Perkawinan menurut istilah bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata "kawin" yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh. Perkawinan disebut juga "pernikahan", yang berasal dari kata "nikah" yang menurut
bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh
Perkawinan adalah suatu aqad (perjanjian) yang suci untuk hidup sebagai suamiisteri yang
sah, membentuk keluarga bahagia dan kekal, yang unsurnya adalah sebagai berikut: a. Perjanjian
yang suci antara seorang pria dengan seorang wanita; b. Membentuk keluarga bahagia dan sejahtera
(makruf, sakinah, mawaddah, dan rahmah). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
perkawinan adalah suatu perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita menjadi suami-isteri
yang sah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera sesuai dengan perintah Tuhan
Yang Maha Esa.
1. Dalam Al-Quran dasar hukum perkawinan terdapat dalam Qs. Annisa: 1, Annur:32 , An-Nahl;72
ٗ َ َُۡ ُ َ ْ ُ َ
ٗٓ َ َ ٗ َ ِ َ َ ِ ۡ َ َز ۡو َ َ َو َ َ َ َ َ
ٖ ٰ ِ ةٖ و
ۡ ّ ُ ََ َ
ِ ُ ٱ ِي َ َ ٱ ُس ٱ ا ر
ِۚ و ِ ء ِر
ُ َ َ َ َ َۡ َ ُ ٓ َ ْ ُ
ٗ ِ َوٱ ا ٱ َ ٱ ِي َ َء ن ِ ِۦ َوٱ ۡر َ َم ۚ إِن ٱ َ ن ۡ ۡ َر
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
ََ ۡ ْ َ
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S.Annisa;1)
ُ َ ۡ ِ ِۦ َوٱ ۡ ٓ َُ ْ ُ ٓ
ۗ ِ ُ َ ِ ُ ۡ ۚ إِن َ ُ ا َ ا َء ُ ِ ِ ُ ٱ ۡ ُ ُِ ۡ َوٱ ٰ ِ ِ َ ِ ۡ ِ َ د ِ ٰ َ ٰ َوأ ِ ُ ا ٱ
ٞ ِ َ ٌ ِ َٰ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َۡ ْٓ ُ ُ ۡ َ ّ ٗ َٰ ۡ َ ۡ ُ ُ َ ُ َ ََ َ َۡ ٓ
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur;32)
َ َ َٰ ً ۡ ٗ َ
ٖ ٰ ِ ِ َ دة َو َر َ ۚ إِن ا إِ و ِ أز ِ ِّ ۡ أ ِۦ أن ِ ٰ َو ِ ۡ َءا
َ َََ ۡ َّ
ُ ون ٖ ِ
21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir. Qs Rum;21)
ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُْ َُ َ َ َ َ ُْ ْ َ ْ َ
،اءة فل َي َ َّوج اب م ِن استطاع ِمن م ا ِ بش ا ع م ا ي :ص ﷲ
ِ ا ل قال رسو:ع ِن اب ِن سعو ٍد قال
ٌ َو َم ْن َ ْم َ ْس َتط ْع َ َعلَيْ ِه با َّص ْومِ فَاِنَّ ُه َ ُ و َج.فَاِنَّ ُه ا َ َغ ُّض ِلْ َب َ َو ا َ ْح َص ُن ِلْ َف ْر ِج
.اء ِ ِ ِ ِ
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai para pemuda,
barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena
sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga
kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena
berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”.
