yang sering terjadi di masyarakat adalah adanya bunga pinjaman
yakni suatu tambahan sekian persen dari uang yang dipinjam. Dalam Islam hal
ini dilarang karena mengandung unsur riba. Untuk itu, bank syariah tidak
menggunakan istilah “pinjaman” ketika ada nasabah yang ingin mengajukan
modal, melainkan akad kerjasama atau akad yang lainnya.

B. Paradigma Transaksi Syariah

Transaksi syariah yang dimaksud adalah transaksi yang dilakukan


berdasarkan prinsip syariah. Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma
dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi)
dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai
kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al falah).
Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki
akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak
sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma
ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola
yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.3
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat
manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan
interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama
mahluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi
syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku kepentingan
(stakeholder) entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma
dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama mahluk agar
hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.4

C. Asas Transaksi Syariah


Dalam menjalankan jual-beli berlandaskan keuangan syariah, maka setiap
penjual, dan pembeli harus mengikuti anjuran dalam prinsip syariah yang berlaku.
Prinsip syariah ini maksudnya ialah berpedoman utama kepada Al Quran dan
Hadist dalam agama Islam. Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI telah
menyusun asas-asas transaksi syariah yang terdiri dari 5 asas (prinsip) transaksi
syariah yaitu5:
1. Prinsip persaudaraan (ukhuwah)
2. Prinsip keadilan (’adalah)
3. Prinsip kemaslahatan (mashlahah)
4. Prinsip keseimbangan (tawazun)
5. Prinsip universalisme (syumuliyah)
Istilah – istilah seperti di atas harus familiar ya di telinga temen-temen,
karena nantinya akan lebih banyak lagi istilah-istilah aksyar yang lainnya.
Pertama yaitu prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai
universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak
untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-menolong.
Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh

3
Muhammad Hasbi. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang, 1997, hal 102
4
Hussein, Khaled A, Islamic Investment: Evidence From Dow Jones and FTSE Indices, Bandung, 2004,
hal 78
5
Adiwarman Karim, Penerapan Syariat islam Dalam Bidang Ekonomi, Jakarta, 2004, hlm 79
manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat
keuntungan diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah
berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum),
saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan
beraliansi (tahaluf).
Prinsip keadilan (’adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada
tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta
memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya. Implementasi keadilan dalam
kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur :
1. Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik
riba nasiah maupun fadhl),
2. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan)
3. maysir(unsur judi dan sifat spekulatif)
4. gharar(unsur ketidak jelasan),
5. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional
yang terkait).
Kelima larangan ini harus selalu diingat dan jangan dilanggar ya dalam
melakukan kegiatan usaha atau transaksi syariah. Karena biasanya terlalu asik
melakukan transaksi sampai tidak memperhatikan larangan-larangannya.
Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk
kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan
spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemashlahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan
syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua
aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi
syariah yang dianggap bermashlahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-
unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa
pemeliharaan terhadap :6
1. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien),
2. intelek (’aql),
3. keturunan (nasl),
4. jiwa dan keselamatan (nafs), dan

6
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000, hal 56
5. harta benda (mal).
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek
material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil,
bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian.
Transaksi syariah tidak menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan
semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang
didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada
semua pihak yang dapat merasakan adanya suatu kegiatan ekonomi.
Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan,
dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan
suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta
(rahmatan lil alamin).

D. Karateristik Transaksi Syariah

Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas drktor


keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheran tanpa dikotomi sehingga
keberadaan dan nilai uang merupakan aktivitas investasi dan perdagangan.
Implementasi transaksi yang sama sesuai dengan paradigma dan asas transaksi
syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:7
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2. Prinsip kebebsan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib)
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai bukan
sebagai komoditas
4. Tidak mengandung unsur riba
5. Tidak mengandung unsur kezaliman
6. Tidak mengandung masyir
7. Tidak mengandung unsur gharar
8. Tidak mengandung unsur haram
9. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value if money) karena
meuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang

7
Heridiansyah, Jefri dan Sujadi, Fungsi Manajemen Dalam Penyajian Laporan Keuangan, Jurnal STIE
Semarang, Vol 3, No 2, Edisi Juni 2011
melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al ghunmu bil ghurmi
(no gain without accompanying risk)
10. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak
diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak
menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad
11. Tidak ada distori harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui
rekayasa penawaran (ibtikar)
12. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywab)
Daftar Pustaka

Adiwarman Karim, Penerapan Syariat islam Dalam Bidang Ekonomi, Jakarta, 2004
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000
Heridiansyah, Jefri dan Sujadi, Fungsi Manajemen Dalam Penyajian Laporan
Keuangan, Jurnal STIE Semarang, Vol 3, No 2, Edisi Juni 2011
Hussein, Khaled A, Islamic Investment: Evidence From Dow Jones and FTSE
Indices, Bandung, 2004
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Bandung:
Pustaka Setia, 2013
Muhammad Hasbi. Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang, 1997

Anda mungkin juga menyukai