B. Syarat Perkawinan
Syarat Sah Perkawinan Syarat sahnya perkawinan menurut Pasal 2 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu (1) “Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya itu”. (2) “Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Selanjutnya
dalam Pasal 6 sampai Pasal 12 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan syarat
sahnya perkawinan yaitu harus:
a. Didasarkan kepada persetujuan bebas antara calon suami dan calon isteri, berarti
tidak ada paksaan di dalam perkawinan;
b. Pada asasnya perkawinan itu adalah satu isteri bagi satu suami dan sebaliknya
hanya satu suami bagi satu isteri, kecuali mendapat dispensasi oleh Pengadilan
Agama dengan syarat-syaratnya yang berat untuk boleh beristeri lebih dari satu dan
harus ada izin dari isteri pertama, adanya kepastian dari pihak suami bahwa mampu
menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak serta jaminan bahwa
suami akan berlaku adil, terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. Pria harus telah berumur 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 19 (sembilan belas)
tahun (Pasal 7 UU No 16 Tahun 2019 Perubahan atas UU no 1 tahun 1974);
d. Harus mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua mereka, kecuali dalam
hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih,
atau mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila umur para calon kurang
dari 19 tahun
e. Tidak termasuk larangan-larangan perkawinan;
f. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali dispensasi
oleh pengadilan;
g. Seorang yang telah cerai untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh
dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain;
h. Seorang wanita yang perkawinannya terputus untuk kawin lagi telah lampau
tenggang waktu tunggu;
i. Perkawinan harus dilangsungkan menurut tata cara perkawinan yang diatur oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Peraturan Menteri Agama No. 3 tahun
1975 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
Menurut Kompilasi Hukum Islam syarat sahnya perkawinan diatur dalam Pasal 4 yang
berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”, Pasal 5 ayat (1) yang
berbunyi “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus
dicatat”,
a. Calon suami;
1) Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya, baik menyangkut
nama, jenis kelamin, keberadaan, dan hal lain yang berkenaan dengan dirinya;
3) Muslim;
4) Orang merdeka;
6) Berpikiran baik;
7) Adil;
e. Ijab dan Qabul, Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah
penerimaan dari pihak kedua.Syaratnya
3) Ijab dan qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat;
4) Ijab dan qabul mesti menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang.
Pencatatan Perkawinan
D. Perkawinan Campuran
Terdapat dalam UU Perkawinan no 16 tahun 2019 (Pasal 7 tentang batas usia perkawinan)
perubahan atas UU no 1 tahun 1974 (pada pernikahan campuran) Menurut Undang-Undang No 1
tahun 1974.
a. Pengertian Perkawinan Campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia. (pasal 57)
b. Ruang Lingkup.
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah hasil Badan Legislatif
Negara Republik Indonesia dalam menciptakan Hukum Nasional yang berlaku bagi seluruh
warga negara Indonesia. Dalam hal perkawinan campuran diatur dalam pasal 57 UU
Perkawinan yang menetapkan sebagai berikut:
"Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undangundang ini ialah perkawinan
antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
1). Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan.
Bagi Warga Negara Asing yang akan melakukan perkawinan campuran di Indonesia, maka
yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
5) Kepastian kehadirin wali atau menyerahkan wakalah wali bagi WNA Wanita.
Bagi pihak WNI harus memenuhi mekanisme pelayanan pernikahan pada Kantor Urusan
Agama Kecamatan.
b) Kartu imunisasi,
1). Mengajukan pemberitahuan kehendak nikah secara Tertulis , apabila calon pengantin
berhalangan pemberitahuan nikah dapat dilakukan oleh wali atau wakilnya;
2). Membayar biaya pencatatan nikah sebesar Rp.600.000 jika nikah di luar jam kerja dan diluar
kantor atau gratis bila dilakukan di jam kerja di kantor KUA
d) Formulir Surat Izin tertulis dari orang tua bagi calon mempelai yang belum mencapai usia
21 tahun menurut model N5.
e) Dalam hal tidak ada izin dari kedua orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud angka 5
di atas diperlukan izin dari pengadilan.
f) Pasfoto latar biru masing-masing 3x2 sebanyak 5 lembar dan 4x6 3 lembar
g) Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami/istri yang belum mencapai umur 19 tahun
h) Jika calon mempelai anggota TNI/ polri diperlukan surat izin dari atasanya atau kesatuannya.
i) Izin pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang.
k) Akta kematian atau surat keterangan kematian suami/ istri dibuat oleh kepala desa/ lurah
atau pejabat yang berwenang
4). Penghulu sebagai PPN memasang pengumuman kehendak nikah selama 10 hari sejak saat
pendaftaran.
5). Catin wajib mengikuti kursus calon pengantin minimal selama 1 hari.
9). Pendaftaran kehendak nikah diajukan kepada KUA kecamatan minimal 10 hari kerja sebelum
pelaksanaan pernikahan.
Referensi tambahan
Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran (UU No 1 Tahun 1974)
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan
antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran,
dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan
kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang
kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1)Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan
menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum
perdata.
(2)Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-
undang Perkawinan ini.
Pasal 60
(1)Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat
perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
(2)Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan
karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka
yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan,
diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
(3)Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka
atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara
serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat
keterangan itu beralasan atau tidak.
(4)Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu
menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3).
(5)Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi
jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu
diberikan.
Pasal 61
(1)Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
(2)Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu
kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti
keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan.
(3)Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui
bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1)
Undang-undang ini.